Oleh :
Fhany Grace Lubis G99171053 (L-3)
Beata Dinda Seruni G99152086 (L-5)
Pembimbing :
Hari Wahyu Nugroho, dr.,Sp.A., M.Kes
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi. Presentasi kasus dengan judul:
Oleh:
Fhany Grace Lubis G99171053 (L-3)
Beata Dinda Seruni G99152086 (L-5)
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. BAP
Tanggal lahir : 4 Januari 2003
Usia : 14 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Klaten
BB, TB : 54 kg, 160 cm
Tanggal masuk : 12 November 2017
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2017
No. RM : 013932xx
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan demam sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam mendadak dirasakan terus menerus,
namun saat demam di rumah, pasien tidak mengukurnya. Ibu pasien
mengatakan bahwa demam turun sebentar setelah minum obat dari klinik,
namun naik kembali. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, mual,
serta badan terasa pegal. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien terlihat lemas,
nafsu makan menurun, namun pasien masih mau minum kira-kira 1 botol air
mineral ukuran besar setiap hari. Keluhan lain seperti mimisan, gusi
berdarah, batuk pilek, sesak, muntah, dan mencret disangkal. BAB BAK
tidak ada keluhan.
Oleh ibu pasien, pasien dibawa ke klinik di dekat rumah dan diberikan
4 macam obat (amoxicillin, paracetamol, 2 obat lain tdk diketahui). Selain
itu di klinik tersebut dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil Hb 13,8, AL
3800, AT 146000, Hct 46,4%. Oleh pihak klinik, pasien disarankan untuk
dirawat di rumah sakit. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSDM untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut. Saat di IGD, pasien sadar penuh,
demam, lemas, tidak muntah, BAK(+) terakhir saat di IGD, berwarna kuning
jernih.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa :disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
5. Riwayat Lingkungan
Riwayat lingkungan sekitar DBD: (+) terdapat 2 orang tetangga
pasien yang menderita DBD 2 minggu yang lalu.
Penampungan air : selalu tertutup dan dikuras teratur
seminggu 3x
Pemeriksaan jentik : (-)
6. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien G2P1A0 dalam usia 25 tahun dan merupakan kehamilan
yang kedua. Ibu pasien mengikuti Kegiatan Antenatal Care secara rutin di
bidan. Trimester I sebanyak 1 kali, trimester II sebanyak 1 kali, trimester
III sebanyak 3 kali. Ibu pasien rutin meminum vitamin dan suplemen dari
bidan, tidak mengonsumsi obat tertentu saat kehamilan. Riwayat demam
saat kehamilan disangkal. Tidak terdapat penyulit selama masa kehamilan
riwayat trauma saat kehamilan disangkal. Kesan kehamilan dalam batas
normal.
7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu dengan umur kehamilan 39 minggu secara
spontan ditolong bidan di puskesmas dengan berat badan lahir 3200 gram,
langsung menangis kuat segera setelah lahir dan tidak ada kebiruan. Kesan
riwayat kelahiran tidak ada kelainan.
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan: usia 14 tahun 10 bulan , BB 54 kg, TB 160 cm.
Kesan : pertumbuhan sesuai usia.
Riwayat perkembangan:
Saat ini pasien duduk di kelas 3 SMP. Prestasi pasien di sekolah cukup
baik. Pasien mampu bersosialisasi dengan baik dan memiliki banyak
teman.
Kesan: perkembangan sesuai usia
9. Riwayat Imunisasi
Hb 0 : 0 bulan
BCG, Polio 1 : 1 bulan
DPT/Hb 1, Polio 2 : 2 bulan
DPT/Hb 2, Polio 3 : 3 bulan
DPT/Hb 3, Polio 4 : 4 bulan
Campak : 9 bulan
DT, campak : kelas 1 SD
TT 2 : kelas 2 SD
TT 3 : kelas 3 SD
Kesimpulan : Imunisasi lengkap sesuai Kemenkes 1999
10. Riwayat Nutrisi
Pasien makan di rumah 3 kali sehari dengan nasi dan lauk bervariasi.
