Anda di halaman 1dari 32

1

1. Latar Belakang

Kewirausahaan merupakan topik yang penting untuk dibahas, karena

banyak penelitian menemukannya kewiraswastaan adalah salah satu yang paling

penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara melalui Inovasi, pekerjaan, dan

kesejahteraan (Patricia & Silangen, 2016)

Menurut Joko Widodo, presiden Indonesia, mengatakan bahwa peran

pengusaha bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi nasional jika mereka diberi

kesempatan untuk mengembangkan diri dan bisnis mereka Pada tahun 2018, jumlah

pengusaha di indonesia hanya sekitar 1,65 persen dari populasi. (Patricia & Silangen,

2016)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh The Global Kewirausahaan dan

Pembangunan Institut untuk mengukur kewirausahaan Kesehatan ekosistem,

Indonesia masuk peringkat 103 dari 132 negara di dunia. Hal ini merupakan tanda

positif sejak di tahun sebelumnya Indonesia hanya berada di peringkat 120 out of 130

negara. Meskipun ada keuntungan besar di peringkat untuk Indonesia, global Indeks

kewiraswastaan hanya meningkat sebesar 1,72. Ini berarti bahwa pengembangan

kewirausahaan di Indonesia adalah ambang terbatas. Oleh karena itu, promosi

kewiraswastaan ini penting dan sudah menjadi yang utama Perhatian pemerintah

beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan itu merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi Niat kewirausahaan (Fayolle & Gailly, 2013;

Peterman & Kennedy, 2003; Zhang et al., 2013) Selain pendidikan kewirausahaan,

Penelitian lain juga menemukan bahwa dirasakan Kelayakan, perceived desirability,


2

dan Paparan kewiraswastaan sebelumnya adalah berhubungan positif dengan niat

kewirausahaan

Penelitian ini akan menguji semua variabel yang disebutkan di atas dan

melihat dampaknya terhadap niat wirausaha mahasiswa dari Jurusan yang berbeda,

studi ini juga akan meneliti mengenai efek moderat dari antusiasme dosen yang

dirasakan siswa, pengaruh sosial teman sekelas, jenis kelamin, dan kewiraswastaan

pra-pendidikan.

Niat dikombinasikan dengan pendidikan berwirausaha untuk mempengaruhi

niat wirausaha. Dalam penelitian ini, menggunakan Universitas Sugijapranata

Semarang sebagai objek penelitian dan memiliki siswa dari berbagai jurusan yang

berbeda. Dengan sebuah pemahaman niat kewirausahaan mahasiswa, maka akan

dapat memprediksi apakah mahasiswa tersebut akan mengambil tindakan nyata

untuk memasukkan ide bisnis baru mereka ke dalam realisasi.

Setiap orang harus bersedia menanggung risiko menjadi pengusaha untuk

bertindak atas kelayakan dan keinginan yang dirasakan. Mereka yang memiliki sense

of self efficicacy (Keinginan) dapat ditarik ke wirausaha lebih dari sekedar bekerja

Lainnya. Dalam kondisi menjadi seorang wirausaha, orang harus juga memutuskan

apakah mereka percaya bahwa mereka memiliki keterampilan dan kemampuan yang

dibutuhkan (feasibility) (Fitzsimmons & Douglas, 2011).

Orang tua sebagai pemilik bisnis dapat mempengaruhi dan memotivasi

anak-anak mereka dalam berwirausaha. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga

lingkungan bisnis secara spontan terkena atmosfir kewirausahaan dengan cara


3

melihat, mendengar, merasakan, mengetahui, dan memahami kewirausahaan nyata,

karena orang tua sering mengajarkan anak mereka keterampilan, nilai dan keyakinan

yang relevan itu dibutuhkan untuk membangun bisnis sendiri. Zhang et al. (2013)

mengharapkan teman, saudara, majikan, atau diri juga bisa berperan sebagai peran

model dan secara positif membaurkan mereka pengetahuan kewirausahaan yang

mungkin mempengaruhi niat kewirausahaan seseorang.

Hasil penelitian ini bisa jadi digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi niat kewirausahaan dan berkontribusi pada pembentukan

pengusaha sehingga strategi terbaik bisa diimplementasikan untuk meningkatkan

angka pengusaha di indonesia.

Minat berwirausaha menurut Fuadi (2009) adalah keinginan, ketertarikan,

serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berusaha secara

maksimaluntuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan resiko

yang akan terjadi, serta berkemauan keras untuk belajar dari kegagalan. Dalam

penelitian Mahesa (2012) tentang minat dan wirausaha di atas, minat berwirausaha

adalah kecenderungan hati dalam diri subyek untuk tertarik menciptakan suatu usaha

yang kemudian mengorganisir, mengatur, menanggung risiko dan mengembangkan

usaha yang diciptakannya tersebut.

Menurut Fatrika, et. al. (2009) minat berwirausaha tidak dibawa sejak lahir

namun berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-

faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha meliputi karakteristik (jenis kelamin

dan usia), lingkungan (lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan


4

masyarakat), kepribadian (ektraversi, kesepahaman / Agreebleeness, berani

mengambil resiko, kebutuhan berprestasi dan independen, evaluasi diri serta

overcon_dence / kepercayaan diri yang lebih) dan motif berwirausaha (bekerja dan

penyaluran ide kreatif).

Subandono (2007), mengemukakan bahwa minat wirausaha adalah

kecenderungan hati dalam diri subjek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang

kemudian memgorganisir, mengatur, menanggung risiko dan mengembangkan usaha

yang diciptakannya tersebut.

Menurut (Suryana, 2006), seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan

dapat mengembangkan bakatnya melalui pendidikan. Mereka yang menjadi

wirausaha adalah orang-orang yang mengenal potensi dan belajar

mengembangkannya untuk menangkap peluang serta mengorganisasi usaha dalam

mewujudkan cita-citanya.

Dari penjelasan diatas maka mahasiswa akan mempunyai suatu dorongan

yang kuat untuk berwirasusaha apabila seseorang atau mahasiswa mempunyai minat

berwirausaha yang lebih besar. Dengan adanya minat tersebut, maka akan mendorong

mahasiswa untuk melakukan suatu hal terntu yang didalamnya terkandung suatu

motivasi yang menyebabkan melakukan suatu hal atau aktivitas sesuai dengan tujuan.

Dengan demikian, dengan adanya dorongan yang kuat maka sesuatu cita-cita atau

keinginan untuk berwirausaha akan bias terwujud sehingga apabila keinginan tersebut

sudah terpenuhi maka akan timbul suatu kepuasan, yang dimana kepuasan itu sendiri

sifatnya menyenangkan.
5

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh

Patricia et. Al (2016). Perbedaan dalam penelitian tersebut terletak pada obyek

penelitian.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Pengaruh pendidikan kewiraswastaan terhadap Minat Wirausaha

(Studi Pada Mahasiswa Unika Semarang)

1.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimanakah Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Wirausaha

(Studi Pada Mahasiswa Universitas Katholik Soegijaprana Semarang)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : untuk mengetahui

Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Wirausaha (Studi Pada

Mahasiswa Universitas Katholik Soegijaprana Semarang)


6

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk:

A. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk memperluas wawasan dan ilmu

pengetahuan tentang berbagai macam hal yang mempengaruhi keinginan

seseorang untuk menjadi wirausahawan (entrepreneur).

B. Kegunaan Praktisi

a. Bagi Penulis

Dapat menjadi tambahan wawasan dalam hal kewirausahaan dan semakin

mengetahui berbagai macam hal yang melatar belakangi keinginan

berwirausaha. Penelitian ini juga memberi manfaat berupa praktik langsung

dari segala teori lingkungan internal dan lingkungan eksternal, teori

kewirausahaan serta pendidikan analisis yang selama ini didapatkan,

khususnya dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia.

b. Bagi Siswa

Memperoleh ilmu tentang kewirausahaan dan menginspirasi siswa

untuk melakukan kegiatan usaha sedini mungkin.

c. Bagi Universitas

Memberi pengetahuan kepada pihak universitas tentang pentingnya

membentuk lingkungan dan budaya kewirausahaan dalam lingkup sekolah.

d. Bagi Masyarakat Luas


7

Sebagai salah satu sumber informasi tentang faktor-faktor yang

menimbulkan minat orang untuk berwirausaha serta pentingnya wirausaha itu

sendiri ditanamkan sejak sedini mungkin.

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kewirausahaan

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kewirausahaan

Kewirausahaan didefinisikan sebagai Proses, dibawa oleh perorangan, dari

mengidentifikasi kewiraswastaan baru kesempatan dan mengubahnya menjadi Produk

atau layanan yang dapat dipasarkan (Schaper, Volery, Weber, & Lewis,

2010).Menurut Bird (1988), intensionalitasnya adalah keadaan pikiran mengarahkan

seseorang perhatian, yang mengarah pada pengalaman dan tindakan untuk mencapai

sesuatu.

Niat kewirausahaan adalah keadaan pikiran bahwa orang ingin membuat firma

baru Atau driver nilai baru di dalam yang ada Organisasi. Ini adalah kekuatan

pendorong aktivitas kewirausahaan (Wu et al., 2008). Studi paling populer yang

menjelaskan Model niat kewirausahaan itu teori perilaku terencana yang diajukan

oleh Ajzen (1991) dan model Shapero Acara kewirausahaan (Fitzsimmons &

Douglas, 2011; Lee et al., 2011; Zhang et Al., 2013). Acara wirausaha model melihat

niat untuk memulai yang baru Usaha tergantung pada tiga hal, yaitu persepsi

keinginan, kelayakan, dan kecenderungan untuk bertindak. Sebaliknya, teori perilaku

terencana menguraikan hal itu sikap terhadap tindakan, norma sosial, dan kontrol
8

perilaku yang dirasakan adalah tiga faktor kunci yang mempengaruhi niat individu

untuk melakukan yang diberikan tingkah laku. Kedua model ini telah diuji dan

terbukti memiliki signifikan efek dalam memprediksi niat kewirausahaan (Krueger et

al., 2000).

