Anda di halaman 1dari 56

PENGARUH PENERAPAN E-FILING DAN SISTEM

MONITORING PELAPORAN PEMBAYARAN PAJAK (MP3)


TERHADAP
KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM
MELAKUKAN PEMBAYARAN PAJAK
(Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Kota
Bandarlampung)

Oleh
CITRA ISWARI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Salah satu sumber pendapatan negara terbesar adalah penerimaan
pajak. Pajak merupakan pungutan wajib yang dibayarkan oleh rakyat
kepada negara yang diatur berdasarkan undang-undang, sehingga dapat
dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung.
Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau
retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau
badan) oleh negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara
yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran
publik. Pengeluaran publik yang dibiayai oleh penerimaan pajak
diantaranya yaitu fasilitas pendidikan, fasilitas transportasi, fasilitas
kesehatan, serta sarana dan prasarana umum.

Terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak, yaitu Official


Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding System.
Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia pada awalnya
adalah Official Assessment System, yaitu fiskus atau aparat perpajakan
yang menghitung dan melaporkan besarnya pajak terhutang yang harus
dibayar oleh wajib pajak. Jadi pada sistem ini fiskus atau aparat
perpajakan sifatnya aktif, sedang wajib pajak terlihat lebih pasif, dan
disinilah akan memungkinkan terjadinya penggelapan pajak atau
kecurangan yang dilakukan oleh aparatur perpajakan atau dengan kata
lain sangat memungkinkan terjadinya korupsi.

Pada tahun 1967 mulai dikenalkan Self Assessment System


dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.8 Tahun 1967 tentang
Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak
Penghasilan. Dan sistem ini masih dipakai sampai sekarang. Self
Assessment system yaitu suatu sistem dimana Wajib Pajak diberi
kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang,
memperhitungkan besarnya pajak yang sudah dipotong oleh pihak lain,
membayar pajak yang harus dibayar dan melaporkan ke Kantor Pajak
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan yang
berlaku (Diana Sari dalam Sari Nurhidayah, 2015). Sedangkan petugas
pajak sendiri bertugas untuk mengawasinya. Hal itu berarti berhasil
atau tidaknya sistem ini sangat ditentukan oleh kepatuhan sukarela
para Wajib Pajak dan pengawasan yang optimal dari aparat pajak
sendiri. Sistem ini sangat bergantung pada kesadaran Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun dalam realisasinya
pemungutan pajak masih sulit dilakukan. Masih banyak Wajib Pajak
yang tidak patuh untuk melaporkan dan membayar pajak (Wulandari
Agustiningsih,2016).

Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan oleh Direktorat


Jenderal pajak (DJP) salah satunya melalui reformasi dibidang
administrasi perpajakan yang lebih modern dengan memanfaatkan
teknologi informasi. Teknologi informasi saat ini telah menyentuh
berbagai aspek di sektor pemerintahan dan membuat semuanya
menjadi lebih mudah. Jika dulu dibutuhkan waktu yang cukup lama
untuk memproses data maka dengan adanya teknologi informasi
semuanya menjadi lebih cepat. Salah satu sektor pemerintahan yang
mendapatkan kemudahan dengan perkembangan teknologi informasi
ini adalah bidang perpajakan. Adanya teknologi informasi yang
memadai dan pelaporan yang lebih mudah dari pada pelaporan yang
dilakukan secara manual. Tujuan dari reformasi ini yaitu untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak, meningkatkan kepercayaan
wajib pajak terhadap administrasi perpajakan, dan meningkatkan
produktifitas aparat perpajakan atau fiskus. Salah satu perubahan yang
dilakukan adalah dengan melakukan perbaikan proses bisnis yaitu
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan
menerapkan sistem e-filling. Melalui Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep-88/PJ/2004 pada bulan Mei tahun 2004 secara resmi
diluncurkan produk e-filling. Tepatnya pada tanggal 24 Januari 2005
bertempat di Kantor Kepresidenan, Presiden Republik Indonesia
bersama-sama dengan Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan produk
e-filling atau electronic filling system (Ayu, 2005).
E-filling merupakan layanan pengisian dan penyampaian Surat
Pemberitahuan Wajib Pajak yang dilakukan secara elektronik melalui
sistem online yang real time kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui
internet pada website Direktorat Jenderal Pajak atau melalui Penyedia
Jasa Aplikasi yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Dengan diterapkannya sistem e-filling, diharapkan dapat memberikan
kenyamanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam mempersiapkan
dan menyampaikan SPT karena dapat dikirimkan kapan saja dan
dimana saja sehingga dapat meminimalkan biaya dan waktu yang
digunakan Wajib Pajak untuk penghitungan, pengisian dan
penyampaian SPT. E-filling dapat meminimalkan biaya dan waktu
karena hanya dengan menggunakan komputer yang terhubung internet,
penyampaian SPT dapat dilakukan kapan saja yaitu selama 24 jam
sehari dan 7 hari dalam seminggu (termasuk hari libur) dan dimana
saja tanpa perlu datang ke kantor pajak untuk memberikannya kepada
Petugas Pajak (Sari Nurhidayah,2015).

Selain reformasi perpajakan dengan penerapan e-filing,


Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan pembaruan dalam sistem
administrasi yaitu Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak
(MP3) dalam bentuk e-payment. Menurut Fariz (2015), sistem ini
merupakan salah satu sistem administrasi yang cukup canggih dan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan jasa kepada wajib
pajak. Sekaligus terjadinya transparansi antara kedua belah pihak, baik
wajib pajak maupun petugas pajak. Sistem Monitoring Pelaporan dan
Pembayaran Pajak (MP3) juga memberikan kemudahan bagi wajib
pajak yang ingin membayar pajaknya melalui ATM, bank teller,
internet banking yang telah ditunjuk sebagai rekanan dalam
pembayaran pajak.

Sistem ini berfungsi untuk mengawasi aktivitas perpajakan


tanpa perlu turun langsung dan juga untuk memudahkan wajib
pajaknya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sehingga berguna
bagi pengawasan kepatuhan wajib pajak dan bisa meningkatkan
penerimaan pajak. Sistem ini sudah diterapkan sejak tahun 2003 dan
sudah diatur dalam Keputusan Direktorat Jederal Pajak No. Kep-
162/PJ/2003 dan Surat Edaran No. SE-02/PJ/2003 dan SE-22/PJ/2003.

Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti-


peneliti terdahulu untuk mengetahui pengaruh penerapan e-filing
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari (2015) yang melakukan penelitian di KPP
Pratama Yogyakarta memperoleh bukti empiris bahwa penerapan e-
filing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak di KPP Pratama Yogyakarta. Penelitian Sari (2015) yang
dilakukan di KPP Pratama Klaten juga memberikan bukti empiris
bahwa penerapan sistem e-filling berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Sementara penelitian yang dilakukan oleh Melliet al (2012)


memberikan bukti empiris bahwa di KPP Pratama Palembang Ilir
Timur penerapan e-filing kurang efektif. Demikian halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Reza (2015) yang memberikan bukti
empiris bahwa penerapan e-filing melalui website DJP tidak mampu
meningkatkan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh WPOP di
KPP Pratama Sleman.

Kemudian, terdapat pula beberapa penelitian yang dilakukan


oleh penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh penerapan
Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) terhadap
kepatuhan Wajib Pajak, diantaranya penelitian Fariz (2015) yang
menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan sistem
MP3 di KPP Pratama Pekanbaru Tampan. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Lasmana dan Narsa (2005) bahwa penerapan sistem
MP3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak, dengan ini karena sistem pajak yang diperbarui dan lebih
modern membuat wajib pajak lebih mudah untuk membayar pajaknya,
sehingga wajib pajak yang membayar pajak tepat waktu menjadi lebih
meningkat. Sedangkan berdasarkan penelitian Tresno, Nurmaliah dan
Yudith (2011) didapatkan hasil bahwa sistem monitoring pelaporan
pembayaran pajak (MP3) tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan diatas dan dari
uraian mengenai beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
yang memiliki hasil berbeda, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang mengkaji adakah pengaruhnya penerapan e-filling
terhadap kepatuhan Wajib Pajak berdasarkan kenyataan bahwa
kepatuhan Wajib Pajak masyarakat Indonesia masih rendah. Selain itu,
peneliti juga ingin meneliti apakah penerapan sistem monitoring
pelaporan pembayaran pajak (MP3) memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, maka dengan ini peneliti akan melakukan sebuah penelitian
yang berjudul Pengaruh Penerapan E-Filling dan Sistem
Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Melakukan
Pembayaran Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
di Kota Bandarlampung)

