Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina

pada penderita hipertensi.1 Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik

>90mmHg dan tekanan sistolik>140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut

menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi.2

Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologis telah dilakukan pada

sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi.

Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, didapatkan prevalensi lesi

vaskuler untuk retina dengan perdarahan retina sebesar 8,3%, penyempitan arteri

fokal sebesar 9,6%, dan 7,7% untuk arteriovenous nicking. Kelainan ini banyak

ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Prevalensi yang lebih tinggi juga

ditemukan pada orang berkulit hitam dibandingkan orang kulit putih.3,4

Etiopatogenesis terjadinya retinopati hipertensi adalah karena peningkatan

tekanan darah yang akan mengakibatkan pembuluh darah retina mengalami

beberapa perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan

darah tersebut. Pada tahap awal biasanya belum terdeteksi atau belum terjadi

perubahan yang signifikan pada pembuluh darah retina. Tahap selanjutnya sudah

mulai terjadi penyempitan dan kelainan fokal pada pembuluh darah

retina.Kemudian selain terjadi penyempitan pada pembuluh darah retina dapat

juga ditemukan perdarahan retina dan cotton woll spot.Setelah itu pada tahap

akhir dapat terjadi penyempitan disertai perdarahan pada pembuluh darah retina

kemudian terbentuk eksudat dan edema diskus optikus.2

1
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi

kerusakan dan menghindari komplikasi pada retina.Penatalaksanaan yang

diberikan berdasarkan tingkat kerusakan retina, berupa konservatif dan laser

fotokoagulasi. Prognosis visual ini tergantung kepada kontrol tekanan darah.

Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak

langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. 5,6

Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum

mengenai definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis,

diagnosis banding, penatalaksanaan, serta komplikasi pada retinopati hipertensi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola

mata.Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare,

dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5

3
mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang

garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan

membran Bruch, koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora

serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior

terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah

pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang

berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus

optikus, terdadapt fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang

merupakan pantulan khusus bila dilihat dengan opthlasmoskop. Fovea merupakan

jaringan zona avaskular diretina pada angiografi flourosensi.Secara histologis,

fovea ditandai dengan menipisya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan

parenkim karena akson - akson sel fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik

dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaaan

dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, fotoreseptornya

adalah sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.7

Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari

sisi dalam adalah sebagai berikut:7,8

1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan

badan kaca.

2. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson akson sel ganglion yang

berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan lapisan ini terletak

sebagian besar pembuluh darah retina.

3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus

Optikus.

4
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel

ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.

5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel

horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sambungan sel

bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.

7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan

batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari

kapiler koroid.

8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang

yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

10. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina

5
Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan

arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,

memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis

memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam.Arteri retina sentralis berasal dari

cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial bawah

12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata.Setelah masuk ke dalam bola

mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang superior dan

inferior.Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi arteriol dan

kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina yang berada

dilapisan serat saraf akan bercabang- cabang akhirnya menjadi jaringan kapiler

yang luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai membrana limitan

eksterna.2

Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan

dindingnya lebih tebal.Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak

terputus, dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel

pembuluh darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian

dalam (inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh

ikatan yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens

dan zonula occludens (outer barrier).2

Vena mengikuti distribusi arteri.Secara histologi vena terdiri dari lapisan

enotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.Pada

tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70% arteri

berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai

6
perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh

darah.2

2.2 Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata.Untuk melihat,

mata harus berfungsi sebagai alat optik, sebagai suatu reseptor kompleks,

dan sebagai suatu tranduser yang elektif. Sel sel batang dan kerucut di

lapisan foto reseptor mampu mengubah rangsang cahaya menjadi suatu

impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf

optikus dan pada akhirnya ke korteks penglihatan.7

Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu

mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang

dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan

akhirnya ke korteks penglihatan.Makula bertanggung jawab untuk

ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan

sebagian besar selnya adalah sel kerucut.Di fovea sentralis, terdapat

hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan

serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling

tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion

yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat

dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk

penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik), sedangkan bagian

retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,

digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).7

7
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar yang

avaskular pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya

reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor

kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan

fotosensitif.Rodopsin adalah suatu glukolipid membran yang separuh

terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar

fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak pada rodopsin terjadi pada

panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru hijau

spektrum cahaya.7

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel

batang.Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam

macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu

retina telah berdapatasi sepenuhnya, sensitivitas spektral retina bergeser

dari puncak dominasi rodopsi 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul

sensasi warna. Suatu benda akan berwarna bila benda tersebut

mengandung fotopigmen yang menyerap panjang gelombang tertentu dan

secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang gelombang

tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 700 nm). Penglihatan

siang hari terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja diperantarai

oleh kombinasi sel batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh

fotoreseptor batang. Warna retina biasanya jingga.7

8
2.3 Pemeriksaan Funduskopi / Oftalmoskopi Retina

Pada pemeriksaan oftalmoskop yang di periksa adalah Nervus

Optik, retina, makula dan fovea, koroid dan pembuluh darah retina. Selain

itu dapat juga dapat diperiksan jaringan lain seperti kornea, COA, iris,

koroid dan badan kaca, meskipun dengan slitlamp pemeriksaan untuk

jaringan ini lebih baik hasilnya.7

Pada pemeriksaan tampak fundus bewarna merah, papil batas

tegas, berwarna agak kemerahan, di tengahnya lebih pucat kurang lebih

sepertiga diameter pupil.Di tengah tengah papil keluarlah arteri dan vena

retina sentral yang bercabang ke atas, ke bawah, kemudian ke nasal dan ke

temporal.Arteri dibedakkan dengan vena, arteri berbentuk lurus berwarna

merah terang, lebih kecil, sedangkan vena lebih berkelok kelok, warna

lebih tua, dsn lebih besar. Perbandingan diameter arteri dan vena adaah 2 :

3. Pada daerah makula lutea, yang letaknya 2 papil diameter temporal dari

papil dan kelihatan sebagai bercak yang berwarna lebih merah dari

sekitarnya, di tengahnya terdapat fovea sentralis yang terlihat seolah olah

ada cahaya pada tempat itu, karena ini disebut refleks fovea (+). 6,7

9
Gambar 3. Funduskopi Retina Normal

2.4 Definisi

Retinopati adalah suatu kelainan pada retina yang bukan


merupakan peradangan. Retinopati dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit, yang salah satunya adalah hipertensi.1
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi
retina pada penderita hipertensi.1 Tekanan darah tinggi akan menyebabkan
pembuluh darah mengalami kerusakan berupa sklerosis, penebalan dinding
pembuluh darah ataupun kebocoran plasma. Kelainan pembuluh darah
yang terjadi sangat mengikuti derajat tingginya dan lamanya tekanan darah
yang diderita pasien. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus
Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan
penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah
penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan
blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.1,2

10
2.5 Klasifikasi Retinopati Hipertensi

Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939

oleh Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat

didasarkan pada hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri

atas empat kelompok retinopati hipertensi.

A. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)1

Stadium Karakteristik

Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan hipertensi ringan,

asimptomatis.

Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal

Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan

nicking arteriovenous

Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal

Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik)

Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal

Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema

Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal

Tabel 1. Klasifikasi Keith Wagener Barker (1939)

11
B. Klasifikasi Scheie (1953) 1

Stadium Karakteristik

Stadium I Penciutan setempat pada pembuluh darah kecil

Stadium II Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-

kadang penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh

darah arteri tegang, embentuk cabang keras

Stadium III Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan

yang terjadi akibat diastol di atas 120 mmHg, kadang-kadang

terdapat keluhan berkurangnya penglihatan

Stadium IV Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star

figure, disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan

diastol kira-kira 150 mmHg

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953)

C. Modifikasi klasifikasi Scheie2

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tidak ada perubahan

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papiledema

Tabel 3. Modifikasi klasifikasi Scheie2

12
D. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda

tanda yang terlihat pada retina.4

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan

Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit stroke,

atau fokal, AV nicking, dinding penyakit jantung

arterioler lebih padat (silver-wire) koroner dan mortalitas

kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan

tanda berikut : Perdarahan retina (blot, penyakit stroke, gagal

dot atau flame-shape), jantung, disfungsi renal

mikroaneurisma, cotton-wool, hard dan mortalitas

exudates kardiovaskuler

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan

dengan edema papil dan dapat disertai mortalitas dan gagal

dengan kebutaan ginjal

Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya

tanda tanda yang terlihat pada retina.4

13
E. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM1

Tipe Funduskopi

Tipe 1 : Arteri menyempit dan pucat, arteri meregang dan

percabangan tajam, perdarahan ada atau tidak


Fundus hipertensi dengan
ada, eksudat ada atau tidak ada.
atau tanpa retinopati, tidak

ada sklerose, dan terdapat

pada orang muda.

