Anda di halaman 1dari 26

Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana

hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang
relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat


berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi
hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan
tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).

Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti

lautan dan anaemia (weak blood). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah

ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean

(TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang

diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006).

Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena

kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik

pada daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).

Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan

gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).

Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Pertama kali

ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata Talasemia

dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam

bahasa Yunani Thalasa berarti laut. (Permono, & Ugrasena, 2006)

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah

mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan

sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE,

2010)

Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada

hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan

anemia (Fatimah, 2009)

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud

dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di

daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di

Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-

anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.

Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia

mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya. (Weatherall,

1965 cit Ganie 2005).

Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya

sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, 2 2). Disebut

hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA

memiliki rantai polipeptida dan , dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan

sebagai - atau thalassemia (Rudolph et al, 2002)

Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara autosom

resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan pembentukan rantai globin

alfa atau beta. Individu homozigot atau compound heterozygous, double

heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia beta mayor yang membutuhkan transfusi

darah secara rutin dan terapi besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya (Munthe,

1997 cit Bulan 2009)


Thalassemia adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal

tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai globin. Thalassemia beta mayor terjadi

karena defisiensi sintesis rantai sehingga kadar Hb A(22) menurun dan terdapat

kelebihan dari rantai , sebagai kompensasi akan dibentuk banyak rantai dan yang akan

bergabung dengan rantai yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (22) dan Hb A2

(22) meningkat (Weatherall, 2004)

B. KLASIFIKASI

Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi

gangguan produksi rantai atau . Dua kromosom 11 mempunyai satu gen pada setiap

kromosom (total dua gen ) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen pada setiap

kromosom (total empat gen ). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit dan

dua subunit . Secara normal setiap gen globin memproduksi hanya separuh dari kuantitas

protein yang dihasilkan gen globin , menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang.

Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak

seimbang. Abnormalitas pada gen globin akan menyebabkan defek pada seluruh gen,

sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin dapat menyebabkan defek yang menyeluruh

atau parsial (Wiwanitkit, 2007).

1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami


defek, yaitu Thalassemia dan Thalassemia . Pelbagai defek secara delesi dan
nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).

a. Thalassemia

Oleh karena terjadi duplikasi gen (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan

terdapat total empat gen (/). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia maka

terminologi untuk Thalassemia tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu

gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi
berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen dilabel

+ sedangkan pada dua gen dilabel o (Sachdeva, 2006).

1) Delesi satu gen / silent carrier/ (-/)

Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein sehingga secara umum

kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk

mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada

anaknya (Wiwanitkit, 2007).

2) Delesi dua gen / Thalassemia minor (--/) atau (-/-)

Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan.

Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier

yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).

3) Delesi 3 gen / Hemoglobin H (--/-)

Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah

untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai dan menyebabkan

akumulasi rantai di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu

Hemoglobin H (Hb H/ 4) (Wiwanitkit, 2007).

4) Delesi 4 gen / Hemoglobin Bart (--/--)

Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam

kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop

fetalis. Kekurangan empat rantai menyebabkan kelebihan rantai (diproduksi semasa

kehidupan fetal) dan rantai menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu

Hemoglobin Barts (4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007)

atau Hb H (4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).

b. Thalasemia

Thalassemia disebabkan gangguan pada gen yang terdapat pada kromosom 11

(Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia disebabkan point


mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif

dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi

malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).

Thalassemia o

Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga

penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).

Thalassemia +

Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin terjadi. Sebanyak 10-50%

dari sintesis rantai globin yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).

Secara klinis, Thalassemia dikategori kepada:

1) Thalassemia minor / Thalassemia trait(heterozygous) / (+) or (o)

2) Salah satu gen adalah normal () sedangkan satu lagi abnormal, sama ada + atau o.

Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya

terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi

yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen yang masih berfungsi secara

normal dan formasi kombinasi yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007).

Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan

ringan pada sistesis rantai globin menurunkan produksi hemoglobin. Rantai yang

berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai di mana keduanya akan

berikatan membentuk HbA2 / 22 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik

dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva,

2006)

3) Thalassemia mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (+o) or (oo) or (++)

4) Pada kondisi ini, kedua gen rantai mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA langsung

tidak ada pada oo dan menurun banyak pada ++. Penyakit ini berhubungan dengan gagal

tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat
terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya

bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari

sistesis rantai globin (Hb F/ 22) kepada (Hb A / 22) (Yazdani, 2011).

5) Thalassemia intermedia (+/+) atau (o/+)

6) Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).
2 2. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)

a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit

yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita

kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah

merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan

memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor

akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala

anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan

facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke

dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk

mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan

perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi

darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia

mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus

dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat

penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup

normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak

bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.

Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan

ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak

menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan

transfusi darah di sepanjang hidupnya

3. Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)

1. Talasemia (gangguan pembentukan rantai )

2. Talasemia (gangguan pembentukan rantai )

3. Talasemia - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gen-nya diduga

berdekatan).

4. Talasemia (gangguan pembentukan rantai )

C. ETIOLOGI

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara

genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta

yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan.

Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk

hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa

sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih

mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang

pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi

pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah

gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat

thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari

ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat

thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.

Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)

dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya

mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit
ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang

tuanya.

Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan

yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap

thalassemia dalam sel selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,

maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia

atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan

mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat

Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)

kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia

trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita

Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah

sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada

yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,

maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat

Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga

menderita Thalassaemia mayor


Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

D. PATOFISIOLOGI

Hemoglobin

Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat

besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida.

Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa () dan 2 rantai beta

() yaitu HbA (22 = 97%), sebagian lagi HbA2 (22 = 2,5%) dan sisanya HbF (22)

kira-kira 0,5%.

Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam

kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang

bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang

Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh

gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya,
yaitu kluster gen globin- yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan

kluster gen globin- yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen

globin- secara berurutan mulai dari 5 sampai 3 yaitu gen 5-2-1-2-1-2-1-1-3

(Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster gen globin- terdiri dari gen 5--G-A----3

Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai

alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta

dalam molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.

Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi

secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif.

Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini

menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau

hemosiderosis.

Patofisiologi

Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai

beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami

presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi

sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,

merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin

menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan

pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan

cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan

produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.

Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah

pecah atau rapuh.


Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer

adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran

sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam

folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan

destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian

biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau

beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara

transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak

efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Pathway :
E. GEJALA KLINIS

Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak

jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).

Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung

jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian

besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009)

Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru

ditentukan, yakni (1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom.

(2) Talasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3)

Talasemia- intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan minor. Terakhir merupakan

pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).


Empat sindrom klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-, bergantung pada

nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai- yang diproduksi. Keempat

sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier), Talasemia-

trait (Talasemia- minor), HbH diseases dan Talasemia- homozigot (hydrops fetalis)

(Atmakusuma, 2009).

Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia- mayor, penderita dapat

mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati

akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ

tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,

lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal

jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya

membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,

terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.

Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas

lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat

dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap

dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).

Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak

jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat

terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan

lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama

biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan

mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka

mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,

tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,

pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.


Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :

1. Thalasemia Mayor:

Pucat

Lemah

Anoreksia

Sesak napas

Peka rangsang

Tebalnya tulang kranial

Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali

Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang

Disritmia

Epistaksis

Sel darah merah mikrositik dan hipokromik

Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml

Kadar besi serum tinggi

Ikterik

Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.

2. Thalasemia Minor

Pucat

Hitung sel darah merah normal

Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel

darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah

yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat

tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung

dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa

yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda

hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh

infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa

terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes

melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena

peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive

test.

1. Screening test

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia

(Wiwanitkit, 2007).

a. Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan

Thalassemia kecuali Thalassemia silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat

membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.

b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan

eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan

menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan

kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,

sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative

rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).

c. Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi

mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika

dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).

d. Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia berdasarkan parameter jumlah

eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV), RDW x

MCH x (MCV) /Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan

untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13

cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada

penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada

ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan

anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

2. Definitive test

a. Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada

dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%

(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai

abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb

A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F


10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S

dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).

b. Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan

menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan

penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini

berguna untuk diagnosa Thalassemia karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan

variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit,

2007).

c. Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular

diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan

mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

H. PENCEGAHAN

WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan

penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah

yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005)

konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak

yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui

menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia

juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu

defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia- mayor) maka penting untuk

menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.

1. Penapisan (Screening)

Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:


a. Karena karier Talasemia bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan konseling

tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi

homozigot atau gabungan heterozigot.

b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila

termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada

fetus dengan Talasemia berat.

Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan

premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling

verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).

Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.

Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran

Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia . Bila

kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai . Penting untuk

membedakan Talasemia o(-/) dan Talasemia +(-/-), pada kasus pasien tidak memiliki

risiko mendapat keturunan Talesemia o homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran

darah memperlihatkan Talesemia heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai utuh,

kemungkinannya adalah Talasemia non delesi atau Talasemia dengan HbA2 normal.

Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk

memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi

struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).

2. Diagnosis Prenatal

Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan

berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin

dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini

sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi
chorion (CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko

rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).

Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami

perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan

oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length

polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari

mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk

mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini

sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk dan dari Talasemia secara

langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan

kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam

pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis

prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi

label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin melalui membran nilon. Sejak

sekuensi dari gen globin dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi

sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena,

2006).

Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal.

Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan

pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2006).

Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%.

Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan

rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena,

2006).

Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan

dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia
terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2)

konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat

dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara

aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara

retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita

Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat

tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk

Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak

selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena

pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara

usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan

retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program

prospektif.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah

yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut

hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal),

yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating

agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang

lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.

Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan

rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).

Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam

folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa

menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan

pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002;

Herdata, 2008)

1. Medikamentosa

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah

mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi

darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus

dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.

Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi

besi.

Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah

merah

2. Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:

limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan

tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur

hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi

eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.

Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan

lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa

ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada


anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok

dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

3. Suportif

Tranfusi Darah

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan

memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan

dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam

bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

J. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak

berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,

biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 6 tahun.

3. Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini

mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh

kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat

kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah

kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada

pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.

Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak

normal.

5. Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak

sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

6. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena

bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

7. Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita

thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko

menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu

dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan

karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko

thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,

maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti

setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:

a. Keadaan umum

Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang

normal.

b. Kepala dan bentuk muka

Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala

membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,

jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.

c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e. Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung

yang disebabkan oleh anemia kronik.

f. Perut

Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (

hepatosplemagali).

g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran

fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas

Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense

karena adanya anemia kronik.

i. Kulit

Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka

warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan

kulit (hemosiderosis).

Anda mungkin juga menyukai