Orang mendapatkan pengetahuan, berkembang kemampuan, dan memiliki lebih

banyak kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka melalui pendidikan.

Di negara maju seperti Indonesia, menciptakan dan mengelola bisnis membutuhkan

keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan formal dan pelatihan. Itulah

sebabnya pendidikan memainkan peran penting dalam mengajar dan

mengembangkan keterampilan wirausaha (cs et al., 2016). Pelajaran sebelumnya

juga menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan memiliki efek positif terhadap

niat kewirausahaan (Bae, Qian,Miao, & Fiet, 2014; Fayolle & Gailly, 2013; Zhang et

al., 2013).

2.1.2 Minat Wirausaha

Minat (interest) merupakan tingkat kegairahan yang menyertai perhatian

khusus maupun terus menerus kepada suatu objek, peristiwa atau topik tertentu minat

sangat dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu: variabel sikap dan norma subyektif.

Dengan kata lain, gabungan dari variabel sikap dan norma subyektif tidak akan

langsung mempengaruhi perilaku, melainkan beroperasi terlebih dahulu melalui

minat, dan minat inilah yang akan berpengaruh langsung pada perilaku (Setiawan,

2001).
9

Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau

aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan

suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau

dekat hubungan tersebut, maka semakin besar minatnya (Djaali, 2008). Jika

seseorang telah melaksanakan kesungguhannya kepada suatu objek maka minat ini

akan menuntun seseorang untuk memperhatikan lebih rinci dan mempunyai

keinginan untuk ikut atau memiliki objek tersebut.

Minat merupakan salah satu aspek psikis manusia yang mendorongnya untuk

memperoleh sesuatu atau untuk mencapai suatu tujuan, sehingga minat mengandung

unsur keinginan untuk mengetahui dan mempelajari dari sesuatu yang diinginkannya

itu sebagai kebutuhannya. Minat merupakan suatu keinginan yang cenderung

menetap pada diri seseorang untuk mengarahkan pada suatu pilihan tertentu sebagai

kebutuhannya, kemudian dilanjutkan untuk diwujudkandalam tindakan nyata dengan

adanya perhatian pada objek yang diinginkannya itu untuk mencari informasi sebagai

wawasan bagi dirinya (Febri, 2012).

Minat merupakan keadaan psikis yang timbul dari dalam diri seseorang

dimana cenderung lebih suka dan lebih tertarik oleh suatu objek, serta menginginkan

objek tersebut tanpa adanya keterpaksaan. Minat menimbulkan keinginan untuk

mengetahui dan mempelajari suatu objek tertentu dengan perasaan senang dan berniat

untuk mewujudkannya sebagai pilihan hidup. Menurut Fuadi (2009) minat

berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan, serta kesediaan untuk bekerja keras atau

berkemauan keras untuk berusaha secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan


10

hidupnya tanpa merasa takut dengan resiko yang akan terjadi, serta berkemauan keras

untuk belajar dari kegagalan.

Minat wirausaha adalah gejala psikis untuk memusatkan perhatian dan

berbuat sesuatu terhadap wirausaha itu dengan perasaan senang karena membawa

manfaat bagi dirinya. Santoso (1939) menegaskan minat berwirausaha

adalahkeinginan, ketertarikan serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan

keras untuk berdikari atau berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa

takut dengan risiko yang akan terjadi, serta senantiasa belajar dari kegagalan yang

dialami.

Menurut Suryana (2006) para ahli mengemukakan bahwa seseorang yang

memiliki minat berwirausaha karena adanya suatu motif, yaitu motif berprestasi.

Motif berprestasi adalah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk

mencapai hasil terbaik guna mencapai kepuasan pribadi (Gede, 1980).

Faktordasarnya adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Menurut penelitian

Mahesa (2012) tentang minat dan wirausaha di atas, minat berwirausaha adalah

kecenderungan hati dalam diri subyek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang

kemudian mengorganisir, mengatur, menanggung risiko dan mengembangkan usaha

yang diciptakannya tersebut.

Menurut Fatrika, et. al. (2009) minat berwirausaha tidak dibawa sejak lahir

namun berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Faktorfaktor yang mempengaruhi minat berwirausaha meliputi karakteristik (jenis

kelamin dan usia), lingkungan (lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan,


11

lingkungan masyarakat), kepribadian (ektraversi, kesepahaman / Agreebleeness,

berani mengambil resiko, kebutuhan berprestasi dan independen, evaluasi diri serta

overcon_dence / kepercayaan diri yang lebih) dan motif berwirausaha (bekerja dan

penyaluran ide kreatif). Seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan dapat

mengembangkan bakatnya melalui pendidikan. Mereka yang menjadi wirausaha

adalah orang-orang yang mengenal potensi dan belajar mengembangkannya untuk

menangkap peluang serta mengorganisasi usaha dalam mewujudkan cita-citanya

(Suryana, 2006).

