Anda di halaman 1dari 53

PEDOMAN PELAYANAN FARMASI UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI

DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DIREKTORAT JENDERAL


BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN R I
2006

615.7 Ind p
KATA PENGANTAR

Buku Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui merupakan pedoman
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan apoteker dalam penanganan ibu hamil
dan menyusui.

Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui diharapkan dapat memelihara
kesinambungan komitmen lintas sektor dan masyarakat dalam upaya mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak. Hal ini
akan sangat mendukung pelaksanaan upaya strategis dari tiap sektor dan seluruh lapisan
masyarakat dalam mencegah kematian ibu.

Pelayanan Farmasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pelayanan lain di rumah
sakit, oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengarahkan kesatuan pandang para apoteker
menuju terwujudnya peningkatan mutu pelayanan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan
guna mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu hamil dan
menyusui.

Diharapkan buku Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui ini dapat
menjadi acuan bagi apoteker dalam pelaksanaan pelayanan Farmasi. Kami sampaikan terima
kasih dan penghargaan kepada seluruh tim yang telah memberikan sumbangan pikirannya,
sehingga tersusunnya pedoman ini. Semua saran-koreksi membangun demi penyempurnaan
pedoman ini tetap diharapkan.

Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Drs. Abdul Muchid, Apt NIP. 140 08


DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Sambutan Dirjen Binfar dan Alkes .... ii Surat
Keputusan Dirjen Binfar dan Alkes tentang Tim Penyusun ................................. iv Daftar
Tabel .................................................................................................................... vii Daftar
Lampiran ............................................................................................................. viii Dafar
Isi .......................................................................................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1 Latar
Belakang ....................................................................................... 1.2
Tujuan ..................................................................................................... 1.3
Sasaran ................................................................................................... 1.4
Glossary ..................................................................................................

11333

BAB II KEHAMILAN DAN MENYUSUI .............................................................. 2.1


KEHAMILAN ........................................................................................ 2.1.1 Proses
Kehamilan ......................................................................... 2.1.2 Proses Perkembangan
Janin .......................................................... 2.1.3 Masalah Yang Sering Terjadi Pada
Kehamilan ............................ 2.2
MENYUSUI ........................................................................................... 2.2.1 Proses
Laktasi ............................................................................... 2.2.2 Masalah Yang Sering Terjadi
Pada Menyusui .............................

6 6 6 7 8 10 10 12

BAB III FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIKA PADA KEHAMILAN &


MENYUSUI ................................................................... 3.1 Farmakokinetika &
Farmakodinamika Pada Kehamilan ....................... 3.2 Farmakokinetika & Farmakodinamika
Pada Menyusui .........................

18 18 23

BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI UNTUK IBU HAMIL DAN


MENYUSUI ....................................................................................... 4.1 Pengkajian /
Penilaian Peresepan ........................................................... 4.2 Pedoman Pemantauan
Penggunaan Obat ............................................... 4.3 Pemberian Informasi dan
Edukasi ..........................................................
26 26 27 29

BAB V PENUTUP .................................................................................................... 31


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 32
LAMPIRAN ................................................................................................................... 1.
Daftar obat antimikroba dan kemungkinan efek buruk ......................................... 2. Daftar
kondisi infeksi umum pada kehamilan dan terapi yang dianjurkan ........... 3. Daftar pilihan
obat untuk kasus-kasus yang sering terjadi .................................... 4. Daftar indek keamanan
obat pada kehamilan dan petunjuk penggunaan obat ...... 5. Daftar vitamin dan mineral yang
sering digunakan ............................................... 6. Daftar obat-obat yang dipertimbangkan
kontraindikasi selama kehamilan .......... 7. Daftar pemilihan obat secara umum untuk ibu
menyusui ..................................... 8. Pedoman untuk pengobatan dan pemberian
ASI ...................................................

33 33 36 37 38 49 51 52 53
DAFTAR TABEL

Tabel.1 Proses Perkembangan Janin Tabel.2 Penisilin Antistafilokokus Tabel.3 Pengobatan


Kandida/Sariawan
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar obat antimikroba dan kemungkinan efek buruk Lampiran 2. Daftar
kondisi infeksi umum pada kehamilan dan terapi yang dianjurkan Lampiran 3. Daftar pilihan
obat untuk kasus-kasus yang sering terjadi Lampiran 4. Daftar indek keamanan obat pada
kehamilan dan petunjuk penggunaan obat Lampiran 5. Daftar vitamin dan mineral yang
sering digunakan Lampiran 6. Daftar obat-obat yang dipertimbangkan kontraindikasi selama
kehamilan Lampiran 7. Daftar pemilihan obat secara umum untuk ibu menyusui Lampiran 8.
Pedoman untuk pengobatan dan pemberian ASI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan
oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu
dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan
penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut.

Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan.
Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau
gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan
suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin
lebih besar. Di sisi lain, banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang
dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui.

Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil
perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai
upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat
teratogenik/dismorfogenik. Obatobat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan
terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan.

Beberapa obat dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin
juga. Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan
risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat
meracuni plasenta.
Penulisan resep untuk masa kehamilan Jika memungkinkan konseling seharusnya dilakukan
untuk seseorang waktu sebelum merencanakan kehamilan termasuk diskusi tentang risiko-
risiko yang berhubungan dengan obat-obat spesifik, obat tradisional, dan pengaruh buruk
bahan kimia seperti rokok dan alkohol. Suplemen seperti asam folat sebaiknya diberikan
selama penatalaksanaan kehamilan karena penggunaan asam folat mengurangi cacat selubung
saraf. Obat sebaiknya diresepkan pada kehamilan hanya jika keuntungan yang diharapkan
bagi ibu hamil /dipikirkan lebih besar daripada risiko bagi janin. Semua obat jika mungkin
sebaiknya dihindari selama trimester pertama.

Pada proses menyusui, pemberian beberapa obat (misalnya ergotamin) untuk perawatan si ibu
dapat membahayakan bayi yang baru lahir, sedangkan pemberian digoxin sedikit
pengaruhnya. Beberapa obat yang dapat menghalangi proses pengeluaran ASI antara lain
misalnya estrogen.

Keracunan pada bayi yang baru lahir dapat terjadi jika obat bercampur dengan ASI secara
farmakologi dalam jumlah yang signifikan. Konsentransi obat pada ASI (misalnya iodida)
dapat melebihi yang ada di plasenta sehingga dosis terapeutik pada ibu dapat menyebabkan
bayi keracunan. Beberapa jenis obat menghambat proses menyusui bayi (misalnya
phenobarbital). Obat pada ASI secara teoritis dapat menyebabkan hipersensitifitas pada bayi
walaupun dalam konsentrasi yang sangat kecil pada efek farmakologi.

Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika
obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan
respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.

Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak
aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu
dan janin yang dikandung ataupun bayinya.

Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui,
maka apoteker perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian bagi ibu
hamil dan menyusui.

1.2 TUJUAN
Memandu apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dalam penanganan ibu hamil
dan menyusui. 1.3 SASARAN

Apoteker di rumah sakit dan komunitas

1.4 GLOSSARY

Aerola : Daerah kehitaman sekitar puting susu Alat bantu puting susu (Nipple Shield) :
Sebuah alat yang terbuat dari plastik berbentuk cincin dan mempunyai puting susu yang
terbuat dari karet yang kadang-kadang dipakai ibu-ibu di payudara ketika menyusui. Alat ini
sebaiknya jangan dipakai karena dapat meragukan bayi tentang puting susu, menimbulkan
cara menghisap yang salah, mengurangi rangsangan terhadap puting susu dan berkurangnya
persediaan dan aliran ASI. Apnea : Berhenti nafas Farmakokinetik : Aspek kinetika yang
mencakup nasib obat dalam darah yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
Farmakodinamik : Aspek efek obat terhadap berbagai organ tubuh dan mekanisme kerjanya.
Fetus/Janin : Buah kehamilan pada masa pasca embrionik (> 12 minggu setelah fertilisasi
sampai kelahiran) Insufisiensi : Keadaan tidak mencukupi / tidak memadai untuk
melaksanakan tugas yang dibebankan Iritabilia : Respon abnormal terhadap rangsangan
yang halus

Jaundice : Sindrom yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan penumpukan pigmen


empedu di kulit, membran mukosa dan sklera dengan akibat pasien tampak kuning Labor /
persalinan : Proses keluarnya rahim dari janin ke dunia luar. Malformasi : Kelainan
bentuk / cacat. Malformasi kongenital : Cacat yang ditemukan saat kelahiran bayi
( terjadinya cacat pada saat dalam kandungan ) Mastitis : Peradangan payudara yang dapat
disertai atau tidak disertai infeksi Neonatal : Masa selama 4 minggu setelah kelahiran.
Neonatus : Bayi baru lahir sampai usia 4 minggu. Organogenesis : Proses pembentukan
organ Osteopenia : Kerapuhan tulang karena berkurangnya unsur-unsur pembentuk tulang
Osteoporosis : Kerapuhan tulang karena berkurangnya matriks / struktur tulang (tulang
keropos) Ototoksiksitas : Kualitas bersifat racun bagi / mengeluarkan efek merusak
terhadap saraf ke VIII / terhadap organ organ pendengaran dan keseimbangan. Post
natal : Terjadi setelah kelahiran Postmatur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung
lebih dari 42 minggu Prematur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung antara 20 38
minggu Trimester pertama : Kehamilan 0 14 minggu Trimester kedua : Kehamilan 14
28 minggu Trimester ketiga : kehamilan 28 42 minggu
Telaah ulang regimen obat : Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh apoteker sebelum
obat disiapkan atau sesudahnya untuk menilai kesesuaian terapi obat dengan indikasi
kliniknya, mengevaluasi kepatuhan pasien, mengidentifikasi kemungkinan adanya efek yang
nerugikan akibat penggunaan obat, serta memberikan rekomendasi penyelesaian masalah.
Usia gestasi : Umur janin Usia kehamilan : Umur hamil (ibu)
BAB II KEHAMILAN DAN MENYUSUI

2.1 KEHAMILAN 2.1.1 PROSES KEHAMILAN Proses kehamilan di dahului oleh


proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan
terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi
empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah
siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan
dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah
tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi sekelompok sel di
bagian dalamnya.

Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan
tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 38 minggu
disebut kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm.
Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 14
minggu, kehamilan trimester kedua 14 28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 42
minggu.

Gangguan pada kehamilan Mual dan muntah Liur melimpah Tekanan pada dada Lemah
dan pusing Sariawan Gangguan buang air besar Varises Wasir atau ambeien Kejang
kaki Keputihan

2.1.2 PROSES PERKEMBANGAN JANIN Tabel.1 Proses Perkembangan Janin BLN KE -


KETERANGAN I (0 4 minggu)

bakal janin mengalami bentuk fisik diantaranya zygot yang kemudian membelah diri jadi
puluhan sel dan pada akhirnya bakal janin tersebut berbentuk seperti koma tonjolan
jantung yang telah terbentuk dalam rongga dada dan mulai berdetak dan sudah mampu
memompa darah ke seluruh tubuh embrio

II (4 8 minggu)

Menuju usia ke 5 minggu, tulang punggung, sistem dan otak mulai berkembang minggu ke
sembilan mulut dan hidung janin saat ini sudah terbentuk dan terlihat jelas

III (8 12 minggu)

merupakan awal dari trimester kedua sebagai tahap utama perkembangan janin Janin
sudah bisa membuka dan menutup mulutnya serta mulai berlatih melakukan gerakan
manghisap dan menelan Berat janin bertambah sampai 65 g dan panjangnya 10 cm
Tungkai dan lengan terus tumbuh dan panjang janin 39 mm. minggu ke sepuluh, bagian luar
telinga janin sudah tampak. Pada Kuku jari tangan sudah terbentuk dan sudah mampu
menekuk tangannya menjadi setengah kepalan Bagian luar alat kelaminnya sudah terbentuk

IV (12 16 minggu)

Lengan, pergelangan dan jari-jarinya sudah dapat ditekuk dan mengepal. minggu ke 17
bisa menghisap jempol, bobotnya sekitar 285 g. Gigi susu dan tunas gigi sudah berkembang
di dalam gusinya.