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah penerapan e-filing berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran pajak?
2. Apakah penerapan sistem monitoring pelaporan pembayaran pajak
(MP3) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
melakukan pembayaran pajak?
3. Apakah penerapan e-filing dan sistem monitoring pelaporan
pembayaran pajak (MP3) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran pajak?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui pengaruh penerapan e-filing terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran pajak.
2. Mengetahui pengaruh penerapan sistem monitoring pelaporan
pembayaran pajak (MP3) terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
melakukan pembayaran pajak.
3. Mengetahui pengaruh penerapan e-filing dan sistem monitoring
pelaporan pembayaran pajak (MP3) terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran pajak.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat Akademis
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Direktorat Jendral Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang bermanfaat sebagai masukan dan bahan evaluasi
bagi Direktorat Jendral Pajak.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kajian

Teoritis

1. Technology Acceptance Model (TAM)

TAM yang diperkenalkan pertama kali oleh Fred D. Davis pada tahun

1986, adalah adaptasi dari TRA yang dibuat khusus untuk pemodelan

penerimaan pengguna terhadap sistem informasi. Menurut Davis

(1989), tujuan utama TAM adalah memberikan dasar untuk

penelusuran pengaruh faktor eksternal terhadap kepercayaan, sikap,

dan tujuan pengguna. TAM menganggap bahwa 2 keyakinan

individual, yaitu persepsi manfaat (perceived usefulness, disingkat PU)

dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived easy of use, disingkat

PEOU), adalah pengaruh utama untuk perilaku penerimaan komputer.

TAM mendeskripsikan terdapat dua faktor yang secara dominan

mempengaruhi integrasi teknologi. Faktor pertama adalah persepsi

pengguna terhadap manfaat teknologi. Sedangkan faktor kedua adalah

persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan teknologi. Kedua

faktor tersebut mempengaruhi kemauan untuk memanfaatkan

teknologi. Selanjutnya kemauan untuk memanfaatkan teknologi akan

mempengaruhi penggunaan teknologi yang sesungguhnya. Pada


umumnya penguna teknologi akan memiliki persepsi positif terhadap

teknologi yang disediakan. Persepsi negatif akan muncul sebagai

dampak dari penggunaan teknologi tersebut. Artinya persepsi negatif

berkembang setelah pengguna pernah mencoba teknologi tersebut atau

pengguna berpengalaman buruk terhadap penggunaan teknologi

tersebut. Sehingga model TAM dapat digunakan sebagai dasar untuk

menentukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mendorong kemauan

menggunakan teknologi.

Teori technology acceptance model (TAM) dapat

digunakan untuk memprediksi penerimaan wajib pajak

orang pribadi terhadap teknologi administrasi Direktorat

Jenderal Pajak. E-filing adalah teknologi administrasi

yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak. TAM akan

digunakan sebagai indikator dalam kuesioner untuk

mengetahui tanggapan wajib pajak dalam penerapan e-

filing.

Perceived

Usefull

Behavioral Actual System

Intention to use use

Perceived Ease

of us

Gambar 1. Model TAM

Sumber Davis (1986)


2.

Perpaja

kan

Terdapat bermacam-macam pengertian atau definisi pajak,

namun pada hakekatnya maksud dan tujuan dari pajak itu

seragam. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 tahun

2009 tentang KUP berbunyi:

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kemudian menurut S. I. Djajadiningrat, Pajak sebagai suatu

kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara

disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberi

kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut

peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,

tetapi tidak ada jasa timbale balik dari negara secara langsung,

untuk memelihara kesejahteraan umum. Menurut Dr. Soeparno

Soemahamidjaja, pajak merupakan iuran yang bersifat wajib,

berupa uang atau barang, yang dipungut oleh pemerintah

berdasarkan norma-norma hukum, yang digunakan untuk

menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif

untuk mencapai kesejahteraan umum, sedangkan menurut Prof.


Dr. P. J. A. Andriani, pajak adalah iuran dari masyarakat kepada

negara yang dapat dipaksakan dan terutang oleh pihak yang

wajib membayarnya berdasarkan peraturan perundang-

undangan dengan tidak mendapat prestasi kembali secara

langsung yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara

dalam menyelenggarakan pemerintahan.Berdasarkan beberapa

definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah

kontribusi wajib, berupa uang atau barang kepada negara yang

terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang dapat dipaksakan

sesuai peraturan perundang-undangan dengan tidak mendapat

imbalan secara langsung yang digunakan untuk membiayai

keperluan negara dalam menyelenggarakan pemerintahan untuk

mencapai kesejahteraan umum.

Pajak mempunyai beberapa fungsi seperti yang


diungkapkan oleh Siti Resmi dalam buku Perpajakan Teori dan
Kasus (2016, 3), yaitu:
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak


merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.
Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun
instensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan
peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
dan lain-lain.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai


alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan
tertentuu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan
pajak sebagai fungsi pengatur adalah:

a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah.


Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dikenakan
pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Makin
mewah suatu barang maka tarif pajaknya makin tinggi sehingga
barang tersebut makin mahal harganya. Pengenaan pajak ini
dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk
mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).

b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan


agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan
kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi
pemerataan pendapatan.

c. Tarif pajak ekspor sebesar 0%: dimaksudkan agar para


pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar
dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara.

d. Pajak penghasila dikenakan atas penyerahan barang hasil


industri tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri
baja, dan lain-lain: dimaksudkan agar terdapat penekanan
produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu
lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan).
e. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi:
dimaksudkan untuk mendorong perkembangan kopersi di
Indonesia.

f. Pemberlakuan tax holiday: dimaksudkan untuk menarik


investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.

2. Kepatuhan Wajib Pajak


a. Pengertian Wajib Pajak

Dalam Undang-undang nomor 28 Tahun 2007 tentang


Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 2
disebutkan pengertian Wajib Pajak yaitu:

Wajib Pajak merupakan orang pribadi atau badan yang


mempunyai hak dan kewajiban., meliputi pembayar pajak,
pemungut pajak, pemotong pajak, yang diatur dalam
perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak bukan hanya
bagi orang yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) saja, namun juga bagi yang sudah memenuhi
persyaratan sebagai wajib pajak meskipun belum memiliki
NPWP.

Menurut Abdul Rahman dalam Sari Nurhidayah (2015) Wajib

Pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk

melakukan kewajiban perpajakan yaitu memungut atau

memotong pajak tertentu yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang undangan perpajakan, sedangkan

menurut Fidel (2010: 136) Wajib Pajak merupakan subjek

pajak yang memenuhi syarat-syarat objektif yaitu masyarakat

yang menerima atau memperoleh Penghasilan Kena Pajak

(PKP), yaitu penghasilan yang melebihi Penghasilan Tidak


Kena Pajak (PTKP) bagi wajib pajak dalam negeri sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa Wajib Pajak adalah subyek pajak yang terdiri dari orang

pribadi atau badan yang memenuhi syarat-syarat obyektif yang

ditentukan oleh Undang-Undang, yaitu menerima atau

memperoleh penghasilan kena pajak yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-

undangan. Subyek pajak adalah orang atau badan yang bertempat

tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Obyek pajak menurut Fidel

dalam Sari Nurhidayah (2015) adalah setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak yang digunakan untuk konsumsi

atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Penghasilan

Kena Pajak adalah penghasilan yang melebihi penghasilan tidak kena

pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri. Kewajiban pajak merupakan

kewajiban publik yang bersifat pribadi, yang tidak dapat dialihkan

kepada orang lain. Wajib Pajak dapat menunjuk atau meminta bantuan

atau memberi kuasa pada orang lain, akan tetapi kewajiban publik

yang melekat pada dirinya, khususnya mengenai pajak-pajak langsung

tetap ada padanya. Dia tetap bertanggung jawab walaupun orang lain

dapat ikut dipertanggungjawabkan.

Menurut Mardiasmo (2011: 56) Wajib Pajak memiliki beberapa

kewajiban yang harus dipenuhi yaitu:


1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan

Pajak yang berada di wilayah tempat tinggal atau tempat

kedudukan Wajib Pajak, kemudian akan diperoleh Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP tersebut yang kemudian

digunakan sebagai identitas bagi Wajib Pajak. Pendaftaran

NPWP dapat dilakukan secara online melalui e-register.

2) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Wajib Pajak

yang merupakan pengusaha yang dikenakan PPN wajib

melaporkan usahanya untuk kemudian dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada KPP. Pengukuhan sebagai

PKP juga dapat dilakukan secara online melalui e-register.

3) Menghitung pajak terutang, memperhitungkan pajak yang sudah

dipotong oleh pihak lain, membayar, dan melaporkan sendiri pajak

dengan benar. Sistem perpajakan di Indonesia menganut self

assessment system, sehingga Wajib Pajak diharuskan melakukan

penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak dengan sendiri.

4) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan

memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang

telah ditentukan.

SPT merupakan surat yang digunakan Wajib Pajak untuk

melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran objek pajak sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Batas waktu

maksimal yang telah ditentukan untuk melaporkan SPT ke Kantor


Pajak adalah tiga bulan setelah akhir tahun pajak untuk SPT PPh

tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dan empat bulan setelah akhir

tahun pajak untuk SPT PPh tahunan Wajib Pajak Badan.

5) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.

Pencatatan merupakan kumpulan data mengenai peredaran

dan/atau penghasilan bruto yang digunakan untuk penghitungan

jumlah pajak yang terutang. Pembukuan adalah pencatatan yang

dilakukan secara teratur yang berupa data dan informasi keuangan

serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,

yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan meliputi neraca

dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.

6) Apabila diperiksa Wajib Pajak diwajibkan:

a. Memperlihatkan laporan pembukuan atau catatan, dan

dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penghasilan

yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib

Pajak, atau objek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau

ruangan yang diperlukan dan yang dapat memperlancar

pemeriksaan.

Apabila ketika mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau

dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh

suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk

merahasiakan itu ditiadakan oleh permitaan untuk keperluan

pemeriksaan.
Hak-hak Wajib Pajak Menurut Mardiasmo (2011) yaitu:

1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding.

Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan apabila merasa

tidak puas dengan ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau

atas pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Apabila Wajib Pajak belum puas dengan hasil surat keputusan

keberatan, Wajib Pajak berhak mengajukan surat banding ke

Pengadilan Pajak.

2) Menerima tanda bukti pemasukkan SPT.

Tanda bukti pemasukan SPT merupakan tanda bukti diterimanya

SPT. Tanda bukti diberikan oleh petugas pajak kepada Wajib

Pajak.

3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.

Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT yang telah

dimasukkan dengan menyampaikan pernyataan tertulis sebelum

Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan.

5) Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT. Wajib

Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penundaan

penyampaian SPT dengan al Mengajukan permohonan penundaan

atau pengangsuran pembayaran pajak.


Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan

penundaan/pengangsuran pembayaran pajak dalam kondisi

tertentu.

6) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam

surat ketetapan pajak.

Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan perhitungan pajak

kepada Direktorat Jenderal Pajak yang dikenakan dalam surat

ketetapan pajak apabila terdapat kesalahan pada ketetapan pajak

yang didalamnya tidak ada hubungan persengketaan antara fiskus

dengan Wajib Pajak.

7) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Wajib Pajak

berhak meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak

apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih kecil dari

jumlah kredit pajak.

Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan

sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan penghapusan dan

pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak

atas kesalahan yang bukan disebabkan oleh Wajib Pajak.asan

tertentu yang dapat diterima.

9) Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan

kewajiban pajaknya.

10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.


Bukti pemotongan atau pemungutan pajak digunakan

sebagai pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang

dipotong di akhir tahun pajak.

b. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Abdul Rahman (2010:32) kepatuhan perpajakan

dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana Wajib Pajak

memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya, sedangkan menurut Nasucha (2004) dalam Putut

Tri Aryobimo (2012) Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi

dari Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan

untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan, kepatuhan

dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang dan kepatuhan

dalam pembayaran tunggakan. Jadi, Kepatuhan Wajib Pajak adalah

ketika Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

melaksanakan hak perpajakannya, kewajiban perpajakan meliputi

mendaftarkan diri, menghitung dan membayar pajak terutang,

membayar tunggakan dan menyetorkan kembali surat

pemberitahuan.

Terdapat dua macam kepatuhan yaitu:

1) Kepatuhan formal; suatu keadaan dimana Wajib Pajak

memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai

dengan ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan.

2) Kepatuhan material; suatu keadaan dimana Wajib Pajak

secara substantive / hakikat memenuhi semua ketentuan


material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa

undang-undang perpajakan. Kepatuhan material meliputi

juga kepatuhan formal.

c. Syarat Menjadi Wajib Pajak Patuh

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

192/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu

dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran

Pajak, Wajib Pajak dengan kriteria tertentu disebut sebagai Wajib

Pajak Patuh apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;

tepat waktu dalam penyampaian Surat Pemberitahuan

Tahunan dalam tiga tahun terakhir yaitu akhir bulan ketiga

setelah tahun pajak.

Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis

pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin

menganggur atau menunda pembayaran pajak. Tunggakan

pajak adalah angsuran pajak yang belum dilunasi pada saat

atau setelah tanggal pengenaan denda.

3) Laporan keuangan harus diaudit oleh Akuntan Publik atau

Lembaga Pengawas Keuangan Pemerintah dengan pendapat

Wajar Tanpa Pengecualian selama tiga tahun berturut-turut.

Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian diberikan oleh auditor

apabila tidak ditemukan kesalahan material secara

menyeluruh dalam laporan keuangan yang disajikan,


dengan kata lain laporan keuangan tersebut sudah sesuai

dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

4) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan berdasarkan keputusan pengauditan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu

lima tahun terakhir.

Keuntungan yang diterima apabila menjadi Wajib Pajak patuh

adalah mendapatkan pelayanan khusus dalam restitusi pajak

penghasilan dan pajak pertambahan nilai yaitu pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak tanpa harus dilakukan

pemeriksaan kepada pengusaha kena pajak.

d. Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Peningkatan kepatuhan merupakan tujuan utama diadakannya

reformasi perpajakan seperti yang diungkapkan Guillermo Perry

dan John whalley dalam Marcus Taufan Sofyan (2005), ketika

sistem perpajakan suatu negara telah maju, pendekatan reformasi

diletakkan pada peningkatan dalam kepatuhan dan administrasi

perpajakan. Hadi Purnomo dalam Marcus Taufan Sofyan (2005)

menyatakan terdapat tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan

Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu:

Membuat program dan kegiatan yang dapat menyadarkan

dan meningkatkan kepatuhan secara sukarela.


Meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang sudah

patuh supaya dapat mempertahankan atau meningkatkan

kepatuhannya.

Dengan menggunakan program atau kegiatan yang dapat

memerangi ketidakpatuhan.

e. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Indikator kepatuhan wajib pajak menurut Sri dan Ita (2009)

adalah sebagai berikut:

1) Kepatuhan untuk mendaftarkan diri.

Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan

subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri pada KPP

yang wilayah kerjanya terdiri dari tempat tinggal dan

tempat kegiatan usaha Wajib Pajak untuk kemudian

mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP

digunakan sebagai identitas bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan

hak dan kewajibannya.

2) Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang.

Pajak yang telah dihitung kemudian disetorkan ke kas

negara melalui bank atau kantor pos dengan menggunakan formulir

Surat Setoran Pajak (SSP).

3) Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak.


Tunggakan pajak merupakan pajak terutang yang

belum dilunasi oleh Wajib Pajak setelah jatuh tempo

tanggal pengenaan denda.

4) Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan.

Wajib Pajak diwajibkan untuk mengisi dan menyampaikan

SPT kepada KPP dengan batas waktu penyampaian untuk SPT

Masa paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak, sedangkan

untuk SPT tahunan paling lambat 3 bulan untuk Wajib Pajak Orang

Pribadi dan 4 bulan untuk Wajib Pajak Badan setelah akhir tahun

pajak. Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi apabila

terlambat atau tidak menyampaikan SPT

3. Penerapan Sistem E-Filling

a. Pengertian E-Filling

Menurut Fidel (2010: 56) e-filling adalah suatu cara

penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem on-line

dan real-time. E-filling dijelaskan oleh Gita (2010) sebagai

suatu layanan penyampaian SPT secara elektronik baik

untuk Orang Pribadi maupun Badan melalui internet pada

website Direktorat Jenderal Pajak atau penyedia jasa

aplikasi kepada Kantor Pajak dengan memanfaatkan

internet, sehingga Wajib Pajak tidak perlu mencetak semua


formulir laporan dan menunggu tanda terima secara

manual.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor

Kep-88/PJ/2004 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan

secara Elektronik dalam pasal 1, Direktur Jenderal Pajak

memutuskan bahwa Wajib Pajak dapat menyampaikan

Surat

Pemberitahuan secara elektronik melalui perusahaan

penyedia jasa aplikasi (Apllication Service Provider) yang

ditunjuk oleh

Direktur Jenderal Pajak. Dalam pasal 2 dijelaskan

persyaratan sebagai perusahaan penyedia jasa aplikasi

(ASP) yaitu:

1) Berbentuk badan.

