Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak sebelah
inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ
ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya
aliranurine keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari denganberat normal
pada orang dewasa 20 gram. McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam
beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,zona
fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat
terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal
dari zona perifer.1
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic
hyperplasia sebanarnya merupakan istilah histopatologis yaitu terdapat hiperplasia
sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat
dialami oleh sekitar 70% pria diatas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat
sehingga 90% pada pria berusia diatas 80 tahun.2
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosterone, yang di
dalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5-reduktase. Dihidrotestosteron
inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan dan proliferasi sel
kelenjar prostat.1,2
Banyak sekali faktor yang didugaberperan dalam proliferasi atau pertumbuhan
jinak kelenjar prostat.Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua
dan masih mempunyai testis yang berfungsi normal menghasilkan testosteron.
Disamping itu pengaruh hormon lain seperti estrogen dan prolaktin.2
1
Faktor-faktor yang disebutkan diatas mampu mempengaruhi sel-sel prostat
untuk mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang
berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat.Faktor-faktor
yang mampu meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor
ekstrinsik sedangkan protein growth factor dikenal sebagai faktor instrinsik yang
menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat.2
Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien,
tergantung komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di
berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas terapi
pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-
tiap daerah.1,2
2
BAB II
HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya
2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram.1,4
Histologi prostat 3
3
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :4
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
4
Pembesaran prostat benigna menyebabkan penyempitan pada uretra
posterior yang dimana zona transisional yang berada berdekatan dengan uretra
yang tempat terjadinya penyempitan uretra posterior.1,4
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon testosteron,
yang didalam sel kelenjar prostat, hormon ini dapat dirubah menjadi metabolit
aktif yaitu dihidrotestosteron (DHT) dengan bntuan enzim 5-reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu mRNA di dalam sel
kelejar prostat untuk mensintesis growth factor yang memacu pertumbuhan dan
proliferasi sel kelenjar prostat.1
2.2 Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat:1,2,4,9
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon testosteron.
Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah
5
yang secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
NADPH NADP
Testosterone dihirotestosteron
5 reduktase
Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh enzim 5 reduktase
6
sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan
testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi
sel-sel epitel maupun stroma.
7
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya
pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
2.3 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik
buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS).1,2,5
8
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.5
9
Ertanyaan
Keluhan pada bulan Tidak <1> >5 15 kali > 15 kali Hampir selalu
terakhir sama sampai
sekali 15 kali
Adakah anda merasa 0
buli-buli tidak
kosong setelah
buang air kecil
Berapa kali anda 0 1 2 3 4 5
hendak buang air
kecil lagi dalam
waktu 2 jam setelah
buang air kecil
Berapa kali terjadi 0 1 2 3 4 5
air kencing berhenti
sewaktu buang air
kecil
Berapa kali anda 0 1 2 3 4 5
tidak dapat menahan
keinginan buang air
kecil
Berapa kali arus air 0 1 2 3 4 5
seni lemah sekali
sewaktu buang kecil
Berapa kali terjadi 0 1 2 3 4 5
anda mengalami
kesulitan memulai
buang air kecil
(harus mengejan)
Berapa kali anda 0 1 2 3 4 5
bangun untuk buang
air kacil di waktu
malam
Andaikata hal yang Sangat Cukup Biasa Agak Tidak Sangat tidak
anda alami sekarang senang senag saja tidak menyenangkan menyenangkan
akan tetap senang
berlangsung seumur
hidup, bagaimana
perasaan anda
Jumlah nilai :
0 = baik sekali
10
1 = baik
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
Dengan memakai skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien memer-
lukan terapi. Sebagai patokan jika skoring >7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi
medi-kamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha
untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau
(2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan
adalah :
11
adrenergik- terbukti dapat memperbaiki gejala BPH, menurunkan keluhan BPH
yang mengganggu, meningkatkan kualitas hidup (QoL), dan meningkatkan
pancaran urine. Rata-rata obat golongan ini mampu memperbaiki skor gejala miksi
hingga 30-45% atau 4-6 poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan
dengan sebelum terapi.6,7,8
Perbaikan gejala meliputi keluhan iritatif maupun keluhan obstruktif sudah
dirasakan sejak 48 jam setelah pemberian obat. Golongan obat ini dapat diberikan
dalam jangka waktu lama dan belum ada bukti-bukti terjadinya intoleransi dan
takhipilaksis sampai pemberian 6-12 bulan. Dibandingkan dengan inhibitor 5
reduktase,golongan antagonis adrenergik- lebih efektif dalam memperbaiki gejala
miksi yang ditunjukkan dalam peningkatan skor IPSS, dan laju pancaran urine.
