TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi
Usia lanjut adalah suatu tahap akhir dari siklus kehidupan manusia dan
merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan
dialami oleh setiap individu. Berdasarkan kriteria Badan Kesehatan Dunia (WHO)
membagi batasan usia lansia menjadi: kelompok usia 45 59 tahun sebagai usia
kelompok usia 75 90 tahun disebut tua (old), dan usia di atas 90 tahun disebut
sangat tua (very old). Berdasarkan UU No. 13 Tahun 1998 menyatakan bahwa
lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Rohana,
2011).
Penurunan anatomik dan fungsi organ lebih tepat jika tidak dikaitkan ke
dalam umur kronologik akan tetapi dengan umur biologiknya. Dengan kata lain,
mungkin seseorang dengan usia kronologik baru mencapai usia dewasa akhir,
nyata akibat umur biologiknya yang sudah lanjut sebagai akibat tidak baiknya
diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap paparan dan memperbaiki kerusakan yang
lansia. Apabila keseimbangan postural lansia tidak terkontrol, maka akan dapat
meningkatkan resiko jatuh (Siburian, 2006). Faktor risiko jatuh pada lansia
radang sendi, depresi, permasalahan kognitif, serta usia lebih dari 80 tahun. Faktor
ekstrinsik meliputi: penggunaan alas kaki yang tidak tepat, permukaan lantai yang
licin atau kasar, pencahayaan yang kurang, serta banyaknya hambatan yang
Setiap tahunnya terdapat satu per tiga lansia di dunia yang berumur di atas
terjadinya fraktur panggul pada lansia. Sebanyak 38% lansia yang jatuh dan
dirawat di rumah sakit mengalami fraktur panggul dan 90% kejadian fraktur
panggul dialami oleh lansia berumur 70 tahun ke atas (British Columbia, 2004).
Sekitar satu per empat kematian di AS disebabkan oleh jatuh dan terjadi pada 13%
populasi lansia yang berusia di atas 65 tahun. Sekitar 30-73% lansia yang
mengalami jatuh cenderung akan terjadi jatuh yang berulang. Jatuh yang berulang
2.2 Keseimbangan
2.2.1 Definisi
gravitasi (center of gravity) atau pusat massa tubuh (center of mass) terhadap
bidang tumpu (base of support). Pusat gravitasi (center of gravity) adalah suatu
gravitasinya. Pada manusia normal, pusat gravitasi terletak di perut bagian bawah
dan sedikit di depan sendi lutut. Agar dapat menjaga keseimbangan, pusat
gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar
sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh
massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk
(visual, vestibular, dan proprioseptif), sistem saraf pusat sebagai unit pemroses
(central processing), serta sistem neuromuskuloskeletal sebagai efektor melalui
posterior terutama berasal dari kumparan otot dan sebagian kecil berasal dari
reseptor somatik di seluruh tubuh, seperti organ tendon Golgi, reseptor taktil yang
besar pada kulit, dan reseptor-reseptor sendi. Semua sinyal ini memberitahu
serebelum tentang bagaimana keadaan (1) kontraksi otot, (2) derajat ketegangan
tendon otot, (3) posisi dan kecepatan gerakan bagian tubuh, dan (4) kekuatan kerja
pada permukaan tubuh (Guyton, 2008). Traktus ini kemudian naik di medulla
dari batang tubuh dan ekstremitas atas, masuk ke radiks dorsalis, traktus tersebut
ini membawa informasi proprioseptif dari batang tubuh dan ekstremitas atas dan
Batang otak juga memiliki sistem dalam mengatur gerakan seluruh tubuh
pontin dan nuklei retikular medular. Kedua rangkaian ini berfungsi secara
antagonistik satu sama lain dimana nuklei retikular pontin akan merangsang otot-
otot antigravitasi dan nuklei retikular medular berfungsi untuk merelaksasi otot
serabut dari jaras ini berakhir pada neuron-neuron motorik bagian medial dan
anterior yang merangsang otot-otot aksial tubuh yang berfungsi untuk melawan
berbeda, yaitu traktus retikulospinal medula yang terletak pada kolumna lateralis
medula spinalis. Nuklei retikular medular menerima input kolateral yang kuat dari
traktus kortikospinal, traktus rubrospinal, dan jaras motorik lainnya dan secara
normal semua sistem ini mengaktifkan sistem inhibitorik retikular medular untuk
memberikan umpan balik sinyal eksitasi dari sistem retikular pontin, sehingga
dalam keadaan normal, otot-otot tidak tegang secara abnormal (Guyton, 2008).