Tipe 2 : Pembuluh darah mengalami penyempitan,

pelebaran, dan sheating setempat. Perdarahan


Fundus hipertensi dengan
retina, tidak ada edema papil
atau tanpa retinopati sklerose

senile, pada orang tua.

Tipe 3 : Penyempitan arteri, kelokan bertambah

fenomena crossing, perdarahan multiple, cotton


Fundus dengan retinopati
wall patches, macula star figure.
hipertensi dan

arteriosklerosis, terdapat

pada orang muda.

Tipe 4 : Edema papil, cotton wall patches, hard exudates,

soft exudates, star figure yang nyata.


Hipertensi progresif

14
2.6 Patofisiologi Retinopati Hipertensi

Peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan

vasokonstriksi arteriol. Vasokonstriksi terjadi karena adanya proses

autoregulasi pada pembuluh darah. Hasil penelitian wallow diketahui sel-

sel perisit yang ada didinding pembuluh darah yang berperan pada proses

vasokonstriksi. Vasokontriksi biasanya terjadi secara merata (difus) di

seluruh pembuluh darah retina, tetapi bisa juga ditemukan pada sebagian

pembuluh darah (segmental). Hipertensi yang berlangsung lama atau

kronik akan menyebabkan terjadinya perubahan dinding pembuluh darah

(arteriosklerosis dan aterosklerosis).2

Arteriosklerosis adalah perubahan yang terjadi pada

arteriol.Dinding arteriol secara histologik terlihat menebal, karena pada

tunika media terjadi hipertrofi jaringan otot. Tunika intima mengalami

proses hialinisasi, dan endotel kapiler mengalami proses hipertofi,

sehingga membentuk jaringan konsentrik yang berlapis-lapis seperti kulit

bawang (union skin). Proses yang terjadi diatas menyebabkan lumen

pembuluh darah menjadi kecil.9

Arteriosklerosis akan menyebabkan gangguan pada persilangan

arteri dengan vena (arteriovenous crossing). Dinding arteri yang kaku

akan menekan dinding vena yang lebih lembut. Dalam keadaan normal

tidak terjadi penekanan dan elevasi pada persilangan arteri dan vena.

Penekanan pada vena oleh arteri yang sklerosis dapat terjadi dalam

beberapa tahap, vena yang berada di bawah arteri tidak terlihat karena

arteri yang sklerosis maka vena seolah terputus dan akan muncul lagi

15
secara perlahan setelah melewati persilangan arteri (arteriovenous

nicking). Hal ini dikenal dengan namaGunns phenomenon. Bentuknya

bervariasi tergantung dari beratnya sklerosis, bila sklerosis lebih berat

menyebabkan vena menjadi defleksi pada daerah persilangan, yang terlihat

seperti huruf S atau Z (salus sign). Pada keadaan tertentu vena berada di

atas arteri, sehingga akan terlihat elevasi vena di atas arteri. Tahap

selanjutnya akan terjadi stenosis vena di bagian distal persilangan karena

proses sklerosis arteri yang berat.4,9

Lumen vena yang menyempit karena penekanan oleh arteri yang

sklerosis, menyebabkan aliran darah menjadi lebih cepat, dapat

menimbulkan proliferasi endotel dan kadang-kadang terbentuk trombus.