Dibuktikan pula bahwa pemberian kombinasi antagonis adrenergik- dengan
finasteride tidak berbeda jika dibandingkan dengan pemberian antagonis
adrenergik- saja. Sebelum pemberian antagonis adrenergik- tidak perlu
memper-hatikan ukuran prostat serta memperhatikan kadar PSA; lain halnya
dengan sebelum pemberian inhibitor 5- reduktase. Berbagai jenis antagonis
adrenergik menunjukkan efek yang hampir sama dalam memperbaiki gejala
BPH. Meskipun mempunyai efektifitas yang hampir sama, namun masing-masing
mempunyai tolerabilitas dan efek terhadap sistem kardiovaskuler yang berbeda.
Efek terhadap sistem kardiovaskuler terlihat sebagai hipotensi postural, dizzines,
dan asthenia yang seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobatan.7
Doksazosin dan terazosin yang pada mulanya adalah suatu obat
antihipertensi terbukti dapat memperbaiki gejala BPH dan menurunkan tekanan
darah pasien BPH dengan hipertensi. Sebanyak 5-20% pasien mengeluh dizziness
setelah pemberian doksazosin maupun terazosin, < 5% setelah pemberian
tamsulosin, dan 3-10% setelah pemberian plasebo. Hipotensi postural terjadi pada
2-8% setelah pemberian doksazosin atau terazosin dan kurang lebih 1% setelah
pemberian tamsulosin atau plasebo. Dapat dipahami bahwa penyulit terhadap
sistem kardiovasuler tidak tampak nyata pada tamsulosin karena obat ini
12
merupakan antagonis adrenergik yang superselektif, yaitu hanya bekerja pada
reseptor adrenergik-1. Penyulit lain yang dapat timbul adalah ejakulasi retrograd
yang dilaporkan banyak terjadi setelah pemakaian tamsulosin, yaitu 4,5-10%
dibandingkan dengan plasebo 0-1%13. Lepor menyebutkan bahwa efektifitas obat
golongan antagonis adrenergik- tergantung pada dosis yang diberikan, yaitu
makin tinggi dosis, efek yang diinginkan makin nyata, namun disamping itu
komplikasi yang timbul pada sistem kardiovaskuler semakin besar. Untuk itu
sebelum dilakukan terapi jangka panjang, dosis obat yang akan diberikan harus
disesuaikan dahulu dengan cara meningkatkannya secara perlahan-lahan (titrasi)
sehingga diperoleh dosis yang aman dan efektif.7,10
Dikatakan bahwa salah satu kelebihan dari golongan antagonis adrenergik-
1 (tamsulosin) adalah tidak perlu melakukan titrasi seperti golongan obat yang
lain. Tamsulosin masih tetap aman dan efektif walaupun diberikan hingga 6 tahun.
13
redukstase di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa obat
ini mampu menurunkan ukuran prostat hingga 20-30%,meningkatkan skor gejala
sampai 15% atau skor AUA hingga 3 poin, dan meningkatkan pancaran urine.
Efek maksimum finasteride dapat terlihat setelah 6 bulan. Pada penelitian yang
dilakukan oleh McConnell et al (1998) tentang efek finasteride terhadap pasien
BPH bergejala, didapatkan bahwa pemberian finasteride 5 mg perhari selama 4
tahun ternyata mampu menurunkan volume prostat, meningkatkan pancaran urine,
menurunkan kejadian retensi urine akut, dan menekan kemungkinan tindakan
pembedahan hingga 50%. Finasteride digunakan bila volume prostat >40 cm3.
Efek samping yang terjadi pada pemberian finasteride ini minimal, di antaranya
dapat terjadi impotensia, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-
bercak kemerahan di kulit. Finasteride dapat menurunkan kadar PSA sampai 50%
dari harga yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini
kanker prostat.5,7,10
14
5-Alpha Reductase Inhibitor (5-ARI) untuk gejala benign prostatic hyperplasia
(BPH
Alpha blockers tidak mempengaruhi PSA dan tidak berpengaruh pada risiko
kanker prostat.Namun 5-ARIs menurunkan PSA sebesar 50% setelah 6 bulan
terapi. Misalnya,jika PSA pasien adalah 8 ng/mL sebelum inisiasi dengan 5-ARI,
kemudian setelah 4 sampai 6 bulan terapi, PSA akan berada pada rentang 4 ng/mL.
Sambil terus dengan 5-ARI nilai PSA harusnya tetap di sekitar level ini.Jika PSA
meningkat pada 5-ARI maka rujukan ke ahli urologi adalah wajib untuk
mengeliminasi perkembangan kanker prostat baru. Sementara pasien menerima 5-
ARI, prostat harus diperiksa dengan pemeriksaan colok dubur tahunan.5
3. Terapi Kombinasi
Studi telah menunjukkan manfaat dari terapi kombinasi dengan 5-ARIs dan
alpha blockers.Manfaat terbesar adalah pada pasien dengan pembesaran prostat, di
mana terapi kombinasi 5-ARI menyusutkan prostat dan alpha blockers
melemaskan otot polos prostat.Untuk pasien dengan prostat lebih kecil, alpha
blockers saja mungkin cukup untuk meringankan gejala saluran kemih. Dua studi
Landmark memberikan terapi kombinasi untuk BPH.5,7
15
menjadi empat kelompok perlakuan: alpha blockers (doxazosin) saja, 5-ARI
(finasteride) saja, terapi kombinasi, dan terapi placebo.5,7
Terapi kombinasi yang paling efektif, yaitu dengan syarat peningkatan laju
aliran, perbaikan skor gejala, berkurangnya risiko retensi urin akut, dan
berkurangnya kebutuhan untuk operasi.Volume prostat menurun pada pasien yang
menerima finasteride saja, dan pada pasien yang diobati dengan finasteride dan
alpha blockers. Pasien yang diterapi dengan alpha blockers saja atau dengan
plasebo memiliki volume prostat meningkat dari waktu ke waktu, dan tidak
mengurangi kebutuhan untuk operasi di masa depan terkait dengan BPH dan tidak
menurunkan risiko berkembangnya menjadi retensi urin akut.5
Beberapa uji klinis menunjukkan hasil yang lebih baik dengan terapi
kombinasi pada gejala hiperplasia prostat jinak. Salah satunya adalah studi
MTOPS (Medical Therapy of Prostatic Symptoms) yang membandingkan efek
jangka panjang terapi kombinasi dengan doxazosin plus finasteride dengan obat
16
tunggal saja. Hasil MTOPS menunjukkan bahwa terapi kombinasi lebih unggul
daripada monoterapi, yang secara signifikan mengurangi risiko perkembangan dan
kebutuhan pembedahan dalam jangka panjang.5
Telah diketahui dengan baik bahwa peradangan dan BPH hidup
berdampingan dalam spesimen prostatektomi. periode perkembangan dari lesi
kecil menjadi termanifestasi secara klinis. Dalam kedua penyakit prostat ini, ada
ketidakseimbangan antara pertumbuhan sel prostat dan apoptosis.