Peran spesifik dari nuklei vestibular adalah untuk mengatur secara selektif sinyal-
percepatan linear tersebut terjadi eksitasi neuron motorik ekstensor dan inhibisi
medulla spinalis servikal dan torakal atas fasikulus longitudinalis medial. Traktus
(Barnerdh, 2006).
Jika seseorang berdiri di atas permukaan yang tidak bergerak dengan lapang
visual yang stabil, maka input visual dan somatosensorik mendominasi kontrol
lebih sensitif dari sistem vestibular terhadap perubahan posisi tubuh yang halus.
cepat dari orientasi tubuh, sedangkan sistem visual lebih sensitif terhadap
perubahan posisi yang lebih lambat. Sedangkan bila seseorang berdiri di atas
permukaan yang bergerak atau miring, otot-otot batang tubuh dan ekstremitas
posisi seimbang. Dalam hal ini yang berperan adalah sistem proprioseptif dan
a. Sistem Visual
tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal
dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2012). Sistem visual juga memberikan
penglihatan, dan mengatur arah serta kecepatan pergerakan kepala karena ketika
kepala bergerak, objek sekitar berpindah dengan arah berlawanan (Colby, 2007).
Masukan reseptor visual berperan penting terutama pada landasan penunjang yang
tidak stabil, misalnya pada saat bertumpu pada tumit, goyangan anteroposterior
pada tubuh akan berkurang pada saat mata terbuka dibandingkan dengan mata
tertutup (Sugiarto, 2005). Gambar anatomi mata disajikan pada Gambar 2.1.
Sekitar dua puluh persen serabut saraf dari mata berinteraksi dengan sistem
antaranya:
- diplopia (double vision) adalah keadaan melihat bayangan ganda akibat sumbu
dua mata sebagai satu kesatuan dalam aspek konvergensi dan divergensi dengan
aspek akomodasi,
- serta strabismus yaitu gangguan aligment mata kanan dan kiri (Sugiarto, 2005).
b. Sistem Vestibular
keseimbangan. Alat ini terbungkus di dalam labirin tulang. Dalam sistem ini
terdapat tabung membran dan ruangan yang disebut labirin membranosa dan
terdiri atas: koklea (duktus koklearis), tiga kanalis seminiverus, dan ruangan besar
(tersandung atau tergelincir), sedangkan fungsi dari utrikulus dan sakulus sebagai
penjaga keseimbangan statis tubuh, yaitu berperan dalam kontrol postur dan
monitoring kepala (Guyton, 2008). Pada permukaan dalam utrikulus dan sakulus
terdapat daerah sensorik kecil yang disebut sebagai makula. Makula pada
dalam posisi tegak, sebaliknya makula pada sakulus memberikan sinyal orientasi
Setiap makula ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang dilekati oleh kristal
kalsium karbonat kecil yang disebut statokonia. Dalam makula, juga terdapat
beribu-ribu sel rambut dan akan menonjolkan silia ke dalam lapisan gelatinosa
tersebut. Setiap sel rambut mempunyai 50 sampai 70 silia kecil yang disebut
menarik stereosilia berikutnya ke arah luar badan sel dan mampu menghantarkan
tegangan pada pelekatan dan keadaan ini mampu menutup saluran ion dan
sehingga beberapa dari sel rambut dapat terangsang ketika kepala menunduk ke
depan, dan yang lainnya terangsang ketika kepala menengadah ke belakang atau
ketika membelok ke salah satu sisi. Pola inilah yang nantinya memberitahukan
kepada otak posisi kepala dalam ruangan, seperti yang dijabarkan pada Gambar
2.3.
Gambar 2.3 Sel rambut dari alat keseimbangan
Sumber: Pearson, 2011
yang tersusun tegak lurus satu sama lain, sehingga kanalis ini terdapat dalam tiga
bidang. Sel-sel rambut akan menjalarkan sinyal yang sesuai ke nervus vestibularis
dan kecepatan perubahan pada setiap tiga bidang ruangan. Dengan kata lain,
tindakan pencegahan antisipasi yang sesuai. Dengan cara ini, orang tidak akan
Sistem Vestibuler
Reseptor
c. Sistem Somatosensorik
berasal dari somatopleura yaitu kulit, otot, tulang, dan jaringan pengikatnya.
meliputi rasa nyeri, rasa suhu, dan rasa raba. Somatosensorik proprioseptif terdiri
dari rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa tekan, rasa gerak, dan rasa sikap.
benda dengan mata tertutup, dapat menentukan benda apa yang dipegang, dari
bahan apa benda itu dibuat, dan sebagainya. Susunan somatosensorik adalah
perantara untuk menyadari dan merasakan rangsang dari dunia luar. Dari susunan
tersebut dinamakan impuls aferen. Ada dua jenis susunan saraf yang digunakan
rasa tekan, rasa gerak, rasa sikap, rasa getar, rasa nyeri dalam, dan rasa
diskriminatif. Sel neuron sistem proprioseptif mempunyai neurit dan dendrit yang
menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui
lemniskus medialis dan thalamus (Willis Jr, 2007). Macam-macam reseptor dalam
sistem proprioseptif yaitu: korpus vaterpacini untuk rasa tekan, letaknya di bagian
bawah kulit dan jaringan ikat, organ golgi di dalam tendon dan selaput sendi,
muscle spindle ada dalam otot berfungsi sebagai stretch reseptor, piring Golgi-
Massoni ada dalam kulit untuk menangkap rasa tekan halus (Sugiarto, 2005).
Pengaturan serebral dan sereberal terhadap gerakan voluntar yang melalui sistem
2) Central Processing
dibutuhkan oleh tubuh. Respon motorik yang dihasilkan oleh sistem saraf pusat
berguna untuk menjaga postur tubuh agar tetap seimbang. Sistem saraf pusat
sistem saraf pusat yang terlibat dalam proses kontrol postural yaitu: corteks,
3) Efektor
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari
dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun
jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari
perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot yang
sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu
otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu. Gerak
b. Kekuatan otot
dihasilkan merupakan hasil dari adanya suatu peningkatan tegangan otot sebagai
menahan beban baik berupa beban internal (internal force) maupun beban
eksternal (external force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem
teraktivasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Irfan,
2012).
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot
posisi tubuh. Kemampuan otot untuk melakukan reaksi tegak dan stabil
merupakan bentuk dari aktivitas otot untuk menjaga keseimbangan baik saat statis
maupun dinamis. Hal tersebut dapat dilakukan apabila otot memiliki kekuatan
c. Range of Motion
Range of motion merupakan luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan
oleh sendi. ROM juga merupakan ruang gerak suatu kontraksi otot dalam
gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi, serta
Talamus
Nukleus
Vestibularis Serebelum
Organ
Visual Proprioseptif Neuromuskular
Vestibuler
massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh
perubahan postur sebagai akibat dari perubahan titik pusat gravitasi. Pada manusia,
pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi
manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang di antara depan dan
kemampuan tubuh menjaga centre of gravity untuk tetap dalam area batas
stabilitas tubuh (stability limit). Stability limit adalah batas dari luas area di mana
Garis gravitasi adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat
gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi
dengan bidang tumpu akan menentukan derajat stabilitas tubuh. Garis gravitasi
pada seseorang yang sedang berdiri berjalan mulai dari prosesus mastoideus pada
tulang temporal, bagian anterior sakral ke-dua, bagian posterior dari hip, dan
anterior knee dan ankle,seperti yang dijabarkan pada Gambar 2.8 (Neumann,
2002).
