Anda di halaman 1dari 52

1

STATUS NEUROLOGI PENDERITA

1.1. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. B
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kertapati
Agama : Islam
MRS Tanggal : 10 September 2012

ANAMNESA (Autoanamnesa dan Alloanamnesa)


Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI dengan
keluhan sulit untuk berjalan akibat mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan
lengan kiri yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 18 jam SMRS, saat penderita sedang beristirahat setelah sholat
subuh, tiba-tiba mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kiri tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan tidak mengalami sakit kepala, tidak ada mual
dan muntah, tidak ada kejang, tidak ada jantung berdebar-debar, dan tidak ada
sesak nafas. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan sama berat.
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, dan isyarat.
Penderita dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan,
tulisan, dan isyarat. Sehari-hari penderita melakukan pekerjaan dengan
menggunakan lengan kanan dan tungkai kanan. Saat bicara mulut penderita
mengot ke kanan dan pelo.
Riwayat darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur.
Riawayat penyakit jantung, kencing manis dan trauma disangkal.
Penderita mengalami keluhan seperti ini untuk pertama kalinya.
2

1.2. PEMERIKSAAN (Tanggal 10 September 2012)

Status Presens Status Internus

Kesadaran : (E:4, M:6, V:5) Jantung : HR89x/menit,gallop(-),murmur(-)


Suhu Badan : 36,8 C Paru-paru:vesikuler(+),wheezing(-),ronchi(-)
Nadi : 89 x/m Hepar : tidak teraba
Pernapasan : 22 x/m Lien : tidak teraba
TD : 170/100 mmHg Genitalia : tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikis : ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : brachiocephali
Ukuran : normal
Simetris : simetris

LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada
Pelebaran
3

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia tidak ada tidak ada
Hyposmia tidak ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada

N.Opticus Kanan Kiri


Visus normal normal
Campus visi

- Anopsia tidak ada tidak ada


- Hemianopsia tidak ada tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema tidak diperiksa tidak diperiksa
- Papil atrofi tidak diperiksa tidak diperiksa
- Perdarahan retina tidak diperiksa tidak diperiksa

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia tidak ada tidak ada
Celah mata simetris simetris
Ptosis tidak ada tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus tidak ada tidak ada
- Exophtalmus tidak ada tidak ada
- Enophtalmus tidak ada tidak ada
- Deviation conjugae tidak ada tidak ada
Gerakan bola mata segala arah segala arah
4

Pupil
- Bentuknya bulat, leukokoria bulat, leukokoria
- Besarnya 3 mm 3 mm
- Isokori/anisokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada ada
- Konsensuil ada ada
- Akomodasi ada ada
- Argyl Robertson tidak ada tidak ada

N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit normal normal
- Trismus tidak ada tidak ada
- Refleks kornea normal normal
Sensorik
- Dahi normal normal
- Pipi normal normal
- Dagu normal normal

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
Mengerutkan dahi : normal normal
Menutup mata : lagophtalmus tidak ada lagophtalmus tidak
ada
Menunjukkan gigi : tidak ada kelainan sudut mulout
tertinggal
Lipatan nasolabialis : tidak ada kelainan datar
Bentuk Muka
5

- Istirahat : asimetris
- Berbicara/bersiul : asimetris

Sensorik
2/3 depan lidah Normal

Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chvosteks sign Tidak ada kelainan

N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan : terdengar terdengar
Detik arloji : terdengar terdengar
Tes Weber : Tidak dilakukan penilaian
Tes Rinne : Tidak dilakukan penilaian

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan Kiri


Arcus pharingeus : simetris
Uvula : ditengah
Gangguan menelan : tidak ada
Suara serak/sengau : tidak ada
Denyut jantung : normal
Refleks
- Muntah : Belum dilakukan pemeriksaan
- Batuk : Belum dilakukan pemeriksaan
- Okulokardiak : Belum dilakukan pemeriksaan
- Sinus karotikus: Belum dilakukan pemeriksaan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah: Normal