V (16 20 minggu) tumbuh rambut di kelopak mata, alis dan kulit kepala. Hampir seluruh
sistem di dalam tubuh sudah mulai menjalankan tugasnya termasuk sistem saraf Alat
kelaminnya sudah terbentuk dan berkembang

dengan baik Sel darah putih sudah terbentuk, kulit janin pun sudah menebal dan tidak
tembus cahaya. Bobotnya sekitar 425 g dan panjangnya 30 cm

VI (20 24 minggu)
Detak jantung bayi dapat didengar dengan menggunakan stetoskop di perut ibu. Kelopak
mata janin dapat membuka dan menutup, jantungnya berdetak 150 kali per menit. Otot-otot
tubuhnya kian kuat, bobot janin sekitar 150 g.

VII (24 28 minggu)

Kulit dan tubuh janin yang kurus akan tampak berisi Paru-paru dan otaknya belum
berkembang sempurna namun saraf dan jaringannya sudah berfungsi Pada usia 33 minggu,
kuku jari tangannya tumbuh sempurna. Panjang sekitar 43 cm dengan bobot 2 kg.

VIII (28 32 minggu)

Bakal bayi mulai memproduksi hormon kortison yang membantu menyempurnakan


pembentukan paru-paru agar siap bernafas saat dilahirkan. Di akhir bulan, kepalanya
umumnya sudah benarbenar masuk ke rongga panggul dan siap untuk dilahirkan. Beratnya
2,75 kg dengan panjang sekitar 45-50 cm

IX (36 minggu)

Pada bulan ini normalnya bayi berada di posisi siap untuk lahir. Vernix yang melindungi
kulitnya dari cairan amnion mulai larut. Janin di usia 39 minggu sudah dapat menjalankan
fungsi tubuhnya sendiri. Bobotnya sekitar 3 kg dan panjangnya sekitar 50 cm.

2.1.3 MASALAH YANG SERING TERJADI PADA KEHAMILAN Toksoplasmosis


Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Pola transmisinya ialah transplasenta pada

wanita hamil. Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20 %
janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester
ke tiga 65 % janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kahamilan.
Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara : memasak daging sampai matang ,
menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun membersihkan kotoran
hewan ternak, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran hewan ternak.
Sifilis Penyakit ini disebabkan infeksi Treponema pallidum. Penyakit ini dapat ditularkan
melalui plasenta sepanjang masa kehamilan. Biasanya respon janin yang hebat akan terjadi
setelah pertengahan kedua kehamilan dengan manifestasi klinik hepatosplenomegali, ikterus,
petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, dan lesi tulang. Infeksi penyakit ini juga dapat
menyebabkan bayi lahir dengan berat badan yang rendah, atau bahkan kematian janin.
Pencegahan antara lain dengan cara : promosi kesehatan tentang penyakit menular seksual,
mengontrol prostitusi bekerjasama dengan lembaga sosial, memperbanyak pelayanan
diagnosis dini dan pengobatannya, untuk penderita yang dirawat dilakukan isolasi terutama
terhadap sekresi dan ekresi penderita. HIV/AIDS Penyakit ini terjadi karena infeksi
retrovirus. Pada janin penularan terjadi secara transplasenta, tetapi dapat juga akibat
pemaparan darah dan sekret serviks selama persalinan. Kebanyakan bayi terinfeksi HIV
belum menunjukan gejala pada saat lahir. Pencegahan antara lain dengan cara : menghindari
kontak seksual dengan banyak pasangan terutama hubungan seks anal, skrining donor darah
lebih ketat dan pengolahan darah dan produknya dengan lebih hati hati. Rubella
(German measles) Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili
Tgaviridae dan genus Rubivirus. Pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin.
Masa inkubasinya rata rata 16 18 hari.

Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubella hanya mengancam janin bila
didapat saat kehamilan pertengahan pertama, makin awal (trimester pertama) Ibu hamil
terinfeksi rubella makin serius akibatnya pada bayi yaitu kematian janin intrauterin, abortus
spontan, atau malformasi kongenital pada sebagian besar organ tubuh ( kelainan bawaan )
Herpes simpleks ( Herpervirus hominis) Penyakit ini disebabkan infeksi herpes simplex virus
(HSV). Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus
ini mempunyai kesempatan naik melalui mukosa yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala
pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru
pada minggu ke dua atau ketiga. Pencegahan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan
perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius,
menggunakan kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam
menangani lesi infeksius.

2.2 MENYUSUI 2.2.1 PROSES LAKTASI A. Persiapan Psikologi Langkah langkah yang
harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui adalah :
Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses dalam menyusui
bayinya; menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui adalah proses alamiah yang
hampir semua ibu berhasil menjalaninya; bila ada masalah, dokter/petugas kesehatan akan
menolong dengan senang hati Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu
buatan/formula Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman
menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga lain

Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam keluarga, ibu
harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayi sehingga perlu adanya
pembagian tugas dalam keluarga Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan
dokter/petugas kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam
membantu ibu sehingga hilang keraguan atau ketakutan untuk bertanya tentang masalah yang
tengah dihadapinya

B. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan Ukuran dan Bentuk Tidak berpengaruh pada
produksi ASI. Perlu diperhatikan bila ada kelainan; seperti pembesaran masif, gerakan yang
tidak simetris pada perubahan posisi Kontur/Permukaan Permukaan yang tidak rata, adanya
depresi, elevasi, retraksi atau luka pada kulit payudara harus dipikirkan kearah tumor atau
keganasan dibawahnya. Saluran limfe yang tersumbat dapat menyebabkan kulit
membengkak, dan membuat gambaran seperti kulit jeruk Warna Kulit Pada umumnya sama
dengan warna kulit perut atau punggung, yang perlu diperhatikan adalah warna kemerahan
tanda radang, penyakit kulit atau bahkan keganasan Sebelum menyusui ASI dikeluarkan
sedikit, kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai
manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu Bayi diletakkan
menghadap perut ibu/payudara - Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih
baik menggunakan kursi yang rendah (kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar
pada sandaran kursi - Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan bokong bayi ditahan
dengan telapak tangan)

- Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di depan - Perut bayi
menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala
bayi) - Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus - Ibu menatap bayi dengan kasih
sayang Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang dibawah,
jangan menekan puting susu atau areolanya saja.

2.2.2 MASALAH YANG SERING TERJADI PADA MENYUSUI MASTITIS Mastitis


adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Penyakit ini
biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis
puerperalis. Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan
komplikasi berat dari mastitis. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.
Patogen yang paling sering diidentifikasi adalah staphilokokus aureus. Pada mastitis
infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar natrium dan klorida yang tinggi dan merangsang
penurunan aliran ASI. Ibu harus tetap menyusui. Antibiotik (resisten-penisilin) diberikan bila
ibu mengalami mastitis infeksius. Gejala mastitis non infeksius Ibu memperhatikan
adanya bercak panas, atau area nyeri tekan yang akut Ibu dapat merasakan bercak kecil
yang keras di daerah nyeri tekan tersebut Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik
saja Gejala mastitis infeksius Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu Ibu
dapat mengeluh sakit kepala Ibu demam dengan suhu diatas 34oC Terdapat area luka yang
terbatas atau lebih luas pada payudara
Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya (tanda-tanda akhir) Kedua
payudara mungkin terasa keras dan tegang pembengkakan Pengobatan : Lanjutkan
menyusui Berikan kompres panas pada area yang sakit Tirah baring (bersama bayi)
sebanyak mungkin Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik
(Ibuprofen, asetaminofen) untuk mangurangi demam dan nyeri Pantau suhu tubuh akan
adanya demam. Jika ibu demam tinggi (<39oC), periksa kultur susu terhadap kemungkinan
adanya infeksi streptokokal Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali
jika demam dan gejala berkurang.

Tabel.2 Penisilin Anti Stafilokokus

Dosis harian

Obat

Dewasa (gr) Cara Methcillin (Staphcillin) 4 - 12 Injeksi Oxacillin (Prostaphlin) 4 - 12 Oral,


Injeksi Nafcillin (Unipen) 4 12 Oral. Injeksi Cloxacillin (Cloxapen, Tegopen) 1- 2 Oral
Dicloxacillin (Dynapen) 0,5 1 Oral Erythtromicin (jika alergi terhadap penisilin) 0,5 1,0
Oral

KANDIDA/SARIAWAN Merupakan hal yang biasa terjadi pada ibu yang menyusui dan
bayi setelah pengobatan antibiotik. Manifestasinya seperti area merah muda yang menyolok
menyebar dari area puting, kulit mengkilat, nyeri akut selama dan setelah menyusui; pada
keadaan yang parah,

dapat melepuh. Ibu mengeluh nyeri tekan yang berat dan rasa tidak nyaman, khususnya
selama dan segera setelah menyusui Bayi dapat menderita ruam popok, dengan pustula yang
menonjol, merah, tampak luka dan/atau seperti luka terbakar yang kemerahan. Pada kasus-
kasus yang berat, bintik-bintik atau bercak-bercak putih mungkin terlihat merasakan nyeri
dan menolak untuk mengisap. Pengobatan : Obati ibu dan bayinya Oleskan krim atau
losion topikal antijamur ke puting dan payudara setiap kali sehabis menyusui, dan seka
mulut, lidah dan gusi bayi setiap kali sehabis menyusui Anjurkan ibu untuk
mengkompreskan es pada puting sebelum menyusui untuk mengurangi nyeri

Tabel.3 Pengobatan Kandida/Sariawan Obat Aplikasi Nistatin - Oleskan pada payudara


empat kali sehari - Berikan supisitoria vagina setiap hari Klotrimazol - Oleskan pada
payudara empat kali sehari - Berikan supositoria vagina setiap hari (tersedia bebas)
Mikonazol Oleskan pada payudara empat kali sehari Flukonazol Gunakan dosis oral tunggal
150 mg untuk kandidiasis vagina
CACAR AIR (VIRUS VARISELA ZOSTER) Periode infeksius dapat bermula 1-5 hari
sebelum erupsi vesikel. Lesi bermula dari leher atau tenggorokan dan menyebar ke wajah,
kulit kepala, membran mukosa dan akstremitas. Kebanyakan ibu dan pekerja rumah sakit
pernah menderita cacar air dan tidak berisiko. Ketika ibu mengidap cacar air beberapa hari
sebelum kelahiran bayi, bayi menjadi berisiko karena antibodi ibu

yang memberikan kekebalan pada bayi belum mempunyai kesempatan untuk berkembang.
Perawatan : Jika ibu sudah pernah mengalami cacar, menyusui akan memberikan antibodi
kepada bayi. Menyusui tidak perlu dihentikan Jika ibu belum pernah mengidap cacar air,
ibu dan bayinya harus menerima vaksin varisela jika mereka sudah terpapar Jika ibu
mengidap cacar beberapa hari sebelum melahirkan : - ibu dan bayi harus diisolasi secara
terpisah jika neonatus tidak mengalami lesi. Hanya sekitar 50 % bayi yang terpapar akan
berkembang menjadi penyakit - keluarkan ASI jika bayi ditempatkan pada tempat lain - jika
bayi menderita lesi, isolasi bayi dengan ibu; menyusui tidak dihentikan.