Siswa akan mempunyai dorongan yang kuat untuk berwirausaha apabila

menaruh minat yang besar terhadap kegiatan wirausaha. Dengan adanya minat akan

mendorong siswa untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, karena di dalam minat

terkandung unsur motivasi atau dorongan yang menyebabkan siswa melakukan

aktivitas sesuai dengan tujuan. Kuatnya dorongan bagi diri seseorang dapat

berubahubah sewaktu-waktu. Perubahan tersebut terjadi karena kepuasan kebutuhan

yakni seseorang telah mencapai kepuasan atas kebutuhannya. Dengan demikian

dorongan kuat untuk melakukan kegiatan berhubungan dengan pemenuhan

kebutuhan. Apabila kebutuhan terpenuhi, maka akan timbul kepuasan,sedangkan

kepuasan itu sendiri sifatnya menyenangkan. Hal ini berarti bahwa dorongan untuk

berhubungan lebih aktif dengan obyek yang menarik ini disertai dengan perasaan

senang (Andrie, 2010).

2.1.3 Pendidikan Kewirausahaan


12

Redja Mudyaharjo (2012: 11), pendidikan merupakan usaha sadar yang

dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang

hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam

berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Pendidikan yang

dimiliki seseorang memiliki pengaruh terhadap pengetahuan dan keahlian seseorang.

Menurut Soekidjo Notoatmojo (2003: 16), pendidikan adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau

masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan.

Menurut Sugihartono dkk. (2007: 3), pendidikan adalah suatu usaha yang

dilakukan secara sadar untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu

maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan sehingga mempunyai kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap segala

perbuatannya. Menurut Retno dan Trisnadi (2012), pendidikan kewirausahaan adalah

proses pembelajaran untuk mengubah sikap dan pola pikir mahasiswa terhadap

pemilihan karir berwirausaha. Mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah

kewirausahaan akan memiliki nilai-nilai hakiki dan karakteristik kewirausahaan

sehingga akan meningkatkan minat serta kecintaan mereka terhadap dunia

kewirausahaan.

Menurut Buchori (2011: 6), pendidikan dan pelatihan kewirausahaan

bertumbuh pesat di Eropa dan Amerika Serikat baik ditingkat kursus-kursus ataupun
13

di Universitas. Mata kuliah kewirausahaan diberikan dalam bentuk kuliah umum,

ataupun dalam bentuk konsentrasi program studi. Beberapa mata kuliah yang

diberikan memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

a. Mengerti apa peran perusahaan dalam sistem perekonomian.

b. Keuntungan dan kelemahan berbagai bentuk perusahaan.

c. Mengetahui karakteristik dan proses kewirausahaan

d. Mengerti perencanaan produk dan proses pengembangan produk

e. Mampu mengidentifikasi peluang bisnis dan menciptakan kreativitas serta

membentuk organisasi kerjasama

f. Mampu mengidentifikasi dan mencari sumber-sumber

g. Mengerti dasar-dasar marketing, financial, organisasi, produksi

h. Mampu memimpin bisnis dan menghadapi tantangan masa depan.

Zimmerer, Scarborough dan Wilson (2008: 20), menyatakan bahwa salah satu

faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan disuatu negara terletak pada peranan

universitas melalui penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan baik dalam kegiatan

perkuliahan maupun kegiatan seminar dan praktik kewirausahaan.

Pihak universitas bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan

kemampuan wirausaha kepada para lulusannya dan memberikan motivasi untuk

berani memilih berwirausaha sebagai karir mereka.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan

kewirausahaan adalah bimbingan yang diberikan seseorang guna mengubah sikap dan

pola pikir seseorang agar berminat untuk menjadi wirausaha. Selain pendidikan
14

kewirausahaan, diperlukan pelatihan kewirausahaan seperti seminar wirausaha dan

praktik berwirausaha karena dengan seminar tersebut yang mengundang pengusaha-

pengusaha sukses akan memberikan motivasi tersendiri bagi seseorang untuk

berwirausaha sedangkan praktek berwirausaha akan memberikan pengalaman dan

bisa menjadi pendorong minat berwirausaha. Tingginya minat berwirausaha akan

semakin melahirkan entrepreneur muda yang memiliki kreativitas dan inovasi dalam

berbagai bidang.

2.2 Hipotesis

2.2.1 Perceived Desirability dan Kelayakan yang dirasakan

Kelayakan yang dirasakan Shapero didefinisikan dirasakan Keinginan sebagai


daya tarik pribadi. Memulai bisnis, termasuk keduanya Intrapersonal dan ekstra
personal impact. Sedangkan kelayakan yang dirasakan adalah derajatnya yang
seseorang merasa mampu secara pribadi memulai bisnis (Krueger et al., 2000; Lee et
al., 2011; Solesvik et al., 2014). Segal dkk (2005) menemukan bahwa tidak semua
orang melihat diri mereka sukses dan melihat wirausaha sebagai cara untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan orang pasti begitu bersedia menanggung risiko
yang diperhitungkan menjadi pengusaha untuk bertindak atas kelayakan dan
keinginan yang dirasakan. Mereka yang memiliki sense of self efficicacy (Keinginan)
dapat ditarik ke wirausaha lebih dari sekedar bekerja lainnya dalam situasi
kewirausahaan kesempatan, orang harus juga memutuskan apakah mereka percaya
bahwa mereka memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan Sukses atau
tidak (feasibility) (Fitzsimmons & Douglas, 2011). Berasal dari teori tersebut,
makalah ini mengusulkan hipotesis berikut ini:

Berasal dari teori ini, makalah ini mengusulkan hipotesis berikut ini:

H1: Keinginan yang dirasakan sangat positif terkait dengan wirausaha


15

H2: Kelayakan yang dirasakan secara positif terkait dengan wirausaha

2.2.2 Sebelum Eksposur Wirausaha

Terkait dengan wirausaha karena orang tua sering mengajar anak mereka

keterampilan, nilai dan keyakinan yang relevan itu dibutuhkan untuk membangun

bisnis sendiri (Carr & Sequeira, 2007). Zhang et al. (2013) mengharapkan teman,

saudara, majikan, atau diri juga bisa berperan sebagai peran model dan secara positif

membaurkan mereka pengetahuan kewirausahaan yang mungkin mempengaruhi niat

kewirausahaan seseorang. Oleh karena itu, sebagai akibat dari paparan berbagai

panutan, makalah ini diusulkan hipotesis ketiga:

H3: Paparan kewiraswastaan sebelumnya adalah berhubungan positif dengan

kewirausahaan niat

2.2.3 Pendidikan Kewirausahaan

Pendidikan kewirausahaan terdiri dari setiap pedagogis (program) atau proses

pendidikan untuk sikap kewirausahaan dan keterampilan. Peran utama program

pendidikan kewirausahaan adalah untuk meningkatkan kesadaran siswa terhadap

kewirausahaan, untuk memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan

kewirausahaan, untuk mengajar siswa untuk menerapkan teori, dan sorot jalur

kewirausahaan sebagai pilihan karir (Bae et al., 2014; Fayolle & Gailly, 2013;

Oosterbeek, van Praag, & Ijsselstein, 2010). Peterman dan Kennedy (2003)
16

menunjukkan hal itu program dukungan wirausaha itu Peterman dan Kennedy (2003)

menunjukkan hal itu program dukungan wirausaha berhasil mendorong pengusaha

memulai bisnis atau memperbaiki bisnis mereka performa bisnis. Wu dan Wu (2008)

Konfirmasikan bahwa siswa yang mengikuti pendidikan kewirausahaan memang

menunjukkan niat yang lebih besar untuk memulai sendiri bisnis. Studi lain oleh

Solesvik dkk. (2014) menemukan bahwa investasi di Indonesia Pendidikan

kewirausahaan di universitas bisa memudahkan total modal manusia aset yang

dibutuhkan untuk menemukan dan / atau membuat peluang bisnis baru, yang

promosikan hasil dari niat menjadi pengusaha. Individu dengan modal manusia lebih

tinggi. Pendidikan yang lebih baik, kemampuan yang lebih kuat) adalah Lebih

mungkin untuk menciptakan inovasi, pertumbuhan tinggi usaha dari individu dengan

rendah modal manusia dan jika potensi tinggi ini Individu memilih untuk tidak

mengejar seperti itu peluang, wirausaha dinamis akan menderita (cs et al., 2016).

Itu argumen di atas mengarah pada hal berikut

H4: Entrepreneurship education is positively related to entrepreneurial intention

Tantangan khusus dari pendidikan kewirausahaan ada di fasilitasi

pembelajaran untuk mendukung proses kewirausahaan pengusaha rookie tidak hanya

membutuhkan pengetahuan (Sains), tapi juga cara berpikir baru, jenis keterampilan

baru dan mode baru perilaku (seni). Pengajaran dari kewiraswastaan dalam konteks

universitas didasarkan pada teori dan praktis pengetahuan. Ini menunjukkan

kebutuhan akan bergeser dari pengajaran ke pembelajaran di lingkungan yang dekat

dengan kehidupan nyata sebagai mungkin. Akibatnya, peran aktif siswa dalam proses
17

belajar sangat sangat penting (Heinonen & Poikkijoki, 2006). Selama pendidikan

formal, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan dan kognitif keterampilan tapi

juga berkembang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan berhubungan

dengan belajar dan prestasi. Ini menyiratkan itu emosi yang menyenangkan sangat

penting di masa kini. Masyarakat berbasis pengetahuan, yang membutuhkan belajar

sepanjang hayat. Jadi, tujuan yang diinginkan mengajar adalah untuk meningkatkan

emosi prestasi siswa yang menyenangkan (Frenzel, Et al., 2009). Dalam artikelnya,

Filion (1994) Menunjukkan bahwa perhatian utama pendidikan kewirausahaan bukan

tentang apa yang diajarkan tapi bagaimana hal itu diajarkan mengembangkan

wirausaha berarti terutama bekerja pada sikap, belum lagi cara guru menyampaikan

materi dan memotivasi siswa untuk menjadi pengusaha. Karena itu, berikut ini

hipotesis terbentuk:

H5a: Mahasiswa - dosen yang dirasakan antusiasme terhadap kewiraswastaan itu

positif terkait dengan wirausaha

H5b: Mahasiswa - dosen yang dirasakan antusiasme terhadap kewirausahaan

diharapkan memiliki dampak interaktif yang positif hubungan antara pendidikan

kewirausahaan dan niat kewirausahaan

Pengaruh teman sebaya di sekolah lebih terasa dibandingkan dengan

lingkungan rumah. Kemungkinan besar seberapa baik sebuah Individu juga di

sekolah akademis atau sosial, yang akan menentukan pekerjaan masa depannya.