Gambar 2.8 Line of Gravity
Sumber : Irfan, 2012
permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada pada bidang tumpu, tubuh
dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang
tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri
dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Base of
Support pada gerak manusia akan memberikan reaksi pada pola gerak individu.
Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin
tinggi (Wen Chang, 2009). Bidang tumpu dijabarkan melalui Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Base of Support
Sumber: Irfan, 2012
Kontrol postural tidaklah dianggap sebagai salah satu sistem atau set
interaksi antara berbagai proses sensorimotor. Terdapat dua tujuan utama dalam
landasan penyangga, sistem visual, dan informasi internal. Orientasi spasial pada
postural.
kontrol postural, seperti terlihat pada Gambar 2.10. Penurunan kemampuan pada
salah satu komponen dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan dan
adalah ukuran dan kualitas dari bidang tumpu (base of support) yaitu kaki.
Keterbatasan pada ukuran, kekuatan, lingkup gerak, nyeri, atau kontrol dari kaki
keseimbangan tanpa merubah bidang tumpu, (McCollum dan Leen, 1989) seperti
menggerakkan pusat gravitasi tubuh ke arah depan tanpa melewati batas stabilitas,
yang berusaha menggerakkan pusat gravitasi tubuh ke arah depan tanpa melewati
pusat gravitasi sejauh mungkin pada arah anteroposterior atau mediolateral tanpa
Sistem saraf pusat mengatur keadaan internal pada batas stabilitas kerucut
kerucut ini sangatlah kecil atau representasi sistem saraf pusat terhadap stabilitas
dengan long loop reflexes yang biasanya terjadi sekitar 100-120 msec pada orang
saraf pusat dalam mengatur respon postural saat mengantisipasi suatu perubahan
pusat gravitasi tubuh sehingga perubahan sikap atau gerakan terhadap stimulus
terdorong. Maka, pusat gravitasi tubuh berubah dan sistem saraf pusat berperan
terhadap bidang tumpu. Respon yang diberikan dapat berupa respon protektif atau
pasien berdiri secara normal. Variabel primer yang dites yaitu latency (waktu
dalam melakukan respon otot) dan sequence (ketepatan gerakan respon otot).
digunakan pada perubahan bidang tumpu yang cukup kecil. Pada strategi ini,
keseimbangan ke arah belakang, maka otot yang akan diaktivasi pertama kali
yaitu m. tibialis anterior (100 msec) yang diikuti oleh m. quadriceps dan m.
paraspinal. (2). Hip Strategy terjadi ketika perturbasi besar atau pusat gravitasi
tubuh mendekati limit of stability (batas stabilitas) akibat bidang tumpu yang tidak
stabil. Tujuan dari strategi ini yaitu mempertahankan pusat gravitasi tubuh
(3). Stepping strategy terjadi saat perturbasi dalam jumlah yang sangat besar yaitu
pusat gravitasi tubuh melebihi batas stabilitas. Strategi ini digunakan untuk
(20%). Namun, ketika seseorang berdiri di atas permukaan yang tidak stabil,
stabilitas ketika seorang individu bergerak dari satu konteks sensori ke yang
gravitasi, bidang tumpu, sistem visual dan referensi internal adalah komponen
penting dari kontrol postural. Sistem saraf yang sehat secara otomatis mengubah
cara tubuh berorientasi pada ruang, tergantung pada konteks dan tugas. Orang
yang sehat dapat mengidentifikasi gravitasi vertikal dalam gelap untuk jarak 0,5.
keselarasan (alignment) postural otomatis yang tidak selaras dengan gravitasi dan
postur ke lainnya memerlukan kontrol yang kompleks dari pusat gravitasi tubuh.