CYTOMEGALOVIRUS (CMV) CMV adalah hal yang umum; 50-80 % populasi memiliki
antibodi CMV di dalam darahnya. Organisme tersebut dapat dijumpai dalam saliva, urin dan
ASI. Janin mungkin sudah terinfeksi sejak di dalam uterus. Masalah kongenital yang paling
serius terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang memiliki CMV primer selama kehamilan
Menyusui merupakan alat yang penting untuk memberikan imunitas pasif CMV pada bayi.
Anak yang disusui, yang diimunisasi CMV melalui ASI akan terlindungi dari gejala infeksi
nantinya dan dari infeksi primer selama kehamilan. Perawatan : Bayi cukup bulan Anjurkan
supaya bayi cukup bulan disusui jika ibu telah terbukti seropositif selama kehamilan.
Mengkonsumsi ASI yang terinfeksi akan mengarah pada infeksi CMV dan sero-konversi dari
bayi tanpa akibat yang merugikan.

Bayi preterm Pertimbangkan dengan hati-hati faktor risiko pemberian ASI dari ibu yang
terinfeksi CMV pada bayi prematur khususnya jika bayi seronegatif. Segera ke neonatolog
untuk evaluasi dan pembuatan keputusan

HEPATITIS B (HBV) HBV dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan)


dan ditularkan melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi tubuh atau transfusi
darah. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBV + langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di
dalam rahim. Perawatan : Semua bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir.
Selain itu, bayi harus menerima imunoglobulin hepatitis B (HBIG) Menyusui tidak
meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV

HIV/AIDS Penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (510%),
persalinan (10-20%) dan menyusui (10-15%). Meskipun secara umum prevalensi HIV di
Indonesia tergolong rendah (kurang dari 0,1 %), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah
dikategorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat kantung-
kantung dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada beberapa populasi tertentu (pada
pengguna narkoba suntikan, PSK, waria, dan narapidana). Karena mayoritas pengguna
narkoba suntukan yang terinfeksi HIV berusia reprodukasi aktif (15-24 tahun), maka
diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat. Dengan intervensi yang
tepat maka risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 25-45% bisa ditekan menjadi
kurang dari 2%. Menurut estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif
yang melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi

sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan lahir HIV positif setiap tahunnya di Indonesia.
Perawatan : Ibu hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko terinfeksi
HIV, segera melakukan VCT (Voluntary Counseling & Testing) untuk mengetahui status
serologis secepatnya. Bila status serologisnya negatif, dianjurkan untuk
mempertahankannya dengan menghindari paparan menggunakan kondom setiap sanggama,
melakukan perilaku hidup sehat, dan melakukan evaluasi ulang serologis sesuai anjuran
(memastikan hasil pemeriksaan di luar masa jendela). Bila status serologisnya positif,
dianjurkan untuk melaksanakan profilaksis Antiretrovirus (ARV Profilaksis), bersalin dengan
seksio sesarea, dan tidak menyusui/menghentikan menyusui sedini mungkin/menggunakan
susu formula (Exclusive Formula Feeding) Pemakaian susu formula harus memenuhi syarat
AFASS dari WHO : Affordable (Terjangkau), Feasible (Layak), Acceptable (Dapat diterima),
Safe (Aman), dan Sustainable (Berkelanjutan). Apabila kelima syarat AFASS tidak dapat
terpenuhi, maka ASI tetap diberikan setelah melalui proses konseling mengenai kemungkinan
penularan infeksi. Setelah persalinan, ibu dengan HIV positif dianjurkan melanjutkan
pengobatan ARV (ARV Terapi) sesuai Pedoman Nasional Pengobatan ARV Bayi dari ibu
HIV positif perlu dijaga kesehatan dengan pemberian nutrisi yang sesuai, dan diperikasa
status serologisnya pada usia 18 bulan Pasangan seksual dari ibu HIV positif dianjurkan
untuk melakukan VCT dan anjuran yang sesuai.

BAB III FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIK PADA KEHAMILAN DAN


MENYUSUI

3.1. Farmakokinetika dan Farmakodinami Pada Kehamilan A. Farmakokinetika Selama


kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi farmakokinetika
obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh misalnya penambahan volume
darah sampai 50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada akhir semester pertama aliran
darah ginjal meningkat 50% dan pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai
puncaknya hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 % di
plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu.

Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas menyebabkan penurunan kadar puncak obat-
obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air seperti aminoglikosida dan obat
dengan volume distribusi yang rendah. Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan
pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia) yang menyebabkan penurunan ikatan obat-
albumin. Steroid dan hormon yang dilepas plasenta serta obat-obat lain yang ikatan protein
plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak terikat. Tetapi hal ini tidak
bermakna secara klinik karena bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga akan
menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme obat tersebut.

Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak menimbulkan efek yang
bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah. Walau demikian
kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara kompetitif menginduksi
metabolisme obat lain, misalnya fenitoin atau menginhibisi metabolisme obat lain misalnya
teofilin.

Peningkatan aliran darah ke ginjal dapat mempengaruhi bersihan (clearance) ginjal obat yang
eliminasi nya terutama lewat ginjal, contohnya penicilin.

Perpindahan obat lewat plasenta. Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung
secara difusi sederhana sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta
akan sangat menentukan perpindahan obat lewat plasenta. Seperti juga pada membran
biologis lain perpindahan obat lewat plasentadipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini.
Kelarutan dalam lemak Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati
plasenta masuk ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada
dapat menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru dilahirkan. Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang terionisasi
akan sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang juga
digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan sulit
melewati plasenta sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan
pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat ini hampir semua
terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi dapat cepat melewati plasenta. Hal ini
disebabkan oleh tingginya kelarutan dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak
terion. Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut. Bila
perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam
jumlah besar. Ukuran molekul Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton
akan mudah melewati pori membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat
ionisasi. Obat-obat dengan berat molekul 500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta
dan obat-obat dengan berat molekul >1000 Dalton akan sangat sulit menembus plasenta.
Sebagai contoh adalah heparin, mempunyai berat molekul yang sangat besar ditambah lagi
adalah molekul polar, tidak dapt menembus plasenta sehingga merupakan obat antikoagulan
pilihan yang aman pada kehamilan.

Ikatan protein. Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat
melewati membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan
mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak
maka ikatan protein tidak terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat
yang kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih tergantung pada
aliran darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut di lemak dan terionisasi maka
perpindahaan nya lewat plasenta lambat dan dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein.
Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting, misalnya sulfonamid, barbiturat
dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin. Sebagai contoh
adalah kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul
rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat
terdistribusi dari darah ibu ke janin.

Metabolisme obat di plasenta dan di janin. Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari
obat disirkulasi ibu adalah. 1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga
sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama
metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi oksidasi aromatik yang
berbeda misalnya oksidasi etanol dan fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme
plasenta ini akan menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah metabolit yang
toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari hasil penelitian prednisolon, deksametason,
azidotimidin yang struktur molekulnya analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami
metabolisme yang bermakna di plasenta. 2. Obat-obat yang melewati plasenta akan
memasuki sirkulasi janin lewat vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut
akan masuk hati janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum janin. Obat yang
masuk ke hati janin, mungkin sebagian akan

dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan


metabolisme obat di janin tidak berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal.

Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya talidomid, asam valproat,
isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan
dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari
pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di sel embrio.
B. Farmakodinamika Mekanisme kerja obat ibu hamil. Efek obat pada jaringan reproduksi,
uterus dan kelenjar susu, pada kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai
dengan fase kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena kehamilan
tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung, aliran darah ke ginjal.
Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita hamil membutuhkan obat yang tidak
dibutuhkan pada saat tidak hamil. Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan
pada kehamilan karena peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau insulin yang
dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes yang diinduksi oleh kehamilan.
Mekanisme kerja obat pada janin. Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin
berkembang dengan pesat, yang berkaitan dengan pemberian obat pada wanita hamil yang
ditujukan untuk pengobatan janin walaupun mekanismenya masih belum diketahui jelas.
Contohnya kortikosteroid diberikan untuk merangsang matangnya paru janin bila ada
prediksi kelahiran prematur. Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim
hati untuk metabolisme bilirubin sehingga insidens jaundice ( bayi kuning) akan berkurang.
Selain itu fenobarbital juga dapat menurunkan risiko perdarahan

intrakranial bayi kurang umur. Anti aritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk mengobati
janinnya yang menderita aritmia jantung. Kerja obat teratogenik. Penggunaan obat pada saat
perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar. Thalidomid
adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada perkembangan anggota badan (tangan,
kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek pada saat waktu kritis
pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke empat sampai minggu ke tujuh
kehamilan. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik belum diketahui
dan mungkin disebabkan oleh multi faktor. Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu
dan juga secara tidak langsung mempengaruhi jaringan janin. Obat mungkin juga
menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga mempengaruhi jaringan janin.
Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin, misalnya
vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Dervat vitamin A
(isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang potensial. Kekurangan substansi yang
esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat
selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada selubung saraf , yang
menyebabkan timbulnya spina bifida.

Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif. Misalnya konsumsi
alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan , terutama pada kehamilan trimester pertama
dan kedua akan menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh pada sistem saraf
pusat, pertumbuhan dan perkembangan muka.
3.2. Farmakokinetika dan Farmakodinamik Pada Menyusui A. Farmakokinetika Hampir
semua obat yang diminum perempuan menyusui terdeteksi didalam ASI , untungnya
konsentrasi obat di ASI umumnya rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu adalah faktor
utama yang berperan pada proses transfer obat ke ASI selain dari faktor-faktor fisiko-kimia
obat. Volume darah/cairan tubuh dan curah jantung yang meningkat pada kehamilan akan
kembali normal setelah 1 bulan melahirkan. Karena itu pemberian obat secara kronik
mungkin memerlukan penyesuaian dosis.

Obat yang larut dalam lemak, yang non-polar dan yang tidak terion akan mudah melewati
membran sel alveoli dan kapiler susu. Obat yang ukurannya kecil (< 200 Dalton) akan mudah
melewati pori membran epitel susu. Obat yang terikat dengan protein plasma tidak dapat
melewati membran, hanya obat yang tidak terikat yang dapat melewatinya. Plasma relatif
sedikit lebih basa dari ASI. Karena itu obat yang bersifat basa lemah di plasma akan lebih
banyak dalam bentuk tidak terionisasi dan mudah menembus membran alveoli dan kapiler
susu. Sesampainya di ASI obat yang bersifat basa tersebut akan mudah terion sehingga tidak
mudah untuk melewati membran kembali ke plasma. Fenomena tersebut dikenal sebagai ion
trapping.

Rasio M:P adalah perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di plasma ibu. Rasio M:P
yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak berpindah ke ASI , sebaliknya rasio M:P < 1
menunjukkan bahwa obat sedikit berpindah ke ASI. Pada umumnya kadar puncak obat di
ASI adalah sekitar 1- 3 jam sesudah ibu meminum obat. Hal ini mungkin dapat membantu
mempertimbangkan untuk tidak memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap
harus meminum obat yang potensial toksik terhadap bayinya maka untuk sementara ASI tidak
diberikan tetapi tetap harus di pompa. ASI dapat diberikan kembali setelah dapat dikatakan
tubuh bersih dari obat dan ini dapat diperhitungkan setelah 5 kali waktu paruh obat.

Rasio benefit dan risiko penggunaan obat pada ibu menyusui dapat dinilai dengan
mempertimbangkan : 1. Farmakologi obat: reaksi yang tidak dikehendaki 2. Adanya
metabolit aktif 3. Multi obat : adisi efek samping 4. Dosis dan lamanya terapi 5. Umur bayi.
6. Pengalaman/bukti klinik 7. Farmakoepidemiologi data.

Farmakokinetika bayi.

Absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi pada bayi berbeda nyata dengan orang
dewasa. Kecepatan absorpsi lewat saluran cerna lebih rendah, misalnya absorpsi
fenobarbital, fenitoin, asetaminofen dan Distribusi obat juga akan berbeda karena rendahnya
protein plasma, volume cairan tubuh yang lebih besar dari orang dewasa. Metabolisme obat
juga rendah karena aktivitas enzim yang rendah . Ekskresi lewat renal pada awal kehidupan
masih rendah dan akan meningkat dalam beberapa bulan.

Selain banyaknya obat yang diminum oleh bayi melalui ASI, juga kinetika obat pada bayi
menentukan akibat yang ditimbulkan oleh obat. Yang perlu diperhatikan adalah bila efek
yang tidak diinginkan tidak bergantung dari banyaknya obat yang diminum, misalnya reaksi
alergi, maka sedikit atau banyaknya ASI yang diminum bayi menjadi tidak penting, tetapi
apakah si bayi meminum atau tidak meminum ASI menjadi lebih penting.

B. Farmakodinamika. Mekanisme kerja obat pada ibu menyusui dapat dikatakan tidak
berbeda. Sedangkan farmakodinamik obat pada bayi masih sangat terbatas dipelajari.
Kemungkinan sensitivitas reseptor pada bayi lebih rendah, sebagai contoh, dari hasil
penelitian bahwa sensitivitas d-tubokurarin meningkat pada bayi.

BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI UNTUK IBU HAMIL DAN


MENYUSUI

4.1 PENGKAJIAN / PENILAIAN PERESEPAN (PEDOMAN TELAAH ULANG


REGIMEN OBAT (DRUG REGIMEN REVIEW) ) Tujuan : Memastikan bahwa rejimen
obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, mencegah atau meminimalkan efek yang
merugikan akibat penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan pasien dalam mengikuti
rejimen pengobatan.

Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat prioritas untuk dilakukan telaah ulang rejimen
obat : - Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari - Mendapat
obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang berisiko tinggi untuk mengalami
efek samping yang serius - Menderita tiga penyakit atau lebih - Mengalami gangguan
kognitif, atau tinggal sendiri - Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan - Akan
pulang dari perawatan di rumah sakit - Berobat pada banyak dokter - Mengalami efek
samping yang serius, alergi

Tatalaksana telaah ulang rejimen obat : a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus
memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip farmakoterapi ibu hamil dan menyusui dan
ketrampilan yang memadai b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil /
menyusui: - Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan semua obat yang sedang
digunakannya - Menanyakan mengenai semua obat yang sedang digunakan ibu
hamil/menyusui, meliputi: obat resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, obat suplemen

- Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi, cara penggunaan dan alasan
penggunaan - Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu hamil/menyusui
dengan data yang ada di catatan medis, catatan pemberian obat dan hasil pemeriksaan
terhadap obat yang diperlihatkan - Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan
lagi oleh ibu hamil / menyusui - Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh ibu hamil /
menyusui, baik efek terapi maupun efek samping - Mencatat semua informasi di atas pada
formulir pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil/ menyusui c. Meneliti obat-obat
yang baru diresepkan dokter d. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat e. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi

4.2 PEDOMAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN OBAT Tujuan : Mengoptimalkan efek


terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek merugikan akibat penggunaan obat.

Tatalaksana pemantauan penggunaan obat : a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus
memiliki pengetahuan tentang patofisiologi, terutama pada ibu hamil dan menyusui,
prinsipprinsip farmakoterapi, cara menafsirkan hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan
diagnostik yang berkaitan dengan penggunaan obat, dan ketrampilan berkomunikasi yang
memadai. b. Mengumpulkan data ibu hamil/menyusui, yang meliputi : - Deskripsi (nama,
umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, nama ruang rawat/poliklinik, nomor
registrasi) - Riwayat penyakit terdahulu - Riwayat penggunaan obat (termasuk riwayat alergi,
penggunaan obat non resep) - Data hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik

- Masalah medis yang diderita - Data obat-obat yang sedang digunakan

Data /informasi dapat diperoleh melalui : - wawancara dengan ibu hamil / menyusui atau -
catatan medis - kartu indeks (kardeks) - komunikasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter,
perawat) c. Berdasarkan data/informasi pada (b), selanjutnya mengidentifikasi adanya
masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat d. Memberikan masukan/saran
kepada tenaga kesehatan lain mengenai penyelesaian masalah yang teridentifikasi. e.
Mendokumentasikan kegiatan pemantauan penggunaan obat pada formulir yang dibuat
khusus.

Obat Yang Digunakan Pada Masa Kehamilan Pertimbangkan perawatan pada masa
kehamilan Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperolah ibu
diharapkan lebih besar dibandingkan risiko pada janin Sedapat mungkin segala jenis obat
dihindari pemakaiannya selama trimester pertama kehamilan Apabila diperlukan, lebih baik
obat-obatan yang telah dipakai secara luas pada kehamilan dan biasanya tampak aman
diberikan daripada obat baru atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis Obat harus
digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu sesingkat mungkin Hindari
polifarmasi Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan pada
beberapa obat (misalnya fenitoin, litium)

Obat Yang Digunakan Pada Wanita Menyusui Penggunaan obat yang tidak diperlukan
harus dihindari. Jika pengobatan memang diperlukan, perbandingan manfaat/risiko harus
dipertimbangkan pada ibu maupun bayinya. Obat yang diberi ijin untuk digunakan pada
bayi umumnya tidak membahayakan Neonatus (dan khususnya bayi yang lahir prematur)
mempunyai risiko lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI. Hal ini disebabkan oleh
fungsi ginjal dan hati yang belum berkembang, sehingga berisiko terjadi penimbunan obat
Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan jumlah kadar obat
terkecil yang sampai pada bayi Hindari atau hentikan sementara menyusu Jika suatu obat
digunakan selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat terhadap efek samping
yang mungkin terjadi Sebaiknya dihindari obat baru, yang hanya memiliki sedikit data

4.3 PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI

Informasi perlu diberikan kepada semua wanita yang merencanakan kehamilan, peran
farmasis selain memberikan informasi tentang obat, juga memberikan penyuluhan tentang
kesuburan dan perencanaan kehamilan. Informasi yang diberikan secara umum adalah untuk
menghindari segala jenis obat, alkohol, rokok, dan obat penenang.

Yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan tentang penggunaan obat pada wanita
hamil adalah manfat pengobatan pada wanita hamil harus lebih besar daripada risiko jika
tidak diberikan pengobatan. Contohnya adalah pada wanita hamil yang menderita epilepsi,
lebih berbahaya apabila tidak diberikan pengobatan karena risiko terjadi kejang pada ibu dan
janin lebih berbahaya dibandingkan dengan potensi kelainan janin sebagai akibat pemberian
obat. Oleh karena itu, nasehat tentang pengobatan secara berkesinambungan pada
wanita hamil yang menderita penyakit kronis sangat diperlukan. Apabila pemberian obat
tidak dapat dihentikan selama kehamilan, maka pengobatan harus berada dalam pengawasan
dan pemantauan dokter.

Selain itu, juga harus diberikan informasi mengenai bahaya penggunaan beberapa obat
selama menyusui. Beberapa obat dapat tepenetrasi ke dalam ASI melalui proses difusi pasif,
dosis yang masuk biasanya 1-2 % dosis yang digunakan ibu. Dengan ini maka bayi akan
terpengaruhi, sehingga penyuluhan penting dilakukan. Metode penyuluhan dapat diberikan
dengan penyuluhan langsung (tatap muka) ataupun dengan penyebaran pamflet ke
masyarakat (melalui RS ataupun puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan
menghindari efek-efek yang merusak janin ataupun bayi.
BAB V PENUTUP

Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, merupakan suatu panduan yang
diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan terutama yang bekerja di sarana
pelayanan kesehatan dalam melayani ibu hamil.

Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil dan
menyusui, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman
hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan
janin yang dikandung ataupun bayinya. Karena Perubahan fisiologi selama kehamilan dan
menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat pada ibu hamil dan menyusui yang
kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.

Mudah - mudahan buku pedoman ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan pelayanan
Farmasi bagi ibu hamil dan menyusui, sehingga dapat mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir serta meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi di seluruh
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2005, Interaksi Obat. Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

2. Anonim, 2000, Daftar Obat Indonesia, Jakarta


3. Anonim, 1999, Laporan Penelitian Praktek Kerja Profesi di RSAB Harapan Kita

4. Harkness, Richard, 1984, Interaksi Obat, Penerbit ITB, Bandung

5. Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta 6. Anonim,
2004, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Ditjen
Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta

7. Anonim, 2004, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien
Geriatri. Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

8. Katzung B.G., Basic & Clinical Pharmacology, 6th ed. 1995, Prentice-Hall International
Ltd.

9. D.C.Knoppert, Safety of drug in pregnancy and lactation in Pharmacotherapy Self-


Assessment Programm, 3rd ed, module Womens health, American College of Clinical
Pharmacy: Kansas 1999:1-24.

10. Milsap RL., W J. Jusko Pharmacokinetics in the infants, Environ Health Perspect
102(Suppl 11):000-000 (1994)

11. Anonim, 2005, Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk Penggunaan Obat
dengan atau tanpa Makanan, Tugas Khusus Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta

12. MIMS, 102nd ed 2005, Indonesia.

13. Riordan, Jan, EdD, RN, IBCLC, FAAN, 1996, Buku Saku Menyusui & Laktasi, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

14. Anonim, 1995, Modul Manajemen Laktasi, Ditjen Pelayanan Medik, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
15. Anonim, 2001, Mastitis Penyebab & Penatalaksanaan, World Health Organization,
Penerbit Widya Medika, Jakarta

LAMPIRAN LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. OBAT ANTIMIKROBA DAN KEMUNGKINAN EFEK BURUKNYA

Efek Buruk pada janin Obat Penggunaan Trimester pertama Trimester kedua & ketiga
Komentar Penisilin (benzilpenisilin & fenoksimetil penisilin)

Penisilin kerja lama

Kemungkinan aman

Kemungkinan aman

Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin

Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin

Semua bentuk -laktam yang biasa dipakai dinyatakan aman

Hanya ada sedikit informasi tetapi tidak ada yang mengesankan peningkatan toksisitas

Ampisilin
Prodrug ampisilin : Talampisilin, pivampisilin, bakampisilin

Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin

Sedikit informasi yang ada. Masuk akal untuk menghindari formulasi prodrug dan
menggunakan ampisilin induk

Amoksisilin Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin

Amoksisilin dan asam klavulanat (Augmentin) Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan


mensensitisasi janin

Hanya ada sedikit informasi. Paling baik dihindari sampai ada laporan yang lebih
berpengalaman

Penisilin antipseudomonas : Karbenisilin, mezlosisilin, azlisilin, tikarsilin, piperasilin

Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin

Hanya ada sedikit informasi. Disediakan untuk terapi infeksi serius yang disebabkan oleh
bakteri yang rentan

Penisilin antistafilokokus : Flukosasilin dan klosasilin

Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin

Sefalosporin oral : Sefaleksin, sefaklior, sefradin

Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin

Hanya ada sedikit informasi khususnya untuk obat yang baru diperkenalkan (sefiksim,
sefpodoksim)

Sefalosporin injeksi Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin

Informasi sedikit. Agen ini mungkin aman dan mungkin merupakan pilihan yang cukup
masuk akal untuk mengibati infeksi berat. Obat yang mengandung rantai samping N-
metiltiotetrazol hendaknya dihindari atas dasar pemikiran teoritis yakni, gangguan pada
metabolisme vitamin K (sefamandol di Inggris)

Sulfonamid : Semua bentuk

Kemungkinan aman Pada trimester pertama; hindari dalam 2 hari setelah melahirkan
Hindari (dalam dua hari setelah melahirkan); kernikterus

Resiko lebih besar untuk obat yang lebig erat terikat pada protein, misalnya sulfafurazol,
daripada sulfametoksazol

Trimetroprim Kemungkinan aman Risiko teoretis teratogenik dari antagonis asam folat.
Risiko anemia megaloblastik dapat diegah degan asan folinat Ko-trimoksasol (trimetoprim
dan sulfametoksasol) Kemungkinan aman (tetapi lihat pada sulfonamid di atas) Kernikterus
Banyak sekali pengalaman tentang keamanannya dalam trimester pertama Tetrasiklin : semua
bentuk Hindari Perubahan warna dan displasia gigi dan tulang; katarak Kemungkinan
hepatotoksisitas pada ibu Aminoglikosida : Streptomisin Hindari Otoksisitas Sedikit alasan
untuk menggunakannya. Pilihan yang lebih baik dapat dibuat pada tuberkulosis dan sepsis
yang serius Gentamisin, tobramisin, netilmisin, amikasin Hati - hati Ada kesan risiko teoritis
ototoksisitas Efektif pada sepsis serius; diperlukan pengujian yang teratur Spektinomisin
Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mensensitisasi janin Disediakan untuk terapo
ginire kalau ada masalah resistensi atau alergi penisilin Asam fusidat Kemungkinan aman
Kuinolon : asam nalidiksat Hati - hati Banyak pengalaman mengesankan keamanannya.
Deposisi dalam tulang yang sedang bertumbuh

pada binatang tertentu dan di dalam gigi pada anak kecil. Mengganggu DNA bakteri; risiko
bersifat teoritis pada manusia

Obat ynag baru-baru ini dikembangkan : Siprofloksasi norfloksasin, enoksasin, ofloksasin,


pefloksasin

Hindari Tidak ada pengalaman pada kehamilan lihat asam nalidiksat

Nitrofurantion Kemungkinan aman Risiko teoritis hemolisis pada defisiensi glukosa6-fosfat


dehidrogenase. Penggunaan profilaksis Vankommisin, teikoplanin Hati hati Tidak ada data
keamanan pada manusia. Disediakan untuk terapi sepsis stafilokokus berat Makrolida dan
linkosamida : Eritromisin basa stearat Eritroimisin estolat

Kemungkinan aman

Hindari

Hepatotoksisitas pada ibu pada kehamilan lanjutan Klaritomisin, azitromisin, linkomisin dan
klindamisin Hindari Kolitis pseudomembranosa pada ibu. Hindari kecuali kalau tidak
tersedia obat lain yang cocok Metronidazol Hati - hati Risiko teoretis teratogenesis Tidak
ada bukti tentang teratogenisitas pada manusia. Keuntungan mungkin lebih besar dari pada
risiko pada sepsis anaerobik yang serius Kloramfenikol Hindari Sindrom bayi kelabu Bukti
yang sedikit tentang efek sakit pada janin pada kehamilan awal. Ingat akan kemungkinan
diskrasia darah pada ibu. Biasanya pilihan yang lebih aman dapat dibuat Obat
antituberkulosis : Rifampisin
Isoniazid Ethambutol Asam paraaminosalisilat Pirazimanid

Hati hati

Kemungkinan aman Kemungkinan aman Kemungkinan aman

Hati - hati

Perdarahan pascanatal
Hindari pada ibu yang menderita penyakit hati. Teratogenisitas dosis tinggi pada binatang.
Keuntungan mungkin lebih besar daripada risiko. Hendaknya diberikan vitamin K pada ibu
dan neonatus

Amati ikterus pada ibu Sekarang sedikit digunakan

Hanya ada sedikit informasi

Obat antifungi : Amfoterisin

Flusitosin Ketokonazol, flokunazol Mikonazol

Griseofulvin Nistatin (topikal)

Hati hati

Hindari Hati hati

Hati hati

Hindari Keungkinan aman

Teratogenik pada binatang


Teratogenik pada binatang

Informasi sedikit; keamanan belum pasti

Informasi sedikit; keamanan tidak terjamin Diabsorpsi dari penggunaan topikal vagina

Obat antimalaria : klorokuin

Kina

Proguanil Pirimetamin dan dapson (maloprim)

Pirimetamin dan slfadoksin (fansidar)

Kemungkinan aman

Hindari

Kemungkinan aman Hindari


Hindari

Mungkin menyebabkan keguguran

Keamanan terjamin dalam dosis rendah, kecuali untuk laporan yang jarang tentang
gangguan pendengaran pada anak-anak

Teratogenisitas dilaporkan pada tikus, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan pada manusia.
Mamloprim dan fansidar telah dikaitkan dengan kematian

Acuan :

Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
Primakuin Hindari Obat antiparasit : Piperazin Mebendazol Tiabendazol Prazikuantel

Kemungkinan aman Hindari Hati hati Hati hati

Kemungkinan teratogenik Keamanan tidak dibuktikan

Keamanan tidak dibuktikan

Obat antivirus : Amantadin

Asiklovir
Vidarabin Zidovudin

Hindari

Kemungkinan aman, tetapi gunakan hanya kalau keuntungannya lebih besar daripada
risikonya Hindari Belum diizinkan pada kahamilan

Embriotoksik pada binatang

Risiko teoretis. Bekerja sebagai pengakhir rangkaian


Teratogenik pada binatang Hanya edikit bukti tentang teratogenisitas

Kecuali bila ada infeksi yang mengancam jiwa pada ibu, obat antivirus paling baik dihindari
pada kehamilan

Bukti tentang menurunnya transmisi vertikal HIV

LAMPIRAN 2 KONDISI INFEKSI UMUM PADA KEHAMILAN DAN TERAPI YANG


DIANJURKAN

Kondisi Terapi pilihan pertama Terapi pilihan kedua Komentar Bakteriuria asimtomatik atau
sistitis biasa Ampisilin, amoksisilin (kalau isolat sensitif) atau sefaleksin per oral

Nitrofurantoin, sulfonamid, atau trietroprim (atau kotrimoksasol)

Pada bekteriiria asimptomatik, terapi hendaknya berkangsung selama 7 10 hari. Sistitis


akut sederhana mungkin mamberi respons terhadap dosis tunggal atau pemberian jangka
pendek

Pielonefritis akut
Sefuroksim, ampisilin intravena (bila isolat sensitif)

Gentamisin intravena

Faringitis Benzilpenisilin intravena (kalau isolat ensitif), prokain penisilin intramuskular, atau
fenoksimetil penisilin per oral

Eritromisin basa Catatan : 70 80 % kasus faringitis disebabkan oleh virus

Bronkitis Ampisilin per oral atau amoksisilin

Eritromisin

Pneumonia lobaris Benzilpenisilin Eritromisin Kalau bukan pneumokokus, mungkin


diperlukan perubahan terapi Penyakit legionnaires Eritromisin plus rifampisin Profilaksis
endokarditis Amoksisilin per oral Eritromisin Menurut anjuran kelompok kerja Terapi
endokarditis : Streptokokus Stafilokokus

Benzilpenisilin + gentamisin Flukloksasilin + asam fusidat

Vankomisin

Gonore Benzilpenisilin intramuskular Sefuroksi atau spektinomisin Spektinomisin kalau


pasien alergi terhadap laktam Infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
Eritromisin per oral Eritromisin hendaknya diberikan selama 7 10 hari Profilaksis untuk
operasi abdomen : Lambung atau empedu Appendikektomi atau kolon

1 dosis sefazolin

1 3 dosis amoksisilin dan asam klavulanat (Augmentin)

1 dosis ko-trimosasol

1 3 dosis gentamisin plus metronidazol


Tuberkulosis Rifampisin + isoniazid + etambutol Rifampisin dan isoniazid hendaknya
diberikan selama 9 bulan dan ethambutol selama 3 bulan. Tambahan piridoksin hendaknya
diberikan dengan isoniazid Klorokuin Lihat teks Sepsis serius yang tak terdiagnosis
Gentamisin intravena plus penisilin antipseudomonas intravena, mungkin ditambah dengan
metronidazol Sefalosporin spektrum luas intravena (seperti sefuroksim atau seftazidim)
Untuk menegakkan patogen penyabab ada kemungkinan untuk menghilangkan gentamisin
kalau organisme rentan terhadap penisilin antipseudomonas dan pasien telah memperlihatkan
respons yang memuaskan

Acuan :

Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta

LAMPIRAN 3 DAFTAR PILIHAN OBAT UNTUK KASUS-KASUS YANG SERING


TERJADI

Acuan :

Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
JENIS TERAPI

OBAT DOSIS INDIKASI EFEK SAMPING

KETERANGAN

ANALGETIK ASPIRIN Aspirin dosis rendah selama hamil bisa untuk mencegah
hipertensi yang diinduksi kehamilan dan retardasi pertumbuhan intrauteri Aspirin dengan
bebas disalurkan melintasi plasenta dan diekskresikan oleh bayi baru lahir dengan kecepatan
yang lebih lambat daripada orang dewasa karenajalur ekskresi masih belum matang Bayi
dari seorang wanita yang mendapat dosis terapi aspirin secara teratur di sepanjang kehamilan
memerlukan waktu 5 hari untuk membuang obat tersebut Aspirin dosis rendah tidak terlihat
mempunyai efek buruk apapun pada perkembangan sistem kardiovaskular janin PARASETA
MOL Efek parsetamol semasa kehamilan belum diteliti secara luas tetapi penelitian pada
binatang telah memperlihatkan tidak ada efek merugikan pada pertumbuhan janin dan
plasenta. Dianjurkan sebagai analgetik ringan pilihan MUAL & MUNTAH ANTIHISTA
MIN Meklozin dan siklizin sudah luas digunakan dan tampaknya aman tetapi mingkin
ada suatu hubungan yang renggang antara meklozin dan cacat mata bawaan Prometazin
mungkin berkaitan dengan tingginya insidensi dislokasi panggul bawaan METOKLOP
RAMID Obat ini telah digunakan pada kehamilan lanjut dan dalam penanganan
hiperemesis gravidarum Metoklopramid digunakan dalam persalinan dan sebelum
pemberian anestesi. Kombinasi metoklopramid dan omeprazol telah diteliti dalam hal efek
pencegahan aspirasi lambung dalam anestesi obstetri Omeprazol oral dengan
metoklopramid parenteral umumnya berhasil mengurangi keasaman asamlambung dan
volumenya sebelum diberikan anestesi NYERI ULU HATI & DISPEPSIA ANTASIDA
Antasida aluminium yang diberikan sendirian dapat menimbulkan sembelit Antasida yang
tak dapat diserap seperti alumunium hidroksida atau magnesium trisilikat boleh digunakan,
meskipun Antasida aman kalau diminum pada trimester kedua atau ketiga. ANTAGONI S
RESEPTORH2 Untuk menangani ulkus peptikum dalam praktek non-obstetri Antagonis
reseptor H2 telah dengan berhasil digunakan sebelum pemberian anestesi umum untuk
seksio sesarea untuk mengurangi keasaman lambung dan mencegah aspirsi asam lambung ke
paru-paru Simetidin dan ranitidin diekskresikan ke dalam ASI, tetapi tidak ada data yang
mengesankan adanya efek berbahaya begi bayi. SUKRALFA T Sukralfat sudah tidak
banyak lagi digunakan pada kehamilan di Inggris, tetapi obat ini merupakan terapi yang
efektif untuk ulkus peptikum dan telah dianjurkan untuk digunakan pada kehamilan di
Amerika Serikat karena tidak diabsorpsi.
LAMPIRAN 4 DAFTAR INDEK KEAMANAN OBAT PADA KEHAMILAN DAN
PETUNJUK PENGGUNAAN OBAT