N. Accessorius Kanan Kiri


6

Mengangkat bahu : kuat kuat


Memutar kepala : tidak ada hambatan

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah : deviasi ke kiri
Fasikulasi : tidak ada
Atrofi papil : tidak ada
Disartria : ada

FUNGSI MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5 4
Tonus normal meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps normal meningkat
- Triceps normal meningkat
- Radius normal meningkat
- Ulna normal meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner negatif
Trofik eutrofi

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5 4
Tonus normal meningkat
Klonus
- Paha tidak ada tidak ada
- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
7

- KPR normal normal


- APR normal normal

Refleks patologis
- Babinsky tidak ada ada
- Chaddock tidak ada ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan

SENSORIK
Hyperparesthesia pada sisi yang sakit.

GAMBAR

Lipatan nasolabialis
(+)
Sudut mulut kiri
tertinggal
Gerakan :
kurang
Gerakan : Kekuatan : 4
kurang Refleks
Kekuatan : 4 fisiologi
Refleks menurumenuru
fisiologi
meningkat

Gerakan :
kurang
Gerakan :
Kekuatan : 4
kurang
Kekuatan : 4
8

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak diperiksa

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk tidak ada
Kernig tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada
Brudzinsky
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : belum dapat dinilai Romberg : belum dapat dinilai
9

Hemiplegic : belum dapat dinilai Dysmetri : Tidak ada kelainan


Scissor : belum dapat dinilai - jari-jari : Tidak ada kelainan
Propulsion : belum dapat dinilai - jari hidung : Tidak ada kelainan
Histeric : belum dapat dinilai - tumit-tumit : Tidak ada kelainan
Limping : belum dapat dinilai
Steppage : belum dapat dinilai Trunk Ataxia : tidak dilakukan
Astasia-Abasia: belum dapat dinilai Limb Ataxia : tidak dilakukan

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : belum dapat dinilai
Agrafia : belum dapat dinilai
Alexia : belum dapat dinilai
Afasia nominal : belum dapat dinilai

LABORATORIUM

DARAH
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HB 15,5 G/DL 12-14
LEUKOSIT 13.800 /UL 5000-10000
TROMBOSIT 165.000 /UL 150.000-400.000
HEMATOKRIT 48 % 40-45
HITUNG JENIS
10

BASOFIL 0 % 0-1
EOSINOFIL 1 % 1-3

BATANG 2 % 2-6

SEGMEN 68 % 50-70
25 % 20-40
LIMFOSIT
4 % 2-8
MONOSIT
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Glukosa sewaktu 110 mg/dl <180
Trigliserida 156 Mg/dl <200
Cholesterol total 223 Mg/dl <200
SGOT 41 U/l <37 U/l
SGPT 57 U/l <41 U/l
Uric Acid 8,67 Mg/dl 3,4-7
Protein total 5,3 gr/dl
Albumin 3,09 gr/dl
Globulin 2,3 gr/dl

FAECES : tidak diperiksa


LIQUOR CEREBROSPINALIS : tidak diperiksa

PEMERIKSAAN KHUSUS

Rontgen foto cranium : tidak diperiksa


Rontgen foto thoraks : cor dan pulmo dalam batas normal
Rontgen foto columna vertebralis : tidak diperiksa
Electro Encephalo Graphy : tidak diperiksa
Arteriography : tidak diperiksa
Electrocardiography : tidak diperiksa
Pneumography : tidak diperiksa
Lain-lain (CT-Scan) : Infark cerebri capsula interna sampai
corona radiata
11

Lembar Follow-Up

Tanggal : 11 September 2012

Keluhan :
12

- Lengan dan tungkai kiri lemah


- Pusing

Status Generalis :
- GCS : E4M6V5
- TD : 160/100 mmHg
- P : 84 x/menit
- RR : 23 x/menit
- T : 36,8oC

Status Cranialis :
Nn. Cranialis :
N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik
Lipatan nasolabialis normal datar
Menunjukkan gigi normal
Bentuk Muka
- Istirahat asimetris
- Berbicara/bersiul asimetris

