PENDAHULUAN
1
Hal inilah yang menjadi dasar bahwa sangat dibutuhkan suatu solusi
yang tepat untuk menanggulangi banjir salah satunya yaitu dengan cara membuat
sistem polder pada kawasan komplek Museum Bank Indonesia. Sistem polder
yang baik adalah sistem polder yang mampu menampung dan mengolah air
hujan dan kemudian membuang air hujan tersebut ke tempat pembuangan. Di
mana kelebihan limpasan permukaan dari sistem polder pada suatu daerah
layanan tertentu tidak menimbulkan dampak negatif berupa banjir pada daerah
layanan yang lain. Dengan demikian, alternatif penyelesaian ini dapat
direkomendasikan untuk daerah-daerah yang keadaan topografinya berelevasi
rendah, misalnya di kawasan Museum Bank Indonesia.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Polder adalah suatu kawasan atau lahan reklamasi dengan kondisi awal
mempunyai muka air tanah tinggi yang diisolasi secara hidrologis dari daerah di
sekitarnya dan kondisi muka air (air permukaan dan air tanah) dapat dikendalikan.
Kondisi lahannya sendiri dibiarkan pada elevasi asalnya atau sedikit ditinggikan.
Polder juga bisa diartikan adalah sebidang tanah yang rendah, dikelilingi
oleh embankment/ timbunan/ tanggul yang membentuk semacam kesatuan
hidrologis buatan, yang berarti tidak ada kontak dengan air dari daerah luar selain
yang dialirkan melalui perangkat manual.
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan
bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air,
yang dikendalikan sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder,
maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air,
debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh
karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali.
Sifat-sifat dari polder dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Polder merupakan daerah yang mana air yang berasal dari luar kawasan tidak
boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air rembesan) pada
kawasan itu sendiri yang dikumpulkan.
2. Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah
tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada
pembuangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran
ke luar.
3. Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah permukaan)
tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai
berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat lahan, iklim, dan tanaman.
3
2.2 Komponen-Komponen Sistem Polder
Komponen-komponen dari suatu sistem polder dapat dijelaskan sebagai
berikut ini adalah:
1. Jaringan Drainase
Drainase adalah istilah yang digunakan untuk sistem penanganan kelebihan
air. Khusus istilah drainase perkotaan, kelebihan air yang dimaksud
adalah air yang berasal dari air hujan. Kelebihan air hujan pada suatu
daerah, tentunya dapat menimbulkan masalah, sehingga harus dibangun
saluran drainase yang cukup besar sesuai dengan debit banjir yang ada
sehingga tidak menimbulkan genangan. Dalam artian daerah dengan sistem
polder, dengan adanya sistem drainase perkotaan sangat dibutuhkan untuk
mengeringkan suatu area tersebut.
Pada suatu sistem drainase perkotaan terdapat jaringan saluran drainase yang
merupakan sarana drainase lateral berupa pipa, saluran tertutup dan saluran
terbuka. Berdasarkan cara kerjanya saluran drainase terbagi dalam beberapa
jenis, yaitu saluran pemotong, saluran pengumpul dan saluran pembawa.
a. Saluran Pemotong (interceptor) adalah saluran yang berfungsi sebagai
pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap
daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan
pada bagian yang relatif sejajar dengan bangunan kontur.
b. Saluran Pengumpul (collector) adalah saluran yang berfungsi sebagai
pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil
dan akhirnya akan dibuang ke saluran pembawa. Letak saluran
pembawa ini di bagian terendah lembah ini suatu daerah sehingga
secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang
saluran yang ada.
c. Saluran Pembawa (conveyor) adalah saluran yang berfungsi sebagai
pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa
membahayakan daerah yang dilalui. Sebagai contoh adalah saluran
banjir kanal atau saluran by pass yang bekerja khusus hanya
mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan.
Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik,
4
diperlukan bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis
bangunan pelengkap itu adalah :
a. Bangunan Silang; misalnya gorong-gorong atau siphon.
b. Bangunan Pintu Air; misalnya pintu geser atau pintu otomatis.
c. Bangunan Peresap (infiltrasi); misalnya sumur resapan.
Semua bangunan yang disebutkan di atas tidak selalu harus ada pada setiap
jaringan drainase. Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang
biasanya dipengaruhi oleh fungsi saluran, tuntutan akan kesempurnaan
jaringannya, dan kondisi lingkungan.
2. Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau
daerah atau wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi, agar dapat
terlindungi dari pengaruh luar atau sesuatu yang dapat membahayakan
daerah yang berada diluarnya, apabila melimpas keluar dari tempatnya.
Dalam bidang perairan, laut dan badan air merupakan daerah yang
memerlukan tanggul sebagai pelindung di sekitarnya. Jenis- jenis tanggul,
antara lain: tanggul alamiah, tanggul timbunan, tanggul beton dan tanggul
infrastruktur.
Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah
dari bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai di
pinggiran sungai secara memanjang. Tanggul timbunan adalah tanggul yang
5
sengaja dibuat dengan menimbun tanah atau material lainnya, di pinggiran
wilayah. Contohnya tanggul timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut.
Tanggul beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran
perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan kuat. Contohnya tanggul
bendung, dinding penahan tanah (DPT). Tanggul infrastruktur adalah sebuah
struktur yang didesain dan dibangun secara kuat dalam periode waktu yang
lama dengan perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, sehingga
seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.
3. Kolam retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat
menampung atau meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan
pelapis dinding dan dasar kolam. Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2
macam, yaitu kolam alami dan kolam non alami.
Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan
yang sudah terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi
aslinya atau dilakukan penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam
jenis ini memadukan fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan
penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Kolam jenis
alami ini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga dapat
meresapkan pada lahan atau kolam pervious, misalnya lapangan sepak bola
(yang tertutup oleh rumput), danau alami, yang terdapat di taman rekreasi
dan kolam rawa.
Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain
dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan
sebelumnya dengan lapisan bahan material yang kaku, seperti beton. Pada
kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet harus dapat menampung air
sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga dapat
mengurangi debit banjir puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga
kolam berfungsi sebagai tempat mengurangi debit banjir dikarenakan adanya
penambahan waktu konsentrasi air untuk mengalir dipermukaan. Kapasitas
kolam retensi yang dapat menampung volume air pada saat debit banjir
puncak, dihitung dengan persamaan umum seperti di bawah ini :
6
4. Stasiun Pompa
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk
mengeluarkan air yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction
jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah
memindahkan air dari kolam tampungan dengan menggunakan sumber
tenaga, baik itu listrik atau diesel atau solar. Air dapat dibuang langsung ke
laut atau sungai atau banjir kanal yang bagian hilirnya akan bermuara di laut.
Biasanya pompa digunakan pada suatu daerah dengan dataran rendah atau
keadaan topografi atau kontur yang cukup datar, sehingga saluran-saluran
yang ada tidak mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas
pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa harus disesuaikan dengan
volume layanan air yang harus dikeluarkan. Pompa yang menggunakan
tenaga listrik, disebut dengan pompa jenis sentrifugal, sedangkan pompa
yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar solar adalah pompa
submersible.
7
setempat. Banyak tanggul laut harus dibuat pada lokasi yang kondisi tanahnya
sangat lunak, sehingga risiko kegagalan lereng (slope failure) sering terjadi.
2. Penurunan tanah
Banyak sistem polder yang dikembangkan di daerah endapan alluvial, dengan
kondisi tanah lunak yang cukup tebal, sehingga penurunan jangka panjang
akibat proses konsolidasi sangat berpengaruh terhadap elevasi akhir, dan
dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan-bangunan.
3. Konservasi pantai
Kawasan pantai merupakan daerah yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Keanekaragaman pemanfaatan kawasan pantai yang
melibatkan berbagai pihak dapat menimbulkan konflik dan permasalahan
bagi pengguna maupun pengambil keputusan. Perencanaan setiap prasarana
harus dilakukan secara terpadu/integral.
4. Manajemen polder
Sistem polder merupakan bangunan yang beresiko tinggi, sehingga perlu
manajemen yang memadai. Manajemen polder yang menyangkut operasi dan
pemeliharaan, ditujukan untuk mencegah penurunan fungsi dari semua
elemen yang ada di dalam sistem polder yang meliputi tanggul, jaringan
drainase, kolam tandon, stasiun pompa, dan receiving waters.
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
3.2 Kondisi Sistem Drainase
Kondisi saluran drainase pada Museum Bank Indonesia sudah tidak
mampu lagi menanggulangi banjir jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
Hal ini terjadi pada tahun 2002 yaitu pada saat terjadi banjir yang terjadi di
sebagian besar kawasan DKI Jakarta karena curah hujan yang sangat tinggi.
Banjir tersebut menggenangi Museum Bank Indonesia dengan ketinggian air
mencapai 60 cm.
