Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
EKA BUDI SETIAWAN
112980073
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
EKA BUDI SETIAWAN
112980073
Mengetahui
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Untuk menghitung total kebutuhan minimum udara segar yang dibutuhkan di
tambang dalam II dengan menciptakan kondisi kerja yang aman dan nyaman.
b. Untuk mengetahui berapa kuantitas udara yang masuk di tambang dalam II
dan kualitas aliran udara yang meliputi suhu dan kelembaban relatif,
konsentrasi gas serta debu yang ada dalam tambang.
D. PERUMUSAN MASALAH
Untuk meningkatkan kondisi kerja yang nyaman dan mencegah
terhambatnya proses produksi akibat sistem ventilasi yang kurang baik, maka
yang perlu dilakukan adalah :
1. Menganalisa kebocoran udara yang terjadi pada pipa plastik atau sambungan
plastik angin pada kipas angin bantu di lokasi kemajuan penerowongan
tambang.
2. Menganalisa kehilangan udara yang disebabkan oleh kebocoran pada bekas
lubang bukaan naik yang kurang rapat penutupnya.
3. Menganalisa kebocoran udara pada sekat-sekat pintu, dimana pintu tersebut
digunakan sebagai jalur material yang masih berfungsi.
4. Menganalisa arah aliran udara akibat adanya kerusakan pada pintu-pintu
angin, sehingga aliran udara kotor bercampur dengan udara bersih.
E. DASAR TEORI
Ventilasi merupakan suatu usaha pengendalian terhadap pergerakan atau
aliran udara tambang, termasuk didalamnya adalah jumlah, mutu dan arah
alirannya. Secara teknis, ventilasi tambang harus merupakan pengaturan total
baik dari segi ketersediaan udaranya maupun bukaan saluran udara dan peralatan
pengaliran yang dibutuhkan. Pembagian udara segar kedalam tambang bawah
tanah dimaksudkan untuk menciptakan ruang kerja yang aman dan nyaman.
Adapun tujuan dari ventilasi tambang adalah :
d) Methane (CH4)
Methane merupakan gas yang selalu dijumpai dalam tambang batubara
dan sering merupakan sumber dari suatu peledakan tambang, campuran
gas methane dengan udara disebut dengan firedamp. Gas ini mempunyai
berat jenis yang lebih kecil daripada udara, maka selalu berada pada
bagian atas dari jalan udara.
Methane merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan, gas methane
terbentuk bersama-sama dengan gas karbon dioksida. Gas ini akan tetap
berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan
padanya. Batas kandungan maksimum yang diperbolehkan adalah 0,25 %.
b. Debu tambang
Debu secara klasifikasi fisis termasuk dalam ketegori aerosol yaitu
hamburan partikel padat dan atau cair didalam medium gas/udara, dimana
didalam tambang bawah tanah, debu ini dihasilkan oleh aktifitas
penambangan seperti pemboran, peledakan, pemuatan, pengangkutan dan
penumpahan bijih.
Klasifikasi Debu
Klasifikasi debu pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat
bahayanya terhadap fisik dan kemampuan ledakannya. Berikut ini
klasifikasi debu berdasarkan tingkat bahayanya, yaitu :
a) Debu fibrogenik
Merupakan debu yang berbahaya terhadap pernafasan, seperti
silika (kuarsa dan chert), silikat (asbestos, talk, mika dan
silimanit), meal fumes (asap logam), bijih timah, bijih besi,
karborondum dan batubara (anthrasit, bitumineous).
b) Debu karsiogenik
Contohnya kelompok radon, asbestos dan arsenik.
c) Debu beracun
Merupakan debu yang mengandung racun yang berbahaya
terhadap organ dan jaringan tubuh, seperti bijih berilium, arsenik,
timah hitam, uranium, radium, thorium, khromium, vanadium, air
raksa, kadmium, antimoni, selenium, mangan, tungsten, nikel dan
perak (khususnya oksida dan karbonat).
d) Debu radioaktif
Merupakan debu yang berbahaya karena radiasi sinar alpha dan
sinar beta, seperti bijih uranium, radium dan thorium.
e) Debu yang dapat meledak (terbakar di udara)
Contohnya debu logam (magnesium, alumunium, seng, timah dan
besi), batubara (bituminous dan lignit), bijih sulfida dan debu
organic.
f) Debu pengganggu
Contohnya gypsum, gamping dan kaoilin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bahaya debu bagi manusia antara lain:
a) Komposisi kimia dan mineralogi debu
Ditinjau dari tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan, komposisi
mineralogi lebih penting dibandingkan komposisi kimiawi dan
fisiknya.
b) Konsentrasi
yaitu banyaknya partikel debu yang dinyatakan dengan dua cara,
yaitu :
i. Atas dasar jumlah, satuannya adalah mppcf (million of
particles per cuft) atau ppcc (particles per cubic centimeter).
ii. Atas dasar berat, satuannya adalah mg/m3
Faktor konsentrasi merupakan faktor terpenting kedua setelah
komposisi. Secara umum debu dapat membahayakan paru-paru
jika konsentrasi lebih besar dari 0,5 mg/m3.
c) Ukuran partikel
Partikel debu yang berukuran lebih kecil dari 5 mikron berbahaya,
karena luas permukaannya besar dengan demikian aktifitas
kimianya pun besar. Selain itu debu halus tergolong debu yang
dapat dihirup karena tersuspensi di udara.
d) Waktu kontak
yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang berhubungan
dengan lingkungan yang mengandung debu.
e) Daya tahan tubuh perorangan
Faktor ketahanan individu terhadap bahaya debu sampai saat ini
merupakan faktor yang belum dapat dikuantifikasi.
c. Temperatur dan Kelembaban Relatif
Dalam keadaan normal, udara tidak pernah dalam keadaan kering tetapi
selalu mengandung kadar air. Maka parameter yang diukur untuk
menentukan keadaan udara tersebut adalah :
a) Temperatur
Temperatur udara sangat mempengaruhi kenyamanan bagi pekerja
yang berada pada tambang bawah tanah, karena udara diperlukan pula
untuk pendinginan panas tubuh.
Parameter temperatur terdiri dari :
i. Dry bulb temperatur (td)
ii. Wet bulb temperatur (tw)
iii. Temperatur efektif (te)
Temperatur efektif merupakan suatu standar suhu untuk mengetahui
kenyamanan lingkungan kerja tambang. Penentuannya dapat
dilakukan secara grafis dengan menggunakan variabel temperatur
cembung kering (td), temperatur cembung basah (tw) dan kecepatan
aliran udara. Temperatur efektif akan mempengaruhi efesiensi kerja,
hal ini dapat dilihat pada gambar 3.7.
Gambar 1
Diagram efesiensi kerja 2)
b) Kelembaban Relatif ( )
Kelembaban relatif merupakan perbandingan antara tekanan uap dari
udara pada suatu keadaan tidak jenuh dengan tekanan uap udara pada
keadaan jenuh, pada keadaan temperatur yang sama. Kelembaban
relatif dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus :
( Pb Ps ' ) ( td tw )
Pv Ps ' in Hg 2)
2800 1,3 tw
Pv
x100 % 2)
Ps
Keterangan :
= Rh = kelembaban relatif (%)
Ps = harga tekanan uap jenuh pada td (in.Hg)
Ps = harga tekanan uap jenuh pada tw (in.Hg)
Pb = tekanan barometer (in.Hg)
Pv = tekanan uap jenuh (in.Hg)
T = temperatur (oF)
W = specific humidity (lb/lb.da)
V = specific volume (ft3/lb)
W = densitas udara (lb/ft3)
Dalam perhitungan densitas udara dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan rumus :
pv
W 0,622 lb / lb.da 2)
pb pv
keterangan :
L V2
Hl f 2)
D 2g
keterangan :
L = panjang saluran (ft)
D = diameter saluran (ft)
V = kecepatan udara (fpm)
F = koefesien gesekan
Untuk saluran berbentuk lingkaran, maka Rh adalah :
A
. D2 D
Rh 4 2)
P .D 4
sehingga diperoleh persamaan :
L V2
Hl f 2)
4 Rh 2 g
K PLV2 KS V2
Hf
5,2 A 5,2 A
karena Q =VxA
maka persamaannya adalah:
2
K PL Q
Hf in.water 2)
5,2 A3
dimana :
Hf = friction loss (in.water)
K = faktor gesekan untuk densitas udara standar (lb.min2/ft4)
P = keliling saluran (ft)
L = panjang saluran (ft)
Q = debit udara (cfm)
A = luas penampang saluran (ft2)
V = kecepatan aliran (fpm)
S = rubbing surface (ft2) = PL
w V2 K L V2
x
(1098) 2 5,2 Rh
dimana :
Le = panjang ekivalen (ft)
Rh = hydraulic radius (ft)
V = kecepatan udara (fpm)
K = faktor gesekan untuk bobot isi standar (lb.min2/ft4)
Dari perhitungan julang kejut (shock loss) dan julang gesek (friction loss)
dapat dihitung nilai dari kehilangan julang (head loss), yaitu :
Hl = Hf + Hx
K P (L Le) Q 2
Hl = 2)
5,2 A 3
Hs = Hl = (Hf + Hx) 2)
b) Julang kecepatan (Hv)
Julang kecepatan adalah tekanan yang diperlukan untuk menghasilkan
kecepatan yang diinginkan tanpa memperhitungkan hambatannya.
V2
Hv = 2g 2)
dimana :
Hv = velocity head (in.water)
V = kecepatan aliran udara (fpm)
g = percepatan grafitasi (ft/det2)
dari persamaan tersebut diperoleh turunan sebagai berikut :
wV2
Hv
(5,2) (64,4) (60) 2
2
V
Hv w in.water 2)
1098
w 2)
Kkoreksi = Ktabel x
0, 075
Keterangan :
w = bobot isi udara (lb/cuft)
0,075 = bobot isi udara standar
6. Hukum Kirchoffs
a) Hukum pertama Kirchoffs
Jumlah seri di semua udara yang masuk ke simpangan sama dengan
jumlah udara yang keluar.
Qin = Qout
Q1 + Q4 = Q2 + Q3 2)
b) Hukum kedua Kirchoffs
Jumlah dari seluruh head loss dalam sistem ventilasi adalah 0, atau
jumlah dari head loss pada satu arah sama dengan jumlah head loss dari
arah lain.
HL = 0
HL1 + HL2 = HL3 + HL4 2)
ii. HL = Req x Q2
2
1
1/ R1 1 / R2 ...... 1 / Rn
Req = 2)
c) Analisa jaringan kompleks
Analisa jaringan kompleks dipergunakan apabila rangkaian bukaan
saluran udara tidak dapat dihitung dengan teknik rangkaian seri maupun
paralel. Beberapa istilah yang dipergunakan dalam analisa jaringan
kompleks ini antara lain :
i. Junction yaitu pertemuan antara tiga bukaan atau lebih
jalur udara.
ii. Branch yittu jalur bukaan antara dua junction.
iii. Mesh yaitu sirkuit aliran tertutup.
Tabel 4
Faktor gesekan terhadap pipa dan tabung 2)
Friction factor
Faktor Koreksi
Pipe or Tubing K x 1010 lb.min2/ft4 (kg/m3)
Good,New Average,Used Good,New Average,Used
Steel 15 (0,0028) 20 (0,0037) 1,00 1,33
Jute,canvas,plastic (flexible) 20 (0,0037) 25 (0,0046) 1,33 1,67
Spiral-type canvas 22,5 (0,0042) 27,5 (0,0051) 1,50 1,83
Jenis pipa udara yang digunakan antara lain :
a) Unsupported flexible duct (flat play), jenis ini mempunyai tahanan
(resistance),dan kebocoran (leakage) yang kecil, fleksibel tetapi tidak
dapat digunakan untuk pipa isap karena pipa mudah menciut.
b) Semi rigid fabric duct (flexaduct), jenis ini mempunyai tahanan dan
kebocoran yang besar, fleksibel, mudah dalam penyambungan dan dapat
digunakan untuk pipa isap (exhaust).
c) Steel duct, jenis ini mempunyai tahanan dan kebocoran yang kecil,
tidak fleksibel dan sulit dalam penyambungan dan pengangkutannya,
dapat digunakan untuk pipa isap maupun hembus.
Pada ventilasi bantu dengan menggunakan kipas angin dan pipa udara ini,
dikenal beberapa sistem yang biasa diterapkan pada pembuatan lubang maju
antara lain :
a) Sistem hembus sederhana (simple forcing)
Pada sistem ini udara bersih dihembuskan ke permuka kerja dengan
kecepatan yang cukup tinggi dan udara kotor dari permuka kerja akan
mengalir melalui lubang. Sistem ini menguntungkan karena aliran udara
dapat mengencerkan gas dan debu dengan baik. Kerugiannya udara kotor
yang mengandung gas dan debu dari permuka kerja akan melalui mesin-
mesin tambang, operator dan para pekerja lainnya. Agar pengenceran gas
dan debu dapat efektif, jarak ujung pipa ke permuka kerja dipertahankan
maksimum 25 ft ( 7,62 m ).