Trombus menyebabkan tersumbatnya aliran darah, sehingga akan

menyebabkan timbulnya tanda-tanda oklusi vena retina sentral. Dalam

keadaan normal dinding arteriol tidak terlihat, yang terlihat adalah sel-sel

darah merah di dalam lumen. Bertambahnya ketebalan dinding arteriol

karena proses arterioseklerosis maka terjadi perubahan refleks cahaya

arteriol. Pantulan cahaya dari permukaan dinding arteriol yang konveks

terlihat seperti garis tipis yang mengkilat di tengah kolom darah (refleks

cahaya normal).Pada pembuluh darah yang menebal, pantulan refleks

cahaya normal hilang dan cahaya terlihat lebih luas dan buram. Hal ini

dianggap sebagai tanda awal terjadinya arteriosklerosis.9

Pada funduskopi akan terlihat sebagian pembuluh darah seperti

tembaga (copper wire), karena meningkatnya ketebalan dinding dan lumen

berkurang kemudian terjadi perubahan pada refleks cahaya arteriol. Bila

16
proses sklerosis berlanjut, dinding arteri semakin menebal dan lumen

mengecil yang akhirnya hampir tidak terlihat sehingga waktu penyinaran

hanya berbentuk garis putih saja, yang dikenal sebagai refleks kawat perak

(silver wire reflex).2,4

Perdarahan akan terjadi bila hipertensi berlangsung lama dan tidak

terkontrol. Proses yang kronik ini akan menyebabkan kerusak inner blood

barrier, sehingga terjadi ekstravasasi plasam dan sel darah merah ke retina

(hard exudates). Perdarahan biasanya terjadi pada lapisan serabut saraf

retina, distribusinya mengikuti alur serabut saraf, sehingga terlihat seperti

lidah api(flame shape).Kerusakan ditingkat kapiler maka perdarahan

terjadi pada lapisan inti dalam atau pleksiform dalam, bentuknya lebih

bulat (blot like appearance).2,4

Iskemik fokal atau area non perfusi yang terjadi pada lapisan

serabut saraf retina, maka serabut saraf akan berdegenerasi menjadi

bengkak dan secara histologi tampak seperti suatu kelompok cystoid

bodies. Kelainan ini dikenal dengan cotton woolspot (soft exudates), yang

pada pemeriksaan funduskopi terlihat sebagai area putih keabuan seperti

kapas dengan batas yang tidak tegas.4

Papil edema disebabkan oleh adanya iskemia didaerah papil yang

akan menyebabkan hambatan aliran axoplasma, sehingga terjadi

pembengkakan axon di papil nervus optikus.10

Ateroskelrosis adalah proses sklerosis yang terjadi pada pembuluh

darah retina yang lebih besar. Pada ateroskelrosis sering ditemukan

fibrosis dan kalsifikasi pada tunika intima. Pada keadaan hipertensi

17
accelerated terjadi pembentukan plak yang besar di intra lumen yang akan

menyumbat pembuluh darah besar sehingga akan timbul komplikasi dalam

bentuk oklusi cabang retina sentralis (BRAO) atau arteri retina sentralis

(CRAO).2,9

2.7 Gejala Klinik

Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara

kronis sehingga gejala penyakit awal sering tidak dirasakan.Penderita

retinopati hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri

pada mata.6 Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi

pada stadium III atau stadium IV oleh karena perubahan vaskularisasi

akibat hipertensi seperti perdarahan, cotton wool spot, telah mengenai

makula.2

2.8 Diagnosis

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada

anamnesis (riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah),

pemeriksaan oftalmologi (funduskopi), dan pemeriksaan penunjang

dengan angiografi fluorosens.Pada anamnesis penglihatan yang menurun

merupakan keluhan utama yang sering diungkapkan oleh pasien.Pasien

mengeluhkan buram dan seperti berbayang apabila melihat

sesuatu.Penglihatan biasanya turun secara perlahan sehingga tidak

disadari.Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol > 90

mmHg dan tekanan sistol > 140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan

pada pembuluh darah retina.2

18
Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi adalah pemeriksaan

oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti

hipertensi.Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai

kelainan retina pada pasien retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan

dengan oftlamoskop, sebagai berikut

Gambar 4. Funduskopi pada penderita hipertensi

Gambar 5.Mild Hypertensive Retinopathy.

Ket : A. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan arteriol lokal (panah hitam) .

19
B. Terlihat AV nicking (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada

arteriol (panah putih).

Gambar 6.Moderate Hypertensive Retinopathy

Ket : A. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam).

B. Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah

putih)

20
Gambar 7. Gambaran cotton wool spot dan perdarahan retina

Ket :Multipel cotton wool spot (panah putih) , perdarahan retina (panah hitam).

Gambar 8.Hard exudate

Gambar 9.Gambaran Cotton wool spot ,macula star figure disertai papil

edema

21
Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ;

Panah hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam : papil

edema

Gambar 10. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi

Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan

funduskopi adalah angiografi fluoresein.Kontras berupa bahan fluoresein

dimasukkan melalui vena di lengan.Ketika kontras sudah mencapai pembuluh

darah retina, gambaran pembuluh darah tersebut difoto dengan kamera khusus

yang menggunakan sinar biru.Pemeriksaan ini dapat menentukan dengan tepat

lokasi terjadinya neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina.2

22
Gambar 11. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein

Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan

penyebab lain retinopati selain dari hipertensi. Untuk pemeriksaan

laboratorium terutama diperiksa kadar gula darah, lemak darah dan fungsi

ginjal. 11

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah :1

1. Retinopati Diabetik

Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama

dengan retinopati hipertensi yaitu ditemukan blotlike apperance,

mikroaneurisma, dilatasi vena dan berkelok-kelok, hard exudate, soft

exudate, neovaskularisasi, dan edema retina. Selain itu juga

didapatkan gula darah yang tidak terkontrol yaitu > 200 mg/dl.