Pasien tidak memilih-milih makanan dan selalu menghabiskan porsi
makannya. Terkadang pasien membeli jajanan di sekolah.
Kesan kuantitas dan kualitas nutrisi baik
11. Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak kedua. Ayah : Tn. DA (45 tahun) bekerja sebagai
pedagang. Ibu : Ny. MA (40 tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Ayah Ibu pasien merupakan suku Jawa. Ayah, Ibu, dan pasien beragama
Islam. Menggunakan layanan BPJS kelas III
12. Pohon Keluarga
II
III
An. BAP,
14 tahun,
C. Pemeriksaan fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, sadar penuh, GCS E4V5M6
b.Tanda Vital
Nadi : 113x/ menit
Respiratory Rate : 18x/menit
Suhu : 38.20C
SiO2 : 98%
TD : 120/70
c. Status Gizi
1) Secara klinis
Nafsu makan : baik
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+), wajah nampak
tua (-)
Mata : edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+),
cekung (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), pecah-pecah (-)
Thoracoabdomen : Iga gambang (-), baggy pants (-), wasting muscle (-)
Ekstremitas : wasting muscle (-)
Status gizi secara klinis baik
2) Secara Antropometri
BB: 54 kg, TB: 160 cm, Umur: 14 tahun 10 bulan
BB/U= 54/56 x 100% = 96.4% P25<BB/U<P50(normoweight)
TB/U= 160/165 x 100% = 96.9% P10<TB/U<P25(normoheight)
BB/TB= 54/56 x 100% = 96.4% P50<BB/U<P75 (gizi baik)
Status gizi secara antropometri : gizi baik, normoweight, normoheight
d. Kepala : Mesosefal
e. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
f. Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
g. Telinga : Sekret (-/-)
h. Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-), faring hiperemis (-)
i. Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
j. Thorax : Retraksi (-), simetris
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler,bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor// sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-)
k. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi :Timpani diseluruh lapang perut
Palpasi :Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak
t eraba, turgor kulit kembali cepat
l. Ekstremitas :
Rumple leed (+)
Oedema Akral dingin
- - - -
- - - -
ADP kuat, CRT < 2
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil Laboratorium darah (12/11/2017)
Pemeriksaan hasil satuan Rujukan
Hematologi rutin
Hb 14.8 g/dl 14.0-17.5
Hct 42 % 33-45
AL 3.60 Ribu/l 4.5-14.5
AT 116 ribu/l 150-450
AE 5.19 Juta/l 3.80-5.80
Index Eritrosit
MCV 88.8 /um 80.0-96.0
MCH 31.0 Pg 28.0-33.0
MCHC 34.9 g/dl 33.0-36.0
RDW 10.9 % 11.6-14.6
MPV 8.5 fl 7.2-11.1
PDW 17 5 25-65
Hitung Jenis
Eosinofil 0.30 % 0.00-4.00
Basofil 0.40 % 0.00-1.00
Netrofil 59.50 % 18.00-74-00
Limfosit 32.50 % 60-00-66-00
Monosit 7.30 % 0.00-6.00
Kesan: leukopenia, trombositositopenia.
2. Hasil foto rontgen thorax RLD (12/11/2017)
detik
Assessment
1. Demam dengue
2. Gizi baik
Plan Terapi
1. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
2. Infus asering (5 ml/kg/jam) 125 ml/jam
3. Paracetamol (15mg/kgbb/kali) 500 mg/8 jam
Plan
1. Urinalisis
2. Feses rutin
Monitoring
KUVS dan BCD/ 8 jam, awasi tanda perdarahan dan tanda syok
EPITEL
Squamos 0-2/LBP
Transisional -
Bulat -
SILINDER
Hyline 0
granulated -
detik
Assessment
1. Demam dengue
2. Gizi baik
Terapi
1. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
2. Infus D5 ns 90 ml/jam IV (maintenance)
3. Paracetamol (15mg/kgbb/kali) 500 mg/8 jam po
Plan
Cek lab evaluasi bila baik BLPL
Monitoring
KUVS/8 jam
BAB II
ANALISIS KASUS
Demam dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
Pada awal perjalanan penyakit infeksi dengue terkadang susah dibedakan dengan
penyakit yang memiliki gejala klinis demam lainnya sehingga diperlukan suatu tes yaitu uji
tourniquet untuk menunjang diagnosis penyakit ke arah infeksi dengue. Pada pasien ini
dilakukan uji tourniquet untuk melihat apakah adanya manifestasi perdarahan yang biasanya
terdapat pada infeksi dengue. Pada pasien ini didapatkan hasil positif pada uji tourniquet.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan demam mendadak sejak 3
hari SMRS yang dirasakan terus menerus, namun tidak diukur, menurun dengan obat penurun
panas dari klinik tapi naik kembali. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, mual, serta badan
terasa pegal. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien terlihat lemas, nafsu makan menurun
namun masih mau minum. Pasien dibawa ke klinik di dekat rumah dan diberikan 4 macam
obat serta dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil hemoglobin 13,8 g/dl, jumlah leukosit 3,8 ribu/ul, jumlah trombosit 146
ribu/ul, hematokrit 46,4%. Ibu pasien juga mengatakan bahwa seitar 1 minggu yang lalu,
terapat 2 orang tetangga yang menderita DBD dan dirawat di rumah sakit. Keadaan umum
pasien saat dibawa ke IGD RSDM tampak sakit sedang dengan kesan gizi baik (klinis). Dari
pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,2oC (per aksiler), tekanan darah 120/70 mmHg, nadi
113x/menit, laju nafas 26 x/menit, SiO2 98%,ADP teraba kuat, dan uji tourniquet (+).
Selain dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan uji laboratorium dengan
menggunakan sample darah pasien dan juga dilakukan foto rontgen thorax RLD. Hasil uji
laboratorium saat pasien datang ke IGD menunjukkan kadar leukosit dan trombosit pasien
yang turun yaitu 3.600/ul dan 116.000 ul. Hasil foto rontgen thorax RLD tidak ditemukan
adanya efusi pleura.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium di atas dapat
disimpulkan terdapat beberapa gejala klinis dan hasil laboratoris yang mendukung ke arah
Demam Dengue menurut klasifikasi WHO tahun 2011.
Setelah dilakukan diagnosis pada pasien dapat dilakukan tatalaksana sesuai dengan
Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2009, pasien tersebut dapat dirawat inap di pelayanan
kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Pasien tersebut memenuhi kriteria rawat inap
berupa adanya tanda klinis dan laboratoris pada demam dengue, yaitu demam tinggi medadak
hari ke 4, uji torniquet (+) serta terdapat penurunan jumlah trombosit. Tata laksana yang tepat
dan segera dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue (DBD).
Pengobatan pada saat dirawat inap pasien tersebut diberikan terapi penggantian cairan dan
terapi simptomatis. Terapi cairan meliputi jenis dan jumlah cairan yang diberikan. Cairan
kristaloid isotonik merupakan pilihan untuk pasien. Tidak dianjurkan pemberian cairan
hipotonik seperti NaCl 0,45 %, kecuali bagi pasien usia < 6 bulan. Dalam keadaan normal
setelah satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12 volume yang bertahan dalam ruang
intravascular sedangkan cairan isotonis volume yang bertahan, sisanya terdistribusi ke
ruang interseluler dan ekstraseluler. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, volume
cairan yang bertahan akan semakin berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan
pada pemberian cairan hipotonis. Pada pasien diberikan cairan infus asering (5ml/kg/jam)
260 ml/jam dikarenakan kondisi pasien masih stabil, tidak didapatkan tanda- tanda
syok.Selain dengan pemberian cairan melewati infus pasien juga dianjurkan untuk minum
yang cukup terutama minum cairan yang mengandung elektrolit. Pemberian cairan harus
diawasi supaya tidak terjadi overload cairan.