Tidak seperti dalam posisi tegak, pusat gravitasi tubuh tidak dalam basis
dukungan kaki ketika berjalan atau berubah dari satu postur ke yang lain (Winter
et al, 1993). Stabilitas postural ke arah depan selama berjalan datang dari ayunan
dari kombinasi kontrol tubuh bagian lateral dan peletakan kaki bagian lateral
(Bauby dan Kuo, 2000). Seorang lansia yang rentan terhadap jatuh cenderung
memiliki penempatan lateral yang lebih besar dari pusat gravitasi tubuh serta
penempatan kaki secara lateral dan tidak teratur (Prince et al, 1997).
oleh peningkatan waktu reaksi pada orang berdiri dibandingkan dengan mereka
yang duduk dengan dukungan. Semakin sulit tugas postural, semakin pengolahan
kognitif diperlukan. Dengan demikian, waktu reaksi dan kinerja dalam tugas
Simoneau, 2001). Karena kontrol postur dan sumber lain berbagi proses kognitif,
kinerja tugas postural juga terganggu oleh tugas kognitif sekunder (Camicioli et al,
1997). Individu yang memiliki pengolahan kognitif yang terbatas karena gangguan
neurologis dapat menggunakan lebih dari proses kognitif yang tersedia untuk
mengendalikan postur. Jatuh merupakan hasil dari proses kognitif yang tidak
cukup untuk mengontrol postur sementara sibuk dengan tugas kognitif sekunder
faktor di antaranya adalah adanya gangguan pada sistem sensorik, gangguan pada
sistem saraf pusat (SSP), maupun adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal.
oleh sistem sensorik, sedangkan sistem saraf pusat berfungsi untuk memodifikasi
Sistem visual seperti sistem organ lain mengalami degenerasi karena proses
penuaan. Pada sistem visual lansia, terjadi penebalan jaringan fibrosa dan atrofi
lensa dan otot siliaris. Penurunan fungsi visual tersebut, menyebabkan masalah
dalam persepsi bentuk dan kedalaman serta informasi visual mengenai posisi
gravitasi dan pergerakan linear. Selain itu terjadi pula atrofi sel rambut disertai
pembentukan jaringan parut dan setelah usia di atas 70 tahun terjadi penurunan
sebanyak 20% jumlah sel rambut di makula dan 40% di krista ampularis kanalis
kontak dari kulit melalui tekanan, taktil sensor, getaran, serta proprioseptor sendi
dan otot. Sensasi kulit melalui sentuhan, getaran dan tekanan sensor penting
tekanan dan getaran reseptor membuatnya sulit untuk berdiri atau berjalan dan
langkah kaki lansia menjadi lebih pendek, jalan menjadi lebih lambat, tidak dapat
menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah, serta ada kecenderungan
untuk tersandung. Hal ini mengakibatkan lansia menjadi kurang percaya diri dan
lebih berhati-hati dalam berjalan. Penurunan kekuatan otot pelvis dan tungkai juga
bersamaan, hampir seluruh gerakan menjadi tidak elastis dan halus. Gangguan
spinalis, otak, dan serebelum (Siti, 2009). Oleh karena itu, penurunan fungsi
Proses Degenerasi
Penurunan jumlah
serabut saraf dan
Penurunan jumlah
Degenerasi Otolit sel rambut di Krista berkurangnya
sinaps di ganglion
ampularis
skarpa
Hemiparesis
GANGGUAN KESEIMBANGAN POSTURAL OA Genu, DM
Gagal
Jantung
Medikasi
Gambar 2.12 Gangguan Keseimbangan Postural
Sumber: Barnedh, 2006
2.4 Balance Strategy Exercise
ankle dan kaki. Ankle strategy exercise berfungsi untuk menjaga pusat gravitasi
penyangga dan menetralkan sendi lutut dan sendi panggul untuk menstabilkan
sendi proksimal. Saat latihan kepala dan panggul bergerak dengan arah dan waktu
yang sama dengan gerakan bagian tubuh lainnya di atas kaki. Pada goyangan ke
depan, respon sinergis otot normal pada latihan ini mengaktifkan otot
Gambar 2.13.
dan trunkus. Kepala dan pinggul dengan arah yang berlawanan. Hip strategy
exercise mengandalkan gerakan batang tubuh yang cepat untuk membangkitkan
pusat gravitasi. Dalam hal ini bila permukaan landasan penyangga digerakkan ke
belakang, subyek miring ke depan pada sendi panggul dengan mengaktifkan otot-
otot abdominal dan otot quadrisep, tibialis anterior. Strategi ini diobservasi bila
goyangan besar, cepat dan mendekati batas stabilitas, atau jika berdiri pada
baru dengan mengaktifkan anggota gerak bila titik berat melampaui landasan
Gambar 2.15.