Makanya, biarpun kita asumsikan siswa itu tidak sadar akan hal itu profesi idealnya
18

akan melengkapi keterampilan mereka dan dengan demikian mendapatkan masa

depan tertinggi kembali, mereka menjalani proses itu membentuk identitas yang akan

membuat mereka cenderung menuju ide tertentu tentang ideal pekerjaan (Falck,

Heblich, & Luedemann, 2012). Sebagian besar siswa dan rekan mereka berpikir

bahwa itu akan menjadi "luar biasa" untuk menjadi milikmu bos sendiri, jalankan

bisnis sendiri, tidak harus menerima perintah dari orang lain, dan untuk memiliki

pahala keuangan yang tinggi tanpa sepenuhnya menyadari bahwa menjadi seorang

pengusaha membutuhkan lebih banyak dari itu, termasuk penelitian dan perhitungan

resiko. Namun, antara masa remaja dan dewasa di sana adalah penurunan yang

signifikan dalam kedua pengambilan risiko dan pengambilan keputusan yang

berisiko. Tergantung pada orang dewasa, remaja lebih rentan terhadap pengaruh

teman sebayanya. Dalam beberapa situasi, mereka mungkin mengambil lebih banyak

risiko, mengevaluasi perilaku berisiko lebih positif, dan membuat keputusan yang

lebih berisiko saat mereka adalah dengan rekan-rekan mereka dari pada saat mereka

berada sendiri (Gardner & Steinberg, 2005). Selain itu, Falck, Heblich, & Luedemann

(2012) juga menemukan bahwa teman sebayanya niat kewirausahaan akan meningkat

Kemungkinan seseorang juga akan memiliki niat kewirausahaan Oleh karena itu,

penelitian ini mengusulkan berikut hipotesisnya:

H6a: Pengaruh sosial teman sekelas adalah berhubungan positif dengan niat

kewirausahaan
19

H6b: Pengaruh sosial teman sekelas adalah diharapkan memiliki dampak positif

interaktif pada hubungan antara pendidikan kewirausahaan dan niat kewirausahaan

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa wanita memiliki preferensi yang

lebih rendah untuk bekerja sendiri dibandingkan laki-laki karena wanita kurang

berisiko mencari daripada pria (Daz-Garca & Jimnez-Moreno, 2010; Verheul et al.,

2012). Bahkan wanita pun mungkin merasa mampu melakukan wirausaha tugas

seperti yang dilakukan pria, wanita bisa merasakannya lingkungan lebih sulit dan

kurang bermanfaat (Zhang et al., 2013). Ini mungkin menyebabkan rendahnya

wirausaha preferensi dan tingkat aktivitas wanita. Kendati demikian, berdasarkan

laporan tersebut dipresentasikan oleh global entrepreneurship dan development

Institute, telah ada kenaikan 7% pada persentase wanita pengusaha yang berniat

untuk menumbuhkan mereka bisnis sebesar 50% dan mempekerjakan 10 orang dalam

waktu 5 tahun. Pertumbuhan ini selaras dengan persentase inkremental perempuan

Pengusaha yang ikut dalam beberapa bentuk pendidikan tinggi (Terjesen & Lloyd,

2015). Oleh karena itu, Bae dkk. (2014) disimpulkan bahwa ada kemungkinan

pendidikan kewirausahaan akan lebih banyak membantu wanita untuk memperkuat

ketrampilan mereka dan meningkatkan kewiraswastaan mereka niat relatif terhadap

laki-laki. Selanjutnya, literatur tidak meyakinkan tentang dampak gender terhadap

asosiasi antara pendidikan kewirausahaan dan kemauan untuk terlibat dalam memulai

usaha yang baru. Dengan demikian, hipotesis berikut adalah diusulkan:

H7a: Pria memiliki niat kewiraswastaan yang lebih tinggi dari pada perempuan
20

H7b: Gender diharapkan memiliki dampak interaktif positif pada hubungan antara

pendidikan kewirausahaan dan niat kewirausahaan

Singkatnya, kami mengembangkan sebuah kerangka kerja untuk mengatasi


dampak kewirausahaan pendidikan dan itu adalah variabel moderating pada niat
kewirausahaan. Kita menerapkan model ini di Indonesia dan mengumpulkan data dari
mahasiswa. Dengan mengumpulkan data dari siswa yang berasal dari latar belakang
keluarga yang berbeda, mengambil jurusan yang berbeda dalam mereka yang lebih
tinggi pendidikan dan bergaul dengan berbagai kelompok teman sebaya, kami
menganalisis dampaknya dari anteseden ini menuju niat kewirausahaan.
Kewirausahaan pra-pendidikan niat berarti bahwa siswa yang terdaftar dalam
program pendidikan kewirausahaan sudah memiliki keinginan untuk menjadi
pengusaha dan niat ini adalah salah satu yang mendorong siswa untuk sengaja
mendaftarkan diri di Program (Bae et al., 2014). pra-pendidikan ini. Niat
kewirausahaan bisa juga didapat dengan memulai usaha yang baru tanpa memiliki
latar belakang kewirausahaan.

