Anda di halaman 1dari 4

BALASAN

Sedih, satu kata yang terpancar dan menutupi wajah ayunya. Dengan nanar dia
menatap secarik foto yang ada ditangannya. Entah berapa liter air mata yang sudah
keluar dan mengalir deras dari pelupuk matanya karena itu. Dari sudut hatinya
sebenarnya ada sedikit penyesalan. Sekeping hatinya masih berusaha berharap dan
mengais harapan yang sudah sirna bergati duka.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh tetapi dia belum beranjak pergi dari kursi
di kamarnya. Dia masih saja melamun dan mengenang kisah masa lalunya.

***

Huh... pasti telat lagi! gumamnya sambil melihat jam tangan.

Biiimmmm... biimmmmm... terdengar klakson motor di depan rumah, diapun beranjak


dari kursi yang didudukinya sedari tadi dan membawa serta tas punggungnya.

Bunda, berangkat dulu ya. Ucapnya sambil mengecup tangan bunda yang hangat.

Iya, hati-hati ya Lis. Sembari menyapu rambut anaknya

Iya bunda. Assalamualaikum.

Waalaikumsalam.

Dibukanya pintu pagar, dipasangnya air muka cemberut. Alah paling nanti dia juga
akan merengek-rengek minta maaf karena telat menjemput, gerutunya dalam hati.

Pagi-pagi kok mukanya sudah ditekuk sih. Goda Eza yang semakin membuatnya
kesal.

Iya sudah ayo cepetan nanti malah terlambat. Ucap Allysa kesal

Siap kapten! seru Eza

***

Lis, maaf dong. Jangan marah, ini yang terakhir deh! Janji. Dengan wajah memelas
seperti biasanya
Za, apa dengan janji dan maaf dari kamu bisa menyelesaikan masalah? Jangan suka
ngumbar janji! Allysa mulai naik darah.

Kamu beneran marah sama aku? Tanyanya polos

Terus kamu pikir aku bohongan gitu? Aku udah capek menghadapi tingkah kamu yang
selalu saja mengumbar janji-janji itu. Ucapnya agak keras, tanpa menghiraukan Eza
diapun langsung pergi meninggalkan tempat itu.

Hari silih berganti, pertengkaranpun selalu terjadi setiap saat bahkan sebuah
masalah kecilpun bisa menjadi masalah yang sangat sulit diselesaikan. Lambat laun,
Allysa mulai menyerah tetapi ia masih binggung karena rasa cintanya kepada Eza. Dia
berfikir semalam suntuk untuk memutuskan hal ini.

Jam dinding baru menunjukkan pukul enam lebih limabelas menit tetapi Allysa
sudah tidak sabar untuk berangkat ke sekolah, alasannya sederhana. Dia ingin cepat-
cepat mengutarakan keputusannya kepada Eza. Seharian itu dia berusaha
menghindari Eza, ketika Eza hendak menghampirinya ia langsung pergi menjauh dan
itu dilakukan berkali-kali. Akhirnya bel pertanda pulang yang ditunggu-tunggu
berdering. Dengan sekuat tenaganya ia berusaha menyiapkan mental untuk segala
sesuatu yang akan terjadi.

Eza... panggilnya dari belakang.

Eh, kamu udah disini Lis. Yuk kita pulang bareng.

Aku mau bicara sesuatu Za, sebentar aja. Ucapnya pelan.

Mau bicara apa Sayang? Kayaknya serius banget, pakai acara izin segala. mungkin
Eza merasa keheranan.

Eza, kita putus aja ya. Aku ngerasa kita udah nggak sepaham lagi. Kita udah beda,
bukan kita yang dulu selalu ceria dan sedih bersama. Aku juga udah nggak sanggup
berantem terus sama kamu. Jadi mending kita udahan aja. Tuturnya dengan halus.
Eza hanya mampu terpaku dan berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh
Allysa. Dia masih tidak percaya dengan apa yang sudah dia dengar.

Eza, kamu baik-baik aja kan?


Emmm.. Iya Lis, mungkin memang itu yang terbaik untuk kita. Kamu jaga diri baik-
baik ya.

Iya Eza, kamu juga ya jangan keseringan telat bangun. Ya udah aku pulang dulu ya,
sudah dijemput Bunda didepan.

Iya, Lis. Salam buat Bunda ya.

Sesampainya di rumah, dia segera merebahkan diri yang sudah lelah karena
seharian berpikir di sekolah. Sejenak ia memikirkan keputusan yang baru diambilnya.
Tapi dia segera menepis semua pikirannya, dia berpikir bahwa ini adalah keputusan
terbaik untuk bersama. Perutnya terasa lapar kemudian dia menghampiri bundanya
yang sedari tadi sudah berada di ruang makan. Tanpa banyak kata ia langsung
mengambil makanan dan segera menyantapnya. Setelah kenyang dia kembali lagi ke
kamar. Sesampainya, dia merasa bosan dan binggung akan melakukan apa. Tiba-tiba
handphonenya berdering dan ternyata ada sebuah SMS masuk dari Mario. Mario ingin
mengajaknya membeli kado untuk adiknya yang akan ulang tahun, karena tidak ada
kegiatan akhirnya dia menyetujuinya. Tak berapa lama kemudian Mario sudah ada di
depan rumahnya. Mario adalah teman kecilnya, mereka sangat dekat bahkan tak
jarang orang-orang mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

***

Bulan silih berganti, tak terasa sudah hampir enam bulan Allysa berpisah
dengan Eza. Kini dia menjadi sangat dekat dengan Mario dan lebih dekat daripada
dahulu. Dia merasa Mario adalah orang yang sangat istimewa dan mampu memahami
segala keinginannya. Mario, sesosok laki-laki yang kini mengisi ruang dihatinya. Mario,
penghiburnya disetiap kesedihannya. Mario, seorang sahabat kecil yang kini sudah
menjadi pelita hatinya.

***

Hallo Lis. Sapa Mario hangat.

Halo Mario.

Kamu bisa datang kerumahku sebentar? Aku butuh bantuan nih.


Wah ada apa, kayaknya penting deh.

Udah pokoknya kamu cepet kesini! Bye! ucapnya dan mematikan pembicaraan.

Desy Rinawati
XII-IPA 2
10

Anda mungkin juga menyukai