NO GENERIK CARA PEMBERIAN

KATEGORI NO GENERIK CARA PEMBERIAN

KATEGORI

1 Abacavir Oral C 39 Amiodipine Oral C 2 Abciximab Parenteral C 40 Amonium klorida


Oral B 3 Acarbose Oral B 41 Amobarbital Oral Parenteral D D 4 Acabutolol Oral
Parenteral C C 42 Amoxapine Oral C 5 Acetazolamide Oral C 43 Amoxicillin B 6
Acetohexamide Oral C 44 Amphoterisi B Parenteral Topikal B B 7 Acethylcholine chlorida
Opthalmik C 45 Ampicilin Oral B 8 acetylsysteine Inhalasi B 46 Amprenavir Oral C 9
Aceclovir Oral Parenteral Opthalmik Topikal B B B C 47 Amrinone Parenteral C 10
Acitretin Oral B 48 Anagnelide Oral C 11 Acrivastine Oral B 49 Anastrozole Oral C 12
Adapalene Topikal C 50 Antazoline C 13 Adenosine Parenteral C 51 Anti Inhibitor
Coagulant Complex Parenteral C 14 Albendazole Oral C 52 Anti thrombin III Parenteral C
15 Albumin Parenteral C 53 Apraclonidine Opthalmik C 16 Alclomethasone Topikal C 54
Aprotinin Parenteral B 17 Aldesleukin Parenteral C 55 Ascorbic acid A 18 Alendronic
acid Oral C 56 Asparaginase Parenteral C 19 Alfentanil Parenteral C 57 Aspartame B &
C 20 Algluserase Parenteral C 58 Aspirin Oral C & ........... 21 Allopurinol Oral C 59
Astemizole Oral C 22 Alosetron Hydroklorida Oral B 60 Atazanavir Oral B 23
Alprazolam Oral D 61 Atenolol Oral D 24 Alprostadil Parenteral Urethal X C 62
Atomoxetine Oral C 25 Alteplase Parenteral C 63 Atorvastatin Oral X 26 Altretamine
Oral D 64 Atovaqucine Oral C 27 Almunium Hidroksida Oral C 65 Atracurium besilate
Perenteral C 28 Amentadine Oral C 66 Atropine Ophtalmic Oral Parenteral C C C 29
Amcinodine Topikal C 67 Auraline Oral C 30 Amfepramone - B 68 Azatadine Oral B 31
Amifostine Parenteral C 69 Azathioprine Oral Parenteral D D 32 Amikasin Parenteral D
70 Azelaic Acid Topikal B 33 Amilorid Oral B, D 71 Authromicyn Oral Parenteral B B 34
Aminocaproic acid Oral Parenteral C C 72 Aztreonam Parenteral D 35 Aminoglutethiamide
Oral D 73 Bacampilin Oral B 36 Aminophylline Oral Parenteral Rectal C C C 74
Bacitrasin Oral Prenteral Topikal C C C 37 Amiodarone Oral Parenteral D D 75 Baclofen
Oral Parenteral C C 38 Amitripthylin Oral C 76 Basiliximab Parenteral B
77 Beclomethason Inhalasi Nasal

CC

125 Ca Acorbate C

78 Belladona C 126 Ca Carbonate C 79 Benazepril Oral C & D 127 Ca Clorida Parenteral


C 80 Bendroflumethiazole Oral C 128 Ca Citrate C 81 Benzathine benzylpenicilin Oral C
129 Ca Folinate Oral Parenteral C C 82 Benzatropin mesilate Oral Parenteral C C 130 Ca
Glucoheptonate C 83 Benzocaine C 131 Ca Gluconate Parenteral C 84 Benzoyl peroxida
Topikal C 132 Ca Lactate C 85 Benzylpenicilin Parenteral B 133 Ca Phosphate C 86
Betamethasone Oral Parenteral Topikal C & D C & D C & D 134 Ca Polistilene sulfonate
Oral Rectal C C 87 Betaxolol Ophthalmik Oral C C & D 135 Camphora C 88 Bethanechol
klorida Oral Parenteral C C 136 Candesartan Oral C & D 89 Bicaketamide Oral X 137
Capecitabine Oral D 90 Bimatropost Ophthalmik C 138 Captopril Oral C & D 91
Biperiden Oral Parenteral C C 139 Carbachol Opthalmik C 92 Bisacodyl Oral Rectal B B
140 Carbamazepine Oral D 93 Bismuth salisylate C 141 Carbasone D 94 Bisoprolol Oral
C & D 142 Carbenicillin Oral B 95 Bleomycin Parenteral D 143 Carbidopa Oral C 96
Bortezomb Parenteral D 144 Carbimazole Oral D 97 Bosentan Oral X 145 Carbinoxamine
Oral C 98 Bretylium tosilate Parenteral C 146 Carboplatin Parenteral D 99 Brimonidin
Ophthalmik B 147 Carboprost Parenteral C 100 Brinzolamide Ophthalmik C 148
Carisoprodol Oral C 101 Bromocriptine Oral C 149 Carmustine Parenteral D 102
Bromopheniramine Oral C 150 Carnitin Oral Parenteral B B 103 Baclizine Oral C 151
Carfeolol Oral C & D 104 Budesonide Inhalasi Nasal Oral Rectal B B C C 152 Carvadiol
Oral C & D 105 Bumetanide Oral Parenteral C C 153 Casantharol C 106 Buphenine C 154
Cascara C 107 Buplavacaine Parenteral C 155 Caspofungin Parenteral C 108
Buprenorphine Parenteral C 156 Cefaclor Oral B 109 Bupropion hydroklorida Oral b 157
Cefadroxyl Oral B. 110 Buspiron Oral B 158 Cefalexin Oral B 111 Busulfan Oral D 159
Cefalotin B 112 Butalbital Oral C & D 160 Cefamandole Parenteral B 113 Butaconazole
Vaginal C 161

Cefapirin - B

114 Butorphanol tartrate Nasal Parenteral

C&DC&D

162 Cefatrizin - B

115 Butriptylin D 163 Cefazolin Parenteral B 116 Butropium bromide C 164 Cefdinir
Oral B 117 Cabergolin Oral B 165 Cefditoren Oral B 118 Caffein B 166 Cefapime
Parenteral B 119 Calcifedol C & D 167 Cefixime Oral B 120 Calcipotriol C 168
Cefmetazole B 121 Calcitonin Nasal Parenteral C C 169 Cefonicid B 122 Calcitriol Oral
Parenteral C & D C & D 170 Cefoperazone Parenteral B 123 Calcium B 171 Ceforadine B
124 Ca Asetat Parenteral C 172 Cefotaxime Parenteral B 173 Cefotelan disodium
Parenteral B 215 Cinnarizine Oral C 174 Cefoxitin Parenteral B 216 Ciprofloxacin
Ophthalmik C

Parenteral 175 Cefpodoxime Oral B 217 Cisapride Oral C 176 Ceprozil Oral B 218
Cisatracurium Parenteral B 177 Cefradin Oral B 219 Cisplatin Parenteral D 178 Ceftazidime
Parenteral B 220 Citalopram Oral D 179 Ceftibutan Oral B 221 Clatribine Parenteral D 180
Ceftizoxime Parenteral B 222 Clarithromysin Oral Parenteral C 181 Ceftriaxone Parenteral
B 223 Clavulanic acid - B 182 Cefuroxime Oral Parenteral B 224 Clemastine Oral B 183
Celecoxib Oral C & D 225 Clidinium bromida - C 184 Celiprolol - B & D 226 Clindamysin
Oral Parenteral Topical Vaginal B 185 Cerivastatin Sodium Oral C 227 Clobetasol Topikal
C 186 Cetirizine Oral B 228 Clofazimine Oral C 187 Cheno Deoxycholic acid - C 229
Clofibrate Oral C 188 Chlorahidrat - C 230 Clomifene Oral X 189 Chlorambucil Oral D
231 Clomipramine Oral C 190 Chlorampenicol Opthalmik Otic Parenteral C 232
Clanazepam Oral Parenteral D D 191 Chlorcyclizine C 233 Clonidine Epidural Oral
Parenteral Transdermal C C C C 192 Chlordiazepoxide Oral Parenteral D 234 Clopidogrel
Oral B 193 Chloehexidine Mouth /throat Inhalasi Peridental B

C 235 Clorazepat Oral D 194 Chlormethine D 236 Clotrimazole Topical Vagina B 195
Chloroquin Oral Parenteral C 237 Cloxacilin Oral B 196 Chlorothiazide Oral C & D 238
Clozapine Oral B 197 Chlorthianisene - C 239 Co-trimoxazole (sulfamethoksazole (SMZ)
dan trimethoprim TM ) Oral Parenteral C & D 198 Chlopenamine Oral B 240 Codein Oral
Parenteral C & D C & D 199 Chlopromazine Oral Parenteral C 241 Colchicine Oral
Parenteral D D 200 Chlopropamide Oral C 242 Colcalciferol C & D 201 Chloprothixene -
C 243 Colestipol Oral B 202 Chlotalidone Oral B & D 244 Colestyramine Oral B 203
Chlortetrasiklin Ophthalmik D 245 Colistiethate sodium C 204 Chlorzoxazone Oral C 246
Corticotrophin Parenteral C 205 Cholin magnesium trisalysilate - C & D 247 Cortisone
Oral Parenteral C & D C & D 206 Cholin Theophilinate - C 248 Coumarine Oral X 207
Chorionic gonadotropine Parenteral X 249 Crotamiton Topical C 208 Ciclacillin - B 250
Cyanocobalamin C 209 Ciclopirox Topical B 251 Cyclandelate C 210 Cidafovir Parenteral
C 252 Cyclizine B 211 Cilostatin Parenteral C 253 Cyclobenzaprin Oral B 212 Zilazapril
Oral D 254 Cyclophenthiazide C & D 213 Cilostazol Oral C 255 Cyclopentolate
Ophthalmik C 256 Cyclophosphamida Oral Parenteral

D D 301 Diltiazem Oral Parenteral C

257 Cycloserine Oral C 302 Efalizumab Parental C 258 Cyclosporin Oral Parenteral C C
303 Efavirenz Oral C 259 Cyproheptadine Oral B 304 Emedastine Oral B 260 Cytarabine
Parenteral D 305 Enalapril Oral C & D 261 Dacarbazine Parenteral C 306 Enflurane
Inhalasi B
262 Dactinomycin Parenteral C 307 Enfuvirtide Parental B 263 Dalteparin sodium
Parenteral B 308 Enoxacin - C 264 Danaparoid sodium Parenteral B 309 Enoxaparin
Parental B 265 Danazol Oral X 310 Entacapon Oral C 266 Dantrolene Oral Parenteral C
311 Ephedrin C 267 Daptomycin Parenteral B 312 Epineprine Nasal Ophthalmic Parenteral
C 268 Dapsone Oral C 313 Epirubicin Parenteral D 269 Daurorubicin Parenteral D 314
Epoetin alfa Parenteral C 270 Deferoxamine Parenteral C 315 Epprostenol Parenteral B 271
Delavirdine Oral C 316 Eftifibatide Parenteral B 272 Demeclicycline Oral D 317
Ergocalsiferol Oral Parenteral A & D 273 Deserpidine C 318 Ergotamine Buccal Oral
Rektal X 274 Desflurane Inhalasi B 319 Ertapenam Parenteral B 275 Desipramine Oral C
320 Erythromycin Oral Parenteral B 276 Deslanoside C 321 Erythropolrtin Parenteral C 277
Desmopresin Nasal Oral Parenteral B B B 322 Escilatopram Oral C 278 Desogrestel - X
323 Esmolol Parenteral C 279 Desonide C 324 Esomeprazole Oral B 280 Desoximetasone
C 325 Estazolam Oral X 281 Dexamethasone Opthalmik Oral Parenteral C & D C & D C &
D 326 Estradiol Mouth/troat Oral Transdermal Vaginal X 282 Dexbropheniramine Oral C
327 Estriol succinate - X 283 Dexchlorpheniramine Oral B 328 Estrone Parenteral X 284
Dexflunfluramin Oral C 329 Estropipate Oral Vaginal X 285 Dexmedetomidine Parenteral
C 330 Etacrynic acid - B 286 Dextran Parenteral C 331 Etanercept Parenteral B 287
Dextromethorphan Oral C 332 Ethambutol Oral B 288 Diazepam Oral Parenteral Rectal D
333 Ethinyl estradiol Oral X 289 Diazoxide Oral Parenteral C 334 Ethisterone - D 290
Dibenzepine - D 335 Ethoheptazine - C 291 Dichlorphenamide - C 336 Ethosuximide - C 292
Diclofenac Ophthamic Parenteral Topical B