Pemberian obat simptomatis pada pasa pasien ini dapat diberikan antipiretik dengan
pilihan parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali apabila demam. Berat pasien 54 kg sehingga untuk
dosis parasetamol yang diberikan sebanyak 500 mg sekali minum. Parasetamol sebaiknya
diberikan hanya pada keadaan pasien demam (suhu > 38,5 C) dengan interval 8 jam.
Pemberian aspirin atau golongan NSAID serta ibuprofen tidak dianjurkan karena akan
memperparah manifestasi perdarahan pada pasien.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
c. Etiologi
Etiologi penyakit demam berdarah dangue adalah virus dangue termasuk family
flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe. Terdapat empat serotipe
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.
Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap suhu
dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN virionnya
tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung
dari lipid yang mengandung dua protein yaitu selubung protein E dan protein
membrane M. (Halstead ,2011).
d. Patofisiologi
Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous Infection
hyphotesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat ini masih dianut
sebagai konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan
menderita DHF apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue
yang berbeda dalam jangka waktu tertentu, yang berkisar antara 6 bulan sampai 5
tahun. Hipotesis lain yang menentangnya adalah hipotesis virulensi virus, menurut
hipotesis ini perbedaan virulensi serotipe virus dengue adalah penyebab terjadinya
DHF.
Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler), yang mengakibatkan
terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding
kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang otomatis jumlah trombosit
berkurang (trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang
dikarenakan kekurangan haemoglobin, plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa terjadinya
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) bersamaan dengan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit
menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak.
Sesuai dengan hipotesis secondary heterologous infection, pasien yang
mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai
risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk
kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag (respon antibodi anamnestik). Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3
dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok (Halstead,
2011).
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang
akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa seperti efusi pleura, asites
(Halstead, 2011).
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi
stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di
sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan
oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler (Halstead, 2011 Gubler dkk., 2014).
Patogenesis DBD menurut The Secondary Heterologous Dengue Infection Hypothesis
e. Klasifikasi
Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand karena pada
beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kriteria WHO 2009, SEARO
juga memperbaharui dalam mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut
berupa demam yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi
perdarahan, demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demamberdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-tanda syok,
demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan perluasan dari sindroma
dengue.
Tabel 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-SEARO
dibandingkan dengan WHO 2009
Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase
Management And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember
2012: 6-7
f. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan
suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus
Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara asimtomatik, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever atau dengue
shock syndrom. (Hadinegoro dkk., 2014)
Secara garis besar infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase :
1) Fase febris
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut biasanya
sekitar 2-7 hari dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada kulit, pegal pada
seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital, fotofobia, ruam
makulopapular yang timbul pada 1-2 hari dan kemudian menghilang tanpa bekas,
serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat nyeritenggorokan, faringitis, injeksi
konjungtiva.Diikuti dengan anoreksia mual serta muntah yang umumnya selalu
diderita pasien.Pada fase ini bila didapatkan tes torniquet (+) meningkatkan
kemungkinan infeksi dengue.
2) Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya hari ke 3-7
penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler bersamaan dengan
peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda awal dari fase kritis, periode
kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-48 jam yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit, diikuti dengan leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura dan asites. Syok
terjadi ketika terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosis
metabolik, DIC.
3) Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan terjadi
perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.
Gambar 3. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue
Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO,
2012
C. Pemeriksaan Laboratorium
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap
darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk mengikuti
perkembangan dan diagnosa penyakit.Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan
pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit
perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal
atau menurun.Pada pasien DHF didapatkan jumlah trombosit < 100.000 /l. Peningkatan
nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.(Gandasubrata, 1999).
Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan karena
limfosit merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal antigen secara spesifik
dan mampu membedakan penentu antigenik, sehingga respon imunnya bersifat spesifik.
Limfosit yang berstimulasi dengan antigen akan mengalami perubahan struktural dan
biokimia. Istilah yang biasa untuk menggambarkan perubahan morfologi tersebut antara
lain limfosit plasma biru, limfosit reaktif atau limfosit atipik (Gandasubrata, 1999).
Uji serologi ini merupakan konfirmatif adanya infeksi virus dengue.Antibodi
terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90
hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu
kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi
primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua.Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer
hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah demam hari kelima,
diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan
antibodi IgG dan IgM yang cepat (Groen, dkk. 2000).
Gambar 2. Perubahan Titer IgG dan IgM pada Infeksi Dengue
Tiga aspek utama yang harus dipertimbangkan untuk diagnosis dengue secara adekuat :
1. Virologi dan serologi yang berhubungan dengan waktu infeksi dengue
Masa inkubasi adalah 4-10 hari setelah digit oleh nyamuk, pada infeksi primer
viremia terjadi 1-2 hari sebelum mulainya demam sampai hari ke 4-5. Antibodi
spesifik Anti-dengue IgM dapat ditemukan saat hari ke 3-6, kemudian akan menetap
dengan kadar yang rendah sampai 3 bulan setelah demam. IgG akan meningkat pada
hari ke 9-10 yang kemudian akan bertahan dengan kadar rendah sampai 1 dekade
dan hal ini dapat mengetahui kemungkinan seseorang pernah terinfeksi dengue
sebelumnya.
2. Jenis metode diagnostik dalam kaitannya dengan manifestasi klinis
Klinis pada saat fase demam menunjukan sedang terjadinya viremia, beberapa
komponen virus terdapat dalam darah sehingga pilihan yang tepat adalah RT-PCR,
NS-1 Ag. Saat fase kritis dan penyembuhan dapat kita lihat IgM spesifik bisa
dengan menggunakan rapid Test, ELISA maupun haemagglutination inhibition
assay (HIA).
3. Karakteristik sampel klinis
Virus dengue yang labil mudah dinonaktifkan pada suhu di atas 30 C,
sehingga harus berhati-hati selama transportasi dan penyimpanan sampel.Sampel
serum yang dikumpulkan selama 4 hari pertama demam berguna untuk virus,
genom dan deteksi antigen dengue.Sampel harus cepat diangkut pada suhu 4 C ke
laboratorium dan diproses secepat mungkin.Serum steril tanpa antikoagulan
berguna.Jika spesimen pengiriman tidak dapat dilakukan dalam 24-48 jam pertama,
pembekuan pada -70 C dianjurkan.
D. Diagnosis Banding
Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki gejala mirip demam
dengue maupun severe dengue.
a. Influenza
b. Cikungunya
c. Infeksi primer HIV
d. SARS
e. Malaria
f. Demam tiroid
g. Hepatitis
h. Leptospirosis
E. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan
simtomatis.Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana
diperlukan.Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi
tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian
cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai (Hadinegoro dkk., 2014).
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan minum
masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberikan
obat panas paracetamol 10 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang jika simptom panas
masih nyata diatas 38,5 0C. Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah
kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa
menunjukkan penyulit lainnya.Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi
penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap. Pada
kasus DBD derajat I & II pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena
penderita ini mempunyai resiko terjadinya syok (Hadinegoro dkk., 2014).
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit
yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20%
dari harga normal, merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya
penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24
jam.Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri
perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita
dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah
sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti (Hadinegoro dkk., 2014).