clock reach, tandem stance, single limb stance with arm, balancing wand, knee
marching, body circles, heel to toe, grapevine, stepping exercises, dan dynamic
walking (Wolf et al, 2001). Gerakan single limb stance merupakan gerakan
menjadikan kaki lainnya sebagai tumpuan. Target dari latihan ini yaitu untuk
mengaktifkan otot-otot core dan gluteus yang berfungsi dalam memberikan postur
yang baik pada tubuh sehingga memperbaiki alligment tubuh dan dapat
meletakkan tiang pada telapak tangan dalam keadaan duduk dan lansia
diinstruksikan untuk mempertahankan tiang tersebut agar tidak jatuh selama yang
ia bisa lakukan. Latihan ini berfungsi untuk melatih koordinasi mata dengan
lengan tangan. Gerakan lengan tangan berperan penting dalam menjaga stabilitas
memproteksi tubuh agar tidak jatuh. Ketika lansia tidak bisa mempertahankan
landasan tumpu dan pusat gravitasi maka tubuh akan jatuh, tetapi lengan tangan
memiliki refleks untuk menjaga agar trunk (tubuh) tidak membentur lantai (Maki,
1997).
latihan hel to toe pada 12 balance exercise. Heel to toe mengadaptasi gerakan
tandem dan digunakan sebagai latihan berjalan. Latihan jalan tandem adalah
tubuh untuk menjaga keseimbangan pada posisi bergerak, dengan cara berdiri
lurus dan pandangan ke depan kemudian berjalan pada satu garis lurus atau kaki
kanan berada di depan kaki kiri dan saat melangkah berikutnya kaki kiri berada di
depan kaki kanan begitu seterusnya sampai titik yang ditentukan (Wulandari,
2013). Latihan jalan dengan total durasi mencapai 4-6 menit pada 12 balance
exercise dapat memperbaiki daya tahan pada lansia. Daya tahan dibutuhkan
Kejadian jatuh pada lansia sering kali disebabkan karena multi gerakan
seperti saat bekerja yang mengharuskannya melakukan gerakan berputar dan lain
tantangan saat latihan. Latihan tersebut terlihat jelas pada stepping exercise di
membaca buku berguna untuk stimulasi sensorik pada sistem vestibular. Latihan
(Herdman, 1990).
Penelitian yang dilakukan oleh Wolf et al, terhadap 49 lansia yang berusia
setelah dievaluasi dengan menggunakan Berg Balance Scale. Hal ini dikarenakan
kekuatan otot ekstremitas lansia, dan memperbaiki daya tahan yang akan
2001).
Berg Balance Scale (BBS) dibuat pada tahun 1989 dirancang untuk
mampu melakukan tugas yang diberikan dan nilai 4 diberikan apabila pasien
mampu melengkapi tugas sesuai kriteria yang diberikan. Nilai maksimum untuk
pengukuran ini adalah 56. Tes ini cukup mudah untuk dilakukan dan hanya
membutuhkan stop watch, penggaris, 2 jenis kursi, dan bangku kecil (untuk
melangkah). Berg Balance Scale dinilai sebagai prediktor yang paling efektif
untuk jatuh dan gangguan keseimbangan serta sudah beberapa kali divalidasi
range sensitivitas antara 53% - 88,2%, spesifisitas antara 53% - 96%, dan cutoff
scores antara 46 54. Peneliti juga menyimpulkan bahwa lansia yang memiliki
82,5% dan spesifisitas sebesar 93%. Peneliti menyimpulkan bahwa lansia yang
memiliki skor BBS sebesar 50 cenderung memiliki resiko jatuh sebesar 10 % dan
apabila skor BBSnya sebesar 38 atau kurang, maka lansia memiliki risiko jatuh
sebesar 90%. Peneliti menjelaskan bahwa berdiri dengan satu kaki merupakan