Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun

(PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,

bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)

merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang

berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai

gambaran patofisiologi utamanya.

Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering

digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan

yang ditandai dengan sebutan PPOM adalah : Bronkhitis, Emifisema paru-paru dan Asma

bronkial. Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahun dengan

batuk merokok atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum mukoid.

Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini

tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya serangan

brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja

penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus

mengurangi aktifitas. Penderita dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan

penyakit tampaknya tidak dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan

dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila

1
timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan

kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit

B. Rumusan Masalah

1. Apakah penyakit PPOK?

2. Apakah etiologi PPOK?

3. Apakah manispestasi klinis PPOK?

4. Bagaimana penatalaksanaan PPOK?

5. Bagaimanakah asuhan keperawatan PPOK ?

C. Tujuan Masalah

1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian PPOK

2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami etilogi PPOK

3. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari PPOK

4. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan PPOK

5. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami asuhan keperawatan PPOK

2
BAB II

KONSEP MEDIS

A. Pengertian

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkhitis kronik,

emsfisema paru, dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut COPD.

Bronchitis kronik merupakan suatu gannguan klinis ysng ditandai oleh pembentukan

mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan

pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam

dua tahun berturut-turut.

Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya

secara abnormal saluran udara setelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding

alveolus.

Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang

trakeobronkial tehadap berbagai jenis rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai

penyempitan jalan napas secara periodic dan reversible akibat bronkspasme.

B. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK adalah

1. Kebiasaan merokok

2. Polusi udara

3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja

4. Riwayat infeksi saluran napas

3
5. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin

C. Patofisiologi

Berdasarkan perubahan-perubahan anatomis, bahwa kesulitan utama terletak pada

saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi,,

tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami

edema dan terisi mucus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai pada

tingkatan tertentu pada ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat

penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi

memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara

keluar.

Pada bronchitis kronik maupun emsifema terjadi penyempitan saluran napas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak.

Pada bronchitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm

menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena

metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan

hiperplaasi kelenjar mucus. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas disebabkan

oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.

D. Manifestasi Klinik

1. Kelemahan badan

2. Batuk

3. Sputum putih atau mikoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen

4. Sesak napas

5. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

4
6. Mengi atau wheeze

7. Ekspirasi yang memanjang

8. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

9. Suara napas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

E. Komplikasi

1. Hipoksemia; Hipoksemia didefinikasikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55mmHg

dengan nilai saturasi O2< 85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan

mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.

2. Asidosis Respiratori; Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2 (

hiperkapnia ). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness,

dan takipnea.

3. Infeksi saluran pernapasan; Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan karena

peningkatan produksi mukus, peningkatan otot polos bronchial, dan edema mukosa.

Terhambatnya aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispnea.

4. Gagal jantung; Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru

paru), harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea berat. Komplikasi ini sering

kali berhubungan dengan bronchitis kronis, namun beberapa pasien emfisema berat

juga mengalami masalah ini.

5. Distritmia jatung; Distritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung

lain, dan efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.

6. Status Asmatikus; Status asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan

dengan asma bromkhial. Penyakit ini sangat berat potensial mengancam kehidupan

5
dan sering kali tidak menberikan respon terhadap terapi yang biasa diberikan.

Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering terlihat.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Anamnesis : Riwayat penyakit yang ditandai dengan timbulnya gejala seperti yang

dijelaskan di atas dan faktor-faktor penyebab

2. Pemeriksaan fisik :

a. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel_shapped chest (diameter

anteroposterior dada meningkat)

b. Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

c. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah,

pekak jantung berkurang

d. Suara napas berkurang dengan ekspirasi memanjang

3. Pemeriksaan radiologi

a. Foto thoraks pada bronchitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa

bayangan garis-gari yang parallel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan

paru yang bertambah

b. Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan

gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuuh darah pulmonal,

dan penamahan corakan ke distal

4. Pemeriksaan fungsi paru

5. Pemeriksaan gas darah

6. Pemeriksaan EKG

7. Pemeriksaan laboratorium darah : hitung sel darah putih

6
8. Pemeriksaan sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer

(2000) adalah :

1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.

2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :

3. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya

disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x

0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.

4. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab

infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta laktamase.

5. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien

yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam

membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari

selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda

pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.

6. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan

berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.

7. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

8. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada

pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram

diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.

7
Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-0,5/hari

dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.

2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien

maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal

paru.

3. Fisioterapi.

4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.

5. Mukolitik dan ekspektoran.

6. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan

PaO2<7,3kPa (55 mmHg).

7. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan

terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi

pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi

psikis dan rehabilitasi pekerjaan.

8
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian

Aktivitas / istirahat

Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

sehari-hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam

posisi tubuh tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau

latihan.

Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelelahan umum atau kehilangan massa otot

2. Sirkulasi

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

Tanda : Peningkatan tekanan darah, Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia

berat, disritmia, Distensi vena leher, Edema tidak berhubungan dengan penyakit

jantung, Bunyi jantung redup

3. Integritas ego

Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup.

Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang

4. Makan dan Cairan

Gejala : Mual atau muntah, Anoreksia, Penurunan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, Edema, Berkeringat, Penurunan massa otot

5. Higiene

Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan melakukan aktivitas.

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.

6. Pernapasan

9
Gejala : Napas pendek, rasa dada tertekan, Batuk menetap dengan produksi sputum

setiap hari, Riwayat pneumonia berulang, Faktor keluarga dan keturunan, Penggunaan

oksigen pada malam hari atau terus menerus.

Tanda : Pernafasan cepat atau lambat, ekspirasi memanjang dengan mendengkur.

Adanya penggunaan otot bantu pernapasan. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi

mengi. Perkusi hipersonan. Kesulitan bicara. Warna pucat dan sianosis bibir dan dasar

kuku. Terdapat jari tabuh (clupping finger)

7. Keamanan

Gejala : Riwayat reaksi alergi, sensitif terhadap faktor lingkungan, Adanya atau

berulangnya infeksi.

Tanda : Kemerahan atau berkeringat

8. Seksualitas

Gejala : Penurunan libido,

9. Interaksi sosial

Gejala :Hubungan ketergantungan, Kurang sistem pendukung, Kegagalan dukungan

orang terdekat, Penyakit lama.

Tanda : Keterbatasan mobilitas fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga

lain.

10. Penyuluhan atau pembelajaran

Gejala: Penyalahgunaan obat pernafasan. Kesulitan menghentikan rokok. Penggunaan

alkohol secara teratur

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan PPOK yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan

produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi

bronkopulmonal.
10
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi

jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnoe,

kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat nya pertahanan

utama, tidak adekuatnya imunitas.

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan berhubungan dengan kurang

informasi dan tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi.

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang yang dapat direncanakan pada klien dengan PPOK ialah

sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan

produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi

bronkopulmonal.

Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.

Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas.

Intervensi/Rasional

a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis mengi, krekels, ronki.

Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas

dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis . penyebaran,

krekels basah (bronchitis).

b. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi ekspirasi.

Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stres/adanya dproses infeksi akut. Pernapasan dapat

melambat dan frekuensi ekpirasi memanjang dibanding inspirasi

11
c. Catat adanya/derajat dispnea, mis. Keluhan lapar udara gelisah, ansietas, distres

pernapasan, penggunaan otot bantu.

Rasional : disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap

proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis

infeksi, reaksi alergi.

d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis. Peninggian kepala tempat tidur,

duduk pada sandaran tempat tidur.

Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan

dengan menggunakan gravitasi.

e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis : debu, asap dan bulu bantal yang

berhubungan dengan kondisi individu.

Rasional : pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode

akut.

f. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

Rasional : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol

dispnea dan menurunkan jebakan udara.

g. Obsevasi karakteristik batuk, mis : menetap, batuk pendek, basah.

Rasional : batuk dapat menetap tetapi efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit

akut, atau kelemahan.

h. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.

Memberikan air hangat. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan

sekret, mempermudah pengeluaran.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi

jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

Tujuan : Klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi.

12
Kriteria hasil : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

dengan GDA dalam rentang normal dan bebas dari geja distre pernapasan.

Intervensi/Rasional :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.

Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya

proses penyakit.

b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah

untuk bernapas, dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan

individu.

Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan

latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

c. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

Rasional : sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat

sekitar bibir/atau daun telinga), keabu-abuan dan diagnosis sentral

mengindikasikan beratnya hipoksemia.

d. Dorong mengeluarkan sputum : penghisapan bila diindikasikan.

Rasional : kental. Tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan

pertukaran gas pada jalan napas kecil.

e. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi napas

tambahan.

Rasional : bunyi napas mungkin reduk karena penurunan aliran udara atau

konsolidasi.

f. Palpasi fremitus.

Rasional : penurunan getaran fibrasi diduga ada opengumpulan cairan atau udara

terjebak.

13
g. Awasi tingkat kesadaran/status mental, selidiki adanya perubahan.

Rasional : gelisah dan ansietas adalah manifestasi klinis umum pada hipoksemia,

GDA memburuk disertai bingung.

h. Evaluasi tingkat toleransi aktifitas, berikan lingkungan tenang dan kalem, batasi

aktivitas pasien atau dorong untuk tidur dikursi selama fase akut.

Rasional : selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak

mampu melakukan aktivitas.

i. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.

Rasional : takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek

hipoksemia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia

sistemik pada fungsi jantung.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnoe,

kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia.

Tujuan : Klien akan menunjukkan kemajuan/peningkatan status nutrisi.

Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat,

menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau

mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi/Rasional :

a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan,

evaluasi berat badan dan ukur tubuh.

Rasional : pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,

produksi sputum, dan obat.

b. Auskultasi bunyi usus.

14
Rasional : penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas

gaster dan konstipasi.

c. Berikan perawatan oral aktifitas, dan hipoksemia.

Rasional : rasa tak enak, badan penampilan adalah pencegah utama nafsu makan

dan dapat membuat mual dan muntah istirahat semalam 1 jam sebelum makan.

d. Hindari makanan penghasil gas dan minum karbonat.