Individu yang pernah mengalami bisnis mereka sendiri mungkin ingin tahu lebih
lanjut tentang bagaimana memelihara dan mengembangkan bisnis mereka untuk
melakukannya, mereka mendaftarkan diri mereka dalam program pendidikan
berwirausaha. Sebuah studi yang dilakukan oleh (Oosterbeek et al., 2010)
menyarankan agar pertimbangan pra-pendidikan niat wirausaha akan membantu
kami memahami hubungan yang sebenarnya antara pendidikan kewirausahaan dan
niat kewirausahaan. Penelitian sebelumnya menyiratkan bahwa niat wirausaha
seorang pelajar mungkin tidak terpengaruh oleh pendidikan kewirausahaan,
melainkan oleh keyakinan sebelumnya sebelum mendaftar. Jadi, kita mengusulkan
hipotesis berikut:

H8a: Siswa dengan pra-pendidikan niat wirausaha miliki niat kewirausahaan yang
lebih tinggi dari pada siswa tanpa niat pra-pendidikan kewiraswastaan.

H8b: Niat wirausaha pra-pendidikan diharapkan memiliki dampak interaktif positif


pada hubungan antara pendidikan kewirausahaan dan niat kewirausahaan
21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi bukan hanya orang,

tetapi juga objek dan benda-benda alam lainnya. Populasi juga bukan hanya sekedar

jumlah yang ada pada subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik

atau sifat yang dimiliki oleh objek ataupun subjek (Sugiyono, 2010).. Sampel adalah
22

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila

populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada

populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, waktu, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Teknik

pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan non

probability sampling yaitu purposive sampling dimana metode pengambilan sampel

dengan kriteria tertentu (Sugiyono, 2010).

Jumlah sampel yang diambil berdasarkan pada rumus sebagai berikut:

Z 2
n=
Dimana: E
n = Banyaknya sampel yang diperlukan

Z = Nilai standar daftar luas normal standar bagaimana tingkat kepercayaan ()

95%

E = Standarisasi besarnya kesalahan sebesar 20% dalam penelitian ini:

1,96 2
z = 1,96 n = [0,20]

E = 0,20 = 96,4 dibulatkan menjadi

= 96
Keterangan:

Angka 1,96 diperoleh dari tabel distribusi normal. Berdasarkan rumus diatas maka

sampel yang diambil sebagai subjek penelitian sebanyak 96. Tetapi peneliti akan

menyebar 100 kuesioner guna untuk memperoleh data yang lebih luas.

3.2 Metode Pengumpulan Data


23

Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan:

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung kepada

suatu objek yang diteliti. Observasi dalam penelitian ini yaitu dengan mengamati

subjek secara langsung.

2. Wawancara

Wawancara merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh

informasi langsung, mendalam, tidak terstruktur, dan individual menggunakan

pertanyaan lisan kepada objek penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2013). Dari

wawancara ini, peneliti akan memperoleh informasi spontan dan mendalam dari

setiap responden.

3. Studi Pustaka

Metode studi pustaka adalah cara pengumpulan data dengan membaca

buku-buku atau bahan-bahan rujukan yang berhubungan dengan masalah yang

dibahas dalam penelitian ini.

4. Kuesioner

Kuesioner adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden dengan panduan

kuesioner. Menurut Rangkuti (2012) tujuan kuesioner adalah memperoleh

informasi yang relevan dengan tujuan survey, memperoleh informasi dengan

tingkat ke andalan dan tingkat keabsahan setinggi mungkin. Jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan tersebut diisi sendiri oleh responden tanpa bantuan dari


24

pihak peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan terbuka

dan tertutup

Pengukuran tingkat kepentingan atas unsur citra merek , dan terhadap minat

beli dilakukan dengan menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial (Riduwan dan Kuncoro, 2012). Dengan menggunakan skala likert,

maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub

variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya

indikator-indikator yang telah diukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat

item instrument yang berupa pertanyaan yang perlu dijawab oleh responden

(Riduwan dan Kuncoro dalam Bambang, 2009).

Instrumen pernyataan ini akan menghasilkan total skor bagi tiap anggota

sampel yang diwakili oleh setiap nilai skor seperti instrumen di bawah ini:

SS = Sangat setuju diberi skor 5

S = Setuju diberi skor 4

R = Ragu-ragu diberi skor 3

TS = Tidak Setuju diberi skor 2

STS = Sangat Tidak Setuju diberi skor 1

Dalam mengungkapkan responden dilakukan berdasarkan dari nilai rata-rata

pertanyaan responden dan untuk penilaiannya didasarkan pada rentang berikut ini:

Nilai maksimum : 5

Nilai minimum : 1
25

Rentang skala : 5 - 1 = 0,8


5

Kategori :

1. 1,0 1,80 = sangat rendah

2. 1,81 2,60 = rendah

3. 2,61 3,40 = cukup

4. 3,41 4,20 = tinggi

5. 4,21 5,00 = sangat tinggi

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini merupakan data primer

dan data sekunder. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

3.3.1 Data Primer

Data primer menurut Ghozali (2011) adalah data survei, pengamatan, atau

experiment yang dikumpulkan untuk memecahkan masalah tertentu yang sedang

diselidiki. Dalam penelitian ini, data primer yang digunakan adalah penyebaran

kuesioner kepada responden.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder menurut Ghozali (2013) adalah jenis data mencakup informasi

yang telah dikumpulkan dan hanya mungkin relevan dengan permasalahan yang ada.