N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah deviasi ke kiri
Disartri ada

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi


Gerakan :cukup kurang cukup kurang
Kekuatan :5 4 5 4
Tonus :normal meningkat normal meningkat
Klonus :
Paha : tidak ada tidak ada
13

Kaki : tidak ada tidak ada


Refleks Fisisologis :
Biseps :normal meningkat
Triseps :normal meningkat
Periost radius :normal meningkat
Periost ulna :normal meningkat
KPR : meningkat meningkat
APR : normal normal
Refleks Patologis :
- Babinsky (-) (+)
- Chaddock (-) (+)
- Openheim (-) (-)
- Gordon (-) (-)
- Schaffer (-) (-)

Fungsi Sensorik : hemihipesteshia sinistra pada tungkai


Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi Gait dan keseimbangan : belum dapat dinilai
Gerakan Abnormal : tidak ada
GRM : tidak ada kelainan

DK : Hemiparese sinistra tipe spastik + parese


N. VII dan N. XII sinistra tipe central
DT : Capsula Interna Hemisferium dextra
DE : Trombosis Serebri

Rencana Terapi :
IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt
Citicolin 3x500 mg iv
Radin 2x1 1 amp
14

Aspilet 1x1 tab


Amlodipine 1x5mg
Sohobion 1x1 im
CT Scan kepala

Lembar Follow-Up

Tanggal : 12 September 2012

Keluhan :
Pusing
15

Status Generalis :
- GCS : E4M6V5
- TD : 140/90 mmHg
- P : 80 x/menit
- RR : 22 x/menit
- T : 36,9 oC

Status Neurologis :
Nn. Cranialis :
N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik
Lipatan nasolabialis normal datar
Menunjukkan gigi normal sudut mulut tertinggal
Bentuk Muka
- Istirahat asimetris
- Berbicara/bersiul asimetris

N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah deviasi ke kiri
Disartri ada

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi


Gerakan :cukup kurang cukup cukup
Kekuatan :5 4 5 4
Tonus :normal meningkat normal meningkat
Klonus :
Paha : tidak ada tidak ada
Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks Fisisologis :
16

Biseps :normal meningkat


Triseps :normal meningkat
Periost radius :normal meningkat
Periost ulna :normal meningkat
KPR : normal meningkat
APR : normal normal

Refleks Patologis :
- Babinsky (-) (+)
- Chaddock (-) (+)
- Openheim (-) (+)
- Gordon (-) (+)
- Shcaffer (-) (+)

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan


Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi Gait dan keseimbangan:limping gait
Gerakan Abnormal : tidak ada
GRM : tidak ada kelainan
DK : Hemiparese sinistra tipe spastik + parese
N. VII dan N. XII sinistra tipe perifer
DT : Capsula Interna Hemisferium dextra
DE : Trombosis Serebri

Rencana Terapi :
IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt
Citicolin 3x500 mg iv
Radin 2x1 1 amp
Amlodipine 1x5 mg
Aspilet 1x1 tab
17

Simvastatin 1x10 mg
Allupurinol 1x300 mg
Sohobion 1x1 im

Lembar Follow-Up

Tanggal : 13 September 2012

Keluhan :
Tidak ada keluhan

Status Generalis :
- GCS : E4M6V5
18

- TD : 140/100 mmHg
- P : 80 x/menit
- RR : 22 x/menit
- T : 36,8 oC
Status Cranialis :
Nn. Cranialis :
N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik
Lipatan nasolabialis normal datar
Menunjukkan gigi normal sudut mulut tertinggal
Bentuk Muka
- Istirahat asimetris
- Berbicara/bersiul simetris

N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah simetris
Disartri tidak ada

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi


Gerakan :cukup cukup cukup cukup
Kekuatan :5 5 5 5
Tonus :normal normal normal normal
Klonus :
Paha : tidak ada tidak ada
Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks Fisisologis :
Biseps :normal normal
Triseps :normal normal
19