Rasional : dapat menghasilkan dispense abdomen yang menggangu napas

abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.

e. Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat

badan, dan evauasi keadekuatan rencana nutrisi.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat nya pertahanan

utama, tidak adekuatnya imunitas.

Tujuan : mengerti pemahamn penyebab/factor resiko infeksi, melakukan perubahan

pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi/Rasional

a. Awasi suhu.

Rasional : demam dapat terjadi karena dan/atau dehidrasi.

b. Kaji pentingnya latihan jalan napas, abtuk efektif, perubahan posisi sering dan

masukan adekuat.

Rasional : aktifitas ini meningkatkan pengeluaran secret untuk menurnukan

resiko terjadinya infeksi peru.

c. Observasi warna, karakter, bau sputum.

Rasional : secret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi

paru.

15
d. Bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.

Rasional : mencegah penyebaran pathogen melalu cairan.

e. Awasi pengungjung berikan masker sesuai dengan indikasi.

Rasional : menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.

f. Dorong keseimbangan antara aktifitas dengan istirahat.

Rasional : menurut konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki

pertahanan pasien terhadap infeksi.

g. Diskusikan kebutuhan masukan aktivitas nutrisi adekuat.

Rasional : malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan

tahanan terhadap infeksi.

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan berhubungan dengan kurang

informasi dan tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi.

Tujuan : mampu pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

Kriteria hasil : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

Intervensi/Rasional

a. Jelaskan penjelasan proses penyakit individu, dorong orang terdekat untuk

menyatakan pertanyaan.

Rasional : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi

pada rencana pengobatan.

b. Instruksikan rasional untuk latihan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.

Rasional : napas bibir dan napas abdominal/disfragmatik individu arti untuk

mengontrol dispnea, altihan kondisi umu meningkat toleransi akitivtas.

c. Diskusikan obat pernapasan, efek samping , dan reaksi yang tak diinginkan.

Rasional : pasien ini sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang

mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat.

16
d. Tunjukkan tehnik penggunaan dosis inhaler seperti bagaimana memegang,

interval semprotan 2-5 menit, bersihkan inhalel.

Rasional : pemberin yang tepat obat meningkatkan penggunaan dan keefektifan.

System alat untuk mencatat obat interminten/penggunaan dosis dari obat kalau

perlu.

e. Anjurkan menghindari agen sedative antiansietas kecuali diresepkan diberikan

oleh dokter mengobati kondisi pernapasan.

Rasional : meskipun pasien mungkin gugup dan merasa perlu sedative ini.

f. Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi.

Rasional : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut.

g. Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif.

Rasional : menurunkan pemajan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas

atas.

h. Diskusikan factor individu yang meningkatkan kondisi mis. Udara terlalu kering,

angin, lingkungan dengan suhu ekstrem serbuk.

Rasional : factor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronchial, produksi

secret dan tambahan jalan napas.

i. Kaji efek bahaya meroko dan nesehatkan menghentikan merokok pada pasien dan

atau orang terdekat.

Rasional : penghentian merokok dapat memperlambat kemajuan PPOM.

j. Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan

periode istirahat untuk mencegah kelemahan.

Rasional : mempunyai pengetahuan ini dapat memampukan pasien untuk

membuat pilihan/keputusan informasi untuk menurunkan dispnea.

k. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medic, foto dada periodic.

17
Rasional : pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk

memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.

l. Rujuk untuk evaluasi keperawatan dirumah bila diindikasikan, berikan rencana

pengkajian detail dasar fisik untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang

dari perawatan akut.

Rasional : memberikan kelanjutan perawatan, dapat membantu menurnukan

frekuensi perawatan dirumah sakit.

D. Implementasi

Komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan keterampilan

yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Keterampilan dan

pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada; Melakukan

aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan untuk

mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada . Membantu

klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan

membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang

tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau

menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri.

Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang

tersedia.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan

yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria

18
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara bersinambungan

dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan

tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan.

Jika sebaliknya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk :

a. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

b. Menetukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.

c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatab belum tercapai.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari penullisan makala ini adalah :

19
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering

digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. Bronkhitis kronik, emsfisema paru, dan asma bronchial membentuk

kesatuan yang disebut COPD.

2. Gejala- gejala yang sering muncul pada penderita PPOK adalah kelemahan badan

batuk, sputum putih atau mikoid, jika ada infeksi menjadi purulen ataumukopurulen

sesak napas, sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi.

3. Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita PPOK adalah

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan fungsi paru,

pemeriksaan gas darah, pemeriksaan EKG, pemeriksaan laboratorium

4. Pada asuhan keperawatan dapat dilakukan mulai dari pengkajian kemudian

menentukan diagnosa, menentukan intervensi yang tepat sesuai dengan diagnosa

keperawatan, melaksanakan implementasi sesuai dengan intervensi yang telah

direncanakan dan mengevaluasi hasil implementasi yang dilakukan terhadap pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed 3. Jakarta. EGC : 2000

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2000

20
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi, Ed. 6. Jakarta. EGC : 2005

http:// PPOK Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan PPOK.htm

http:// KTI Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Menahun) _ Akkes Askep.htm

21

Anda mungkin juga menyukai