B & D 337 Etidronate Oral Parenteral B 293 Dicloxacillin Oral B 338 Etodolac Oral C & D
294 Didanosine Oral B 339 Etomidate Parenteral C 295 Dienestrol - X 340 Etoposide
Parenteral D 296 Diethylstilbestrol - X 341 Etretinate - X 297 Diflunisal Oral C & D 342
Exemestane Oral D 298 Digitoxin Oral C 343 Ezetimide Oral C 299 Digaxin Oral C 344
Factor IX Parenteral C 300 Dihydrotachysterol - C 345 Factor VIII Parenteral C 346
Factor XIII Parenteral C 393 Gabapentin Oral C 347 Famcoclovir Oral B 394 Gadopentetic
acid C 348 Famotidine Oral B 395 Galantamine Oral B 349 Felodipine Oral C 396 Gamma
globulin Parenteral C 350 Fenfluramine Oral C 397 Ganciclovir Intraokular Oral Parenteral
C 351 Fenofibrate Oral C 398 Ganirex Parenteral X 352 Penoprofen - B & D 399
Gatifloxacin Opthalmik Oral Parenteral C 353 Fenoterol - B 400 Gefitinib Oral D 354
Fentanyl Buccal Parenteral Transdermal C & D 401 Gemcitabine Parenteral D

355 Fexofenadine Oral C 402 Gemfibrozil Oral C 356 Filgrastim Parenteral C 403 Getamicin
Ophthalmik Otic Parenteral Topikal C 357 Finasteride Oral X 404 Hydrochlotiazide - C & D
358 Flavoxate Oral B 405 Hydrocodone - C & D 359 Flecainide Oral C 406 Hydrocortisone
Ophthaimik Oral Otic Parenteral C & D 360 Floxuridine Parenteral D 407
Hydroflumethiazide - C & D 361 Fluconazole Oral Parenteral C 408 Hydromorphon
Parenteral C 362 Flucortolone Topikal C 409 Hydroxocobalamine - A & C 363 Flucytosine
Oral C 410 Hydroxycloroquin Oral C 364 Fludarabine Phospate Parenteral D 411
Hydroxyprogesterone caproate Parenteral D 365 Fludrocortisone Oral C 412 Hydroxyurea
Oral D 366 Flumazenil Parenteral C 413 Hydroxyzine Oral C 367 Flunisolide Inhalasi, Nasal
C 414 Hyaocin Oral, Parenteral C 368 Flunitrazepam - D 415 Hyoscyamine - C 369
Fluocinolone Topikal C 416 Ibuprofen Oral B & D 370 Fluocinonide Topikal C 417
Idarubicin Parenteral D 371 Fluocortolone Topikal C 418 Idoxuridine Ophthalmik C 372
Fluorometholone Ophthaimik C 419 Ifosfamide Parenteral D 373 Fluorourasil Parenteral
Topikal X 420 Imiglucerase parenteral C 374 Flucetine Oral C 421 Imipenem Parenteral C
375 Fluoxymesterone Oral X 422 Imipramine Oral Parenteral D 376 Flupentixol Oral C
423 Imiquimob Topikal B 377 Fluphenazide Oral Parenteral C 424 Immunoglobulin
Parenteral 378 Flurazepam Oral X 425 Indapamide Oral B & D 379 Flubiprofen
Ophthalmik Oral B & D 426 Indinavir sulfat Oral 380 Flutamide Oral D 427 Indometacin
Ophthaimik, Oral Parenteral, Rektal B & D 381 Fluticasone Inhalasi Nasal, Topikal C 428
Infliximab Parenteral B 382 Fluvastatin Oral X 429 Insulin Parenteral C 383 Fluvoxamine
Oral C 430 Insulin aspartr Parenteral C 384 Folic acid Oral A & C 431 Insulin glargine
Parenteral C 385 Fondaparinux sodium Parenteral B 432 Insulin Lispro Parenteral B 386
Formoterol Inhalasi C 433 Interferon Parenteral C 387 Foscamet sodium Oral B 434
Interferon beta Parenteral C 388 Fosfomycin Oral B 435 Iodamide - D 389 Fosinopril Oral
C & D 436 Iodinated glycerol - X 390 Frangula C 437 Iodine - D 391 Furazolidone C 438
Ipecacuanha - C 392 Furosemide Oral, Parenteral

C&D

439 Ipratropium bromida Inhalasi Nas

B 484 Linezolid Oral Parenteral

440 Irbesartam Oral

C & D 485 Liotyronine - A

441 Irinotecan Parenteral D 486 Lipids - C 442 Iron - C 487 Lisinopril Oral C & D 443 Iron
dextran Parenteral C 488 Lithium Oral D 444 Isomethaptene - C 489 Lomefloxacin
Ophthalmik C 445 Isoniazid 490 Lomustine Oral D 446 Isoprenaline Parenteral C 491
Loperamide Oral B 447 Isopropamide iodide - C 492 Lopinavir - C 448 Isosorbid dinitrat
Buccal Oral Parenteral Transdermal C 493 Loracarbef Oral B 449 Isosorbid mononitrat Oral
C 494 Loratadine Oral B 450 Isotretinoin Oral X 495 Lorazepam Oral Parenteral D 451
Isoxsuprine Ortal C 496 Losartan Oral C & D

452 Isradipine Oral C 497 Lovastatin Oral X 453 Itraconazole Oral Parenteral C 498 Loxapin
Oral Parenteral C 454 Ivermectin Oral C 499 Lynestrenol - D 455 Kanamycin Oral Parenteral
D 500 Lypressin - C 456 Kaolin - C 501 Magaldrate - C 457 Ketamine Parenteral B 502
Magnesium carbonat - B 458 Ketoconazole Oral Topikal C 503 Magnesium hidroksida - B
459 Ketoprofen Oral

B & D 504 Magnesium sulfat - B

460 Ketorolac trometamol

Ophthalmik Oral parenteral

C & D 505 Malathion Topikal B

461 Labetalol Oral parenteral

506 Mannitol Parenteral C

462 lactulose Oral B 507 Maprotiline Oral B 463 Lamivudine Oral C 508 Mazindol - C 464
Lamotrigine Oral C 509 Mebendazole Oral C 465 Lanatoside C - C 510 Meclocycline - B
466 Lansoprazole Oral B 511 Meclofenamate sodium - B & D 467 Latanoprost Ophthalmik
C 512 Medrogestone - X 468 Leflunomide Oral X 513 Medroxyprogesterone Parenteral X
469 Letrozole Oral D 514 Mefenamic acid Oral C & D 470 Leuprorelin Parenteral X 515
Mefloquin Oral C 471 Levamisole Oral C 516 Meloxicam Oral C & D 472 Levetiracetam
Oral C 517 Melphalan Oral Parenteral D D 473 Levobunolol Ophthalmik C 518
Menothrophine Parenteral X 474 Levobupivacaine Parenteral B 519 Mepenzolate bromida
C 475 Levokabastine Ophthalmik C 520 Mepivacaine Parenteral C 476 Levocetirizine Oral
B 521 Meprobamate D 477 Levodopa Oral C 522 Mercatopurine Oral D 478 Levofloxacin
Ophthalmik Oral Parenteral C1 523 Meropenem Parenteral B 479 Levonergestrel Oral
Subdermal C1 524 Mesalazine Oral Rektal B B 480 Levotyroxine sodium Oral A 525 Mesna
Parenteral B 481 Lidocain Parenteral Topical B 526 Mesoridazine B 482 Lincomycin Oral
Parenteral B 527 Mestranol X 483 Lindane Topikal B 528 Metaraminol C 529
Metformin Oral Parenteral B & D B & D 569 Nafcilin Parenteral B 530 Methazolamide C
570 Nolbuphine Parenteral B & D 531 Methdilazine C 571 Nalidixic acid Oral C 532
Methenamine C 572 Nalorphine - D 533 Methocarbamol C 573 Naloxon Parenteral B 534
Methotrexate Oral Parenteral X X 574 Naltrexone HCL Oral C 535 Methoxalen Oral
Topikal C C 575 Nandrolone Parenteral C 536 Methyclothiazide B & D 576 Naproxen Oral
C 537 Methyldopa Oral Parenteral B B 577 Naratripan Oral C 538 Methylphenidate Oral C
578 Nateglinide Oral C 539 Methylprednisolone Oral Parenteral C C 579 Nedocromil
Inhalasi Ophthalmik B 540 Methyltestosterone X 580 Nafazodone HCL Oral C 541
Metoclopramide hydroclorida Oral Parenteral B B

581 Nelfinavir Oral B

542 Metozalone Oral B & D 582 Neomycin - C 543 Metoprolol Oral Parenteral C & D C &
D 583 Neostigmine Oral Parenteral C 544 Metronidazole Oral Parenteral Topical C C C 584
Netilmicin Parenteral D
545 Mexiletine Oral C 585 Nevirapine Oral C 546 Mezlocilin Parenteral B 586 Nicardipine
Oral C 547 Miconazole Topical Vaginal Oral C C D 587 Nicotinamide - C 548 Midazolam
Parenteral D 588 Nicotynil alcohol - C 549 Miglustat Oral C 589 Nifedipine Oral C 550
Milrinone Parenteral C 590 Nimodipine Oral Parenteral C 551 Minoxycline Dental Oral
Parenteral D D D 591 Nitrofurantoin Oral B 552 Minoxidil Oral C 592 Nizotidine Oral C
553 Mirtazapine Oral C 593 Norepinephrine - C 554 Misoprostol Oral C 594 Norethysterone
- C 555 Mitoxantron Parenteral D 595 Noretynodrel - C 556 Moexipril Ophthalmik C & D
596 Norfloxacin Ophthalmik Oral C 557 Molindone Oral C 597 Norgestrel Oral C 558
Mometasone furoate Nasal Topical C C 598 Nortriptyline Oral D 559 Montelukast sodium
Oral B 599 Nystarin Mouth/throat Oral Topikal, Vaginal C 560 Morphine Oral Parenteral C
& D C & D 600 Octreotide Parenteral B 561 Moxifloxacin Ophthalmik Oral Parenteral C 601
Ofloxacin Ophthalmik Oral Otic Parenteral C 562 Mupirocin Nasal Topical

602 Olanzapine Oral C

563 Muromonab CD3 Parenteral C 603 Olopatadine Ophthalmik C 564 Mycophenolic acid
Oral Parenteral C 604 Olsalazine - C 565 Nabumetone - C 605 Omalizumab parenteral C 566
Nadolol Oral C & D 606 Omeprazole Oral Parenteral C 567 Nadroparin calcium Parenteral B
607 Ondansetron Oral Parenteral

568 Nafarelin Nasal C 608 Opipramol Parenteral B & D 609 Orlistat Oral B 667
Phenylbutazone C 610 Orphenadrine Oral C 668 Phenylephrine C 611 Oseltamivir Oral C
669 Phenylpropanolamine Oral C 612 Oxacillin - B 670 Phenyltoloxamine C 613
Oxaliplatin Parenteral D 671 Phenytoin Oral Parenteral D 614 Oxandrolone Oral C 672
Physostigmine Ophthalmik D 615 Oxaprozin - D 673 Phytomenandion Oral Parenteral C 616
Oxazepam - C 674 Pilacarpine Ophthalmik C 617 Oxcarbazepine Oral C 675 Pimecrolimus
Topikal C 618 Oxprenolol - C 676 Pimozide Oral C 619 Oxybrupocaine Ophthalmik C 677
Pindolol Oral B 620 Oxybutynin Oral B 678 Pioglitazone Oral C 621 Oxymethazoline Nasal
Ophthalmik C 679 Piperacilin Parenteral B 622 Oxymetholone Oral 680 Piperazine Oral B
623 Oxyphenbutazon - C & D 681 Piperidolate C 624 Oxyphencyclimine - C 682 Pirbuterol
acetat C 625 Oxyphenomium bromida - C 683 Pirbuterol HCL C 626 Oxytetracycline - D
684 Piroxicam Oral C & D 627 Oxytocin 685 Podophyllotoxin Topikal C 628 Paclitaxel
Parenteral D 686 Podophyllu Topikal C 629 Polivizumab Parenteral C 687 Polimyxin B B
630 Pmidronate Parenteral D 688 Polythiazide C & D 631 Pacrelipase C 689 Potassium C1
C 632 Pncuronium Bromida Parenteral C 690 Potessium citrate C 633 Pantoprazole Oral
Parenteral B 691 Potassium gluconate C 634 Pantothenic acid C 692 Potassium iodide D
635 Papaverin HCL C 693 Providone iodini D
636 Paracetamol Oral B 694 Prapexole Oral C 637 Paraldehyde C 695 Provastatin Oral C
638 Paromomycin C 696 Praziquantel Oral B 639 Paroxetine C 697 Prazosin Oral C 640
Reginterferon alfa-2a Parenteral C 698 Prednisolone Ophthalmik, Oral Parenteral C & D 641
Reginterferon alpa-2b Parenteral C 699 Prednisone Oral C & D 642 Pemolin Oral B 700
Primaquine Oral C 643 Penbutolol C 701 Primidone Oral C 644 Peciclovir Topikal C & D
702 Probenecid Oral B 645 Penicillamine Oral B 703 Probucol Oral B 646 Pentaerythrityl
tetranitrate C 704 Procainamid Oral Parenteral C 647 Pentamidine Inhalasi C 705 Procain
penicilin Parenteral B 648 Pentazocine Oral, Rektal Parenteral C & D 706 Procarbazine Oral
D 649 Pentobarbitone Parenteral D 707 Prochloperazine Oral C 650 Pentoxifylline Oral C
708 Procyclidine C 651 Pergolite mesilate Oral B 709 Progesterone Oral Parenteral Rectal,
Vaginal D 652 Perindopril Oral C & D 710 Proguanil Oral B 654 Permethin Topikal B 711
Promazine C 655 Perphenazine C 712 Promethazine Oral C 656 Prthidine Oral Parenteral B
& D 713 Propafenone Oral C 657 Penacatin B 714 Propatheline bromide Oral C 658
Penazapiridine Oral B 715 Proparacaine HCL C 659 Phendimetrazaie C 716 Profolol
Parenteral B 660 Phenelzine C 717 Propanolol Oral C 661 Pheniramine C 718
Propylyhiouracil Oral D 662 Phenobarbitone Parenteral D 719 Protamine sulfat Parenteral C
663 Phenolphthalein C 720 Protirelin Parenteral C 664 Phenoxymethylpenicillin Oral C 721
Pseudoephedrin C 665 Phentermine C 722 Pyrazinamide C 666 Phentolamine C 723
Pyridostigmin bromide Oral Parenteral C 724 Pyridoxin Oral Parenteral C 768 Somatropin
Parenteral C 725 Pyrimethamine Oral C 769 Sotalol Oral B & D 726 Quetipine Oral C 770
Sparfloxacin C 727 Quinopril Oral C 771 Spectinomycin Parenteral B 728 Quinidine Oral
Parenteral C C 772 Spiramycin Oral Parenteral Rektal C C C 729 Quinine Oral X 773
Spironolakton Oral C & D 730 Rabenprazole Oral B 774 Stenozolol Oral X 731 Raloxifene
Oral X 775 Stavudine Oral C 732 Ramipril Oral C & D 776 Sterptokinase Parenteral C 733
Ranitidine Oral Parenteral B B 777 Streptomycin Parenteral D 734 Rasburicase Parenteral C
778 Sucralfate Oral B 735 Remifentanil HCl Parenteral C 779 Sufentanil Parenteral C & D
736 Repagilida Oral C 780 Sulfabenzamide C & D 737 Reserpine C 781 Sulfasetamide C
& D 738 Reviparin sodium Parenteral B 782 Sulfadiazine C & D 739 Ribavirin Inhalasi Oral
Parenteral C C C 783 Sulfafurazole C & D 740 Riboflavin C 784 Sulfamethizole C & D
741 Rifabutin Oral B 785 Sulfamethoksazole C & D 742 Rifampicin Oral Parenteral C C
786 Sulfametrole C & D 743 Rifapentin Oral C 787 Sulfanilamide C & D 744 Riluzole Oral
C 788 Sulfasalazine C & D 745 Rimexolane Ophthalmik C 789 Sulindac Oral B & D 746
Risperidone Oral C 790 Sumatriptan Nasal Oral Parenteral C C C 747 Ritodrine Oral
Parenteral B B 791 Suxamethonium CL Parenteral C 748 Ritonavir Oral B 792 Tacrine
Oral C

749 Rituximab Parenteral C 793 Tacrolimus Oral Parenteral Topikal

C C C 750 Rifastigmine Oral B 794 Tamoxifen Oral D 751 Rocuronium bromida


Parenteral B 795 Tamsulosin Oral C 752 Rofecoxib Oral C & D 796 Tegaserod Oral C 753
Ropinirole Oral C 797 Telmisartan Oral C & D 754 Rosiglutazone Oral C 798 Temazepam
Oral X 755 Rosuvastatin Oral X 799 Temozolamide Oral D 756 Salbutamol Inhalasi Oral
Parenteral C C C 800 Tenectelpase Parenteral C 757 Salmeterol Inhalasi C 801 Teniposide
Parenteral D 758 Salsalate C 802 Terazosine Oral C 759 Saquinavir Oral B 803
Terbinafine Oral Topikal B 760 Sargramostin Parenteral C 804 Terbutaline Inhalasi Oral
Parenteral B 761 Selegiline Oral C 805 Terconazole Vagina C 762 Sennosides A dan B
Oral C 806 Terfenodine Oral C 763 Sertraline Oral B 807 Terpin hydrate D 764 Sodium
aurothiomalate C 808 Testosterone Oral Parenteral Topikal Transdermal X

765 Sodium bicarbonate C 809 Tetrabenazine C 766 Sodium iodidate X & D 810
Tetracaine C 767 Somatostatin Parenteral D 811 Tetracycline Ophthalmik Oral Topikal D
DB 812 Thalidomide Oral X 860 Tripelennamine Oral B 813 Theopilin Oral
Parenteral C C 861 Tropolidine Oral C 814 Thiamine Oral Parenteral C

862 Triptoreline Partenteral X 815 Theopental sodium Parenteral Topikal C 863


Troleandomycin Oral C 816 Thiopoprazate C 864 Tropicamide Ophthalmik C 817
Thioridazine Oral C 865 Trovafloxacin Oral C 818 Thiotepa Parenteral D 866
Tobucurarine Cl Parenteral C 819 Thymosin alpha-1 Parenteral C 867 Uracil D 820
Thyroglobulin C 868 Urea C 821 Thyroid C 869 Urofolitropin Parenteral X 822
Ticarcillin Parenteral B 870 Urokinase Parenteral B 823 Ticlopidine Oral B 871
Ursadeoxycholicacid Oral B 824 Tiludronic acid Oral C 872 Valaciclovir Oral B 825
Timolol Ophthalmik Oral C & D

873 Valdecoxib Oral C 826 Tinzaparine sodium Parenteral B 874 Valganciclovir Oral C 827
Tioconazole Vagina C 875 Valproate semisodium D 828 Tioguanine Oral D 876 Valproic
acid Oral Parenteral D

829 Tiopronin Oral C 877 Valsatron Oral C & D 830 Tobramycin Inhalasi Ophthalmik
Parenteral D B D 878 Vancomycin Oral B 831 Tocainide Oral C 879 Vasopresin Parenteral
B 832 Tolazamide Oral C 880 Vasopresin tannate Parenteral B 833 Tolazoline Parenteral C
881 Vacuronium bromide Parenteral C 834 Tolbutamide Oral C 882 Vanlapaxine HCl Oral
C 835 Tolcapone Oral C 883 Verapamil Oral Parenteral C

836 Tolmetin Oral C & D 884 Verteporfin Parenteral C 837 Tolterodine 1-tartrate Oral C
885 Vidarobine Ophthalmik C 838 Topiramate Oral C 886 Vimblastine Parenteral D 839
Topotecan Parenteral D 887 Vincristine Parenteral D 840 Torasemide Oral Parenteral B

888 Vinerelbine Parenteral D 841 Toremifene Oral D 889 Vit D C & D 842 Tramadol Oral
Parenteral D D 890 Vit E C & D

Keterangan : Kategori A Studi control untuk menunjukan resiko pada fetus ditrimester
pertama gagal (tidak ada bukti resiko pada trimester berikutnya) kemungkinan aman pada
fetus Kategori B Pada studi reproduksi hawan tidak dapat menunjukan resiko pada fetus,
pada studi control wanita hamil / studi reproduksi hewan tidak menunjukan efek samping
(selain dari penurunan fertilitas) yang tidak dikonfimasikan pada studi control wanita hamil
pada trimester pertama (tidak ada bukti pada trimester berikutnya) Kategori C Studi pada
hewan menunjukan efek samping pada fetus (teratogenik) / embriosidal atau yang lainnya,
tetapi belum ada studi control pada wanita hamil, obat harus diberikan hanya jika keuntungan
lebih besar dari resiko pada fetus. Kategori X Studi pada hewan atau manusia telah
menunjukan ketidaknormalan fetus / terdapat bukti terhadap resiko fetus berdasarkan
pengalaman manusia / keduanya, penggunaan obat terhadap wanita hamil tidak ada
keuntungannya. Obat ini kontraindikasi dengan wanita hamil

Acuan :

16. , 2005, Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk Penggunaan Obat dengan
atau tanpa Makanan, Tugas Khusus Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
Fatmawati, Jakarta 2. MIMS, 102nd ed 2005, Indonesia

843 Trandolapril Oral D 891 Voriconazole Oral Parenteral

844 Tranexamicacid Oral Parenteral

892 Warfarin Oral X

845 Trastuzumab Parenteral B 893 Zafirlukast Oral B 846 Travoprost Ophthalmik C 894
Zalcitabine Oral C 847 Trazodone Oral C 895 Zanamivir Inhalasi B 848 Tretionine Oral
Topikal D C 896 Zidavudine Oral Parenteral C

849 Triamcinolone Inhalasi Nasal Oral Parenteral Topikal C

C&D
C 897 Ziprosidone Oral C 850 Triamterene Oral C & D 898 Zoledronic acid Parenteral D
851 Triazolam Oral X 899 Zolmitriptan Oral C 852 Trichlormetiazide C & D 900 Zolpidem
Oral B 853 Trientine HCl Oral C 901 Zuclopenthixol Oral Parenteral C 854 Trifluoperazine
Oral C 855 Trifluridine Oral C 856 Trihexypenidyl Oral C 857 Trimethoprin Oral C
858 Trimeyrexate Parenteral D 859 Trimipramine Oral C

Anda mungkin juga menyukai