10
Untuk menghasilkan suatu sistem polder yang baik, selain faktor di atas
diperlukan perencanaan kapasitas pompa yang bertujuan untuk mengendalikan
elevasi air, dan volume air di kolam penampungan. Selain saluran drainase dan
pompa, perlu ditinjau pula perencanaan volume tampungan yang berfungsi
untuk menampung kelebihan air yang berasal dari saluran drainase perkotaan.
1. Dimensi Saluran
Untuk melakukan pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia dengan
bantuan program XP SWMM maka dihasilkan saluran dengan spesifikasi
sebagai berikut:
a. Saluran Primer
Saluran primer merupakan saluran pengumpul dari semua saluran yang
terdapat pada sistem polder. Saluran primer yang dipakai pada
polder Museum Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U
Ditch dengan dimensi 40 cm x 60 cm. Pada sistem polder Museum
Bank Indonesia digunakan saluran trotoar yang letaknya tepat di sebelah
timur Museum Bank Indonesia. Saluran tersebut berfungsi
sebagai saluran pembuang air hujan ke Kali Krukut. Saluran trotoar
tersebut berbentuk persegi dan mempunyai ukuran 100 cm x 100 cm.
Saluran Terbuka
Box Culvert
11
Pada saluran primer kecepatan aliran yang didapat berkisar antara
0,75 m/s - 1,2 m/s.
b. Saluran Sekunder
Saluran sekunder merupakan saluran yang berfungsi sebagai saluran
pengumpul dari saluran tersier untuk kemudian dialirkan menuju saluran
primer. Saluran sekunder yang dipakai pada polder Museum Bank
Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan
dimensi 40 cm x 40 cm.
Box Culvert
Pada saluran sekunder kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,6
m/s - 1,1 m/s.
c. Saluran Tersier
Saluran tersier pada sistem polder Museum Bank Indonesia berfungsi
sebagai saluran penerima air hujan yang berasal dari talang air. Saluran
tersier yang dipakai pada polder Museum Bank Indonesia berupa saluran
terbuka berbentuk U Ditch dengan dimensi 30 cm x 40 cm.
Box Culvert
Pada saluran tersier kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,4 m/d
- 0,5 m/d. Pada saluran-saluran tersebut akan ditutupi dengan grill
(penutup dari bahan besi) dengan tujuan menghindari adanya kecelakaan.
12
2. Kolam Tampungan
Kolam tampungan merupakan kolam yang berfungsi untuk menampung air
yang berasal dari air hujan yang ditampung dan dialirkan oleh saluran
drainase. Kolam tampungan harus mampu menampung air tersebut untuk
waktu yang terbatas sampai air tersebut dibuang ke tempat pembuangan oleh
pompa. Volume kolam tampungan yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebesar 240 m3, dengan ukuran 80 m2 x 3 m. Pada Museum Bank
Indonesia, kedalaman kolam tampungan yang dipakai adalah 3 m karena pada
Museum Bank Indonesia kegiatan yang diijinkan untuk melakukan aktifitas
penggalian hanya diperbolehkan sampai kedalaman 3 m - 5 m.
Pembatasan aktifitas penggalian tersebut dikarenakan telah terjadinya
penurunan tanah pada Museum Bank Indonesia sehingga dikawatirkan
apabila penggalian yang terlalu dalam dapat mengakibatkan kerusakan pada
bangunan sekitar.
3. Pintu Klep
Pada sistem polder Museum Bank indonesia juga digunakan pintu klep
(pintu pengatur) untuk menghindari terjadinya aliran balik. Penggunaan pintu
manual untuk sistem drainase atau pengendalian banjir sudah tidak populer
lagi dikarenakan banyaknya kekurangan yaitu sebagai berikut:
a. Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi
tengah malam.
b. Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat
memakan waktu dan hal ini dapat menimbulkan banjir. Pemasangan
pintu klep pada Museum Bank Indonesia dipergunakan untuk
menutup saluran gorong-gorong yang digunakan sebagai alat
pembuang air secara gravitasi.
13
Pintu Klep
4. Kapasitas Pompa
Banjir genangan merupakan kondisi banjir yang terjadi karena air hujan
yang tidak dapat dikeluarkan dengan baik dari sistem. Sistem polder adalah
suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik
yang meliputi drainase, kolam retensi, pompa air dan pintu air, sebagai satu
kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir harus
dibatasi dengan jelas, sehingga jumlah air yang harus dikeluarkan dari
sistem dapat dikendalikan.