Periost radius :normal normal


Periost ulna :normal normal
KPR : normal normal
APR : normal normal
Refleks Patologis :
- Babinsky (-) (-)
- Chaddock (-) (-)
- Openheim (-) (-)
- Gordon (-) (-)
- Schaffer (-) (-)

Hasil CT scan kepala: Infark cerebri capsula interna sampai corona radiata

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan


Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi Gait dan keseimbangan: limping gait
Gerakan Abnormal : tidak ada
GRM : tidak ada kelainan

DK : Hemiparese sinistra tipe spastik + parese


N. VII dan N. XII sinistra tipe central
DT : Capsula Interna Hemisferium dextra
DE : Trombosis Serebri

Rencana Terapi :
Citicolin 3x500 mg iv
Radin 2x1 1 amp
Amlodipine 1x5 mg
Aspilet 1x1 tab
Simvastatin 1x10 mg
20

Allupurinol 1x300 mg
Sohobion 1x1 im

Lembar Follow-Up

Tanggal : 14 September 2012

Keluhan :
Tidak ada keluhan

Status Generalis :
- GCS : E4M6V5
- TD : 140/100 mmHg
- P : 80 x/menit
- RR : 22 x/menit
- T : 36,8 oC
Status Cranialis :
Nn. Cranialis :
N. Facialis
Kanan Kiri
21

Motorik
Lipatan nasolabialis normal datar
Menunjukkan gigi normal sudut mulut tertinggal
Bentuk Muka
- Istirahat asimetris
- Berbicara/bersiul simetris

N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah simetris
Disartri tidak ada

Fungsi Motorik :LKa LKi TKa TKi


Gerakan :cukup cukup cukup cukup
Kekuatan :5 5 5 5
Tonus :normal normal normal normal
Klonus :
Paha : tidak ada tidak ada
Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks Fisisologis :
Biseps :normal normal
Triseps :normal normal
Periost radius :normal normal
Periost ulna :normal normal
KPR : normal normal
APR : normal normal
Refleks Patologis :
- Babinsky (-) (-)
- Chaddock (-) (-)
22

- Openheim (-) (-)


- Gordon (-) (-)
- Schaffer (-) (-)

Hasil CT scan kepala: Infark cerebri capsula interna sampai corona radiata

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan


Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi Gait dan keseimbangan: limping gait
Gerakan Abnormal : tidak ada
GRM : tidak ada kelainan

DK : Hemiparese sinistra tipe spastik + parese


N. VII dan N. XII sinistra tipe central
DT : Capsula Interna Hemisferium dextra
DE : Trombosis Serebri

Rencana Terapi :
Citicolin 3x500 mg iv
Radin 2x1 1 amp
Amlodipine 1x5 mg
Aspilet 1x1 tab
Simvastatin 1x10 mg
Allupurinol 1x300 mg
Sohobion 1x1 im

1.3. RINGKASAN

ANAMNESA
23

Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI dengan


keluhan sulit untuk berjalan akibat mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan
lengan kiri yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 18 jam SMRS, saat penderita sedang beristirahat setelah sholat
subuh, tiba-tiba mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kiri tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan tidak mengalami sakit kepala, tidak ada mual
dan muntah, tidak ada kejang, tidak ada jantung berdebar-debar, dan tidak ada
sesak nafas. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan sama berat.
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, dan isyarat.
Penderita dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan,
tulisan, dan isyarat. Sehari-hari penderita melakukan pekerjaan dengan
menggunakan lengan kanan dan tungkai kanan. Saat bicara mulut penderita
mengot ke kanan dan pelo.
Riwayat darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur.
Riawayat penyakit jantung, kencing manis dan trauma disangkal.
Penderita mengalami keluhan seperti ini untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN
Status Generalis
Kesadaran: (E:4, M:6, V:5)
TD : 170/100 mmHg

Status Neurologicus
Nn. Cranialis :
N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
Lipatan nasolabialis : tidak ada kelainan datar
Bentuk Muka
- Istirahat : asimetri
- Berbicara/bersiul : asimetri
24

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah : deviasi ke kiri
Disartria : ada

