Lapsus MR Bakri
Lapsus MR Bakri
1.1. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. B
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kertapati
Agama : Islam
MRS Tanggal : 10 September 2012
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikis : ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : brachiocephali
Ukuran : normal
Simetris : simetris
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada
Pelebaran
3
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia tidak ada tidak ada
Hyposmia tidak ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada
Pupil
- Bentuknya bulat, leukokoria bulat, leukokoria
- Besarnya 3 mm 3 mm
- Isokori/anisokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada ada
- Konsensuil ada ada
- Akomodasi ada ada
- Argyl Robertson tidak ada tidak ada
N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit normal normal
- Trismus tidak ada tidak ada
- Refleks kornea normal normal
Sensorik
- Dahi normal normal
- Pipi normal normal
- Dagu normal normal
- Istirahat : asimetris
- Berbicara/bersiul : asimetris
Sensorik
2/3 depan lidah Normal
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chvosteks sign Tidak ada kelainan
FUNGSI MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5 4
Tonus normal meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps normal meningkat
- Triceps normal meningkat
- Radius normal meningkat
- Ulna normal meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner negatif
Trofik eutrofi
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada ada
- Chaddock tidak ada ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
SENSORIK
Hyperparesthesia pada sisi yang sakit.
GAMBAR
Lipatan nasolabialis
(+)
Sudut mulut kiri
tertinggal
Gerakan :
kurang
Gerakan : Kekuatan : 4
kurang Refleks
Kekuatan : 4 fisiologi
Refleks menurumenuru
fisiologi
meningkat
Gerakan :
kurang
Gerakan :
Kekuatan : 4
kurang
Kekuatan : 4
8
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak diperiksa
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : belum dapat dinilai
Agrafia : belum dapat dinilai
Alexia : belum dapat dinilai
Afasia nominal : belum dapat dinilai
LABORATORIUM
DARAH
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HB 15,5 G/DL 12-14
LEUKOSIT 13.800 /UL 5000-10000
TROMBOSIT 165.000 /UL 150.000-400.000
HEMATOKRIT 48 % 40-45
HITUNG JENIS
10
BASOFIL 0 % 0-1
EOSINOFIL 1 % 1-3
BATANG 2 % 2-6
SEGMEN 68 % 50-70
25 % 20-40
LIMFOSIT
4 % 2-8
MONOSIT
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Glukosa sewaktu 110 mg/dl <180
Trigliserida 156 Mg/dl <200
Cholesterol total 223 Mg/dl <200
SGOT 41 U/l <37 U/l
SGPT 57 U/l <41 U/l
Uric Acid 8,67 Mg/dl 3,4-7
Protein total 5,3 gr/dl
Albumin 3,09 gr/dl
Globulin 2,3 gr/dl
PEMERIKSAAN KHUSUS
Lembar Follow-Up
Keluhan :
12
Status Generalis :
- GCS : E4M6V5
- TD : 160/100 mmHg
- P : 84 x/menit
- RR : 23 x/menit
- T : 36,8oC
Status Cranialis :
Nn. Cranialis :
N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik
Lipatan nasolabialis normal datar
Menunjukkan gigi normal
Bentuk Muka
- Istirahat asimetris
- Berbicara/bersiul asimetris
N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah deviasi ke kiri
Disartri ada
Rencana Terapi :
IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt
Citicolin 3x500 mg iv
Radin 2x1 1 amp
14
Lembar Follow-Up
Keluhan :
Pusing
15
Status Generalis :
- GCS : E4M6V5
- TD : 140/90 mmHg
- P : 80 x/menit
- RR : 22 x/menit
- T : 36,9 oC
Status Neurologis :
Nn. Cranialis :
N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik
Lipatan nasolabialis normal datar
Menunjukkan gigi normal sudut mulut tertinggal
Bentuk Muka
- Istirahat asimetris
- Berbicara/bersiul asimetris
N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah deviasi ke kiri
Disartri ada
Refleks Patologis :
- Babinsky (-) (+)
- Chaddock (-) (+)
- Openheim (-) (+)
- Gordon (-) (+)
- Shcaffer (-) (+)
Rencana Terapi :
IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt
Citicolin 3x500 mg iv
Radin 2x1 1 amp
Amlodipine 1x5 mg
Aspilet 1x1 tab
17
Simvastatin 1x10 mg
Allupurinol 1x300 mg
Sohobion 1x1 im
Lembar Follow-Up
Keluhan :
Tidak ada keluhan
Status Generalis :
- GCS : E4M6V5
18
- TD : 140/100 mmHg
- P : 80 x/menit
- RR : 22 x/menit
- T : 36,8 oC
Status Cranialis :
Nn. Cranialis :
N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik
Lipatan nasolabialis normal datar
Menunjukkan gigi normal sudut mulut tertinggal
Bentuk Muka
- Istirahat asimetris
- Berbicara/bersiul simetris
N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah simetris
Disartri tidak ada
Hasil CT scan kepala: Infark cerebri capsula interna sampai corona radiata
Rencana Terapi :
Citicolin 3x500 mg iv
Radin 2x1 1 amp
Amlodipine 1x5 mg
Aspilet 1x1 tab
Simvastatin 1x10 mg
20
Allupurinol 1x300 mg
Sohobion 1x1 im
Lembar Follow-Up
Keluhan :
Tidak ada keluhan
Status Generalis :
- GCS : E4M6V5
- TD : 140/100 mmHg
- P : 80 x/menit
- RR : 22 x/menit
- T : 36,8 oC
Status Cranialis :
Nn. Cranialis :
N. Facialis
Kanan Kiri
21
Motorik
Lipatan nasolabialis normal datar
Menunjukkan gigi normal sudut mulut tertinggal
Bentuk Muka
- Istirahat asimetris
- Berbicara/bersiul simetris
N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah simetris
Disartri tidak ada
Hasil CT scan kepala: Infark cerebri capsula interna sampai corona radiata
Rencana Terapi :
Citicolin 3x500 mg iv
Radin 2x1 1 amp
Amlodipine 1x5 mg
Aspilet 1x1 tab
Simvastatin 1x10 mg
Allupurinol 1x300 mg
Sohobion 1x1 im
1.3. RINGKASAN
ANAMNESA
23
PEMERIKSAAN
Status Generalis
Kesadaran: (E:4, M:6, V:5)
TD : 170/100 mmHg
Status Neurologicus
Nn. Cranialis :
N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
Lipatan nasolabialis : tidak ada kelainan datar
Bentuk Muka
- Istirahat : asimetri
- Berbicara/bersiul : asimetri
24
FUNGSI MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5 4
Refleks fisiologis
- Biceps normal meningkat
- Triceps normal meningkat
- Radius normal meningkat
- Ulna normal meningkat
DIAGNOSA
DIAGNOSA KLINIK : Hemiplegi Sinistra tipe spastik + parese N.VII
dan N.XII tipe sentral
DIAGNOSA TOPIK : Capsula interna hemisferium dextra
DIAGNOSA ETIOLOGI : Trombosis serebri
PENGOBATAN
Perawatan
Bed rest
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt
Citicolin 3x500 mg iv
Amlodipin 1x5mg
Allupurinol 1x300mg
Fisioterapi
Latihan gerak aktif mandiri
PROGNOSA
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad malam
DIAGNOSA BANDING
A. Diagnosis banding Topik
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke
rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan
retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.
Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis.(1)
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri
serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis.(1)
Tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan
otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih
kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan
cabang-cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan
sitem vertebral, yaitu:(1)
28
2.2. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3
faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah
dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh
darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah
dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).(1)
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik
(faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus
pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik
naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang
berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).(1)
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2yang naik, PO2 yang turun, serta
30
2.3. Definisi
Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, tanpa
ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno
apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular
Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke.(1)
2.4. Insiden
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian
besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin
tua umur, resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak
mengenal jenis kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki
daripada perempuan. Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna
berpeluang terkena stroke lebih besar daripada orang berkulit putih.(2)
2.5. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian
nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang.(3)
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5
juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu
31
5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.(2)
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit
utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit
jantung dan kanker. Disini setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke.
Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000
kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke
menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.(2)
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.(2)
2.7. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:(1)
a. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
32
2.8. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.(4)
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.(5)
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
3) Fibralisi atrium;
4) Infarksio kordis akut;
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
33
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling
sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet.(4)
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).(4)
2.9. Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. (1,6)
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
34
2.10. Diagnosis
a. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau quadriparese, hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul
sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu
terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu
tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
1) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis,
dan hiponatremia.(4)
b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan
fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda
trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor
kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler
(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan
vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan
36
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
38
2. Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien
stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera
mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses).(4)
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut
harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika
setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke.
Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular
ribbon sign, hiperdense arteri serebri media (oklusi), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.(4,10)
39
2.11. Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit
setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup
perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko
atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.(6,12)
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat
atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk
mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan
terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36
mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema
serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri
atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
40
otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah
dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi
anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang
ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.(11,12,13,14)
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah
sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari
120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan
darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta
komplikasinya harus ditangani.(11,12,13,14)
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik
antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20
mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat
ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang
diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target
pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
(11,12,13,14)
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.(15)
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping
dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan
FDA pada tahun 1996.(15)
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6
jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik
tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800
pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal
atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai
sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di
Eropa.(15)
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang
44
jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas
dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase.
Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study
Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam
waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata
meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk
stroke iskemik akut tidak dianjurkan.(15)
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.(15)
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari,
tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan
gastrointestinal.(16)
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang
terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di
hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan
tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per
hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam
fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting
45
Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang
sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia,
osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral.
Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali
normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine
sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah
jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100
unit).(16)
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan
ini menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan
obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi
dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen
plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.
Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari
dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.(15)
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis
atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
(16)
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
46
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat maka kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical
procedure that cleans out plaque and opens up the narrowed carotid
arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada
penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak
dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis
lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar
1-5 persen.(18)
48
Gambar 10. Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang menghilangkan plak dari
lapisan arteri (dikutip dari kepustakaan 18)
diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa
adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan
penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan
hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien
yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure
disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara
yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat
neurologis injury.
2.13. Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling
penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan.
Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien
dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat
kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini
tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke.
Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua
pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan
perawatan institusional.(11,19)
50
DAFTAR PUSTAKA
from:http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_treat_stroke_
patients_prevent_recurrence_000045_8.htm
19. Barnett, Henry dkk. Drugs and Surgery in the Prevention of Ischemic Stroke.
[Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/332/4/238