Perusahaan penyedia jasa harus berbentuk badan, yaitu

sekumpulan orang ataupun modal yang melakukan

usaha

ataupun tidak melakukan usaha yang berorientasi pada laba atau

non laba.

2) Memiliki izin usaha penyedia jasa aplikasi (ASP). Penyedia jasa

aplikasi merupakan perusahaan yang sudah memiliki ijin dari

Direktorat Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat

menyalurkan penyampaian SPT secara on line yang real time.


3) Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak

Perusahaan penyedia jasa aplikasi harus mengukuhkan Nomor

Pokok Wajib Pajaknya sebagai Pengusaha Kena Pajak.

4) Menandatangani perjanjian dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Perusahaan yang ingin menjadi perusahaan penyedia jasa

aplikasi harus menandatangani perjanjuan dengan

Direktorat Jenderal Pajak.

Menurut Gita (2010) e-filling ini sengaja dibuat agar tidak ada

persinggungan Wajib Pajak dengan aparat pajak dan kontrol Wajib

Pajak bisa tinggi karena merekam sendiri SPT nya. E-filling bertujuan

untuk mencapai transparansi dan bisa menghilangkan praktek-praktek

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dengan diterapkannya sistem

e-filling diharapkan dapat memudahkan dan mempercepat Wajib Pajak

dalam penyampaian SPT karena Wajib Pajak tidak perlu datang ke

Kantor Pelayanan Pajak untuk pengiriman data SPT, dengan

kemudahan dan lebih sederhananya proses dalam administrasi

perpajakan diharapkan terjadi peningkatan dalam kepatuhan Wajib

Pajak. E-filling juga dirasakan manfaatnya oleh Kantor Pajak yaitu

lebih cepatnya penerimaan laporan SPT dan lebih mudahnya kegiatan

administrasi, pendataan, distribusi, dan pengarsipan laporan SPT.


Berikut ini proses untuk melakukan e-filling dan tata cara

penyampaian SPT Tahunan secara e-filling:

1) Mengajukan permohonan Eletronik Filling Identification Number

(e-FIN) secara tertulis. E-FIN merupakan nomor identitas Wajib

Pajak bagi pengguna e-filling. Pengajuan permohonan e-FIN dapat

dilakukan melalui situs DJP atau KPP terdekat.

2) Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak e-filling paling lambat 30

hari setelah diterbitkannya e-FIN. Setelah mendaftarkan diri, Wajib

Pajak akan memperoleh username dan password, tautan aktivitas

akun e-filling melalui e-mail yang telah didaftarkan oleh Wajib

Pajak, dan digital certificate yang berfungsi sebagai pengaman data

Wajib Pajak dalam setiap proses e-filling.

3) Menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

melalui situs DJP dengan cara:

Mengisi e-SPT pada aplikasi e-filling di situs DJP.

E-SPT adalah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dalam

bentuk formulir elektronik (Compact Disk) yang merupakan

pengganti lembar manual SPT.

Meminta kode verifikasi untuk pengiriman e-SPT, yang

akan dikirimkan melalui email atau SMS.

Mengirim SPT secara online dengan mengisikan kode

verifikasi.
Notifikasi status e-SPT akan diberikan kepada Wajib Pajak

melalui email. Bukti Penerimaan E-

SPT terdiri dari NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak),

tanggal transaksi, jam transaksi, Nomor Transaksi

Penyampaian SPT (NTPS), Nomor

Transaksi Pengiriman ASP (NTPA), nama Penyedia

Jasa Aplikasi (ASP).

Sistem e-filling melalui website Direktorat Jenderal pajak dapat

digunakan untuk:

a Melayani penyampaian SPT Tahunan PPh WP Orang

Pribadi formulir 1770S. SPT ini digunakan bagi Wajib

Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh

dari satu atau lebih pemberi kerja dan memiliki penghasilan

lainnya yang bukan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan

bebas.

b Melayani penyampaian SPT Tahunan PPh WP Orang

Pribadi Formulir 1770SS. SPT ini digunakan bagi orang

pribadi yang sumber penghasilannya dari satu pemberi

kerja (sebagai Karyawan) dan jumlah penghasilan brutonya

tidak melebihi Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah)

setahun serta tidak terdapat penghasilan lainnya kecuali

penghasilan dari bunga bank dan bunga koperasi.

(www.pajak.go.id)
b. Penerapan Sistem E-Filling

Pengertian penerapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

proses, cara, perbuatan menerapkan; pemasangan; pemanfaatan. E-

filling merupakan bagian dari sistem dalam administrasi pajak yang

digunakan untuk menyampaikan SPT secara online yang realtime

kepada kantor pajak. Jadi, penerapan sistem e-filling adalah suatu

proses atau cara memanfaatkan sistem yang digunakan untuk

menyampaikan SPT secara online yang realtime yang diterapkan oleh

Direktorat Jenderal Pajak.

Penerapan sistem e-filling memiliki beberapa keuntungan bagi

Wajib Pajak melalui situs DJP yaitu:

c. Penyampaian SPT lebih cepat karena dapat dilakukan dimana

saja dan kapan saja yaitu 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu

karena memanfaatkan jaringan internet.

d. Biaya pelaporan SPT lebih murah karena untuk mengakses

situs DJP tidak dipungut biaya.

e. Penghitungan dilakukan secara cepat karena menggunakan

sistem computer.

f. Lebih mudah karena pingisian SPT dalam bentuk wizard.

g. Data yang disampaikan Wajib Pajak selalu lengkap karena

terdapat validasi pengisian SPT.

h. Lebih ramah lingkungan karena meminimalisir penggunaan

kertas.
i. Dokumen pelengkap (fotokopi Formulir 1721

A1/A2 atau bukti potong PPh, SSP Lembar ke-3

PPh Pasal 29, Surat Kuasa Khusus, perhitungan PPh

terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta

dan/atau mempunyai NPWP sendiri, fotokopi Bukti

Pembayaran Zakat) tidak perlu dikirim lagi kecuali

diminta oleh KPP melalui Account representative.

(www.pajak.go.id)

Sistem monitoring pelaporan pembayaran pajak (MP3)

Monitoring Pelaporan pembayaran Pajak (MP3), merupakan


sarana bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mengawasi
pembayaran pajak secara elektronik yang disebut e- payment. Sistem
pembayaran pajak ini dilakukan oleh PT Pos (Persero), Bank Persepsi/
Bank Devisa Persepsi yang telah melakukan hubungan pertukaran
informasi data secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak,
pembayaran setoran pajak melalui sistem pembayaran online dapat
dilaksanakan melalui PT.Pos indonesia (persero) atau teller Bank
Persepsi dan Bank Devisa Persepsi secara online, maupun
menggunakan fasilitas alat transaksi yang disediakan oleh bank
persepsi dan Bank Devisa Persepsi online.

Sesuai dengan keputusan Direktorat Jenderal Pajak No/Kep


12/PJ/2003 tentang pelaksanaan Monitoring Pelaporan Pembayaran
Pajak. Tempat pembayaran yang akan memberikan pelayanan
pembayaran pajak secara online wajib mengajukan permohonan
hubungan Online dengan Direkorat Jenderal Pajak.

Sesuai dengan keputusan Direktorat Jendral Pajak No.Kep


383/PJ/2002 wajib pajak dapat melakukan pembayaran setoran pejak
melalui sistem pembayaran online terhitung mulai tanggal 1 Juli 2002.
Sedangkan untuk wajib pajak besar wajib melakukan pembayaran
setoran pajak melalui sistem pembayaran online dan menyampaikan
SPT dalam bentuk digital terhitung mulai tanggal 1 September 2002.
Wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak melalui unit Bank
Presepsi, Bank Devisa Presepsi dan Pos Indonesia (Persero) yang
belum dapat melakukan administrasi penerimaan pajak secara online
namun masih berhak menerima pembayaran pajak dapat melakukan
pembayaran pajak pada unit tersebut tidak secara online sampai
tanggal 31 Desember 2003.