Konsep sistem polder sangat sesuai untuk diterapkan dalam menanggulangi
banjir genangan. Upaya penanggulangan banjir genangan seperti ini pada
dasarnya ada dua upaya, yaitu:
14
a. Menambah tampungan (storage) dengan cara memperbesar
dimensi kolam tampungan agar air hujan dapat tertampung sementara;
dan
b. Memasang pompa untuk mengeluarkan air dari sistem.
Permasalahannya adalah berapa volume tampungan, berapa kapasitas
pompa yang harus dipasang; dan bagaimana kombinasi antara kedua upaya
tersebut. Penentuan kapasitas pompa pada suatu sistem polder dengan
diketahui hujan rencana dan kapasitas tampungan yang ada. Sebagai
pendekatan awal, kapasitas pompa dianalisis secara grafis terhadap Kurva
Limpasan Permukaan fungsi waktu dikurangi besarnya Kapasitas tampung
dari tampungan memanjang / saluran primer dan kolam.
Berikut ini adalah hasil simulasi sistem polder Museum Bank Indonesia
untuk mendapatkan perkiraan kapasitas pompa yang digunakan. Untuk
mendapatkan grafik kapasitas pompa, maka simulasi harus dilakukan
setiap 2 jam dengan program XP SWMM. Pada simulasi ini tidak
dipergunakan alat pembuang pada sistem polder.
15
Volume Tampungan Rencana dan Eksisting
Tampungan Rencana Tampungan
Jam Ke-
(m3) Eksisting
0 210,276 (
138,8
m
15
2 1919,965 138,8
3)
4 2354,113 15
138,8
6 2642,282 15
138,8
8 2794,873 15
138,8
10 2932,693 15
138,8
12 3070,442 15
138,8
14 3145,594 15
138,8
16 3211,623 15
138,8
18 3277,508 15
138,8
20 3343,388 15
138,8
22 3424,381 15
138,8
24 3490,564 15
138,8
26 3501,737 15
138,8
28 3501,988 15
138,8
30 3501,989 15
138,8
15
Q
Kapasitas pompa =
t
Dimana:
Q = perubahan kapasitas yang terjadi pada sistem (m3)
t = lamanya puncak waktu limpasan (detik)
16
Dengan menggunakan data tersebut, maka di dapat grafik kapasitas pompa
beserta besar kapasitas pompa yang digunakan.
Q
Kapasitas pompa tampungan rencana = = (2000 210,276) / (2*3600)
t
= 0,25 m3/s
17
Skematisasi Sistem Polder Museum Bank Indonesia
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang ada, dapat disimpulkan bahwa drainase sangat
diperlukan dalam kehidupan karena memiliki banyak kegunaan terutama di daerah
perkotaan yang rawan terjadi banjir ketika musim hujan. Salah satu bentuk inovasi
dari suatu sistem drainase ialah drainase dengan sistem polder, yaitu suatu cara
penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik, yang meliputi
saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu
kesatuan pengelolaan. Aspek-aspek teknik dari suatu sistem polder yaitu adanya
pembangunan tanggul laut, penurunan tanah, konservasi pantai, dan manajemen
polder.
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan perkotaan dan permasalahan banjir
yang makin meningkat pula maka pengelolaan drainase perkotaan harus
dilaksanakan secara menyeluruh. Pembangunan sistem drainase perkotaan harus
memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang didasarkan
pada konsep berwawasan lingkungan. Salah satu contohnya adalah sistem
drainase dengan sistem polder pada Museum Bank Indonesia yaitu kapasitas
pompa yang direncanakan pada pemodelan ini sebesar 0,25 m 3/s. Pompa yang
dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia berjumlah 2 (dua) buah.
Kapasitas pompa tersebut didapat berdasarkan hasil simulasi dengan curah hujan
25 tahunan dan volume kolam tampungan (storage) 240 m3.
4.2 Saran
Drainase yang sudah ada harus dijaga kebersihannya, jangan digunakan
untuk membuang sampah. Begitu juga untuk tampungan air tersebut jangan
beralih fungsinya dari yang semula sebagai tempat penampungan air, sekarang
telah banyak menjadi tempat-tempat pusat perbelanjaan dan perdagangan.
Drainase sangat bermanfaat dan berperan aktif bagi kehidupan manusia. Ketika
19
musim penghujan sistem ini akan membantu menampung air hujan, sehingga
tidak terjadi luapan air yang nantinya menimbulkan banjir.
20
21