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan
26

dengan cara membaca literatur, buku, artikel, jurnal, data dari internet, dan skripsi

maupun tesis penelitian sebelumnya.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (independent variable) adalah merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

terikat (dependent variable) (Sugiyono, 2010).

2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi mengenai variabel yang

dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat

diamati (Sugiyono, 2012).

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Uji Validitas


27

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu

alat ukur dikatakan valid apabila dapat menjawab secara cermat tentang variabel yang

diukur (Ghozali, 2013). Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada

kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner

tersebut. Misalkan mengukur minat beli yang terdiri dari lima pertanyaan ,maka

pertanyaan tersebut harus bisa secara tepat mengungkapkan seberapa besar tingkat

minat beli . Jadi validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang

sudah kita buat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak kita ukur.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini (content validity)

menggambarkan kesesuaian sebuah pengukur data dengan apa yang akan diukur

(Ferdinand, 2011) Dasar pengambilan keputusan untuk menguji validitas butir angket

adalah: Jika r hitung dan r hitung > r tabel maka variabel tersebut valid atau

signifikan <0,05.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel

atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil

dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013). Dalam pengujian ini, peneliti mengukur

reliabelnya suatu variabel dengan cara melihat Cronbach Alpha dengan signifikansi

yang digunakan lebih besar dari 0,60. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel

jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally dalam Ghozali, 2013).

3.5.3 Uji Asumsi Klasik


28

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Data yang baik dan layak

dalam penelitian adalah yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat

dilihat dengan beberapa cara, diantaranya yaitu dengan melihat kurva normal

probability plot.

Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data pada sumbu

diagonal dari grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah

garis diagonal, maka menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan

bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar menjauh dari

garis diagonal, maka tidak menunjukkan pola distribusi normal yang

mengindikasikan bahwa model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali,

2013).

2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel

independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel

ortogonal adakah variabel independen yang memiliki nilai korelasi antar sesama

variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya

multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:


29

1. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi,

tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak

signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2. Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel

ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan

indikasi adanya multikolinieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar

variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinieritas. Multikolinieritas

dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel

independen.

3. Multikolinieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya variance

inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen

manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian

sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan

diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas

variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen

lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena

VIF = 1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolinieritas adalah nilai Tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF 10.

Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolinieritas yang masih dapat ditolerir.

Sebagai misal nilai Tolerance = 0,10 sama dengan tingkat kolinieritas 0,95.

Walaupun multikolinieritas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan VIF,


30

tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel-variabel independen mana

sajakah yang saling berkolerasi (Ghozali, 2013).

3. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2013) uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Model

regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Kebanyakan data crossection mengandung situasi heteroskesdatisitas karena data ini

menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar).

3.5.4 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda adalah alat untuk meramalkan nilai pengaruh dua

variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat. Yang bertujuan untuk

membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua

atau lebih variabel bebas (Nugroho, 2011).

3.5.5 Pengujian Hipotesis

3.5.5.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Dalam penelitian ini, uji F digunakan untuk menguji variabel regresi yaitu

dengan mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel-variabel independen secara


31

bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Dalam

penelitian ini, hipotesis yang digunakan adalah :

Ho : Variabel independent secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap variabel dependent.

Ha : Variabel independent secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependent.

Dasar pengambilan keputusan menurut Ghozali, 2005:84 adalah dengan

menggunakan angka probabilitas signifikan yaitu:

a. Apabila probabilitas signifikansi >0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

b. Apabila probabilitas signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

3.5.5.2 Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh antara variabel X dan Y,

apakah variabel X1, X2, dan X3 benar-benar berpengaruh terhadap variabel Y secara

terpisah atau parsial (Ghozali, 2013), Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini

adalah:

Ho : Semua variabel independent tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependent.

Ha : Semua variabel independent mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

variabel dependent.

Dasar pengambilan keputusan menurut Ghozali, 2011 adalah dengan menggunakan

angka probabilitas signifikan yaitu:

a. Apabila probabilitas signifikansi >0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.


32

b. Apabila probilitas signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

3.5.6 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi

adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang

mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan

mendasar dalam penggunaan koefisien determinasi adalah jumlah variabel

independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel

independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen.

Oleh karena itu, banyak peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan nilai

Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi yang terbaik. Tidak seperti

nilai R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen

ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2013).

Anda mungkin juga menyukai