Anda di halaman 1dari 4

Etiologi Diabetes Militus

Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai
dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) (Bare&Suzanne,2002).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau
adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh
lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare & Suzanne, 2002). Virus atau
mikroorganisme akan menyerang pulau - pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor
herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002)

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter
memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya
NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk
metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh
atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien
dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah
mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan
diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda
atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan
berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila
ditemukan peningkatan gula darah ( Bare & Suzanne, 2002)
Pencegahan Diabetes Militus
Pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum yang meliputi: pencegahan tingkat dasar
(primordial prevention), pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosa dini serta
pengobatan yang tepat, pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap
terjadinya cacat dan rehabilitasi (Noor, 2002).

A. Pencegahan Tingkat Dasar


Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha mencegah terjadinya resiko atau
mempertahankan keadaan resiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini
meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau perilaku hidup yang sudah ada dalam
masyarakat yang dapat mencegah resiko terhadap penyakit dengan melestarikan perilaku atau kebutuhan hidup
sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat resiko terhadap suatu penyakit tertentu atau terhadap
berbagai penyakit secara umum. Umpamanya memelihara cara masyarakat pedesaan yang kurang mengonsumsi
lemak hewani dan banyak mengonsumsi sayuran, kebiasaan berolahraga dan kebiasaan lainnya dalam usaha
mempertahankan tingkat resiko yang rendah terhadap penyakit (Noor, 2002).

Bentuk lain dari pencegahan ini adalah usaha mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau
mencegah generasi yang sedang bertumbuh untuk tidak meniru atau melakukan kebiasaan hidup yang dapat
menimbulkan resiko terhadap beberapa penyakit. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama pada kelompok
masyarakat berusia muda dan remaja dengan tidak mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula (Noor,
2002).

B. Pencegahan Tingkat Pertama.


Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya mencegah agar tidak timbul penyakit diabetes
mellitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes adalah faktor keturunan, faktorkegiatan jasmani yang
kurang, faktor kegemukan, faktor nutrisi berlebih, faktor hormon, dan faktor lain seperti obat-obatan. Faktor
keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya diabetes mellitus. Keturunan orang yang mengidap diabetes (apalagi
kalau kedua orangtuanya mengidap diabetes, jelas lebih besar kemungkinannya untuk mengidap diabetes
daripada orang normal). Demikian pula saudara kembar identik pengidap diabetes hampir 100% dapat dipastikan
akan juga mengidap diabetes pada nantinya (Sidartawan, 2001).

Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi faktor lingkungan (kegemukan, kegiatan
jasmani kurang, nutrisi berlebih) merupakan faktor yang dapat diubah dan diperbaiki. Usaha pencegahan ini
dilakukan menyeluruh pada masyarakat tapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada
mereka yang beresiko tinggi untuk kemudian mengidap diabetes. Mereka yang belum menderita DM, tetapi
berpotensi untuk menderita DM diantaranya (Sujaya, 2009):
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kg/m2))
c. Tekanan darah tinggi (>140/90mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)

Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk mengidap diabetes adalah orang-orang yang pernah terganggu
toleransi glukosanya, yang mengalami perubahan perilaku/gaya hidup ke arah kegiatan jasmani yang kurang,
yang juga mengidap penyakit yang sering timbul bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan darah tinggi dan
kegemukan. Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan mengenai perlunya
pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara memberikan pedoman:

1. Mempertahankan perilaku makan seharihari yang sehat dan seimbang dengan meningkatkan konsumsi
sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana.
2. Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan.
3. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan.

C. Pencegahan Tingkat Kedua


Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan menderita penyakit tertentu
melalui diagnosa dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat.Salah satu kegiatan pencegahan tingkat
kedua adanya penemuan penderita secara aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala,
penyaringan (screening) yakni pencarian penderita dini untuk penyakit yang secara klinis belum tampak pada
penduduk secara umum pada kelompok resiko tinggi dan pemeriksaan kesehatan atau keterangan sehat (Noor,
2002).
Upaya pencegahan tingkat kedua pada penyakit diabetes adalah dimulai dengan mendeteksi dini pengidap
diabetes. Karena itu dianjurkan untuk pada setiap kesempatan, terutama untuk mereka yang beresiko tinggi agar
dilakukan pemeriksaan penyaringan glukosa darah. Dengan demikian, mereka yang memiliki resiko tinggi
diabetes dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai diabetes akan dapat ditindaklanjuti, sampai
diyakinkan benar mereka mengidap diabetes. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini diabetes kemudian
dapat dikelola dengan baik, guna mencegah penyulit lebih lanjut (Sidartawan, 2001).

D. Pencegahan Tingkat Ketiga


Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah
penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambahberatnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat
serta program rehabilitasi. Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti perawatan dan
pengobatan khusus pada penderita diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, gangguan saraf serta mencegah
terjadinya cacat maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitas (Noor, 2002). Upaya ini
dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalua penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang
mungkin timbul akibat penyulit diabetes ada beberapa macam, yaitu:
1. Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan segala gejala sisanya.
2. Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.
3. Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik yang memerlukan tindakan cuci darah.
4. Pembuluh darah tungkai bawah, dilakukan amputasi tungkai bawah.
Untuk mencegah terjadinya kecacatan, tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini penyulit diabetes, agar
kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar
glukosa darah (Sidartawan, 2001).

Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini meliputi beberapa jenis pemeriksaan, yaitu:
1. Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.
2. Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan batuk kronik.
3. Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam urin.
4. Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara perawatan kaki yang sebaik-
baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin
ditimbulkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Noor, Wiryowidigdo N.N. 2002. Epidemiologi. Makassar: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin.
Sidartawan, S. 2001. Pengalaman Klinis Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2 (Volume 51). Jakarta: Majalah
Kedokteran Indonesia.
Sujaya, I Nyoman. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di
Tabanan. Jurnal Skala Husada. 2009;6(1);75-81.
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai