Anda di halaman 1dari 73

HARD COPY

MATERI P4K TERBARU

170814

1
PERENCANAAN

1. Batasan Perencanaan

Batasan perencanaan meliputi definisi perencanaan dan definisi dari perencanaan


kesehatan. Definisi perencanaan adalah sebuah proses yang dimulai dari penetapan tujuan
organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian tujuan organisasi, serta merumuskan sistem
perencanaan yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan seluruh
pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan organisasi (Robbins dan Coulter di dalam
Darmawan dan Amal, 2016). Sehingga secara garis besar, perencanaan adalah
mendeskripsikan situasi masa depan berdasarkan pemahaman atas kondisi saat ini,
mengembangkan kemungkinan dan pemilihan upaya untuk mencapai masa depan,
menentukan langkah-langkah kerja untuk mencapai masa depan, memperkirakan kebutuhan
sumber daya dan waktu yang diperlukan, serta menentukan indikator dan cara pengukuran
keberhasilan (Darmawan dan Amal, 2016).

Sedangkan, perencanaan kesehatan didefinisikan sebagai sebuah proses untuk


merumuskan masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok
dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Muninjaya di dalam Anugrah, 2008). Di Negara Indonesia sendiri, perencanaan kesehatan
telah diatur di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019. Indonesia, dalam
rangka mencapai tujuan nasional di bidang kesehatan sesuai amanat UU No. 25 Tahun 2004
mengenai SPPN, Kementerian Kesehatan berupaya mengembangkan kebijakan untuk
mewujudkan masyarakat dengan derajat kesehatan setinggi-tingginya melalui Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019 yang terkandung tujuan, serta kebijakan dan
strategi.

2. Fungsi Perencanaan

Dalam penjelasannya menurut Robins dan Coulter fungsi dari perencanaan adalah sebagai
berikut :

1. Perencanaan sebagai Pengarah

2
Dalam mencapai sesuatu tujuan dibutuhkan upaya agar informasi satu dengan lainnya
berkesinambungan atau terkoordinir dan terarah. Perencanaan adalah salah satu fungsi
upaya tersebut.
2. Perencanaa sebagai Minimalisasi Ketidakpastian
Perubahan yang terjadi dimasa depan tidak dapat kita hindari yang membawa
ketidakpstian bagi organisasi. Perubahan yang terjadi pasti terjadi namun kita tidak
tahu apakah sesuai dengan keinginan kita atau tidak. Hal inilah yang perlu
diminimalisir, ketidakpastian yang tidak diinginkan dihari mendatang diantisipasi
dengan perencanaan.
3. Perencanaan sebagai Minimalisasi Pemborosan Sumber Daya
Dalam pemanfaatan sumber daya suatu organisasi tentu harus diperhitungkan matang-
matang. Apa saja yang dibutuhkan, berapa jumlahnya, dan output yang diinginkan.
Dalam hal ini, diharapkan perencanaan dapat menjadi awalan untuk menakar
kebutuhan organisasi sehingga sumber daya menjadi efektif dan tidak terjadi
pemborosan dalam pemanfaatannya.
4. Perencanaan sebagai Penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas
Untuk mencapai output yang terbaik yang diinginkan organisasi tentu harus memiliki
standarnya masing-masing. Dalam perencanaan ditentukan tujuan dan hasil yang
diinginkan sehingga dalam perjalanannya dapat dilakukan pengawasan kualitas
dengan membandingkan tujuan yang telah ditetapkan dengan realita di lapangan.
Dalam fungsinya perencanaan ini, diharapkan organisasi dapat melakukan evaluasi
terhadap penyimpangan yang terjadi untuk kinerja yang lebih baik.

3. Persyaratan Perencanaan

Syarat perencanaan yang baik, yaitu sebagai berikut:

a. Berdasarkan pada alternative

Agar dapat menetapkan perencanaan yang baik maka sebelumnya agar disusun berbagai
alternative, misalnya untung dan rugi kelebihan dan kekurangannya, kendala dan
dukungannya, sehingga dapat menentukan perencanaan yang paling baik.

b) Harus realistis

3
Bila perencanaan tidak realistis, mungkin baik diatas kertas saja akan tetapi tidak dapat
dilaksanakan dalam prakteknya.Misalnya : keterbatasan dalam teknologi, keterbatasan
sumber dana, tenaga kerja, dsb.

c) Harus ekonomis

Disamping keterbatasan diatas, juga harus mempertimbangkan tingkat ekonomis dalam suatu
rencana. Hindarkan faktor pemborosan, biaya, waktu, tempat, dsb.

d) Harus luwes (fleksibel)

Dalam hal ini perencanaan harus fleksibel, artinya setiap saat dapat dievaluir sesuai dengan
perkembangan organisasi, situasi dan kondisi pada waktu tersebut. Pada dasarnya
perencanaan itu disusun berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, namun dalam prakteknya
sering terjadi berbagai penyimpangan yang tidak dapat dihindarkan.

e) Didasari partisipasi

Dalam pembuatan perencanaan hendaknya dapat diikutkan berbagai pihak untuk memperoleh
masukan (input) agar lebih sempurna. Dengan adanya partisipasi, perusahaan akan
memperoleh manfaat ganda, karena disamping rencana menjadi lebih baik, juga dapat
menambah semangat kerja para karyawan (karena merasa ).

4. Jenis Perencanaan

Dasar Klasifikasi Jenis Rencana Definisi

Jangka panjang, lazimnya 12-20


Large range planning
tahun
Jangka waktu
berlakunya rencana Medium range planning Jangka mengengah, 5-7 tahun

Short range planning Jangka pendek, 1 tahun

Singel use planning Digunakan hanya sekali, di buat


Frekuensi Penggunaan

4
Rencana untuk ruang lingkup yg terbatas

Digunakan beberapa kali, dapat di


Standard planning gunakan jika situasi dan kondisi
lingkungan sistem normal

Rencana fokus pada uraian


kebijakan, mengandung tujuan
Master Planning
jangka panjang dan ruang lingkup
yang luas

Tingkatan Rencana Rencana lebih fokus pada pedoman


Operational Planning atau petunjuk dalam pelaksanaan
program

Rancana harian, di temukan pada


Day to day Planning
programbersifat harian

Rencana yang tidak mementingkan


Statisfing planning keuntungan, tetapi kepuasan
semua pihak

Rencana yang mementingkan


Filosofi Rencana Optimizing planning
pencapaian tujuan secara optimal.

Rencana yang cenderung


Adaptivizer planning menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi

Past-present/ Rencana yang dibuat karena


Orientasi waktu rencana Ameliorative planning kebutuhan mendesak, berlaku pada
saat itu saja

5
Future oriented planning Rencana yang berorintesi pada
masa depan. Dibagi menjadi 3
yaitu: Redistribusi planning,
Speculative planning, Policy
Planning

Rencana yang berisikan uraian


Strategic planning kebijakan tujuan jangka panjang
dan waktu pelaksanaan yang lama

Rencana yang berisikan uraian


jangka pendek dan mudah
Tactical planning
menyesuaikan dengan kondisi,
Ruang lingkup rencana
tetap beroriantasi pada tujuan

Rencana yang mengandung uraian


Comprehensive planning
secara menyeluruh dan lengkap

Rencana yang mengandung uraian


Intergrated planning
secara menyeluruh serta terpadu.

5. Unsur Perencanaan

Unsur-unsur yang harus terdapat dalam sebuah perencanaan yaitu sebagai berikut

1. Misi (Mission)
Suatu perencanaan yang baik haruslah mengandung uraian tentang misi yang memuat
latar belakang, cita-cita, tugas pokok dan ruang lingkup organisasi tersebut.
2. Masalah (Problem)
Masalah merupakan adanya kesenjangan (gap) antara harapan dan realita. Sebuah
rencana yang baik haruslah mengandung rumusan masalah yang ingin diselesaikan.
Rumusan masalah yang baik harus mampu menjawab pertanyaan seperti
a. Masalah apa yang ditemukan

6
b. Siapa yg terkena masalah
c. Berapa besar masalah yang terjadi
d. Dimana masalah tersebut terjadi
e. Kapan masalah tersebut terjadi
3. Tujuan (Goal)
Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai dalam sebuah rencana. Sebuah rencana
yang baik haruslah mengandung rumusan tujuan yang bertitik tolak dari
permasalahan, harus mengarah kepada sesuatu yang ingin dicapai dan harus
mempunyai tolak ukur.
Berdasarkan tolak ukurnya, tujuan diklasifikasikan menjadi 2 , yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum yaitu tujuan yang tidak disertai dengan uraian tentang
tolak ukur. Sedangkan tujuan khusus yaitu tujuan yang telah disertai dengan tolak
ukur sehingga lebih spesifik.
4. Kegiatan (Activity)
Sebuah rencana yang baik haruslah mengandung uraian tentang rangkaian kegiatan
yang akan dilakukan. Hal ini guna untuk memperlancar mencapai tujuan tersebut.
5. Asumsi Perencanaan (Planning Asumption)
Sebuah rencana yang baik haruslah mengandung uraian tentang berbagai perkiraan
dan ataupun kemungkinan yang mungkin akan dihadapi dalam menjalankan rencana
tersebut.
Hal ini dikarenakan asumsi dapat menjadi dasar arahan dalam melaksanakan rencana
tersebut
6. Strategi Pendekatan (Strategy of Approach)
Secara umum, strategi pendekatan dibedakan menjadi 2, yaitu: pendekatan institusi
dan pendekatan kemasyarakatan. Pendekatan institusi merupakan pendekatan yang
melibatkan berbagai pihak pemerintahan, dimana menggunakan wewenang dan
kekuasaan. Sedangkan pendekatan kemasyarakatan merupakan pendekatan yang
melibatkan seluruh masyarakat guna untuk menimbulkan motivasi dalam dirinya.
Sehingga ia akan secara sadar dan mau secara aktif untuk ikut berpartisipasi.
7. Sasaran (Target Group)
Unsur ini lebih menekankan kepada siapa rencana tersebut dilaksanakan
8. Waktu (Time)
Unsur ini lebih menekankan kepada jangka waktu atau durasi dari rencana yang akan
dilaksanakan.

7
9. Organisasi dan Tenaga Pelaksana (Organization and Staff)
Unsur ini lebih menekankan baik atau tidaknya sebuah rencana. Hal ini dikarenakan
unsur ini berisi hak, kewajiban serta tugas-masing-masing SDM
10. Biaya (Cost)
Unsur ini lebih menekankan tentang anggaran dana yang dibutuhkan untuk
melaksanakan rencana tersebut
11. Metode dan Kriteria Penilaian (Method of Evaluation and Milestone)
Metode dan kriteria penilaian merupakan unsur terakhir dari perencanaan. Unsur ini
digunakan untuk menilai rencana kita apakah berhasil atau gagal.

6. Proses Perencanaan

Perencanaan dalam suatu organisasi adalah suatu proses, dimulai dari identifikasi
masalah,penentuan prioritas masalah, perencanaan pemecahan masalah, implementasi
(pelaksanaanpemecahan masalah) dan evaluasi. Dari hasil evaluasi tersebut akan muncul
masalah-masalah, barukemudian dari masalah-masalah tersebut dipilih prioritas masalah dan
selanjutnya kembali ke siklus semula.
Di bidang kesehatan khususnya, proses perencanaan ini pada umumnya menggunakan
pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Secara terinci, langkah-langkah
perencanaan kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah
Perencanaan pada hakekatnya adalah suatu bentuk rancangan pemecahan masalah.
Oleh sebabitu, langkah awal dalam perencanaan kesehatan adalah mengidentifikasi
masalah-masalah kesehatanmasyarakat di lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.
Sumber masalah kesehatan masyarakatdapat diperoleh dari berbagai cara antara lain :
a. Laporan-laporan kegiatan dari program-program kesehatan yang ada.
b. Survailance epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit.
c. Survei kesehatan yang khusus diadakan untuk memperoleh masukan perencanaan
kesehatan.
d. Hasil kunjungan lapangan supervisi, dan sebagainya.
2. Identifikasi dan Menetapkan Prioritas Masalah

8
Kegiatan identifikasi masalah menghasilkan segudang masalah kesehatan yang
menunggu untukditangani. Oleh karena keterbatasan sumber daya baik biaya, tenaga dan
teknologi maka tidak semuamasalah tersebut dapat dipecahkan sekaligus (direncanakan
pemecahannya). Untuk itu harus dipilihmasalah mana yang "feasible" untuk dipecahkan.
Proses memilih masalah ini disebut memilih ataumenetapkan prioritas masalah. Pemilihan
prioritas dapat dilakukan melalui 2 cara, yakni :
2.1 Teknik Skoring
Yakni memberikan nilai (scor) terhadap masalah tersebut dengan menggunakan
ukuran (parameter) antara lain :
a. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah.
b. Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut (severity).
c. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate increase).
d. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree of
unmeet need).
e. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social
benefit).
f. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical feasiblity).
g. Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
(resources availability),termasuk tenaga kesehatan.
Masing-masing ukuran tersebut diberi nilai berdasarkan justifikasi kita, bila
masalahnya besardiberi 5 paling tinggi dan bila sangat kecil diberi nilai 1. Kemudian
nilai-nilai tersebut dijumlahkan.Masalah yang memperoleh nilai tertinggi (terbesar)
adalah yang diprioritaskan, masalah yang memperoleh nilai terbesar kedua
memperoleh prioritas kedua dan selanjutnya.
2.2 Teknik Non Skoring
Dengan menggunakan teknik ini masalah dinilai melalui diskusi kelompok, oleh
sebab itu jugadisebut "nominal group tecnique (NGT)". Ada 2 NGT yakni :
2.2.1 Delphi Technique
Yaitu masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang
mempunyai keahlian yangsama. Melalui diskusi tersebut akan menghasilkan
prioritas masalah yang disepakati bersama.
2.2.2 Delbeq Technique
Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah juga melalui
diskusi kelompoknamun peserta diskusi terdiri dari para peserta yang tidak sama

9
keahliannya maka sebelumnyadijelaskan dulu sehingga mereka mempunyai
persepsi yang sama terhadap masalah-masalah yang akandibahas. Hasil diskusi
ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.
3. Menetapkan Tujuan dan Target Pencapaian
Menetapkan tujuan perencanaan pada dasarnya adalah membuat ketetapan-ketetapan
tertentuyang ingin dicapai oleh perencanaan tersebut. Penetapan tujuan yang baik apabila
dirumuskan secarakonkret dan dapat diukur. Pada umumnya dibagi dalam tujuan umum
dan tujuan khusus.
1.1 Tujuan Umum
Adalah suatu tujuan masih bersifat umum dan masih dapat dijabarkan ke dalam
tujuan-tujuankhusus dan pada umumnya masih abstrak.
Contoh :
Meningkatnya status gizi anak balita di kecamatan Cibadak.
1.2 Tujuan Khusus
Adalah tujuan-tujuan yang dijabarkan dari tujuan umum. Tujuan khusus merupakan
jembatanuntuk tujuan umum, artinya tujuan umum yang ditetapkan akan tercapai apabila
tujuan-tujuankhususnya tercapai.
Contoh :
Apabila tujuan umum seperti contoh tersebut di atas dijabarkan ke dalam tujuan khusus
menjadisebagai berikut :
Meningkatnya perilaku ibu dalam memberikkan makanan bergizi kepada anak balita.
Meningkatnya jumlah anak balita yang dittimbang di Posyandu.
Meningkatnya jumlah anak yang berat badannya naik, dan sebagainya.
4. Menyusun Alternatif Pemecahan Masalah
Untuk menyusun alternatif jalan keluar, biasanya digunakan berpikir kreatif teknik
berpikir kreatif. Namun, apabila masih belum menemukan alternatif jalan keluar, dapat
menggunakan langkah sebagai berikut:
a. Menentukan berbagai penyebab masalah
b. Untuk menetukan penyebab masalah, dilakukan curah pendapat (Brain Storming)
dengan membahas data yang telah dikumpulkan. Dapat digunakan alat bantu diagram
hubungan sebab akibat (cause-effect diagram) atau populer pula dengan sebutan
diagram tulang ikan (fish bone diagram).
Selanjutnya, adalah memilih prioritas jalan keluar (solusi masalah). Berbagai macam
alternatif yang tersedia haruslah dianalisis secara seksama sebelum keputusan terhadap

10
alternatif yang terpilih diambil. Analisis terhadap alternatif yang tersedia sebaiknya
memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Terdapat relevansi antara hasil alternatif dengan tujuan pemecahan masalah yang
dilakukan artinya dapat membantu mengurangi atau mengatasi masalah yang ada.
2. Efektifitas
3. Relatif cost, dalam hal ini berapa besar biaya dari masing-masing alternatif, pilihlah
alternatif dengan biaya relatif murah namun tidak mengurangi efektifitasnya.
4. Technical feasibility, apakah secara teknik suatu alternative dapat dijalankan.
5. Ketersediaan sumber daya untuk menjalankan alternative yang dipilih.
6. Keuntungan yang dimiliki oleh suatu alternative dibandingkan dengan alternatif
lainnya.
7. Kerugian yang mungkin timbul akibat pemilihan suatu alternatif.
Untuk memilihnya, dapat memakai kriteria matriks: melalui efektivitas jalan keluar
dan efisiensi jalan keluar. Prioritas jalan keluar adalah nilai efektifitasnya paling tinggi.
Untuk menentukan efektifitas jalan keluar, dipergunakan kriteria tambahan seperti,
besarnya masalah yang dapat diselesaikan (magnitude), pentingnya jalan keluar
(importancy), sensitivitas jalan keluar (vulnerability). Untuk nilai efisien, biasanya
dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar.
5. Rencana Kerja Operasional
Rencanaoperasional terdiri atas rencana sekali pakai danrencana tetap. Rencana sekali
pakai dikembangkan untukmencapai tujuan tertentu dan ditinggalkanmanakala tujuan
tersebut telah dicapai. Rencanasekali pakai merupakan arah tindakan yangmungkin tidak
akan terulang dalam bentuk yangsama dimasa yang akan datang. Bentuk utama rencana
sekali pakai, antara lain:
1. Program. Program mencakupserangkaian aktivitas yang relatif luas
2. Proyek. Bagian dari program yang lebih kecil dan mandiri. Proyek juga memiliki
cakupan terbatas dan jelas mengenai tugas dan waktu.
3. Anggaran. Anggaran adalah pernyataan sumber daya keuangan yang disediakan untuk
kegiatan tertentu dalam waktu tertentu.
Rencana tetap merupakan pendekatan yang sudahdilakukan untuk menangani situasi
yang terjadiberulang(repetitive) dan dapat diperkirakan.Rencana tetap itu memberikan
kesempatan kepadamanajer untuk menghemat waktu yang digunakandalam perencanaan
dan pengambilan keputusankarena situasi yang serupa ditangani dengan carayang
konsisten yang telah ditentukan sebelumnya. Bentuknya antara lain:

11
1. Kebijakan. Merupakan suatu pedoman umum dalam pengambilan keputusan. Hal ini
menentukan suatu rencana dapat atau tidak dapat diambil.
2. Prosedur standar. Implementasi kebijakan dilakukan melalui garis pedoman lebih
detail yang disebut prosedur standar.
3. Peraturan. Pernyataan bahwa suatu tindakan harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan dalam situasi tertentu.
Rencana kegiatan atau rencana operasional pada umumnya kegiatan mencakup 3
tahap pokok, yakni :
Rencana kegiatan pada tahap persiapan, yakni kegiatan-kegiatan yang dilakukan
sebelum kegiatan pokokdilaksanakan, misalnya rapat-rapat koordinasi, perizinan dan
sebagainya.
Rencana kegiatan pada tahap pelaksanaan yakni kegiatan pokok program yang
bersangkutan.
Rencana kegiatan pada tahap penilaian, yakni kegiatan untuk mengevaluasi seluruh
kegiatan dalam rangkapencapaian program tersebut.
Dalam perencanaan operasional terdapat kegiatan menetapkan sasaran (target group).
Sasaran (target group) adalah kelompok masyarakat tertentu yang akan digarap oleh
programyang direncanakan tersebut. Sasaran program kesehatan biasanya dibagi dua,
yakni:
a. Sasaran langsung, yaitu kelompok yang langsung dikenai oleh program
tersebut.Misal jika tujuan umumnya: Meningkatkan status gizi anak balita seperti
tersebut di atas makasasaran langsungnya adalah anak balita.
b. Sasaran tidak langsung adalah kelompok yang menjadi sasaran antara program
tersebut namunberpengaruh sekali terhadap sasaran langsung.Misalnyaseperti contoh
tersebut di atas, anak balita sebagai sasaran langsung sedangkan ibu anakbalita
sebagai sasaran tidak langsung. Ibu anak balita, khususnya perilaku ibu dalam
memberikanmakanan bergizi kepada anak sangat menentukan status gizi anak balita
tersebut.

12
ANGGARAN

1. Konsep Anggaran
Menurut munandar tahun 2001, anggaran merupakan suatu rencana yang disusun
secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit
atau kesatuan moneter yang berlaku untuk jangka waktu yang akan datang.
Pembiayaan kesehatan merupakan semua biaya yang di alokasikan untuk
meningkatkan atau mencegah penurunan status kesehatan masyarakat (Health Canada,
1996). Menurut WHO tahun 2000 pembiayaan kesehatan ini meliputi semua kegiatan
yang mempunyai tujuan utama/primer untuk mempromosi, mengembalikan atau menjaga
kesehatan.
Menurut Hsaio, W and Liu, Y. pada tahun 2001 pembiayaan pelayanan kesehatan
meliputi:
a. Mobilisasi biaya/dana untuk pelayanan kesehatan.
b. Alokasi biaya untuk wilayah dan kelompok penduduk yang secara khusus untuk
pelayanan kesehatan.
c. Mekanisme untuk pembayaran pelayanan kesehatan.

2. Istilah dalam Penganggaran


a. Costing
Costing merupakan suatu cara yang digunakan untuk menghitung biaya khususnya
dalam hal ini di bidang kesehatan. Menurut Witter pada tahun 2000 informasi biaya
intervensi kesehatan diperlukan untuk :
1) Menentukan sumber daya yang perlu dialokasikan kepada suatu intervensi
kesehatan
2) Untuk melakukan analisis biaya efektivitas (cost effectiveness analisys)
3) Menentukan harga pelayanan kesehatan
4) Menentukan prioritas intervensi kesehatan
5) Memperbaiki sistem kerja sistem kesehatan
6) Sebagai instrument program kesehatan.

b. Budgeting

13
Budgeting merupakan istilah yang digunakan untuk mengalokasikan sumber
pembiayaan kesehatan yang dibutuhkan.

c. Bottom Up
Bottom-Up adalah prosedur penyusunan anggaran dimana anggaran disiapkan oleh
pihak yang akan melaksanakan anggaran tersebut, kemudian anggaran akan diajukan
oleh pihak yang lebih tinggi untuk mendapatkan persetujuannya.

d. Top Down
Top-Down adalah prosedur penyusunan anggaran dimana anggaran ditentukan oleh
manajemen puncak dengan sedikit / bahkan tidak ada konsultasi dengan manajemen
tingkat bawah. Metode ini ada baiknya jika karyawan tidak mampu menyusun budget
atau dianggap akan terlalu lama dan tidak tepat jika diserahkan kepada bawahan. Hal
ini biasa terjadi dalam perusahaan yang karyawannya tidak memiliki keahlian cukup
untuk menyusun suatu budget. Atasan bisa saja menggunakan konsultan atau tim
untuk menyusunnya.

3. Manfaat Penganggaran
Anggaran mempunyai banyak manfaat, antara lain (Nafarin, 2000):
a. Segala kegiatan dapat terarah pada pencapaian tujuan bersama.
b. Dapat digunakan sebagai alat menilai kelebihan dan kekurangan pegawai.
c. Dapat memotivasi pegawai.
d. Menimbulkan tanggung jawab tertentu pada pegawai.
e. Menghindari pemborosan dan pembayaran yang kurang perlu.
f. Sumber daya, seperti tenaga kerja, peralatan, dan dana dapat dimanfaatkan seefisien
mungkin.

4. Kelebihan dan Kekuragan Penganggaran


Menurut Supriyono (2001) beberapa keuntungan yang diperoleh dari pemakaian
anggaran adalah :
a. Menyediakan suatu pendekatan disiplin guna menyelesaikan masalah.
b. Membantu manajemen membuat studi awal terhadap masalah-masalah yang dihadapi
oleh organisasi dan membiasakan manajemen untuk mempelajari dengan seksama
suatu masalah sebelum mengambil suatu keputusan.

14
c. Mendorong sikap kesadaran terhadap pentingnya biaya dan memaksimalkan
pemanfaatan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh organisasi.
d. Membantu mengkoordinasikan dan mengintegrasikan penyusunan rencana operasi
berbagai bagian yang ada pada organisasi sehingga keputusan akhir dan rencana-
rencana tersebut dapat terintegrasi dan komprehensif.
e. Memberi kesempatan pada organisasi untuk meninjau kembali secara sistematis
terhadap kebijaksanaan dan pedoman dasar yang sudah ditentukan.
f. Mengkoordinasikan, menghubungkan, dan membantu mengarahkan investasi dan
semua usaha-usaha organisasi ke saluran yang paling menguntungkan.
g. Mendorong suatu standart prestasi yang tinggi dengan membangkitkan semangat
bersaing yang sehat, menimbulkan perasaan berguna dan menyediakan insentif untuk
pelaksanaan yang efektif.
h. Menyediakan tujuan yang merupakan standar untuk mengukur prestasi dan ukuran
pertimbangan manajemen dan sikap efektif secara individual.

Anggaran disamping mempunyai banyak manfaat, namun juga mempunyai beberapa


keterbatasan antara lain (Supriyono, 2001):
a. Anggaran dibuat berdasarkan taksiran dan anggapan sehingga mengandung unsur
ketidakpastian
b. Menyusun anggaran yang cermat memerlukan waktu, uang, dan ntenaga yang tidak
sedikit sehingga tidak semua organisasi mampu menyusun anggaran secara lengkap
(komprehensif) dan akurat.

5. Pembiayaan Kesehatan di Indonesia


Di Indonesia pembiayaan kesehatan bersumber dari tiga hal yaitu:
a. Pemerintah
b. Swasta
c. Lembaga Donor

Mekanisme pembiayaan kesehatan ini meliputi


a. Pendapatan negara atau pajak
b. Kontribusi asuransi sosial
c. Premi asuransi swasta
d. Pembiayaan masyarakat, seperti dana sehat

15
e. out of pocket payments

Setiap mekanisme pembiayaan kesehatan akan memberikan distribusi dampak


pembiayaan dan keuntungan yang berbeda, memberikan pengaruh yang akan mengakses
pelayanan kesehatan dan juga proteksi pembiayaan.

6. Prinsip Dasar Penyusunan Anggaran

Dalam penyusunan anggaran secara terpadu, ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu
bahwa:
a. Anggaran disusun untuk semua program (menyeluruh) yang menjadi tanggung jawab
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Kebutuhan anggaran untuk masing-masing program tersebut diperhitungkan secara
"bottom up"
c. Alokasi anggaran harus terpadu dan seimbang, yaitu untuk unit yang melaksanakan
kegiatan penunjang dan unit yang melaksanakan kegiatan langsung (pelayanan).
d. Alokasi anggaran harus terpadu dan seimbang antara anggaran investasi dengan
anggaran operasional dan pemeliharaan.
e. Sumber anggaran untuk program-program tersebut beragam, yaitu anggaran pusat,
propinsi, kabupaten/ kota dan masyarakat/ swasta.
f. Mata anggaran dalam masing-masing sumber juga beragam.
g. Ada mata anggaran yang bisa dimanfaatkan secara bersama antara program (sharing)
Seperti anggaran supervisi, alat tertentu, dll. Mata anggaran seperti ini perlu
diintegrasikan antara program untuk mencegah tumpang tindih dan inefisiensi. Landasan
pikir ke tujuh hal tersebut diatas adalah bahwa pembangunan kesehatan kabupaten harus
bersifat lintas program, dan bahkan lintas sektor, yang bisa bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Atau dari perspektif lain, pembangunan kesehatan harus
menyangkut intervensi di bidang lingkungan, perilaku dan gaya hidup, kependudukan dan
pelayanan kesehatan individual dan masyarakat. Dari perspektif ini, semua program
hendaknya mendapat alokasi anggaran sesuai dengan target program tersebut masing-
masing.
Selain itu, program dan pelayanan kesehatan adalah suatu produk dari kegiatan-
kegiatan langsung (pelayanan kesehatan) dan kegiatan tak langsung atau penunjang.
Kegiatan langsung umumnya dilakukan oleh fasilitas pelayanan (Puskesmas dan Rumah

16
Sakit dan program pelayanan di lapangan atau di tengah masyarakat), sedangkan kegiatan
tidak langsung atau penunjang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam bentuk pelatihan,
kordinasi, supervisi, dll. Dari perspektif ini, maka semua unit-unit (langsung dan
penunjang)

7. Metode Pendekatan Penganggaran


Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan dalam menyusun anggaran. Masing-
masing pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Pendekatan
penyusunan anggaran tertentu dipilih karena alasan kesederhanaan penyusunan,
kemampuan menerminkan hubungan antara input dengan output kegiatan yang
dianggarkan, maupun alasan fleksibilitas jika terjadi kondisi yang mengaharuskan adanya
perubahan anggaran. Adapun jenis-jenis pendekatan anggaran adalah :
a. Pendekatan penganggaran terpadu
Pendekatan ini merupakan penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan
secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna rnelaksanakan kegiatan
pernerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.
b. Pendekatan penganggaran berbasis kinerja
Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan dalam sistem perencanaan dan
penganggaran yang rnenunjukkan secara jelas keterkaitan antara alokasi anggaran
dengan kinerja yang dihasilkan, serta mernperhatikan efisiensi dalam pencapaian
kinerjayang biasa disebut (performance-based budgeting). Anggaran berbasis kinerja
memiliki karakteristik sebagai berikut (PMPK, 2003); berorientasi pada aktivitas
bukan pada unit kerja sehingga menuntut koodinasi yang baik antar unit kerja,
memfokuskan kepada hasil (outcome), bukan kepada pengeluaran (expediture),
memberikan fokus perhatian pada keja atau aktivitas (worker) serta barang item atau
jasa yang dibeli. Memiliki alat ukur (indikator) kinerja sehingga memudahkan
memenuhi tuntutan efisiensinya, sesuai jika ditetapkan untuk memenuhi tuntutan
efisiensi, efektivitasnya, dana akuntabilits. Sistem perencanaan, pemrograman, dan
penganggaran (planning, programming anda budgeting system).
c. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM)
Pendekatan ini adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan
dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam kurun
waktu lebih dari satu tahun anggaran.
d. Pendekatan berorientasi item atau objek pengeluaran (line item budgeting)bbbb

17
Line item budget berorientasi kepada item input, penerimaan, dan pengeluaran
(misalnya, gaji, obat-obatan, pelatihan). Anggaran yang disusun dengan pendekatan
line item budgeting memiliki kelebihan kesederhanaan dan kemudahan penyusunan,
sehingga mudah dipahami oleh pelaksana anggaran. Kekurangan line item budgeting
tidak mampu mengkomunikasikan informasi tentang keterkaitan antara input, output,
dan proses (aktivitas) yang dijalankan. Akibatanya anggaran yang disusun dengan
pendekatan ini tidak mampu menjadi alat pendorong motivasi bagai para pelaksana
anggaran untuk menggunakan input yang sesuai dengan kebutuhan untuk
memproduksi output. Selain itu, pejabat atasan yang harus melakukan pengendalian
terhadap hasil yang dicapai bawahannya, berkaitan dengan output, putcome, mapun
aktivitas yang dilakukan.

e. Penganggaran berbasis nol


Penamaan pendekatan penganggaran ini boleh jadi salah kaprah (misnaming),
karena ditujukan hanya untuk membedakan dengan penganggran yang berorientasi
pada objek pengeluarana (line item budgeting), yang dalam prektek kerap mendorong
para pelaksana untuk mmenaikkan nilai uang dari setiap pos anggran pada periode
pengangaran berikutnya.

f. Planning, Programming, dan Budgeting System (PPBS)


PPBS pada dasarnya tidak murni pendekatan pengangaran tetapi mencoba
menggabungkan tiga element perencanann sekaligus, yakni planning, programming,
dan budgeting.

8. Pihak yang Dilibatkan dalam Penganggaran


Pihak-pihak yang dilibatkan dalam penganggaran ini harus berkoordinasi
mempertimbangkan dari berbagai sumber diantaranya adalah:
a. DPRD dan lintas sektoral lain,
b. Bappeda dan Dinas Kesra,
c. RSUD dan Tim Perencanaan RS,
d. Puskesmas dan Tim Perencanaan Puskesmas,
e. Provider swasta, LSM kesehatan, Profesi

9. Langkah-langkah Penyusunan Anggaran

18
Berdasarkan Modul Pelatihan Perencanaan dan penganggaran Kesehatan Terpadu
(P2KT) tahapan atau langkah-langkah penyusunan anggaran kesehatan adalah sebagai
berikut.

a. Landasan berdasarkan program


Bahan dasar penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah hasil akhir penyusunan
rencana program terpadu. Hasil akhir tersebut adalah daftar kegiatan (1) langsung dan
(2) tidak langsung yang akan dilakukan oleh sektor/Dinas Kesehatan.
1) Kegiatan pelayanan individu
Penemuan kasus (case finding)
Pengobatan kasus (case treatment)
Kegiatan pengembangan
2) Kegiatan pelayanan masyarakat
Kegiatan intervensi terhadap faktor resiko lingkungan
Kegiatan intervensi terhadap faktor resiko perilaku
Kegiatan mobilisasi sosial/pemberdayaan masyarakat
Kegiatan pengembangam
3) Kegiatan manajemen untuk mendukung 1 dan 2
Kegiatan rutin (perencanaan, monitoring/supervisi, evaluasi, dll)
Kegiatan pengembangan

19
Dalam Pedoman Rencana Anggaran Satuan Kerja dan Cara Pengisiannya ada
beberapa prinsip atau patokan yang perlu diikuti, yaitu sebagai berikut:
1) Anggaran yang disusun adalah anggaran untuk satuan kerja. Anggaran tersebut
dibagi dalam 2 kelompok, yaitu:
a) Anggaran belanja langsung per kegiatan satuan kerja
b) Anggaran belanja tidak langsung per satuan kerja
2) Harus disebutkan hal-hal sebagai berikut:
a) Nama program
b) Kegiatan
c) Lokasi kegiatan
d) Indikator & tolok ukur kinerja
Masukan
Keluaran
Hasil
Manfaat
Dampak
b. Identifikasi semua jenis input kegiatan
Identifikasi semua jenis input yang diperlukan untuk melakukan masing-
masingkegiatan tersebut. Input tersebut bisa terdiri dari:
a. Tenaga,
b. Obat/bahan,
c. ATK,
d. Alat,
e. Dll.
c. Estimasi jumlah setiap input
Lakukan estimasi jumlah atau volume masing-masing input yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiataan bersangkutan
d. Estimasi biaya satuan
Lakukan estimasi atau dapatkan informasi biaya satuan (UC) per input dan
kemudian hitung nilai totalnya = UC x jumlah input. Tentang UC ini, sesuaikan
dengan UC yang berlaku di daerah bersangkutan atau sesuaikan dengan UC yang
berlaku menurut sumber dana bersangkutan.

20
e. Lakukan konversi item input
Lakukan konversi item input untuk menyesuaikan dengan kode-kode yang telah
ditetapkan.
f. Integrasi anggaran
Melihat apakah ada jenis input (mata anggaran) yang bisa diintegrasikan antara
kegiatan yang berbeda. Perhatian perlu diberikan pada (1) kegiatan manajemen dan
(2) kegiatan pegembangan yang mungkin bisa di "share" oleh beberapa kegiatan
langsung.
Demikian juga, perlu dibandingkan rencana anggaran antara program yang
berbeda. Misalnya, apakah pembelian mikroskop untuk program malaria bisa
diintegrasikan dengan rencana pebelian mikroskop untuk program tbc.
g. Sumber pembiayaan
Identifikasi sumber pembiayaan untuk masing-masing input tersebut.

10. Contoh Penganggaran

RENCANA ANGGARAN BIAYA


PENDAMPINGAN MENUJU BLUD UNTUK PUSKESMAS DI KAB. PASER
TAHUN 2014
Diajukan Oleh
Pusat Kajian Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Alokasi Anggaran Quantit Biaya (Rp) Harga Satuan Volume
y (Rp)
Jumlah Satuan Jumlah S
A PERSONIL
A.1 Tenaga Ahli (Termasuk PPh)
a. Peneliti Utama 1 orang 17,000,000 17,000,000 3 b
b. Peneliti Madya 4 orang 11,000,000 44,000,000 3 b

21
TOTAL JUMLAH A.1
A.2 Tenaga Pendukung
a. Staf Administrasi 1 orang 3,000,000 3,000,000 3 b
TOTAL JUMLAH A.2
B NON PERSONIL
B.1 Rapat Persiapan
a. Uang Harian 5 orang 150,000 750,000 2 k
b. Transport Lokal 5 orang 110,000 550,000 2 k
c. Snack 5 orang 13,000 65,000 2 k
d. Makan Siang 5 orang 25,000 125,000 2 k
TOTAL JUMLAH B.1
B.2 Penyusunan Instrumen
a. Uang Harian 5 orang 150,000 750,000 3 k
b. Transport Lokal 5 orang 110,000 550,000 3 k
c. Foto Copy 680 Lembar 250 170,000 1 P
d. Snack 5 orang 13,000 65,000 3 k
f. Makan Siang 5 orang 25,000 125,000 3 k
TOTAL JUMLAH B.2
B.3 Pertemuan Awal (Presentasi Awal)
a. Tiket Pesawat Jakarta-Balikpapan 5 orang 3,797,000 18,985,000 1 P
(PP)
b. Taxi Bandara Jakarta - Tempat 5 orang 340,000 1,700,000 1 P
Tinggal (PP)
c. Taxi Bandara Balikpapan - Kab. 5 orang 716,000 3,580,000 1 P
Paser (PP)
d. Uang Harian 5 orang 430,000 2,150,000 2 h
e. Konsumsi Presentasi Awal 70 orang 35,000 2,450,000 1 h
f. Akomodasi Tenaga Ahli dan 5 orang 483,000 2,415,000 1 m
Asisten CHAMPS
TOTAL JUMLAH B.3
B.4 PERTEMUAN KEDUA
(Pengumpulan Data)

22
a. Tiket Pesawat Jakarta-Balikpapan 4 orang 3,797,000 15,188,000 1 P
(PP)
b. Taxi Bandara Jakarta - Tempat 4 orang 340,000 1,360,000 1 P
Tinggal (PP)
c. Taxi Bandara Balikpapan - Kab. 4 orang 716,000 2,864,000 1 P
Paser (PP)
d. Uang Harian 4 orang 430,000 1,720,000 4 h
e. Akomodasi Tenaga Ahli dan 4 orang 483,000 1,932,000 3 m
Asisten CHAMPS
f. Transport FGD 10 orang 110,000 1,100,000 1 h
TOTAL JUMLAH B.4
B.5 PERTEMUAN KETIGA (Presentasi Akhir dan
Advokasi)
a. Tiket Pesawat Jakarta-Balikpapan 5 orang 3,797,000 18,985,000 1 P
(PP)
b. Taxi Bandara Jakarta - Tempat 5 orang 340,000 1,700,000 1 P
Tinggal (PP)
c. Taxi Bandara Balikpapan - Kab. 5 orang 716,000 3,580,000 1 P
Paser (PP)
d. Uang Harian 5 orang 430,000 2,150,000 2 h
e. Akomodasi Tenaga Ahli dan 5 orang 483,000 2,415,000 1 m
Asisten CHAMPS
f. Konsumsi Presentasi Akhir 70 orang 35,000 2,450,000 1 h
TOTAL JUMLAH B.5
B.6 ANALISA DATA
a. Uang Harian 5 orang 150,000 750,000 3 h
b. Transport PP 5 orang 110,000 550,000 3 h
c. Snack 5 orang 13,000 65,000 3 h
d. Makan siang 5 orang 25,000 125,000 3 h
TOTAL JUMLAH B.6
B.7 PENYUSUNAN LAPORAN
a Uang Harian 5 orang 150,000 750,000 2 h

23
b Transport Lokal 5 orang 110,000 550,000 2 k
c. Snack 5 orang 13,000 65,000 2 h
d. Makan siang 5 orang 25,000 125,000 2 h
e Naskah Laporan Akhir 1 paket 100,000 100,000 8 S
TOTAL JUMLAH B.7
B.8 ADMINISTRASI SEKRETARIAT
a. Biaya Komunikasi 1 paket 650,000 650,000 3 b
b. Biaya ATK 1 paket 650,000 650,000 3 b
TOTAL JUMLAH B.8
TOTAL JUMLAH HARGA
PPh ( 2% )
PPn (10%)
TOTAL ANGGARAN YANG
DIAJUKAN

24
PERGERAKAN DAN PELAKSANAAN

A. Perinsip Implementasi

Pelaksanaan merupakan salah satu dari fungsi-fungsi manajemen yang erat kaitannya
dengan aktivitas organisasi. Pengertian dari pelaksanaan sepadan dengan actuating,
implementasi, atau penggerakkan. Di antara fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi, proses pelaksanaanlah yang
paling rumit dan kompleks.

Menurut J. Salusu (1996: 409) pelaksanaan adalah Seperangkat kegiatan yang


dilakukan menyusul satu keputusan. Dapat juga dikatakan sebagai operasionalisasi dari
berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu. Dalam upaya mencapai suatu
sasaran, diperlukan serangkaian aktivitas dalam organisasi. Oleh karena itu, implementasi
atau pelaksanaan dapat juga dikatakan sebagai operasionalisasi dari bermacam-macam
aktivitas.

Pendapat lain tentang pengertian pelaksanaan dikemukakan oleh Riant Nugroho


(2004:158) yang mengemukakan bahwa Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah
cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Pengertian yang sangat
sederhana, karena memang pada intinya pelaksanaan itu untuk mencapai tujuannya. Riant
Nugroho mengemukakan lebih lanjut bahwa dalam prakteknya pelaksanaan kebijakan
terdiri atas dua macam, yakni ada yang langsung dapat dilaksanakan melalui program-
program, ada juga yang harus menunggu terbitnya peraturan pelaksanaan

Sedangkan Taliziduhu Ndraha (2003:161) mengemukakan pendapatnya bahwa


Actuating dijalankan meliputi berbagai subfungsi, seperti komunikasi, koordinasi, dan
kepemimpinan. Dari kutipan tersebut diketahui adanya kata-kata kunci yang merupakan
penggerak dari pelaksanaan kebijakan, yakni komunikasi, koordinasi, dan kepemimpinan.
Dengan komunikasi semua informasi dapat disalurkaan dengan baik, dan hasil dari
komunikasi yang baik akan menciptakan koordinasi yang dinamis, sedangkan
kepemimpinan memungkinkan terjadinya proses mempengaruhi melalui pendekatan
personal/kemanusiaan. Apabila subfungsi tersebut berjalan secara seimbang dan
terusmenerus, maka berjalanlah= proses pelaksanaan dari suatu kebijakan.

25
Soewarno Handayaningrat (1996:26) mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah
usaha agar semua anggota kelompok suka melaksanakan tercapainya tujuan dengan
kesadaran dan berpedoman kepada perencanaan dan pengorganisasian.

Dengan memperhatikan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian pelaksanaan


(implementasi), dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan adalah serangkaian
kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam organisasi,
dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Proses implementasi akan menciptakan masa transisi atau perubahan dari yang lama
ke yang baru. Di sini, diperlukan sebuah kemampuan adaptif dan persiapan untuk
menggunakan cara atau sistem baru. Periode migrasi dari sistem yang ada ke sistem yang
baru sangat berpotensi menghadapi resistensi terhadap perubahan. Sebab, kebiasaan lama
biasanya sudah menguasai pikiran alam bawah sadar. Oleh karena itu, potensi sabotase
terhadap perubahan mungkin terjadi tanpa disengaja atau tanpa sadar, dan hal ini sangat
menentukan keberhasilan sebuah proses implementasi.

Konsistensi proses implementasi sangat tergantung dari proyeksi yang direncanakan.


Kepemimpinan dalam proses implementasi ini harus patuh pada proyeksi awal, dan harus
siap dengan mental pejuang untuk menghadapi kesulitan dan tantangan saat
menggunakan proyeksi tersebut. Penguatan interaksi dengan sistem, data, laporan dan
pertanyaan tidak boleh diabaikan, dan sebaiknya dipersiapkan sebuah buku manual untuk
digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan implementasi dengan berkualitas.

Sebelum memulai pelaksanaan proses implementasi diperlukan kekuatan pendorong,


dan Anda harus berpikir kreatif untuk menentukan kekuatan pendorong, termasuk
kekuatan untuk mengatasi hambatan yang muncul dari realitas di setiap titik
implementasi. Pastikan Anda merumuskan strategi untuk mengatasi berbagai risiko dan
hambatan di sepanjang proses implementasi. Jangan terburu-buru langsung terjun ke
dalam implementasi tanpa analisis dan pengetahuan yang tepat. Sebab, hal ini berpotensi
membuat Anda mengalami terlalu banyak kesulitan dan hambatan, akibatnya Anda akan
kehilangan rasa percaya diri dan bisa frustasi, lalu kehilangan arah dan tidak tahu cara
untuk mengimplementasi dengan efektif.

Implementasi adalah fase antara keputusan dan realisasinya. Oleh karena itu,
implementasi harus dapat ditempatkan dalam sebuah rangkaian, di mana interaksi secara

26
terus-menerus harus terjadi, antara pemilik ide, pembuat konsep, para ahli untuk realisasi
ide, dan orang-orang yang bertindak di setiap titik proses implementasi. Jadi, pihak yang
mencari tujuan akhir harus mendapatkan hak mereka dengan sebuah akhir implementasi
yang sempurna dan berkualitas.

Pelaksanaan implementasi yang efektif haruslah mengatasi kesenjangan antara niat


dan janji, prestasi dan kinerja, aspirasi, resep dan realitas. Implementasi terdiri dari
kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara yang dipilih. Implementasi harus
menjadi proses yang interaktif dan dinamis, serta dibangun dari fondasi hubungan yang
solid dalam rantai hubungan yang saling menghubungkan dengan maksud dan tujuan,
dengan impian dan harapan, dengan cita-cita dan perjuangan.

Pelaksanaan (implementasi) kebijakan tidak hanya sekedar merupakan mekanisme


bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan kebijaksanaan kepada prosedur rutin dan
teknik, melainkan, menyangkut berbagai faktor, dari sumber daya, hubungan antar-unit
organisasi, tingkat organisasi, sampai kepada golongan politik tertentu yang mungkin
tidak menyetujui kebijakan yang ada.

Menurut Rondinelli (2003), terdapat dua pendekatan dalam pelaksanaan kebijakan


yang sering dicampuradukan. Kedua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, pendekatan the compliance approach yang menganggap bahwa pelaksanaan


kebijakan tidak lebih dari soal teknik yang bersifat rutin. Dalam prakteknya, pelaksanaan
kebijakan dengan pendekatan ini sama sekali tidak mengandung muatan politis.
Perencanaannya sudah ditetapkan sebelumnya oleh para pimpinan politik (political
leaders).
Para administrator atau implementator biasanya terdiri atas para pegawai yang senantiasa
tunduk dan patuh kepada petunjuk dari para pemimpin politik tersebut, apalagi bagi PNS,
kepatuhan, ketaatan, kesetiaan, dan disiplin diatur oleh Peraturan Pemerintah tentang
Disiplin Pegawai Negeri.

Kedua, pendekatan the political approach sering disebut sebagai pendekatan politik
yang memandang bahwa administrasi merupakan bagian integral dan tidak dapat
dipisahkan dengan proses penetapan kebijakan, di mana kebijakan dirubah, dirumuskan
kembali, bahkan akan menjadi beban berat dalam proses implementasi. Dengan
demikian, pelaksanaan kebijakan akan menjadi kompleks dan sukar diprediksi karena

27
berkaitan erat dengan berbagai faktor. Dalam proses perubahan dan perumusan kembali
sebuah kebijakan, jelas akan melibatkan pihak-pihak perumus kebijakan dari kalangan
politisi dan melalui jalur-jalur politis yang ada.

Terdapat perbedaan yang jelas di antara dua pendekatan di atas. Apabila pelaksanaan
kebijakan dengan menggunakan pendekatan administrasi yang terdiri atas pegawai yang
senantiasa patuh, sudah dapat diduga bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, terlepas dari masalah setuju atau tidak setuju, mau atau tidak mau. Tetapi
menggunakan pendekatan politik maknanya lain lagi, karena proses pelaksanaan
kebijakan akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang tidak menyetujuinya
bahkan
menentang

Pada prinsipnya, pelaksanaan adalah cara untuk mencapai tujuan, tidak kurang dan
tidak lebih. Untuk melaksanakan suatu kebijakan publik terdapat dua pilihan, yang dapat
dipilih sesuai dengan karakteristik kebijakan yang bersangkutan. Kedua hal tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Untuk kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan Daerah, tidak
dapat langsung dituangkan ke dalam program-program, tetapi memerlukan waktu
untuk menunggu dibuatnya kebijakan penjelas (peraturan pelaksanaan).
2. Untuk kebijakan publik yang dikemas dalam bentuk Keputusan Presiden, Intruksi
Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas,
dan bentuk-bentuk lain yang sejenis dapat langsung dilaksanakan atau
dioperasionalkan ke dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan turunan.

Terdapat perbedaan yang prinsif antara rencana dengan pelaksanaan kebijakan. Pada
saat terjadinya proses perumusan rencana (perencanaan) perhatiannya lebih banyak
ditujukan kepada kegiatan entrepreneur, sedangkan dalam pelaksanaan lebih menekankan
pada aktivitas-aktivitas yang bersifat administratif. Pelaksanaan rencana merupakan
proses tersendiri dalam manajemen strategi, yang semula sering dianggap sebagai
kegiatan yang tidak ada kaitan dengan proses manajemen lainnya.

Matrik Perbedaan Rencana dengan Pelaksanaan Kebijakan

Rencana Pelaksanaan

28
Persiapan dan pengarahan Mengelola sumber daya dan
sumber daya sebelum kekuatan yang berkaitan
bertindak dengan kegiatan
Pemusatan perhatian Pemusatan perhatian
kepada efektivitas kepada efisiensi
Merupakan proses Merupakan proses
intelektual operasional
Membutuhkan intuisi
Membutuhkan motivasi dan
(perasaan) dan kemampuan
keterampilan memimpin
analisis
Memerlukan koordinasi Memerlukan koordinasi
antar individu antara banyak orang

Dengan memperhatikan perbedaan antara rencana dan pelaksanaan di atas, dapat


diketahui bahwa dalam pelaksanaan memerlukan keterampilan khusus bagi para
pelaksana yang terlibat di dalamnya, baik yang berkaitan dengan keterampilan
memimpin, berkomunikasi, mengelola, maupun mengkoordinasikan. Selain itu,
diperlukan juga persiapan panjang guna memahami segala sesuatunya.