2.2 Penelitian Terdahulu

N Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Variabel Hasil Penelitian


o (Tahun) Dependen Independen
1. Wulandari Pengaruh Penerapan Kepatuhan a. Penerapan a. Penerapan e-filing
Agustiningsih E-Filing, Tingkat Wajib e-filing berpengaruh positif dan
(2016) Pemahaman Pajak b. Tingkat signifikan terhadap
Perpajakan Dan
Pemahaman Kepatuhan Wajib Pajak di
Kesadaran Wajib
Pajak Terhadap Perpajakan KPP Pratama Yogyakarta.
Kepatuhan Wajib c. Kesadaran b. Tingkat pemahaman
Pajak Di KPP Wajib perpajakan berpengaruh
Pratama Yogyakarta Pajak positif dan signifikan
terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak di KPP Pratama
Yogyakarta.
c. Kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak di
KPP Pratama Yogyakarta.
d. Penerapan e-filing, tingkat
pemahaman perpajakan dan
kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak di
KPP Pratama Yogyakarta.
2. Sari Pengaruh Kepatuhan a. Penerapan a. Terdapat pengaruh positif
Nurhidayah Penerapan Sistem Wajib sistem e- dan signifikan Penerapan
(2015) E-Filling terhadap Pajak filing Sistem E-Filling terhadap
Kepatuhan Wajib b. Pemahaman Kepatuhan Wajib Pajak.
Pajak dengan internet b. Pemahaman Internet dapat
Pemahaman memoderasi (memperkuat)
Internet sebagai pengaruh Penerapan Sistem
Variabel E-Filling terhadap
Pemoderasi pada Kepatuhan Wajib Pajak.
KPP Pratama
Klaten
3. Tresno, Indra Pengaruh Persepsi Tingkat a. Persepsi a. Persepsi penerapan sistem
Pahala dan Penerapan Sistem Kepatuhan penerapan e-Filing berpengaruh positif
Selvy Ayu e-filing Terhadap Wajib Sistem e- dan signifikan terhadap
Rizky Tingkat tingkat kepatuhan wajib
Pajak filing
(2014) Kepatuhan Wajib pajak.
Pajak Badan b. Perilaku b. Persepsi penerapan sistem
Dengan Perilaku Wajib Pajak e-Filing berpengaruh positif
Wajib Pajak c. Biaya dan signifikan terhadap
Sebagai Variabel kepatuhan perilaku wajib pajak.
Intervening dan c. Perilaku wajib pajak
Biaya Kepatuhan berpengaruh positif dan
sebagai Variabel signifikan terhadap tingkat
Moderasi kepatuhan wajib pajak.
(Studi Kasus Pada d. perilaku wajib pajak tidak
Kantor Pelayanan dapat membuat hubungan
Pajak Pratama antara persepsi sistem e-
filling terhadap kepatuhan
Pulogadung wajib pajak menjadi
Jakarta Timur) hubungan tidak langsung.
e. Biaya kepatuhan terbukti
secara empiris tidak
memoderasi hubungan
antara persepsi sistem e-
filling terhadap kepatuhan
wajib pajak.

4. Husnurrosyidah Pengaruh E- Kepatuhan a. E-Filing a. penerapan sistem e-filing


dan Suhadi Filing, e-Billing Pajak b. E-Biling berpengaruh positif dan
(2017) dan e-Faktur c. E-Faktur signifikan terhadap
Terhadap kepatuhan wajib pajak
Kepatuhan Pajak b. penerapan sistem e-billing
pada BMT Se- berpengaruh positif dan
Kabupaten Kudus signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak
c. penerapan sistem e-faktur
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak
5. Ellyn Nurbaiti, Pengaruh Kualitas a. E-SPT d. Implementasi sistem
Heru Susilo, Implementasi Pelayanan b. E- elektronik e-SPT,
Rosalita dan Sistem Elektronik Administra Registration implementasi sistem
Rachma Agusti
Bagi Wajib Pajak si c. E-Filing elektronik e-Registration
(2016)
Terhadap Kualitas Perpajakan dan implementasi sistem
Pelayanan elektronik e-Filling secara
Administrasi simultan berpengaruh
Perpajakan (Studi signifikan terhadap kualitas
pada Wajib Pajak pelayanan administrasi
terdaftar di KPP perpajakan.
Pratama Malang e. Sistem elektronik e-SPT
Utara) berpengaruh signifikan
terhadap kualitas pelayanan.
f. Implementasi sistem
elektronik e-Registration
secara parsial memiliki
pengaruh secara signifikan
terhadap kualitas pelayanan
administrasi Wajib Pajak.
g. Implementasi sistem
elektronik e-Filling secara
parsial memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap
kualitas pelayanan
administrasi Wajib Pajak
6. Murniati Pengaruh Kepatuhan a. E- a. penggunan sistem
Sulistyorini, Penggunaan Wajib Registration administrasi e-Registration
Siti Nurlaela Sistem Pajak b. E-Billing berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak.
dan Yuli Administrasi E- c. E-SPT
b. Penggunan sistem
Chomsatu S Registration, E- d. E-Filing administrasi e-Billing
Billing, E-SPT, berpengaruh terhadap
dan E-Filing kepatuhan wajib pajak.
Terhadap c. Penggunan sistem
Kepatuhan Wajib administrasi e-SPT
Pajak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak.
d. Penerapan sistem
administrasi e-SPT
berpengaruh terhadap
tingkat kepatuhan wajib
pajak.
7. Maman Pengaruh Kepatuhan Penerapan e- Penerapan e-filing tidak
Suherman, Penerapan E- Wajib filing berpengaruh terhadap
Medina Filing Terhadap Pajak kepatuhan Wajib Pajak
Almunawwaroh dalam penyampaian SPT
Kepatuhan wajib dalam
dan Rina Tahunan pada KPP Pratama
Marliana Pajak Dalam Penyampai Kota Tasikmalaya
(2015) Penyampaian an SPT
Surat
Pemberitahuan
Tahunan (SPT)
Pada KPP Pratama
Kota Tasikmalaya

8. Fariz Pengaruh Kepatuhan a. Penerapan a. Sistem monitoring


Hermawan Penerapan Sistem Wajib Sistem pelaporan pembayaran
(2015) Monitoring Pajak Monitoring pajak (MP3) berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib
Pelaporan Orang Pelaporan
pajak orang pribadi
Pembayaran Pajak Pribad Pembayaran b. Pengetahuan tentang
(MP3), Pajak korupsi berpengaruh
Pengetahuan (MP3) terhadap kepatuhan wajib
Tentang Korupsi, b. Pengetahua pajak orang pribadi
dan Keadilan n Tentang c. Keadilan perpajakan
Perpajakan Korupsi berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak
Terhadap c. Keadilan
orang pribadi
Kepatuhan Wajib Perpajakan
Pajak Orang
Pribadi di KPP
Pratama
Pekanbaru
Tampan
9. Tresno, Pengaruh Efektivitas a. Penerapan d. Penerapan sistem MP3
Nuramaliah, Penerapan Sistem Penerimaan Sistem ternyata tidak
Yudith Monitoring Pajak Monitoring mempengaruhi seorang WP
untuk lebih patuh terhadap
Pelaporan Pelaporan
kewajiban perpajakannya
Pembayaran Pajak Pembayaran e. Pemahaman akuntansi
(MP3) dan Pajak pajak mempunyai pengaruh
Pemahaman (MP3) yang positif dan signifikan
Akuntansi Pajak b. Pemahaman terhadap kepatuhan wajib
Terhadap Akuntansi pajak
Efektivitas Pajak f. Kepatuhan wajib pajak
mempunyai pengaruh yang
Penerimaan Pajak c. Kepatuhan
positif dan signifikan
dengan Kepatuhan Wajib Pajak terhadap efektivitas
Wajib Pajak penerimaan pajak
Sebagai variable g. Penerapan sistem MP3
Intervening ternyata tidak
mempengaruhi efektivitas
penerimaan pajak
h. Pemahaman akuntansi
pajak tidak berpengaruh
signifikan terhadap
peningkatan efektivitas
penerimaan pajak

2.3 Kerangka Pemikiran

Penerapan E-Filing Kepatuhan


(X1) Wajib Pajak
Orang
Penerapan Sistem Pribadi (Y)
MP3 (X2)
2.4 Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Penerapan Sistem E-Filling terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi.