fan 7,62 m
return
air
Gambar 3.2
Sistem hembus sederhana 3)
b) Sistem hisap sederhana (simple exhaust)
Pada sistem ini udara kotor di permuka kerja diisap oleh kipas angin,
sehingga udara bersih akan mengalir ke permuka kerja. Kadar debu pada
udara yang berasal dari permuka kerja dapat ditentukan dengan
menggunakan alat pengumpul debu. Pada sistem ini biasanya digunakan
pipa udara jenis steel duct atau wire flexible. Supaya pemindahan
gas-gas dan debu dapat efektif, maka jarak ujung pipa ke permuka kerja
harus dipertahankan maksimum 49,2 ft (15 m).
Gambar 3
Sistem isap sederhana 3)
c) Kombinasi menghembus dan menghisap (overlap system)
Pada sistem ini udara bersih dihembuskan ke permuka kerja dan udara
kotor dari permuka kerja diisap oleh kipas angin isap bantu. Sistem ini
dibedakan lagi dalam dua cara yaitu forcing overlap dan exhaust
overlap, Pada sistem exhaust overlap udara dihembuskan ke permuka
kerja dengan cara diisap oleh kipas angin. Pada sistem forcing overlap
udara diisap dari permuka kerja kemudian dihembuskan keluar.
overlap distance
10 m < 15 m
fresh fan auxilliary
air duct
Gambar 3.4
Kombinasi sistem isap dan hembus sederhana 3)
Kemampuan akan kipas angin bantu untuk dapat memenuhi kebutuhan udara yang
diperlukan dapat dihitung dengan persamaan :
( Hs Hv ) Q
Pa HP 2)
6346
Keterangan :
Pa = daya yang diperlukan untuk mengatasi kehilangan energi (HP)
Hs = static head (in.water)
Hv = velocity head (in.water)
F. MANFAAT PENELITIAN
Dengan dilakukannya penelitian tentang kuantitas dan kualitas minimum
udara segar yang dibutuhkan di tambang dalam II maka dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam memperbaiki sistem jaringan ventilasi yang sudah ada
pada saat sekarang ini.
G. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan observasi lapangan kemudian dilanjutkan
dengan studi pustaka dan melakukan analisis dari keduanya untuk mendapatkan
penyelesaian masalah yang baik.
Adapun urutan pekerjaan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Studi literatur, dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang
menunjang dan diperoleh dari:
Perpustakaan
Laporan penelitian perusahaan terdahulu
2. Pengamatan lapangan, dilakukan dengan cara peninjauan lapangan untuk
melakukan pengamatan langsung terhadap udara tambang
3. Pengambilan data
Data-data yang diambil dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Data primer yang terdiri dari:
o Dimensi lubang bukaan dan karateristik batuan .
o Jumlah dan kemampuan kipas hisap maupun kipas hembus.
o Jumlah udara yang dibutuhkan untuk mesin-mesin yang
digunakan.
o Kebutuhan minimum udara untuk pernafasan bagi pekerja.
o Kecepatan aliran udara.
o Temperatur udara.
o Tekanan udara.
o Kualitas aliran udara (jenis dan konsentrasi gas dan debu dalam
tambang)
o Head static
o Resistensi
Data Skunder yang terdiri dari
o Peta dasar
o Peta jaringan ventilasi tambang bawah tanah
4. Pengelompokan data
5. Pengolahan data
Data yang diperoleh dari studi literatur dan penelitian lapangan digunakan
dalam menganalisis permasalahan yang ada. Dalam analisis kuantitatas udara
akan menggunakan perangkat lunak
6. Pengambilan kesimpulan
Dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan
permasalahan yang diteliti.
2. Hartman. H.L, 1982, Mine Ventilation and Air Conditioning, The Roland Press
Company, New York, Second Edition.
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Bab
I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan penelitian
1.3 Permasalahan
1.4 Pendekatan masalah
1.5 Manfaat penelitian
II TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan kesampaian daerah
2.2 Geologi
2.3 Cadangan, kualitas dan sasaran produksi
2.4 Iklim dan curah hujan
2.5 Kegiatan penambangan bawah tanah (tambang dalam)
2.6 Pencucian batubara
2.7 Sistem ventilasi
V PEMBAHASAN
5.1 Kuantitas aliran udara tambang dalam II
5.2 Kualitas aliran udara tambang dalam II
5.3 Gejala swabakar batubara
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN