PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tinta adalah bahan berwarna yang mengandung pigmen warna yang digunakan untuk
mewarnai suatu permukaan.tinta merupakan sebuah media yang sangat kompleks,berisikan
pelarut,pigmen,celupan,resin dan pelumas,sollubilizer semacam senyawa yang membentuk
ion-ion polimer polar dengan resin tahan air.selain itu,ada surfaktan yang merupakan unsur
besar yang menurunkan tekanan permukaan dari sebuah cairan yang memungkinkan
penyebaran dengan mudah,surfaktan juga menurunkan tekanan antar permukaan antara dua
cairan.dalam tinta juga terdapat materi-materi partikuler,pemijar atau material-material
lainnya.komponen-komponen tinta tersebut menjalankan banyak fungsi seperti unsur
pembawa tinta,pewarna dan bahan-bahan tambahan lainnya yang digunakan untuk mengatur
aliran,ketebalan,dan bentuk tinta ketika kering (wikipedia,2014).
B.Tujuan
Memisahkan komponen senyawa dalam daun dan bunga dengan kromatografi lapis tipis.
C.Manfaat
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen yang dipisahkan
terdistribusi dalam 2 fase. Salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan
permukaan yang luas yang lainnya seperti fluida yang mengalir lembut disepanjang landasan
stasioner. Ketika pita tersebut melewati kolom, pelebaran disebabkan oleh rancangan kolom
dan kondisi pengerjaan dan dapat diterangkan secara kuantitatif dengan pengertian jarak
dengan teori kolom adalah jantung kromatografi, pemisahan sesungguhnya komponen dicapai
dalam kolom. Kromatografi lapis tipis atau TLC(Thin layer chromatography) seperti halnya
kromatografi kertas, murah dan mudah dilakukan. Kromatografi ini mempunyai satu
keunggulan dari segi kecepatan dan kromatografi kertas.
Kromatografi lapis tipis membutuhkan hanya setengah jam saja, sedangkan pemisahan
yang umum pada kertas membutuhkan waktu beberapa jam. TLC sangat terkenal dan rutin
digunakan di berbagai laboratorium. Media pemisahannya adalah lapisan dengan ketebalan
sekitar 0,1-0,3 mm zat padat adsorben pada lempeng kaca, plastic dan aluminium. Lempeng
yang paling umum digunakan yang berukuran 8x2 inchi. Dan zat padat yang digunakan
adalah alumina, TLC kadang-kadang disebut dengan kromatografi planar. Tidak ada cara
yang mudah dalam mengelusi komponen sampel dari lempengan (kertas) untuk melintasi
sebuah detektor tetapi telah dikembangkan peralatan untuk mengamati lempengan dengan
sifat-sifat sampel seperti itu adsorpsi sinar UV dan pengedaran ( Underwood and Day, 2006
).
KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase
geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel
padat. Kromatografi adsorpsi memiliki beberapa kekurangan, yaitu : a. pemilihan fase
diam(adsorben), b. koefisien distribusi untuk seringkali tergantung pada kadar total, sehingga
pemisahannya kurang sempurna (Soebagio. 2002).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun
1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
2
elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau
dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan
sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti
silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai
fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan
eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan
yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih
dengan cara trial and error .Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi)
yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan
jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah: Nilai Rf sangat karakterisitik
untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf
lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa
diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 -
0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan
sebaliknya (Ewing, 1985).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam
kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan
hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. Beberapa
keuntungan dari kromatografi planar ini :
3
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik, atau dengan cara elusi 2 dimensi. merupakan
bercak yang tidak bergerak
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
4
3.1.1 Alat
3.1.2 Bahan
1. Silika gel
3. aquadest
4. Kristal yod
5. Benzen
Diekstrak
Ekstrak
C. Pembuatan kromatogram
Disaring
3.3 Perhitungan
Dit: Rf ?
Jawab:
6
= 2cm/8.5cm
= 0.2352 cm
Dit : Rf?
Jawab:
= 3.2/8.5
= 0.3764 cn
BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No Perlakuan Pengamatan
1. Daun rheo discolor di gerus sampai ekstrak Warna Rheo discolor
yang di dapatkan dapat di ambil (diperas ) ungu kecoklatan.
kemudian diletakkan dalam cawan pertri dan
di tambah aseton
2. Labu elenmeyer di isi pelarut aseton sepanjang
7
0,5 cm. Kemudian plat kaca berukuran 20 x20
cm diberi garis sepanjang 1cm pada plat kaca
atas dan bawah.
Ditotol dengan warna rheo discolor sebanyak 1 Warna kenaikan pertama
3. totol kemudian di masuukkan kedalam coklat tua dan hijau
elenmeyer yang di isi aseton.
4.2 Pembahasan
Percobaan kromatografi lapis tipis adalah suatu pemisahan yang digunakan untuk
memisahkan komponen zat warna yang ada pada suatu sampel tumbuhan. Perbedaan
kromatografi lapis tipis dengan kromatografi kertas adalah media yang digunakan untuk
menotolkan sampel serta kecepatan pemisahan, yaitu jika pada pada kromatografi kertas
menggunakan kertas dan waktunya lama sedangkan pada kromatografi ini menggunakan
lapisan tipis.
Kromatografi lapisan tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel
yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan
perbedaan kepolaran. Prinsip kerja kromatografi lapis tipis berdasarkan pada adsorpsi dan
partisi, dimana sampel yang akan berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel
dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan
fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan seperti dalam
percobaan digunaka daun Rhoeo discolors.
8
Fase diam (adsorben) yang digunakan pada pratikum kali ini adalah Silika gel. Silika gel
adalah lapisan dengan ketebalan sekitar 0,1 sampai 0,3 mm zat padat adsorben pada lempeng
kaca, plastik, atau aluminium. Lempeng yang digunakan dalam pratikum kali ini dengan
ukuran 8 x 2 inci. Dan zat padat yang umum digunakan selain silika gel adalah alumina
(aluminium oksida), kieslguhr (diatomeous eart), dan selulosa. silika gel sendiri terdiri dari
beberapa macam jenis dan memiliki nama dagang yang berbeda.
Langkah pertama yang kita lakukan yaitu penggerusan, penggerusan bertujuan agar dapat
memisahkan senyawa senyawa kimia yang terkandung dalam sampel daun Rhoeo
discolors, jumlah daun yang digerus secukupnya agar penggerusan lebih cepat dan sempurna
di dalam mortal, jika air ekstrak dari daun Rhoeo discolors telah dapat diambil (diperas) dan
diteteskan, maka penggerusan dihentikan dan ekstrak daun di totolkan pada silika gel lapisan
tipis (plat kaca tipis).
Sebelum silika gel lapis tipis digunakan, terlebih dahulu diatasnya di garis tipis
menggunakan pensil setinggi 2cm atas dan bagian bawahnya dan jangan menggunakan pena
karena saat di beri pelarut maka tinta dapat bereaksi dengan pelarut sehingga tinta dapat ikut
naik pada lapisan tipis, diatas garis tersebut kemudian ditotolkan ekstrak dari daun Rhoeo
discolors , saat penotolan sebisa mungkin totolan tidak di tekan karena dapat membuat
ekstrak akan lebih menempel di totolan dan warna pada totolan akan lebih pekat, setelah itu
sampel kemudian di kering anginkan.
Lapisan tipis yang telah diberi totolan ekstrak daun Rhoeo discolors kemudian
dimasukkan kedalam beaker glass yang sebelumnya telah di isi oleh pelarut aseton dengan
satu sisi yang tercelup kedalam aseton , tinggi pelarut yang dimasukkan pada gelas beaker
tidak boleh lebih tinggi dari totolan ekstrak daun sebelumnya. Kemudian pelarut bergerak
naik sepanjang lapisan tipis zat padat diatas lempengan (silika gel). Zat terlarut sampel
dibawa dengan laju yang tergantung pada kelarutan zat terlarut tersebut dalam kloroform dan
interaksinya dengan silika gel. setelah pelarut bergerak sampai batas atas, lempengan
dikering anginkan dan noda noda zat terlarutnya di periksa. Setelah diperiksa ternyata
terdapat dua warna dari ekstrak daun Rhoeo discolors yaitu coklat dan hijau
9
Kemudian warna di identifikasi berdasarkan Rf nya. Nilai Rf adalah rasio jarak yang
dipindahkan oleh suatu zat terlarut terhadap jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut
selama waktu yang sama. Rumusnya yaitu:
Setelah dihitung didapat nilai Rf dari beberapa warna ekstrak daun Rhoeo discolors yaitu
BAB V
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A dan Underwood, A.L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif . Jakarta: Erlangga
Ewing, Galen Wood. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition.Singapore: McGraw-Hill
Soebagio. 2003. Kimia Analitik II. Malang : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang
11