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan seperti yang
digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan cairan) tetapi
tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan kembali dalam waktu 2-3
jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat
kebocoran plasma terjadi.Pemeriksaan hematokrit secara seri ditentukan setiap 4-6 jam
dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur agar
memperoleh jumlah cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian transfusi
berulang. Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti
yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran
(24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan faal
pernafasan (efusi pleura dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang
berakhir dengan edema (Hadinegoro dkk., 2014).
Jenis Cairan
1. Kristaloid
a. Ringer Laktat
b. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
c. 5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
d. 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali)
e. 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2. Koloidal
a. Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
b. Plasma
Kebutuhan Cairan
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan
dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat
diperhitungkan dari tabel berikut.
B e r a t b a d a n ( k g ) J u m l a h c a i r a n ( m l )
1 0 1 0 0 p e r k g B B
1 0 2 0 1000 + ( 50 x kg (di at as 10 kg) )
> 2 0 1500 + ( 20 x kg (di at as 20 kg) )
Tersangka DBD
Rawat Jalan
Minum banyak,
Parasetamol bila perlu
Kontrol tiap hari sp demam turun.
Bila demam menetap periksa Hb.Ht, Trombosit.
Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul tanda
syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit
perut, berat hitam, kencing berkurang
Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II
(Bagan 3)
DBD Derajat II
Perbaikan
PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAT III DAN IV
(Bagan 4)
DBD Derajat III & IV
G. Komplikasi
Penyebab komplikasi pada infeksi dengue adalah :
1. Kesalahan diagnosis pada primary Care sebagai pengobatan lini pertama
2. Ketidaktepatan monitoring dan misinterpretasi tanda-tanda vital
3. Kesalahan dalam monitoring terapi carang dan urine yang keluar
4. Keterlambatan dalam pengenalan tanda-tanda syok sehingga jatuh dalam keadaan
syok atau memperpanjang syok yang sudah terjadi
5. Keterlambatan dalam mengenal adanya perdarahan hebat
6. Terlalu sedikit atau terlalu banyak terapi cairan infus
7. Ketidakpedulian dalam tehnik aseptic dalam menangani pasien
H. Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakitnya, cepat tidaknya penanganan
diberikan, umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi penderita.Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik.DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong.Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-
50%.Tanda- tanda prognosis yang baik pada DSS adalah pengeluaran urine yang cukup
serta kembalinya nafsu makan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
tersebut didiagnosis dengan Demam Dengue , gizi baik, normoheight, normoweight.
2. Pada pasien tersebut telah dilakukan penanganan yang tepat sesuai dengan Pedoman
Diagnosis dan Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak (IDAI) tahun 2009.
B. Saran
1. Setelah pasien diperbolehkan pulang, sebaiknya dilakukan follow up kembali untuk
mengevaluasi hasil pengobatan.
2. Perlu edukasi pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan dan diri
sendiri untuk mencegah terjadinya sakit yang berulang, melakukan 3M plus, dan
segera membawa ke layanan kesehatan keluarga yang memiliki keluhan demam agar
segera mendapatkan penatalaksanaan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control. 2000. CDC growth charts: United States. Advance data, 314.
Gandasubrata, R. 1999. Penuntun laboratorium klinik. PT. Dian Rakyat: Jakarta.
Groen, dkk.2000.Evaluation of Six Immunoassays for Detection of Dengue Virus-Specific
Immunoglobulin M and G Antibodies. Clinical and Diagnostic Laboratory
Immunology.Nov.p.867-871.
Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. 2014.Dengue and dengue
hemorrhagic fever.CABI.
Hadinegoro, SR, Moedjito, I dan Chairulfatah, A. 2014.Pedoman Diagnosis dan Tata
Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014.Jakarta : Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1-69
Halstead, SB. 2011.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever.Dalam : Nelson
Textbook of Pediatrics.19th ed. Kliegman, et al Philadelphia: Elsevier; 1134-6.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. IDAI: Jakarta
World Health Organization. 2011a. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and expanded edition. WHO
1-45
World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011b.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and DengueHemorrhagic
Fever. WHO: India