FUNGSI MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5 4
Refleks fisiologis
- Biceps normal meningkat
- Triceps normal meningkat
- Radius normal meningkat
- Ulna normal meningkat

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5 4
Refleks Patologis
- Babynzki tidak ada ada

DIAGNOSA
DIAGNOSA KLINIK : Hemiplegi Sinistra tipe spastik + parese N.VII
dan N.XII tipe sentral
DIAGNOSA TOPIK : Capsula interna hemisferium dextra
DIAGNOSA ETIOLOGI : Trombosis serebri

PENGOBATAN
Perawatan
Bed rest

Diet nasi biasa


25

Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt

Citicolin 3x500 mg iv

Radin 2x1 amp iv

Sohobion 1x1 amp im

Amlodipin 1x5mg

Allupurinol 1x300mg
Fisioterapi
Latihan gerak aktif mandiri

PROGNOSA
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad malam

DIAGNOSA BANDING
A. Diagnosis banding Topik

1) Lesi di Cortex hemisferium Pada penderita ditemukan gejala:


Cerebri dextra
- Defisit Motorik - Hemiplegi sinistra tipe spastik
- Tidak ada kejang pada sisi yang
- Gejala iritatif lemah
- Gejala Fokal (kelumpuhan tidak sama berat) - Kelemahan lengan dan tungkai
sinistra sama berat
- Gejala defisit sensorik pd sisi yang lemah - Hypesthesia
* Jadi, kemungkinan lesi di cortex Hemisferium cerebri dextra dapat
disingkirkan
2) Lesi di subcortex Hemisferium Cerebri Pada penderita ditemukan gejala:
dextra, gejalanya:
*Ada gejala defisit motorik - Hemiplegi sinistra tipe spastik
*Ada afasi motorik subkortikal - Tidak afasia motorik subkortikal
26

* Jadi, kemungkinan lesi disub korteks hemisferium cerebri dextra dapat


disingkirkan
3) lesi di kapsula interna hemisferium cerebri Pada penderita ditemukan gejala:
dextra, gejalanya:
- Ada hemiparese/hemiplegia tipikal - Hemiplegi sinistra tipe spastik
- Parase N.VII sinistra sentral - Parase N. VII sinistra sentral
- Parase N.XII sinistra sentral - Parase N. XII sinistra sentral
- Kelemahan lengan dan tungkai
- Kelemahan di lengan dan tungkai sama berat sama berat
Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium cerebri dextra belum
dapat disingkirkan

Kesimpulan Diagnosis topik :


Lesi di kapsula interna hemisferium cerebri dextra
B. Diagnosis Banding Etiologi

1) Hemorrhagia Cerebri Pada penderita ditemukan gejala


* Kehilangan kesadaran > 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran > 30 menit
*Terjadi saat aktifitas Terjadi saat istirahat
*Didahului sakit kepala, mual,
muntah Didahului sakit kepala(-), mual(-), muntah(-)
*Riwayat Hipertensi Riwayat Hipertensi
Jadi kemungkinan etiologi Hemorrhagia cerebri sudah dapat disingkirkan
2) Trombosis Cerebri Pada penderita ditemukan gejala
*Tidak ada kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan kesadaran
*Terjadi saat istirahat - Terjadi saat istirahat
Jadi, Kemungkinan etiologi trombosis cerebri belum dapat disingkirkan
3) Emboli Serebri Pada penderita ditemukan gejala
- Tidak ada kehilangan kesadaran < 30
*Kehilangan kesadara < 30 menit menit
*Ada atrial Fibrilasi *Tidak ada atrial Fibrilasi
*Terjadi saat akitifitas *Tidak terjadi saat akitifitas
Jadi, kemungkinan etiologi emboli serebri sudah dapat disingkirkan

Kesimpulan Diagnosis Etiologi :


Trombosis Cerebri
27

PEMBAHASAN
2.1. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke
rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan
retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.
Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis.(1)
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri
serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis.(1)
Tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan
otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih
kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan
cabang-cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan
sitem vertebral, yaitu:(1)
28

Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh


arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri
media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan
arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini
terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di
daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke
arteri maksilaris eksterna.
Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh
darah ekstrakranial).
29

2.2. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3
faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah
dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh
darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah
dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).(1)
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik
(faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus
pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik
naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang
berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).(1)
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2yang naik, PO2 yang turun, serta
30

suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,


sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi.(1)
Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan
koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran
darah lambat, akibat ADO menurun.(1)

2.3. Definisi
Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, tanpa
ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno
apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular
Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke.(1)

2.4. Insiden
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian
besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin
tua umur, resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak
mengenal jenis kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki
daripada perempuan. Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna
berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit putih.(2)

2.5. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian
nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang.(3)
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5
juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu
31

5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.(2)
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit
utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit
jantung dan kanker. Disini setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke.
Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000
kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke
menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.(2)
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.(2)

2.6. Faktor Resiko


Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang
dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa
faktor resiko stroke non hemoragik, yakni:(4,5)
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan
viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko
tinggi megalami stroke non hemoragik.(4,6)

2.7. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:(1)
a. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
32

Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan


peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
24 jam, tapi tidak lebih dari dua minggu.
c. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.

2.8. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.(4)
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.(5)
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
3) Fibralisi atrium;
4) Infarksio kordis akut;
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
33

2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.


3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun


dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.(4)

2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling
sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet.(4)
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).(4)
2.9. Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. (1,6)
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
34

b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau


peredaran darah aterom.
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

Gambar 4. Penyumbatan pembuluh darah (dikutip dari kepustakaan 6)


Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: (1)

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:(1)


a. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma
atau tersumbat oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah: viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisetemial) yang menyebabkan aliran darah ke otak lebih
lambat: anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistematik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu
diingat apa yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsik dari
pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan dari tekanan perfusi otak.
Batas normal otoregulasi antara 50-150 mmHg. Pada penderita
hipertensi otoregulasi otak bergeser ke kanan.
d. Kelainan jantung8
1) Menyebabkan menurunnya curah jantung a.l. fibrilasi, blok jantung.
2) Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.
35

2.10. Diagnosis
a. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau quadriparese, hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul
sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu
terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu
tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
1) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis,
dan hiponatremia.(4)
b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan
fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda
trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor
kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler
(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan
vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan
36

gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya


sendiri.(4)
c. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah
seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi
mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan
nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks
tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan
tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke harus dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells
palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.(4,7)
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri
yang tersumbat.
1) Arteri serebri media
Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi
kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena
arteri serebri media memperdarahi motorik ekstremitas atas maka
kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai
bawah.(4,8)
2) Arteri serebri anterior
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan
bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking reflex),
penurunan tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral (tungkai bawah
lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik kontralateral, demensia,
dan inkontinensia uri.(4,8)
3) Arteri serebri posterior
37

Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral,


kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran,
hemiparese kontralateral, gangguan memori.(4,8)
4) Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis,
serebellar, batang otak yang luas. Gejala yang timbul antara lain vertigo,
nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda
Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada
wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling
berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan defisit motorik
kontralateral).(4,8)
5) Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah
bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan
eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri
oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang episodik biasa
disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri
anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan
media pun dapat timbul.(4,8)
6) Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di
daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm.
Gejala yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau
ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit
pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.(4)

d. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
38

menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti


anemia.(9)
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan
ginjal).(9)
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati
pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan.(9)
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan
adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang
buruk dari stroke.(9)

2. Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien
stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera
mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses).(4)
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut
harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika
setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke.
Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular
ribbon sign, hiperdense arteri serebri media (oklusi), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.(4,10)
39

b. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri arotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi
diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat
untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang
juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan
foto thoraks.(4)