Ketidakseimbangan ini sangat kompleks dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar
prostat seperti faktor pertumbuhan, sitokin dan hormon steroid. Faktor-faktor ini
merangsang proliferasi dan meminimalkan apoptosis sel. Peran peradangan pada
penyakit prostat diakibatkan oleh adanya sel inflamasi di dalam prostat pada kasus
penyakit prostat. Di Silverio dkk. menunjukkan korelasi infiltrat inflamasi yang
lebih tinggi yang tampak pada volume prostat yang lebih besar dan lebih rentan
terhadap perkembangan.8
Terapi gabungan dengan meloxicam, penghambat COX-2 selektif, ditambah
tamsulosin hydrochloride menghasilkan perbaikan yang lebih baik dari gejala
hiperplasia jinak, nokturia dan kualitas tidur dibandingkan dengan tamsulosin
hydrochloride saja.8
17
uji klinis yang mengevaluasi efek penghambat COX2 di LUTS dan BPH masih
sangat sedikit.7,8
4. Agen anti-muskarinik6,8,10
Efek samping: Mulut kering, mata kering dan konstipasi adalah efek samping
agen anti-muskarinik yang lebih sering terlihat. Sebagian besar agen anti-
muskarinik melintasi sawar darah-otak, sehingga bisa menyebabkan perubahan
status mental, terutama di kalangan pasien lanjut usia. Tidak ada penelitian untuk
mendukung penggunaan agen anti-muskarinik yang berkepanjangan di antara pria
dengan obstruksi saluran kandung kemih.
5. Penghambat 5-fosfodiesterase6,8,9,10
18
mekanisme yang mungkin termasuk relaksasi pada otot polos pada saluran kencing
bawah yang disebabkan oleh peningkatan guanosin monofosfat siklik,
penghambatan proses peradangan lokal, dan perbaikan aliran darah dan oksigenasi
ke saluran kencing bawah.
Efek: Sebagian besar penelitian menunjukkan perbaikan pada IPSS dan QOL,
namun tidak ada peningkatan yang signifikan pada Qmax. Hanya Tadalafil 5 mg
sehari yang telah disetujui untuk digunakan pada pria dengan LUTS oleh Otoritas
Ilmu Kesehatan Singapura dan Ilmu Kesehatan AS.
2.5 Komplikasi
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. hemorroid
8. Hernia
9. Hidronefrosis2.
Komplikasi yang pada pasien BPH yang melakukan tindakan operasi
tertutup: salah tindakan operasi tertutup pada pasien BPH adalah TUR
19
yang merupakan Transurethral Resection of Prostate (TURP) adalah
operasi yang dilakukan dengan tujuan menghilangkan obstruksi di area
central prostat dengan menggunakan panas diatermi dan insersi kateter
sementara menuju kandung kemih untuk irigasi sisa jaringan yang
tereseksi. Salah satu komplikasinya adalah TURP syndrome. TURP
syndrome adalah sekumpulan gejala sistemik sebagai efek dari
penyerapan cairan irigasi yang terlalu banyak sehingga hal tersebut
mengganggu kestabilan kadar natrium tubuh, sementara natrium
memiliki peran vital dalam menjaga fungsi kerja saraf. Tanda dan
gejala tersebut adalah disorientasi, gangguan kesadaran, gangguan
pengelihatan, mual dan muntah, gangguan pola nafas, abnormalitas
nilai Capillary Refill Time, hiponatremia, anemia, nyeri kepala,
hipertensi, gangguan frekuensi nadi, suara paru ronchi, gangguan
kadar kalium, kadar ureum dan kreatinin yang tinggi dan edema kaki.
Kunci utama munculnya tanda dan gejala tersebut adalah ketika kadar
natrium dalam darah mulai berkurang (< 135 mmol/l) sementara kadar
normal dalam tubuh berkisar antara 135-145 mmol/l dan sindrom ini
bisa muncul pada 15 menit setelah reseksi dilakukan hingga lebih dari
24 jam post operasi5.
Komplikasi yang pada pasien BPH yang melakukan tindakan operasi
terbuka: Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy Pada
prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi
kandung kemih tidak dibuka dapat menimbulkan komplikasi berupa
perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis. Suprapubic Atau
Tranvesical Prostatectomy Metode operasi terbuka, reseksi supra
pubic kelenjar prostat diangkat dari uretra lewat kandung kemih dapat
menimbulkan komplikasi berupa Striktura post operasi (uretra anterior
20
2 5 %, bladder neck stenosis 4%), Inkontinensia (<1%) ,
Perdarahan , Epididimo orchitis , Recurent (10 20%)5.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Usman Patta
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Morowali
Pekerjaan : Wiraswasta
Waktu masuk : 13 Oktober 2017
Ruangan : Teratai
Rumah Sakit : RSUD Undata
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
BAK tersendat-sendat
Anamnesis terpimpin
pasien masuk rumah sakit dengan keluhan BAK tersendat-sendat sejak
kurang lebih 7 bulan yang lalu, Pasien mengeluh jika BAK selalu merasa tidak
puas, pada saat pasien ingin berkemih pasien selalu mengejan untuk
mengeluarkan kencing sehingga butuh waktu lama untuk mengeluarkan
kencing, pada saat buang air kecil urin yang keluar pancarannya lemah
sehingga urin yang keluar sedikit, pasien juga kadang merasa celana dalam
pasien basah karna urin yang merembes sedikit-sedikit tanpa dirasakan, pasien
BAK >10x sehari tetapi sedikit-sedikit, dan pada malam hari selalu terbangun
karena merasa ingin BAK, BAK pada malam hari >3x, BAK kadang disertai
nyeri perut bagian bawah disertai mual namun tidak ada muntah. BAK warna
biasa, darah (-), pusing (-), sakit kepala(-), demam (-), BAB lancar. Pasien tidak
22
mengeluhkan BAB berdarah, juga menyangkal adanya benjolan yang keluar
masuk pada anus dan selangkangan.
Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah berobat dan mengonsumsi obat sebelumnya saat
pasien berobat di Puskesmas.
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalisata
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : GCS E4V5M6
Status gizi : Gizi baik
BB : 62 kg
TB : 150 cm
IMT : 25,1kg/m2 (normal)
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 /menit, regular, kuat angkat
Respirasi : 20 /menit
Suhu axilla : 36,7C
Pemeriksaan kepala
Wajah : Tampak pucat (-), edema (-), efloresensi (-)
23
Bentuk : Normocephalus
Rambut : Warna hitam, distribusi normal, alopecia (-)
Deformitas : (-)
Mata : Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterus -/-
Pupil : Bentuk bulat, isokor, RCL +/+
Mulut : Bibir : Warna kesan normal
Lidah : Bentuk kesan normal, warna merah muda,
tremor (-), lidah kotor (-)
Tonsil : Ukuran T1/T1
Telinga : Secret (-)
Pemeriksaan leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : Peningkatan (-)
Massa : (-)
Thorax
Pemeriksaan Paru-Paru
Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral kanan = kiri, retraksi
interkosta (-), jejas (-), bentuk normochest, jenis pernapasan
thoraco-abdominal, pola pernapasan kesan normal.
Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus normal kanan = kiri,
nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor (+)
Auskultasi : Suara napas vesikuler di kedua lapang paru
Suara napas tambahan: Ronkhi (-/-),Whezzing (-/-).
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
24
sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan (-).
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
Auskultasi : Bunyi peristaltik usus terdengar, frekuensi kesan normal.