Matrik Hubungan antara Rencana dengan Pelaksanaan

Pelaksanaan Rencana Kebijakan


Kebijakan TEPAT TIDAK TEPAT
Selamat atau hancur
Pelaksanaan yang baik
Sukses
dapat menyelamatkan
Sasaran dinikmati semua
Ekselen rencana yang kurang
pihak, keuntungan yang
baik rumusannya, atau
diharapkan tercapai
dapat mencegah
kegagalan.
Kesulitan Kegagalan total
Buruk Pelaksanaan yang buruk Sebab kegagalan sulit
merintangi rencana yang dikenali. Rencana yang

29
baik. Bisa terjadi salah buruk ditandai dengan
tafsir, menganggap ketidakmampuan
rencananya kurang tepat. dalam pelaksanaan

Berdasarkan matrik di atas, hubungan antara rencana dan pelaksanaan kebijakan dapat
dideskripsikan sebagai berikut:

1. Pertemuan antara rumusan rencana yang tepat dengan pelaksanaan yang ekselen dan
prima, membawa sukses. Sukses dalam arti sasaran organisasi dapat tercapai dan
sekaligus memberikan keuntungan dan kepuasan organisasi. Keberhasilan ini pun
akan meningkatkan kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya akan mampu
membawa organisasi kepada posisi yang kompetitif.
2. Pertemuan antara yang kurang tepat dengan pelaksanaan yang prima, membawa dua
kemungkinan, yakni kemungkinan untuk selamat dan kemungkinan untuk hancur
runtuh. Kemungkinan untuk selamat dalam arti tidak sampai membahayakan
organisasi dari ancaman keruntuhan atau hilang. Walaupun rencana yang disusun
ternyata kurang tepat, tetapi tertolong oleh pelaksanaan yang baik. Kemungkinan
kedua adalah hancur atau runtuh, apabila terjadi salah tafsir dari rumusan rencana
yang kurang tepat dan membawa kepada percepatan kegagalan, walaupun
pelaksanaannya baik, karena akan terjadi salah arah dan tujuan tidak akan tercapai.
3. Pertemuan antara rencana yang sangat tepat dengan pelaksanaan yang buruk,
membawa pada kesulitan. Artinya, dengan pelaksanaan yang buruk akan menghambat
terhadap pencapaian sasaran. Ada kemungkinan munculnya anggapan dari para
pimpinan unit kerja, bahwa kegagalan bukan diakibatkan oleh pelaksanaan yang
buruk melainkan karena rumusan rencana yang kurang tepat. Akibat lain yang akan
terjadi, waktu yang panjang dengan membuang energi yang cukup dalam proses
perumusan rencana akan sia-sia.
4. Pertemuan antara rumusan rencana yang kurang tepat dengan pelaksanaan yang
buruk, yang sudah pasti akan membawa pada kegagalan total. Apa yang menjadi
citacira para eksekutif, dan apa-apa yang diharapkan oleh semua orang yang berada
pada jajaran unit kerja dalam organisasi tidak akan terwujud.

Terdapat beberapa model dalam proses pelaksanaan atau implementasi kebijakan.


Tetapi model-model dimaksud diawali dengan dua pemilahan model yang menghasilkan

30
empat kutub. Pemilahan model atau teknik pelaksanaan pertama adalah menggunakan
pola dari atas ke bawah (top- bottomer) yang akan berlawanan dengan pola dari bawah ke
atas (bottom-topper). Pemilahan kedua, pelaksanaan dengan pola mekanisme paksa
(command-and-control) dan mekanisme pasar (economic incentive). Model-model
tersebut.

Pertama, Model mekanisme paksa, yaitu model yang mengedepankan arti penting
lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang memiliki monopoli atas mekanisme paksa
di suatu negara yang tidak memiliki mekanisme insentif bagi yang menjalankan, tetapi
anehnya ada sanksi bagi yang menolak atau melanggar.

Kedua, Model mekanisme pasar adalah model yang mengedepankan mekanisme


insentif bagi yang menjalankan, dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapat sanksi
dan insentif. Sedangkan bagi yang menolak ada sanksi.

Ketiga, model lainnya adalah dari atas ke bawah, yang biasa dilakukan oleh
pemerintah terhadap rakyatnya, karena rakyat dikondisikan dan dimobilisasi untuk terus
berpatisipasi.
Keempat, Model dari bawah ke atas. Dalam model ini yang membuat kebijakan memang
pemerintah, tetapi pelaksanaannya oleh rakyat. Di antara kedua kutub ini terdapat
interaksi antara masyarakat dengan pemerintah.

Berdasarkan pemilahan tersebut, terdapat lima Model yang dapat dipilih sesuai
dengan sifat dan karakteristik dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Model-model
implementasi tersebut adalah sebagai benkut:

1. Model paling klasik, yaitu model Donald Van Meter, terletak pada kuadran dari atas
ke bawah dan lebih berada pada mekanisme paksa. Model ini mengandalkan
implementasi kebijakan secara liner, implementor, dan kinerja publik. Terdapat
beberapa variabel yang akan berpengaruh terhadap kebijakan publik, yaitu:
a) Aktivitas implementasi dan komunikasi antar-organisasi,
b) Karakteristik dan agen pelaksana,
c) Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.
d) Kecenderungan dari pelaksana.
2. Model Paul Sabatier, , terletak pada kuadran dari atas ke bawah dan lebih berada pada
mekanisme paksa. Model ini proses pelaksaan melibatkan tiga variabel, yaitu:

31
a) Independen, yaitu variabel untuk mengetahui mudah tidaknya masalah
dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis
pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.
b) Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses
implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya
teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis di antara
lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan
pejabat pelaksana serta keterbukaan kepada pihak luar, dan variabel di luar
kebijakan yang akan mempengaruhi terhadap proses pelaksanaan kebijakan.
c) Dependen, yaitu variabel tahapan dalam proses implementasi dengan lima
tahapan. Yaitu pemahaman dari lembaga atau badan pelaksana dalam bentuk
disusunnya kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas
hasil yang nyata tersebut dan akhirnya akan bergerak ke arah perbaikan atas
kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan, atau perubahan keseluruhan
kebijakan secara mendasar.
3. Model Brian dan Lewis, terletak pada kuadran atas ke bawah dan lebih berada di
mekanisme paksa daripada mekanisme pasar. Model ini memerlukan beberapa sarat,
yakni:
a) Ada jaminan, bahwa kondisi eksternal yang dihadapi lembaga/badan pelaksana
tidak akan menimbulkan masalah besar.
b) Tersedianya sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya manusia, dana,
dan waktu. Kewaspadaan ini diperlukan mengingat bahwa fasilitas sangat
dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan. cukup.
c) Ada keterpaduan dari sumber daya yang ada. Hal ini beralasan karena pelaksanaan
kebijakan akan melibatkan berbagai pihak, baik sumber daya alam, sumber daya
buatan, atau sumber daya manusianya.
d) Seberapa besar hubungan kausalitas yang terjadi. Dengan asumsi bahwa, semakin
sedikit hubungan sebab akibat akan semakin tinggi hasil yang dikehendaki oleh
kebijakan.
e) Hubungan saling ketergantungan kecil, dengan asumsi bahwa apabila hubungan
saling ketergantungan tinggi, pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan
efektif.
f) Terdapat pemahaman yang mendalam terhadap tujuan. Tidak terlalu sulit untuk
dipahami, karena idealnya sekelompok orang bersatu dalam suatu wadah akan

32
mengetahui tujuan bersama dan bergerak ke arah tujuan yang sama pula. Tetapi
dalam kenyataan selalu ada perbedaan pandangan yang didukung oleh ego yang
tinggi, sehingga kerap kali menimbulkan pertentangan yang mengarah kepada adu
fisik.
g) Tugas telah dirinci dan ditempatkan sesuai dengan urutan yang benar. Dengan
adanya susunan tugas yang jelas, merupakan kunci keberhasilan dalam
pelaksanaan kebijakan. Selain itu, terdapat koordinasi dan komunikasi yang
sempurna.
4. Model Merilee, pada kuadran dari atas ke bawah dan lebih berada di antara
mekanisme paksa dan mekanisme pasar. Model ini tingkat keberhasilannya ditentukan
oleh isi kebijakan dan konteks implementasi.
a) Isi kebijakan mencakup;
Kepentingan yang terpengaruh kebijakan
Jenis manfaat yang akan dihasilkan
Derajat perubahan yang diinginkan
Kedudukan pembuat kebijakan
Siapa, pelaksana program
b) Konteks implementasi mencakup;
Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.
Karakteristik lembaga dan penguasa
Kepatuhan dan daya tanggap. Model yang dikemukakan ini tidak jauh
berbeda dengan model lainnya, melainkan lebih disederhanakan.
5. Model Richard, terletak pada kuadran dari bawah ke atas dan berada di mekanisme
pasar. Proses model ini adalah:
a) Dimulai dari identifikasi jaringan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan.
b) Menanyakan kepada mereka, tentang tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak yang
mereka miliki.

Model ini didasarkan atas kebijakan yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan
sendiri. Namun demikian tidak seluruhnya diserahkan kepada masyarakat, di tataran
bawah masih melibatkan peranan pemerintah. Agar kebijakan ini dapat dilaksanakan
dengan baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain :

33
1. Kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan harapan, keinginan dari masyarakat atau
publik yang menjadi targetnya.
2. Kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan kemampuan pejabat eselon rendah yang
akan bertindak sebagai pelaksananya.

Kebijakan yang dibuat sedapat mungkin mampu menampung prakarsa masyarakat


baik secara langsung maupun tidak langsung.

B. Tahap Tahap Implementasi

Tindakan penggerakan dibagi dalam tiga tahap, yaitu:


1. Memberikan semangat, motivasi, inspirasi atau dorongan sehingga timbul kesadaran
dan kemauan para petugas untuk bekerja dengan baik. Tindakan ini juga disebut
motivating.
2. Pemberian bimbingan melalui contoh-contoh tindakan atau teladan. Tindakan ini juga
disebut koding yang meliputi beberapa tindakan, seperti: pengambilan keputusan,
mengadakan komunikasi antara pimpinan dan staf, memilih orang-orang yang
menjadi anggota kelompok dan memperbaiki sikap, pengetahuan maupun ketrampilan
staf.
3. Pengarahan (directing atau commanding) yang dilakukan dengan memberikan
petunjuk-petunjuk yang benar, jelas dan tegas. Segala saran-saran atau instruksi
kepada staf dalam pelaksanaan tugas harus diberikan dengan jelas agar terlaksana
dengan baik terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Implementasi

Fungsi penggerakan atau implementasi mungkin merupakan fungsi yang tersulit


dalam suatu administrasi/manajemen. Kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh paling
sedikit lima faktor yaitu:

1. Manusia masih dianggap makhluk yang masih penuh dengan misteri sehingga dapat
dikatakan bahwa lebih banyak yang belum diketahui ketimbang yang sudah terungkap
tentang manusia.

34
2. Dalam sumber suatu organisasi, hanya manusia yang mempunyai harkat dan martabat
yang tidak hanya perlu diakui, akan tetapi juga dihargai dan bahkan harus dijunjung
tinggi.
3. Berbagai sumberdaya dan dana hanya memiliki makna dalam usaha pencapaian
tujuan apabila dimobilisasikan dan dimanfaatkan oleh manusia secara tepat.
4. Sumberdaya manusia merupakan unsur pembangunan organisasi yang sangat tangguh
apabila digerakkan secara tepat.
5. Sebaliknya sumberdaya manusia dapat pula menjadi perusak dalam organisasi apabila
tidak diperlakukan sebagai insan yang memiliki harga diri yang tinggi.

Ada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam fungsi penggerakan atau aktuasi, antara
lain:

1. Motivasi
Motivasi didefinisikan sebagai membuat seseorang menyelesaikan pekerjaan dengan
semangat, karena orang itu ingin melakukannya. Tugas seorang manajer menciptakan
kondisi-kondisi kerja yang akan membangkitkan dan memelihara keinginan yang
bersemangat. Motivasi berbeda-beda diantara orang-orang, tergandung dari
banyaknya faktor-faktor seperti kewibawaan, ambisi, pendidikan, dan umur. Seorang
manajer yang tidak bermotivasi untuk kemajuan dan berhasil, akan menjadi hal yang
sulit untuk memotivasikan orang-orang lain. Motivasi sendiri berasal dari keinginan
yang keras untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Kegagalan seorang manajer menumbuhkan motivasi staf merupakan hambatan utama
dalam fungsi aktuasi. Hal ini mungkin dapat terjadi karena manajer kurang
memahami hakekat perilaku dan hubungan antar manusia.
Salah seorang pelopor teori tentang perilaku manusia ialah Abraham H. Maslow.
Teorinya membahas tentang tingkatan kebutuhan manusia yaitu sebagai berikut:
a. Kebutuhan untuk keseimbangan faali
Ini termasuk kebutuhan-kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, dan
papan. Kebutuhan yang dipandang sebagai kebutuhan paling mendasar, karena
tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak dapat dikatakan
hidup normal.
Dalam hal sandang, apabila tingkat kemampuan seseorang masih rendah,
kebutuhan akan sandang akan dipuaskan sekedarnya saja. Demikian pula halnya
dengan pangan, seseorang yang tingkat ekonominya masih rendah, kebutuhannya

35
akan pangan biasanya masih sangat sederhana. Hal senada dapat dikatakan
tentang pemuasan kebutuhan akan papan. Meningkatnya kemampuan ekonomi
seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuasan kebutuhan papan
dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
b. Kebutuhan untuk rasa aman dan tenteram
Kebutuhan keamanan tidak hanya diartikan keamanan secara fisik, akan tetapi
juga keamanan psikologis dan perlakuan adil dalam pekerjaan atau jabatan
seseorang. Keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang di daerah
tempat tinggal, dalam perjalanan menuju tempat kerjanya dan keamanan ditempat
pekerjaan. Kebutuhan keamanan berkaitan erat pula dengan perlakuan manajemen
terhadap bawahannya.
c. Kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan sosialnya
Biasanya kebutuhan sosial tercermin dalam bentuk perasaan. Kebutuhan akan
perasaan diterima oleh oleh orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi
dalam organisasi. Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang
mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Dengan jati dirinya itu, setiap manusia merasa dirinya penting. Kebutuhan akan
perasaan maju dan tidak gagal. Tidak ada orang yang merasa senang jika
menghadapi kegagalan. Sebaliknya ia akan merasa senang dan bangga apabila ia
meraih kemajuan. Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan dalam hal
pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas sendiri.
d. Kebutuhan untuk diakui
Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang
lain. Keberadaan dan status seseorang biasanya tercermin pada berbagai simbol
yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak seseorang, baik didalam
maupun diluar organisasi.
e. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan diri
Setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum sepenuhnya
dikembangkan. Hal yang normal apabila dalam berkarya seseorang ingin agar
potensinya itu dikembangkan secara sistematik sehingga menjadi kemampuan
yang efektif.

2. Kepemimpinan

36
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi perubahan perilaku
orang lain, baik langsung maupun tidak. Seorang manajer yang ingin kemampuannya
lebih efektif, ia harus mampu:
a. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja dan banyak membaca
b. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi dan komitmen
tinggi untuk memecahkannya.
c. Menggerakkan atau memotivasi staf agar mereka mau dan sadar melaksanakan
tugas-tugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab
yang melekat pada setiap tugas tersebut.

Seorang manajer yang mempunyai sifat-sifat sebagai pemimpin adalah sebagai


berikut:

a. Memberi semangat pengikutnya


b. Menyelesaikan pekerjaan dan mengembangkan pengikutnya
c. Menunjukkan kepada pengikutnya bagaimana menjalankan suatu pekerjaan
d. Memikul kewajiban/tanggung jawab
e. Memperbaiki kegagalan yang terjadi dalam pencapaian tugas

3. Komunikasi
Komunikasi dalam manajemen merupakan unsur yang menentukan suksesnya sebuah
organisasi. Agar manajer dapat mengefektifkan kepemimpinannya, ada beberapa hal
penting dalam komunikasi yang perlu diperhatikan:
a. Kurangi kesimpangsiuran arus informasi dalam organisasi. Penting untuk
kesatuan komando dan kesatuan arah serta peningkatan koordinasi antar pimpinan
unit. Mengomunikasikan tujuan organisasi kepada staf merupakan pesan khusus
yang harus dikomunikasikan.
b. Sesuaikan isi pesan dengan pengalaman si penerima informasi. Pesan yang jelas
harus dikemas oleh sumber informasi. Mekanisme komunikasi yang mudah
diterima disesuaikan dnegan tingkat pendidikan dan pengalaman staf.
c. Kembangkan sistem umpan balik. Bertujuan untuk timbulnya kesamaan persepsi
antara staf dengan pimpinan tentang suatu permasalahan dan cara pemecahannya.
d. Penggunaan media komunikasi seperti tv, radio dan lainnya akan lebih menunjang
komunikasi dengan kelompok pendengar yang lebih luas

37
e. Komunikasi langsung yaitu tatap muka antara pemimpin dengan staf perlu
dikembangkan untuk menjalin hubungan antara manusia dan mengurangi
hambatan akibat perbedaan posisi.

Komunikasi dalam organisasi harus mengandung unsur 4C yaitu singkat dan padat
(concise), lengkap tentang jenis informasi yang akan disampaikan (complete), jelas
tentang hal-hal yang perlu dikerjakan oleh staf (clear), dan juga mengandung tujuan yang
jelas (concrete).

Berkaitan dengan gaya atau teknik manajerial, faktor-faktor situasional turut


berpengaruh pada cara dan teknik yang dianggap paling cocok untuk menggerakkan
bawahan. Faktor situasional tersebut dapat bersifat internal ataupun eksternal. Misalnya,
jika suatu organisasi terdesak oleh waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya, mungkin
para manajer akan menggunakan cara penggerakan yang lebih keras. Menggerakkan
bawahan yang memiliki dedikasi tinggi, loyalitas terhadap pekerjaan, dan kemampuan
kerja yang handal akan lain dibandingkan dengan cara menggerakkan bawahan yang
memiliki sifat bertentangan seperti yang dikemukakan di atas.

Suatu organisasi pasti berinteraksi dengan lingkungannya. Apa yang terjadi


disekitarnya pastilah berdampak juga terhadap organisasi. Misalnya, jika suatu
masyarakat terbiasa hidup dengan gaya pemerintahan yang demokratis, para manajer
dalam organisasi akan cenderung menggunakan gaya manajerial yang demokratis pula.
Akan tetapi jika sebaliknya gaya otokratis diterima sebagai suatu gaya yang benar, tidak
mengherankan jika para manajer dalam berbagai jenis organisasi juga menganut gaya
seperti itu.

Tidak hanya faktor politik yang berpengaruh, akan tetapi juga faktor eksternal lainnya
seperti faktor ekonomi, faktor sosial budaya, adat istiadat, tradisi, tingkat pendidikan
masyarakat, dan tingkat kemajuan yang sudah diraih oleh suatu masyarakat tertentu.

D. Teori Motivasi

Salah satu aspek penting dalam perusahaan untuk meningkatkan atau menjaga etos
kerja para karyawan agar tetap gigih dan giat dalam bekerja guna meningkatkan atau

38
menjaga produktifitas kerja yaitu dengan memberikan motivasi (daya perangsang) bagi
para karyawan supaya kegairahan bekerja para karyawan tidak menurun
Menurut George R. dan Leslie W. (dalam bukunya Matutina. dkk , 1993) mengatakan
bahwa motivasi adalah getting a person to exert a high degree of effort . yang
artinya motivasi membuat seseorang bekerja lebih berprestasi. Sedang Ravianto (1986)
dalam bukunya ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kinerja, yaitu
atasan, rekan, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang, jenis
pekerjaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi
mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan
memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan
ataupun mengurangi ketidak seimbangan. Ada definisi yang menyatakan bahwa motivasi
berhubungan dengan :
1. Pengaruh perilaku.
2. Kekuatan reaksi (maksudnya upaya kerja), setelah seseorang karyawan telah
memutuskan arah tindakan-tindakan.
3. Persistensi perilaku, atau berapa lama orang yang bersangkutan melanjutkan
pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu. (Campell , 1970).
Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan (content
theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan nama konsep
Higiene, yang mana cakupannya adalah:
1. Isi Pekerjaan.
Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki oleh
tenaga kerja yang isinya meliputi :Prestasi, upaya dari pekerjaan atau karyawan
sebagai aset jangka panjang dalam menghasilkan sesuatu yang positif di dalam
pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan
potensi individu.