2.11. Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit
setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup
perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko
atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.(6,12)
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat
atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk
mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan
terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36
mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema
serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri
atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
40

hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi,


atelektasis ataupun GERD.(11,12,13,14)
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi
intravena dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko
tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung.
Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.
(11,12,13,14)

c. Pengontrolan gula darah


Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.
Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena
yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi.
Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian
insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien
pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian
insulin.(11,12,13,14)
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal
hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien
stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45
derajat.(11,12,13,14)
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah
41

otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah
dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi
anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang
ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.(11,12,13,14)
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah
sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari
120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan
darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta
komplikasinya harus ditangani.(11,12,13,14)
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik
antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20
mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat
ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang
diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target
pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
(11,12,13,14)

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik


lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang
42

dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga


dosis maksimal 15 mg/jam.(11,12,13,14)
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah
harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit
selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target
terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal.
Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut
dapat diberikan.(11,12,13,14)
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang
selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan
lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5
mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari
karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor.(11,12,13,14)
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset
stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk
mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.(11,12,13,14)
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
43

terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap


direkomendasikan.(11,12,13,14)

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.(15)
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping
dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan
FDA pada tahun 1996.(15)
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6
jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik
tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800
pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal
atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai
sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di
Eropa.(15)
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang
44

jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas
dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase.
Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study
Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam
waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata
meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk
stroke iskemik akut tidak dianjurkan.(15)
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.(15)
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari,
tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan
gastrointestinal.(16)
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang
terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di
hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan
tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per
hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam
fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting
45

Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang
sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia,
osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral.
Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali
normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine
sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah
jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100
unit).(16)
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan
ini menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan
obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi
dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen
plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.
Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari
dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.(15)
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis
atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
(16)

Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
46

puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di


otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan:
nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga:
sindrom Reye.(16)
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara
lain adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah. Hal
ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan12-hydroxy-
eicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet
(lipid oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis
rendah aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A 2 terjadi
dengan dosis rendah aspirin.(16)
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti
bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.(16)
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam
3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk
grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan
tiklopidin.(16)
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap
terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan
47

sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin


lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik.(16)
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi
jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.(16)
e. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi
sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade
iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah
penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada
binatang percobaan maupun pada manusia.(15)
f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark
harus dilakukan.(18)

1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat maka kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical
procedure that cleans out plaque and opens up the narrowed carotid
arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada
penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak
dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis
lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar
1-5 persen.(18)
48

Gambar 10. Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang menghilangkan plak dari
lapisan arteri (dikutip dari kepustakaan 18)

2) Angioplasti dan Sten Intraluminal


Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral
serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada
stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan
endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih
besar.(18)
2.12. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.(16)
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi
meskipun agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol
dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan
dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan
sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien
mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini
49

diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa
adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan
penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan
hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien
yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure
disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara
yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat
neurologis injury.

2.13. Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling
penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan.
Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien
dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat
kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini
tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke.
Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua
pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan
perawatan institusional.(11,19)
50

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007.
Hal: 81-115.
2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
51

5. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam


Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.
6. Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html
7. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology
8th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
8. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical
Neurology editor Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999. Hal:
10-3
9. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis
10. Li, Fuhai, dkk. Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke. [Online]. Cited
2010 May 1st available
from: http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp
11. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.
12. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment
13. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar
ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.
14. Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University of
Edinburgh, Edinburgh, UK.
15. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
16. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba
Medika. Hal: 53-73.
17. Josephson, S. Andrew. Ischemic Stroke. San Fransisco. CA. [Online]. Cited
2010 May 1st available from: http://knol.google.com/k/s-andrew-
josephson/ischemic-stroke/BF8MGEYK/bAWc9g#
18. Simon, Harvey. Stroke Surgery. Harvard Medical School. [Online]. Cited
2010 May 1st available
52

from:http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_treat_stroke_
patients_prevent_recurrence_000045_8.htm
19. Barnett, Henry dkk. Drugs and Surgery in the Prevention of Ischemic Stroke.
[Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/332/4/238

Anda mungkin juga menyukai