Perkusi : Bunyi timpani (+). Pembesaran lien & hepar (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-). Palpasi hepar dan lien tidak teraba.Palpasi
ginjal tidak teraba.
Genitalia
Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas superior
Kulit : Warna kuning langsat kesan normal, edema (-/-), akral
hangat (+/+), fungsi sensorik normal, efloresensi (-/-).
Otot : Bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
Sendi : ROM dalam batas normal
Ekstremitas inferior
Kulit : Warna kuning langsat kesan normal, edema (-/-), akral
hangat (+/+), fungsi sensorik normal, efloresensi (-/-).
Otot : Bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
Sendi : ROM dalam batas normal
Status lokalis
Regio Costovertebra
25
Regio Supra Pubis
- Perkusi : Timpani
Kenyal.
Regio Anal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin
RBC : 4,46 106/mm3 (4,50-6,50)
WBC : 5,4 103mm3 (4,0-10,0)
26
HGB: 11,8 g/dL (13,0-17,0)
HCT: 37,1 % (40,0-54,0)
PLT: 256 103/mm3 (150-500)
b. Hasil USG
Hipertrofi prostat grade 3
c. Hasil Pemeriksaan PA
Makroskopik : 2 buah jaringan ukuran 2 x 1 cm dan 0,8 x 0,4 x 0,3,
putih kecoklatan padat.
Mikroskopik : sediaan jaringan menunjukkan proliferasi kelenjar-
kelenjar prostat sebagian berdilatasi kistik dilapisi epitel kuboid di sertai
proliferasi/hiperplasia sel basal beberapa lapis epitel, inti bulat oval,
vesikuler, nukeloli jarang, diantara stroma fibromuskuler
Kesimpulan : Basal Cell Hyperplasia Prostat.
E.RESUME
Pasien laki-laki usia 67 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan miksi
tersendat- sendat sejak 7 bulan, tidak puas saat BAK, butuh waktu lama untuk
memulai miksi, urin merembes, nokturia >3 kali, BAB berdarah disangkal, benjolan
pada lipatan paha disangkal.
Pemeriksaan fisik:
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,7 C
R :20 x/menit
27
Tidak teraba nodul
F. DIAGNOSIS KERJA
Benign Prostat Hyperplasia grade 3
G. DIAGNOSIS BANDING
-Striktur Uretra
-Karsinoma Prostat
-Prostatitis
H. RENCANA TATALAKSANA
Rencana tindakan Prostatectomy
I.PROGNOSIS
Dubia et bonam
FOLLOW UP
28
O: TD: 110/90 mmHg Cefuroxime 1 gr/12 jam
N: 76 x/menit Asam mefenamat 3 x 500
R: 20x/menit mg
S: 36,5 C Ranitidin 2 x 150 mg
29
30
BAB IV
PEMBAHASAN
31
kistik dilapisi epitel kuboid di sertai proliferasi/hiperplasia sel basal
beberapa lapis epitel, inti bulat oval, vesikuler, nukeloli jarang, diantara
stroma fibromuskuler. Kesimpulan : Basal Cell Hyperplasia Prostat.
Benign Prostate Hyperplasi, hal ini sudah sesuai dengan teori teori yang
telah dipaparkan.
Prostatectomy untuk mengatasi keluhan pasien, hal ini sudah sesuai dengan
teori.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
9. Pedoman Diagnosis dan Terapi., SMF Urologi Laboratorium Ilmu Bedah., FK
universitas Brawijaya, Malang., 2010.
10. Park Jun Hyun., Etc., Urinary Tract Symptoms (LUTS) Secondary to Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) and LUTS/BPH with Erectile Dysfunction in Asian
Men: A Systematic Review Focusing on Tadalafil., pISSN: 2287-4208 / eISSN:
2287-4690 World J Mens Health 2013 December 31(3): 193-207
http://dx.doi.org/10.5534/wjmh.2013.31.3.193., Korea., 2013. Di akses tanggal
30 agustus 2017.
34