Sistem e-filing adalah sebuah sistem administrasi yang digunakan

untuk menyampaikan SPT secara elektronik. Sistem ini adalah

salah satu inovasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak

agar Wajib Pajak dapat melaporkan SPTnya lebih cepat dan kapan

saja. Manfaat adalah tingkatan dimana seseorang berfikir bahwa

menggunakan suatu sistem akan meningkatkan kinerjanya. Jika

Wajib Pajak memandang bahwa sistem e-filing ini memberikan

manfaat bagi dirinya, hal ini akan membentuk sebuah sikap posistif

dari Wajib Pajak yang selanjutnya akan meningkatkan Kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melaporkan SPTnya.

Sebaliknya, jika Wajib Pajak memandang bahwa sistem e-filing ini

tidak memberikan manfaat bagi dirinya, hal ini akan membentuk

sikap negatif dari Wajib Pajak yang selanjutnya tidak akan

meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT.

Persepsi kemudahan merupakan tingkatan seseorang mempercayai

bahwa menggunakan teknologi hanya memerlukan sedikit usaha. Jika

Wajib Pajak memandang bahwa sistem e-filing memudahkannya,

maka hal ini akan membentuk sikap positif Wajib Pajak yang
selanjutnya akan meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam

melaporkan SPT. Sebaliknya, jika Wajib Pajak menganggap bahwa

sistem e-filing tidak memudahkan kinerjanya maka akan muncul sikap

negatif dari Wajib Pajak yang selanjutnya akan menurunkan

Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPTnya. Inovasi yang

dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui sistem e-filing ini,

ditujukan untuk memudahkan Wajib Pajak dalam melaporkan SPTnya.

Selain itu, dengan adanya sistem e-filing diharapkan dapat bermanfaat

untuk Wajib Pajak dalam melaporkan SPT. Berdasarkan uraian

tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H1: Penerapan e-filing berpengaruh positif terhadap Kepatuhan

Wajib Orang Pribadi Pajak di KPP Pratama Kota

Bandarlampung.

2. Pengaruh Penerapan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran

Pajak (MP3) berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi di KPP Pratama Kota Bandarlampung.

Pajak merupakan sumber pendapatan yang utama bagi Negara. Untuk


memaksimalkan penerimaan Negara dari sektor pajak, selain
diperlukan peraturan yang jelas dan dasar hukum yang pasti serta
mengikat, juga diperlukan kesadaran yang tinggi oleh wajib pajak
terhadap kewajiban perpajakannya. Namun yang terjadi di Indonesia
selama ini adalah kurangnya kepatuhan bagi para wajib pajak tersebut.
Salah satu penyebabnya adalah rumitnya birokrasi yang harus
dilakukan oleh para wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.

Dalam rangka mewujudkan pemasukan pajak yang sepenuhnya


mampu mendukung APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara),
DJP (Direktorat Jenderal Pajak) melakukan beberapa strategi. Strategi
yang dilakukan oleh DJP tentunya sesuai dengan visi dan misi DJP,
visinya yaitu menjadi model pelayanan masyarakat yang
menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia
yang dipercayakan dan dibanggakan masyarakat. Sedangkan salah satu
dari empat misi DJP, yaitu misi fiskal berupa menghimpun penerimaan
dalam negeri yang berasal dari sektor perpajakan yang mampu
menunjang pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang
perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi. Untuk
mencapai visi dan misi tersebut, DJP telah menetapkan strategi yaitu
dengan meningkatkan kepatuhan pajak.

Menyadari akan lemahnya sistem administrasi pajak yang


berlaku, maka DJP telah mengambil langkah pembaharuan. Salah satu
langkah yang dilakukan dalam pembaharuan sistem administrasi
perpajakan adalah penerapan sistem Monitoring Pelaporan
Pembayaran Pajak (MP3) dalam bentuk e-payment. Sistem ini
merupakan salah satu sistem administrasi yang cukup canggih dan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan jasa kepada wajib
pajak. Sekaligus terjadinya transparansi antara kedua belah pihak, baik
wajib pajak maupun petugas pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka
dapat dikembangkan hipotesis:

H2: Penerapan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak

(MP3) berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi di KPP Pratama Kota Bandarlampung.

3. Pengaruh penerapan e-filing dan sistem Monitoring Pelaporan

Pembayaran Pajak (MP3) berpengaruh positif terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Kota Bandarlampung.

Pajak adalah salah satu penerimaan pendapatan Negara terbesar. Pajak

dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk dapat mengoptimalkan

penerimaan pajak diperlukan Wajib Pajak yang patuh dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk meningkatkan


Kepatuhan Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak membuat sistem

administrasi lebih sederhana dengan e-filing.

E-filing adalah salah satu bentuk reformasi administrasi perpajakan. e-


filing dibuat agar memudahkan Wajib Pajak dalam melaporkan
SPTnya. Penerapan e-filing ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
kemudahan dan kenyamanan untuk Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib
Pajak akan meningkat apabila Wajib Pajak merasa e-filing akan
memudahkan dan bemanfaat untuknya. Begitu juga sebaliknya,
Kepatuhan Wajib Pajak akan menurun apabila Wajib Pajak merasa e-
filing tidak bermanfaat dan tidak memudahkannya.

Direktorat Jenderal pajak melakukan terobosan dalam rangka


memberikan pelayanan prima (excellent service) kepada Wajib Pajak.
Salah satu usaha peningkatan pelayanan yang diterapkan oleh Dirjen
Pajak adalah dengan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak
(MP3) secara online atau e-payment. Sistem Monitoring Pelaporan
Pembayaran Pajak (MP3) dilakukan untuk memudahkan wajib pajak
dalam membayar pajak dan upaya meningkatkan pelayanan kepada
wajib pajak.Sistem Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak
(MP3) memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang ingin
membayar pajaknya melalui ATM, bank teller, internet banking yang
telah ditunjuk sebagai rekanan dalam pembayaran pajak. Dalam
kenyataannya, sistem ini telah berhasil meningkatkan efisiensi dalam
sistem pembayaran pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat
dikembangkan hipotesis:

H3: Penerapan e-filing dan sistem Monitoring Pelaporan

Pembayaran Pajak (MP3) berpengaruh positif terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Kota

Bandarlampung.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan


metode penelitian kuantitatif dengan bentuk penelitian survai. Menurut
Sugiyono dalam Sari (2015) penelitian kuantitatif bertujuan untuk
menunjukkan hubungan antar variabel, menguji teori dan mencari
generalisasi yang mempunyai nilai prediktif.
Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam jenis
penelitian korelasional. Penelitian korelasional merupakan salah satu
bagian penelitian expost facto karena pada umumnya peneliti tidak
memanipulasi keadaan variabel yang ada dan langsung mencari adanya
suatu hubungan dan tingkat hubungan variabel yang dinyatakan dalam
koefisien korelasi.
Penelitian korelasi merupakan suatu penelitian yang melibatkan
kegiatan pengumpulan data untuk menentukan, adakah hubungan dan
tingkat hubungan antara 2 variabel atau lebih. Penelitian korelasi
dilakukan, saat peneliti ingin mengetahui tentang ada atau tidaknya
dan kuat lemahnya suatu hubungan variabel yang berkaitan dalam
suatu objek atau subjek yang diteliti. Terdapatnya suatu hubungan dan
tingkat variabel ini penting, karena dengan mengetahui tingkat
hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai
dengan tujuan penelitian.

3.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel

3.2.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah jenis variabel yang dijelaskan atau

dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah Kepatuhan Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak

adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi segala kewajiban

perpajakannya seperti: mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP;

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP; menghitung

pajak terhutang; mengisi dengan benar SPT dan menyelenggarakan

pembukuan. Serta melaksanakan seluruh hak perpajakannya seperti:

mengajukan surat keberatan; menerima tanda bukti pemasukan SPT;

melakukan pembetulan SPT; mengajukan permohonan penundaan

penyampaian SPT; mengajukan permohonan penundaan atau


pengangsuran pembayaran pajak; meminta pengembalian kelebihan

pembayaran pajak; mengajukan permohonan penghapusan

pengurangan sanksi; memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan

kewajiban pajaknya dan meminta bukti pemotongan atau pemungutan

pajak. Indikator kepatuhan pajak dalam penelitian ini adalah kewajiban

perpajakan.

3.2.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah jenis variabel yang tidak


dipengaruhi variabel lain akan tetapi mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini yaitu:

3.2.2.1 Penerapan E-Filling.


E-Filling merupakan bagian dari sistem administrasi
perpajakan modern yang digunakan untuk menyampaikan surat
pemberitahuan Wajib Pajak secara elektronik kepada Direktorat
Jenderal Pajak yang dilakukan melalui sistem on-line yang realtime
dengan memanfaatkan jaringan komunikasi internet.

Terdapat beberapa keuntungan diterapkannya sistem e-filling


bagi Wajib Pajak yaitu:

a. Penyampaian SPT dapatdilakukansecaracepat, aman, dan


kapansaja (24 jam dalam 7 hari).
b. Penghitungan dapat dilakukan dengan cepat dan akurat
karena terkomputerisasi.
c. Mengisi SPT lebih mudah karena pengisian SPT dalam
bentuk wizard.
d. Data yang disampaikan Wajib Pajak selalu lengkap karena
adanya validasi pengisian SPT.
e. Lebih ramah lingkungan karena meminimalisir penggunaan kertas.
f. Tidak merepotkan karena dokumen pelengkap tidak perlu dikirim
kembali kecuali diminta oleh KPP melalui Account Representative
(AR).
3.2.2.2 Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3)
Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3)
merupakan salah satu sistem administrasi yang cukup canggih dan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan jasa kepada
wajib pajak. Sekaligus terjadinya transparansi antara kedua belah
pihak, baik wajib pajak maupun petugas pajak.
Sistem Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3)
juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang ingin
membayar pajaknya melalui ATM, bank teller, internet banking
yang telah ditunjuk sebagai rekanan dalam pembayaran pajak.
Dalam kenyataannya, sistem ini telah berhasil meningkatkan
efisiensi dalam sistem pembayaran pajak.

Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) secara


online ini merupakan salah satu usaha Dirjen Pajak untuk
penyelenggaraan sistem administrasi perpajakan yang modern. Ada
tiga tahapan yang telah dimodernisasi:

a. Tahap e-registration, yaitu tahap pendaftaran wajib pajak secara


online.
b. Tahap pembayaran secara online.
c. Tahapan selanjutnya adalah penyampaian Surat Pemberitahuan
(SPT) secara online dan real time.

3.3 Pengukuran Variabel

Setelah variabel penelitian didefinisikan, maka tahap selanjutnya


adalah menentukan skala pengukuran variabel tersebut. Dalam
penelitian ini, skala pengukuran variabel yang dipakai adalah skala
Likert. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum
digunakan dalam angket dan merupakan skala yang paling banyak
digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama
Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan
penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert,
responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu
pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia.
Biasanya disediakan lima pilihan skala yaitu sangat tidak setuju, tidak
setuju, kurang setuju, setuju, sangat setuju.

Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang


digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi
empiris menemukan bahwa beberapa karakteristik statistik hasil
kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan tersebut ternyata sangat
mirip.

Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik


tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat
skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang
memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan "netral" tak
tersedia.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu

yang mempunyai karakteristik tertentu (Nur Indrianto & Bambang

Supomo, 2016: 115), sedangkan menurut Sugiyono ( 2012: 61)

populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian diambil

kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak

Orang Pribadi yang terdaftar sebagai Wajib Pajak E-Filling di KPP

Pratama di Kota Bandarlampung.

Sampel menurut Sugiyono ( 2012: 62) merupakan bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sampling insidental. Menurut Sugiyono ( 2012: 67) sampling

insidental adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan,

yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel apabila orang yang secara kebetulan ditemui

tersebut cocok sebagai sumber data

3.5 Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan

menyebarkan kuesioner kepada sampel penelitian yang bersangkutan.

Data diperoleh dengan memberikan angket atau kuesioner pada

responden. Menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo

(2016:154) Kuesioner adalah pengumpulan data penelitian pada

kondisi tertentu kemungkinan tidak memerlukan kehadiran peneliti.

Pertanyaan peneliti dan jawaban responden dapat disampaikan secara

tertulis melalui kuesioner. Teknik ini memberikan tanggung jawab

pada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan. Kuesioner

yang disebarkan berupa daftar pertanyaan mengenai masalah yang

berkaitan dengan obyek yang diteliti. Kuesioner diberikan kepada

Wajib Pajak yang pernah menggunakan e-filling dan sistem

Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) yang terdaftar di KPP

Pratama Kota Bandarlampung. Di dalam kuesioner terdapat petunjuk

pengisian supaya memudahkan responden untuk menjawab

pertanyaan.

3.6 Metode Analisis Data

3.7 Uji Instrumen

Hasil suatu penelitian seharusnya valid dan reliabel,

maka untuk mendapatkan hasil tersebut dibutuhkan

instrumen yang valid dan reliabel.Uji coba instrumen


dilakukan pada 30 Wajib Pajak yang terdaftar sebagai

Wajib Pajak e-filling di KPP Pratama Klaten. Responden

yang digunakan untuk uji coba instrumen penelitian ini

diambil dari dalam populasi dan digunakan kembali sebagai

sampel penelitian. Untuk menguji apakah instrumen yang

digunakan dalam penelitian valid dan reliabel dilakukan uji

validitas dan uji reliabilitas.

1. Uji Validitas Data

Menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo

(2009:182) Validitas data yang akurat ditentukan oleh proses

pengukuran yang akurat. Suatu instrumen dikatakan valid jika

instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur.

Dengan kata lain instrumen tersebut dapat mengukur construct

sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Ada tiga pendekan

untuk mengukur validitas antara lain:

a. Content (face) validity

Salah satu konsep pengukuran validitas dimana suatu

instrument dinilai memiliki content validity jika mengandung

butir-butir pertanyaan yang memadai dan representatif untuk

mengukur construct sesuai dengan yang diinginkan peneliti.

Menurut Sugiyono (2008:353) secara teknik pengujian validitas

isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen.

Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang diteliti, indikator

sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pernyataan atau


pertanyaan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-

kisi instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan

dengan mudah dan sistematis. Analisis item dilakukan dengan

menghitung korelasi antara skor butir instrumen dan skor butir

total, atau dengan mencari daya pembeda skor tiap item dari

kelompok yang memberikan jawaban tinggi dan jawaban

rendah.

b. Criterion-related validity

Konsep pengukuran validitas yang menguji tingkat akurasi

dari instrumen yang baru dikembangkan. Uji Criterion-related

validity dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi

antara skor yang diperoleh dari penggunaan instrumen baru

dengan skor dari pengguna instrumen lain yang telah ada

sebelumnya yang memiliki instrumen yang relevan.

c. Construct validity

Konsep pengukuran validitas dengan cara menguji apakan

suatu instrumen mengukur construct sesuai dengan yang

diharapkan. Menurut Sugiyono (2008:352) untuk menguji

validitas construct maka dapat digunakan pendapat dari ahli.

Dalam penelitian ini, untuk menguji validitas data peneliti


menggunakan pendekatan Content (face) validity. Nilai validitas data
dicari dengan menggunakan rumus korelasi product moment.
Perhitungan ini menggunakan bantuan komputer program SPSS.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Scale-reliability analysis
pada tabel item
total statistic dengan item corrected item total correlation (Sugiyono
dan

Agus, 2015:388). Pertanyaan/pernyataan kuesioner dikatakan


valid

apabila nilai > r tabel. Rumus korelasi product moment sebagai


berikut:

Keterangan:

= Koefisien korelasi product moment

= Jumlah responden

= Skor butir item tertentu

= Skor total

= Jumlah skor butir

= Jumlah skor total

= Jumlah kuadrat skor butir

= Jumlah kuadrat skor total

2. Uji Reliabilitas Data

Menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2009:180)

konsep reliabilitas dapat dipahami melalui ide dasar konsep

tersebut yaitu konsistensi. Peneliti dapat mengevaluasi instrumen

penelitian berdasarkan perspektif dan teknik yang berbeda.

Pengukuran reliabilitas data menggunakan indeks numerik yang


disebut dengan koefisien. Konsep reliabilitas dapat diukur melalui

tiga pendekatan yaitu:

a. Koefisien stabilitas

Proses pengujian stabilitas dikenal juga dengan test-

retest reability pada dasarnya untuk mengetahui reliabilitas

data berdasarkan stabilitas atau konsistensi jawaban

responden. Salah satu metode statistik yang umumnya

digunakan untuk mengukur koefisien stabilitas atau teknik

tes-retest ini adalah Pearson correlation.

b. Koefisien ekuivalensi

Pendekatan ini disebut juga dengan alternate forms

reability. Peneliti melalui pendekatan ini menguji korelasi

skor jawaban reponden untuk mengetahui koefisien

ekuivalensi antara skor jawaban dengan menggunakan

instrumen pengukuran yang berbeda.

c. Reliabilitas konsistensi internal

Konsep reliabilitas menurut pendekatan ini adalah

konsistensi diantara butir-butir pernyataan atau pertanyaan

dalam suatu instrumen. Untuk mengukur konsistensi

internal, peneliti hanya memerlukan sekali pengujian dengan

menggunakan teknik statistik terhadap skor jawaban


responden yang dihasilkan dari penggunaan instrumen

bersangkutan.