2. Katarak

23
Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan

lensa yang terjadi secara berangsur.Pada funduskopi direk didapatkan

refleks fundus yang hitam.

3. Glaukoma

Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek

lapang pandang, atrofi papil saraf optik.Tekanan intraokular >

20mmHg, dan pada pemeriksaan funduskopi terlihat atrofi papil saraf

optik yang terlihat warnanya dari merah kekuningan menjadi pucat,

selain itu dapat ditemukan pula edema papil.

4. Kelainan refraksi

Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi

yang dapat menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata

anteroposterior yang lebih besar atau kekuatan pembiasan media

refraksi terlalu kuat, sehingga bayangan dari benda jatuh didepan

retina pada mata yang tidak berakomodasi,.Pada hipermetropia

gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar tidak cukup

dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.

Astigmatisme jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan

tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling tegak

lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea.

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk

membatasi kerusakan yang sudah terjadi serta menghindari

terjadinya komplikasi, Mengobati faktor primer adalah sangat

24
penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati

arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg.

Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis,

maka kelainan klinis yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi

dapat dicegah progresivitasnya. 2,6

Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik

menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat

berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Penggunaan

obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti

dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi.5

Tabel 6. Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia 14

Obat Dosis Efek Lama Perhatian khusus

kerja

Nifedipin (Ca 5-10 mg 5-15 menit 4-6 jam Gangguan

antagonis) koroner

Kaptopril 12,5-2,5 15-30 6-8 jam Stenosis arteri

(ACE mg menit renalis

inhibitor)

Klonidin 75-150 mg 30-60 8-16 jam Mulut kering,

(alfa-2 agonis menit mengantuk

adrenergik)

Propanolol 10-40 mg 15-30 3-6 jam Bronkokonstriksi,

(beta blocker) menit blok jantung

25
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat

badan dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya.

Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara

intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi

alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga yang teratur. 4,5

Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi

progresivitas retinopati hipertensi dan komplikasinya.Komplikasi yang

dapat terjadi seperti oklusi arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena

retina merupakan perburukan dari retinopati hipertensi yang tidak

terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi eksudat di makula, KWB stadium

III, dan sudah terjadi komplikasi maka fotokoagulasi laser dapat

dipertimbangkan.6

Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan

komplikasi tersebut.Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi

retina bagian dalam.Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi

konsumsi oksigen di bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih

mudah berdifusi dari koroid ke bagian dalam retina, sehingga

meningkatkan tekanan oksigen dan mengurangi hipoksia.Peningkatan

tekanan oksigen di bagian dalam retina mengakibatkan mekanisme

autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteriol,

sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula. Menurut

hukum Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari kompartemen

intravaskular ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan, bila

berasumsi tekanan onkotik konstan. Penurunan tekanan hidrostatik pada

26
saat yang bersamaan menyebabkan venula konstriksi dan memendek

menurut hukum Laplace dan studi Kylstra dkk. 15

27
2.11 Komplikasi

Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi

arteri retina sentralis (CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO),

oklusi vena retina cabang (BRVO) .2,12

Penyebab dari oklusi arteri retina paling umum akibat

adanya emboli.Arteri oftalmika merupakan cabang pertama dari

arteri karotis interna.Embolus bisa berasal dari jantung atau arteri

karotis yang secara jelas mengarah langsung ke mata. Emboli dari

jantung terdiri dari empat tipe, antara lain emboli terkalsifikasi dari

katup aorta atau mitral, vegetasi dari endokarditis bakterial,

trombus yang berasal dari jantung bagian kiri, dan materi

miksomatosa akibat miksoma atrial.13

Penyakit arteri karotis juga dapat menjadi sumber emboli.

Emboli retina dari arteri karotis terdiri dari tiga tipe yaitu emboli

kolesterol (plak Hollenhorst), emboli fibrinoplatelet, dan emboli

terkalsifikasi.13

Gambaran klinis dari oklusi arteri retina dapat berupa

oklusi arteri retina sentral, dan oklusi arteri retina cabang.13

28
CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan

oleh ateroma, meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli

terkalsifikasi.Keluhan yang dialami pasien biasanya bersifat akut

dan hilangnya lapang pandang.Tanda-tanda yang dapat ditemukan

berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina tampak putih

akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan

pemeriksaan angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri

dan karena terdapat edema retina maka fluoresensi ke bagian

koroid tertutupi.13

BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering

diakibatkan oleh karena emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya

lapang pandang secara melintang atau sektoral dan terjadi

mendadak.Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi

putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan

menjernih, tetapi bagian dalam retina menjadi atrofi dan

berhubungan dengan hilangnya lapang pandang sektoral yang

permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat ditemukan

rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi angiografi

menunjukkan area yang terlibat menunjukkan gambaran tidak

adanya perfusi.13

29
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada

gambaran funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan

edema yang bersifat putih pada retina akibat infark pada pembuluh

darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami

rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya

edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap

pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari

emboli. 12,13

2.12 Prognosis

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah.

Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai

dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi

vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi

tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah

yang baik. 2,5

Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate

berdasarkan tidak diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain

grade I : 4%, grade II : 20%, grade III : 80% , grade IV : 98%. 2

30
BAB III

KESIMPULAN

Retinopati hipertensi adalahkelainan atau perubahan vaskularisasi retina

pada penderita hipertensi.Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik >

90 mmHg dan tekanan sistolik>140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut

menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadilah retinopati hipertensi. Pada

keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami perubahan

patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Pada tahap

awal, pembuluh darah retina mengalami vasokonstriksi secara

generalisata.Kemudian terjadi perubahan refleks pada pembuluh darah retina

(copper wire), perubahan pada arteriovenous nicking, cotton wool spot,

perdarahan retina.Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap akhir, dan

merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat

berat.Perjalanan penyakit inilah yang mengklasifikasikan derajat penyakit.

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan

penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari

proses hipertensi kecuali terdapat komplikasi oklusi vena atau arteri lokal.Untuk

itu mengobati faktor primer dengan obat hipertensi yang salah satunya adalah

golongan ACE inhibitor (kaptopril) sangat penting jika ditemukan perubahan pada

fundus akibat retinopati arterial.Fotokoagulasi laser juga dapat dipertimbangkan

sebagai penatalaksanaan yang terbukti memperbaiki oksigenasi bagian dalam

retina.

31
32
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta, SpM. Ilmu Penyakit Mata. Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta ; 2007

2. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreus Section 12. The

Foundation of The American Academy of Ophtalmology ; 2006

3. Wong TY, et al. The prevalence and Risk Factors of Retinal Microvascular

Abnormalities in Older Persons. The Cardiovascular Health Study. 2008; 658-

666.

4. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The

New England Journal of Medicine 2006 351:2310-7 [Online]. 2015 Oct 25

[cited:[8screens].Availablefrom:URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/

2310.pdf

5. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,

editors. Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2015 Oct 26]: [7 screens].

Available from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm

6. American Academy of Ophtalmology. Update on General Medicine. USA :

AAO ; 2009.

7. Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P. Oftalmologi Umum 14th ed.Penerbit

Widya Merdeka. Jakarta ; 2000

8. Wijana Nana, S, D. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 6. Abdi Tegal. Jakarta 1993

9. Murphy RP, Chew EY. Hypertension. In Ryan SJ. ed. Retina. Vol 2. St.Louis

: CV Mosby : 2002

33
10. Gerald Liew, MD, editors. Retinal Vascular. Journal Of The American Heart

Association. 2008;1;156-161

11. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk

indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin

2005;73 and 74;57-70. [cited 2015 Oct 26]: [14 screens]. Available from:

URL:http://bmb.oxforsjournals.org/cgi/reprint/73-74/1/57

12. C.D Regillo,et al. Vitroretinal Disease : The Essentials. Thieme Medical

Publisher, New York.1999

13. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 4th ed. Oxford.

Butterworth Heinemann ; 1999

14. Aru, Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.Jilid I.Edisi IV.2006

15. Arsaell Arnasson and Einar Stefansson. Laser Treatment amd The Mechanism

of Edema Reduction In Retinal Occlusion. Association For Research In Vision

and Ophtalmology. Vol.41 No.3. University of Iceland. March 2000

34

Anda mungkin juga menyukai