Dalam penelitian ini, untuk menguji reliabilitas data, peneliti

menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal. Untuk

mengukur konsistensi internal peneliti menggunakan salah satu

teknik statistik yaitu Combarchs alpha. Menurut Husein Umar

(2011:173) suatu variabel dikatakan valid apabila nilai Combarchs

alpa > 0,70. Perhitungan ini dilakukan dengan bantuan komputer

program SPSS 20. Rumus Combarchs alpha sebagai berikut:

Dimana :
K = mean kuadrat antara subjek

= mean kuadrat kesalahan

= varians total

Sugiyono (2008:365)

1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya

merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk

tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan.

Tabulasi menyajikan ringkasan pengaturan atau penyusunan

data dalam bentuk tabel numerik dan grafik (Nur Indriantoro

dan Bambang Supomo, 2009:170). Menurut Sugiyono

(2008:29) statistik deskriptif adalah stratistik yang berfungsi


untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek

yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana

adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan

berlaku umum.

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak

yang pernah menggunakan e-filing di KPP Pratama

Yogyakarta. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini

antara lain: Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama

Yogyakarta (Y) sebagai variabel terikat. Variabel bebas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan e-filing ,

tingkat pemahaman perpajakan dan kesadaran Wajib

Pajak .

2. Uji Prasyarat

Analisis a.

Uji

Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah nilai

residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang

baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi

normal. Menurut Imam Ghozali (2011:160) Uji normalitas

data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

berganda berdistribusi normal atau tidak normal. Menurut

Husein Umar (2011:181) untuk mendeteksi data

berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan

menggambarkan penyebaran data melalui grafik. Jika data


menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonalnya, model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model

yang dibangun mempunyai hubungan linear atau tidak. Uji

linearitas digunakan untuk mengetahui apakah spesifikasi

model yang digunakan sudah benar atau tidak (Imam

Ghozali, 2011:166).

c. Uji Multikolinearitas

Menurut Imam Ghozali (2011: 105) Uji

Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel

independence. Jika ada korelasi yang tinggi di antara

variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara

variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi

terganggu. Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi multikolonieritas. Multikolonieritas dapat dilihat

dari nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor).

Untuk bebas dari masalah multikolinieritas, nilai

tolerance harus 0,1 dan nilai VIF

10.

d. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat

apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu

ke pengamatan yang lain (Husein Umar, 2011:179).

Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di

mana terdapat kesamaan varians dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut

heteroskedastisitas.

J. Uji Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai pernyataan statistik tentang

parameter populasi. Hipotesis adalah taksiran terhadap parameter

populasi melalui data-data sampel (Sugiyono, 2008:84). Uji

hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat. Uji hipotesis dilakukan menggunakan

analisis regresi linear sederhana.

1. Analisis Regresi Linear Sederhana

Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun


kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen. a.
Persamaan umum regresi linear sederhana

= a + bX

Dimana:
= Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel

dependen yang didasarkan pada perubahan variabel


independen. Bila (+) arah garis naik, dan bila (-) maka arah
garis turun.

X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai


tertentu.

(Sugiyono, 2008:261)

b. Menguji signifikan uji t

Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi konstanta

dan variabel bebas dengan satu variabel terikat yaitu

dengan rumus:

t=

keterangan: t : t
hitung

r : koefisien korelasi n : jumlah


sampel (Husein Umar,
2011:132)

Harga t hitung selanjutnya dibandingkan dengan nilai t

tabel pada taraf signifikansi 5%. Apabila t hitung lebih

besar dari t tabel berarti ada pengaruh signifikansi antara

variabel bebas dengan variabel terikat secara individual.


Sebaliknya apabial t hitung lebih kecil dari t tabel berarti

tidak ada pengaruh signifikansi antara variabel bebas

terhadap variabel terikat secara individual.

2. Analisis Regresi Berganda

Regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh

antara variabel bebas dengan variabel terikat, yaitu: e-filing, tingkat

pemahaman perpajakan dan kesadaran Wajib Pajak terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Yogyakarta.

a. Persamaan umum regresi linear berganda

Y = a + + +
Keterangan:

Y = Kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Yogyakarta


a = Konstanta

b1, b2 = Koefisien regresi

= Penerapan e-filing

= Tingkat Pemahaman Perpajakan

= Kesadaran Wajib Pajak

b. Menguji Uji Signifikansi Simultan (Uji Stastik F)

Uji F hitung dimaksudkan untuk menguji model regresi


atas
pengaruh seluruh variabel independen yaitu:
secara

simultan terhadap variabel dependen. Rumus uji F


yang

dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (2004:23)

= Harga F

N = banyak sampel m
= banyak prediktor

R = koefisien korelasi antara kriterium dengan


prediktor.

3.8
DAFTAR PUSTAKA

Pujiani, Melli dan Rizal Effendi. 2012. Analisis Efektivitas Penggunaan E-System
Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Palembang Ilir Timur.

Novarina, Ayu Ika. 2005. Implementasi Electronic Filling System (E-Filling)


dalam Praktik Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) di Indonesia.
Tesis. Program Studi Pasca Sarjana Magister Kenotariatan. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Agustiningsih, Wulandari. 2015. Pengaruh Penerapan E-Filing, Tingkat


Pemahaman Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Di KPP Pratama Yogyakarta. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Hermawan, Fariz. 2015. Pengaruh Penerapan Sistem Monitoring Pelaporan
Pembayaran Pajak (MP3), Pengetahuan Tentang Korupsi, Dan Keadilan
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP
Pratama Pekanbaru Tampan. Pekanbaru: Jom FEKON Vol.2 No.2
Oktober 2015.
Nurhidayah, Sari. 2015. Pengaruh Penerapan Sistem E-Filling terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak dengan Pemahaman Internet sebagai Variabel
Pemoderasi pada KPP Pratama Klaten. Skripsi. Fakultas Ekonomi.
Universitan Negeri Yogyakarta.
Resmi, Siti. 2016. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Ilmu Akuntansi. 2013. Pengertian Pajak Menurut Ahli.


(http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-pajak-menurut-ahli/)
Makruf, Sandi. 2016. http://www.akuntansilengkap.com/akuntansi/pengertian-
wajib-pajak-beserta-hak-dan-kewajiban-menurut-para-ahli/
Budi. 2010. https://statistikakomputasi.wordpress.com/2010/03/18/sekilas-
tentang-technology-acceptance-model-tam/
Tresno, Indra Pahala dan Selvy Ayu Rizky. 2014. Pengaruh Persepsi Penerapan Sistem e-filing Terhadap

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dengan Perilaku Wajib Pajak Sebagai Variabel Intervening dan

Biaya Kepatuhan sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Pulogadung Jakarta Timur)

Husnurrosyidah dan Suhadi. 2017. Pengaruh E-Filing, e-Billing dan e-Faktur Terhadap Kepatuhan Pajak

pada BMT Se-Kabupaten Kudus

Ellyn Nurbaiti, Heru Susilo, Rosalita dan Rachma Agusti. 2016. Pengaruh Implementasi Sistem Elektronik

Bagi Wajib Pajak Terhadap Kualitas Pelayanan Administrasi Perpajakan (Studi pada Wajib Pajak terdaftar

di KPP Pratama Malang Utara)

Murniati Sulistyorini, Siti Nurlaela dan Yuli Chomsatu S. Pengaruh Penggunaan Sistem Administrasi E-

Registration, E-Billing, E-SPT, dan E-Filing Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Maman Suherman, Medina Almunawwaroh dan Rina Marliana. 2015. Pengaruh Penerapan E-Filing

Terhadap Kepatuhan wajib Pajak Dalam Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pada KPP

Pratama Kota Tasikmalaya

Fariz Hermawan. 2015. Pengaruh Penerapan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3),

Pengetahuan Tentang Korupsi, dan Keadilan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

di KPP Pratama Pekanbaru Tampan

Tresno, Nuramaliah, Yudith. Pengaruh Penerapan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3)

dan Pemahaman Akuntansi Pajak Terhadap Efektivitas Penerimaan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak

Sebagai variable Intervening

Anda mungkin juga menyukai