2. Faktor Higienis.
Suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan upah, kondisi kerja,
kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara pribadi, kualitas supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah
menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.

39
3. Teori Motivasi Kepuasan (Content Theory)
Teori ini merupakan teori yang didasarkan pada kebutuhan insan dan kepuasannya.
Maka dapat dicari faktor-faktor pendorong dan penghambatnya. Pada teori kepuasan
ini didukung juga oleh para pakar diantaranya :
4. Teori Hirarki Kebutuhan ( A. Maslow)
Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat
dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan
gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah,
kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan
dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
a. Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs)
Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan
seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung
jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh
produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan
wewenangnya.
b. Kebutuhan sosial (Social Needs)
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja
atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi
dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk
adanya sense of belonging dalam organisasi.
c. Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs)
Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan
akan simbul-simbul dalam statusnya seseorang serta prestise yang
ditampilkannya.
d. Kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization)
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini
merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya)
dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita
diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan
manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi
untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri
sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan

40
danpengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan
oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan
yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi
kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek
yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi

5. Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland)


David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clellands
Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga
digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini.
Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan
energy potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada
kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi
(achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi
ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa
karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
a. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi
sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini
pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan
akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara
lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan
umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab
pemecahan masalah.
n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha
mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi
menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan
balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

b. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)


Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan
berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk

41
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow
terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat
berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpina.
c. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang
ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan
yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu
yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam
pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi
karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam
bekerja atau mengelola organisasi. Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala
Mcclelland:
a) Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b) Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi
c) Yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
d) Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik
yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).

6. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi


berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan
Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan
sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta
mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan
memenuhi kebutuhan tingkat tingginya

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan


gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila faktor-
faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan
(Robbins,2001:170). Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting
yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :

42
a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang
mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati
pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat
embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan
lain-lain sejenisnya.
c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan
menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya


dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
a. Maintenance Factors
Maintenance factor Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan
dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah.
Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus,
karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
b. Motivation Factors
Motivator factor Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan
psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor
motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan
langsung denagn pekerjaan

7. Teori E-R-G ( Clayton Alderfer)


Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah ;
a. Eksistence (E) atau Eksistensi
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi,
dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
b. Relatedness (R) atau keterkaitan
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti
anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
c. Growth (G) atau pertumbuhan
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan
segenap kesanggupan kita.

43
8. Teori Motivasi Proses (Process Theory)
Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi
perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja. Dalam hal
ini teori motivasi proses yang dikenal seperti :
a. Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah: Harapan, Nilai
(Value), dan Pertautan (Instrumentality).
b. Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan diseluruh
lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya.
c. Teori Pengukuhan (Reinfocement Theory), hal ini didasarkan pada hubungan
sebab-akibat dari pelaku dengan pemberian kompensasi.

9. Shared Vision ( Membuat Tujuan)


Sebagai organisasi pembelajar, suatu organisasi harus dapat mendorong para
anggotanya untuk terus beradaptasi untuk menghadapi setiap perubahan lingkunagan
dan kemajuan yang ada. Peter Senge (1992) menyebutkan untuk menjadi organisasi
pembelajar, organiasi dapat mengaplikasikan lima disipin ilmu atau yang sering
dikenal dengan The Fifth Discipline, yaitu penguasaan pribadi, membagi visi, model
mental, berfikir sitem, dan pembelajaran kelompok. Salah satu dari lima pilar tersebut
adalah shared vision atau membagi visi, yaitu disiplin ilmu yang menggambarkan
begitu besar dan pentingnya peranan seorang pemimpin sebagai penentu arah
organisai. Membagi tujuan orgnisasi dengan cara mengomunikasikannya kepada
seluruh anggota organisasi yang ada di dalamnya adalah tugas penting pemimpin.
Karena dengan mengomunikasi visi organisasi, pemimpin sudah menumbuhkan
kesadaran jangka panjang para anggota organisasi untuk terus maju dan berkembang.

E. Pengarahan (directing)

Dalam menjalankan suatu organisasi atau manajemen harus menggerakkan


bawahannya untuk mengerjakan pekerjaan yang telah ditentukan dengan cara memimpin,
memberi petunjuk, dan memberi motivasi.

Menurut Pastika (2016), pengarahan adalah proses komunikasi kepada bawahan


melalui pemberian petunjuk dan instruksi kepada bawahan agar mereka bekerja sesuai

44
dengan rencana yang telah di tetapkan. Sedangkan menurut Darmawan (2016),
pengarahan adalah upaya pengambilan keputusan yang berkesinambungan dan terus-
menerus yang terwujud dalam bentuk perintah ataupun petunjuk sebagai pedoman dalam
organisasi.

Agar dapat melakukan pengarahan yang optimal, maka kita perlu memperhatikan
persyaratan pengarahan yang baik. Syarat-syarat pengarahan yang baik menurut Robbins
(2003), yaitu:

1. Adanya kesatuan perintah (unity of command)


2. Adanya kelengkapan informasi (comprehensive information) yang terkait perintah.
3. Hubungan langsung dengan SDM dalam organisasi (direct information)
4. Adanya suasana informal (informan situation), agar membantu menghilangkan
perasaan tertekan ketika di berikan suatu peritah.

Dalam suatu pengarahan, terdapat beberapa proses yang harus di tempuh, antara lain:
melengkapi perintah; melakukan latihan; melakukan motivasi; dan memelihara kepatuhan
agar terhindar dari penyimpangan.

Di Indonesia terdapat beberapa teknik pengarahan, antara lain :

1. Teknik Konsultasi
Dalam teknik konsultasi, para anggota organisasi dapat berdiskusi mengenai pilihan
keputusan yang diberikan oleh pemimpin. Kelebihan dari teknik ini, dapat memicu
gagasan dari para anggota. Kelemahannya, para anggota organisasi mendapatkan
tugas ganda dan pemimpin dianggap memiliki pengetahuan yang kurang dalam
mengambil keputusan.
2. Teknik Demokratis
Dalam teknik ini, para anggota dan pemimpin dapat mendiskusikan serrta mengambil
keputusan bersama berdasarkan hasil demokrasi. Keuntungan dari teknik ini para
anggota dapat mengemukakan ide sebanyak-banyaknya dan memicu timbulnya ide
baru. Kelemahannya banyaknya ide yang masuk terkadang bertentangan dengan
kebijakan organisasi tersebut.
3. Teknik Otokratis
Dalam teknik ini, semua keputusan berada di tangan pimpinan. Seluruh anggota
organisasi hanya dapat menjalankan perintah dan tidak memiliki kewenangan dalam

45
mengambil keputusan. Keuntungan dari teknik ini adalah keputusan menjadi mudah
dibuat. Kelemahannya, pengambilan keputusan yang salah akan berdampak pada
seluruh anggota organisasi.
4. Teknik Bebas Teratur
Dalam teknik ini, pengarahan yang dilakukan bersifat bebas namun tetap teratur pada
batasannya. Keuntungannya dari teknik ini para anggota tidak merasa tertekan karena
bisa bebas dalam menjalankannya. Kelemahannya, biasanya teknik ini diterapkan bila
dihadapkan pada orang yang memiliki pegetahuan yang cukup, memiliki keerampilan
dan mampu di berikan tanggung jawab dalam menjalankan perintah.

F. Komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran/perasaan komunikator pada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Adapun definisi komunikasi
menurut laswell adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakan apa dengan cara
apa, kepada siapa dengan efek apa.
1. Bentuk komunikasi
a. Komunikasi verbal
Penyampaian secara lisan (bicara) dan tulisan
b. Komunikasi non verbal
Penyampaian pesan melalui isyarat (gesture), cara berpakaian, waktu, tempat.
2. Tipe komunikasi
Komunikasi pribadi terdiri dari :
a) Komunikasi intrapersonal, merupakan komunikasi dengan diri sendiri
b) Komunikasi interpersonal/antar pribadi , merupakan proses komunikasi antara 2
orang atau leih secara tatap muka misal: konseling, konsultasi dsb.
3. Komunikasi kelompok
a) Komunikasi kelompok kecil, terdiri dari 6 15 orang misal: diskusi kelompok
b) Komunikasi kelompok besar (public speaking), terdiri dari 15-50 orang misalnya:
sosialisai melalui seminar, ceramah.
4. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah komuikasi yang sasarannya bersifat massal dan
heterogen melalui media massa, komunikasi berlangsung searah dan pesan bersifat
umum dan memilki kemampuan untuk menimbulkan keserampakkan pada sasaran
dalam menerima pesan yang disebarkan.

46
Menejemen informasi

sumber Pesan Media Penerima Efek

Umpan balik

1. Sumber
Sumber ini merupakan asal sebua informasi atau pesan, bsa berasal dari 1 orang atau
lebih, bahkan berasal dari organisasi/istitusi. Ada beberapa syarat yang harus
dimiliki sumber yaitu
a. Memiliki kredibilitas yaitu kualitas pesan agar dapat dipercaya.
b. Mempunyai daya tarik
c. Mempunyai power
d. Homophily, yaitu memiliki kesamaan dalam sifat misalnya daam nilai,
pendidikan, status sosial.
2. Pesan / informasi
Informasi merupakan apa yang disampaikan komunikator (orang yang
menyampaikan informasi) kepada komunikan (sasaran komunikator)
3. Media /saluran
Alat untuk memindahkan pesan dari komunikator kepada komunikan, dapat melalui
tatap muka maupun media komunikasi seperti telpon, surat, dan media komunikasi
lainnya.
4. Penerima
Penerima merupakan pihak yang menjadi sasaran komunikasi, bisa juga disebut
komunikan. Keberhasiln komunikasi adalah bagaimana memahami dan mengenali
penerima.

5. Efek
Perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan penerima seelum san
setelah menerima pesan, efek ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal :

47
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Praktek
6. Umpan balik
Bagaimana pesan/informasi sampai kembali pada sumber.

Ada beberapa Situasi yang dapat mempengaruhi sebuah proses komunikasi, situasi
berikut ini juga dapat membuat proses komunikasi ini dapat dijalankan atau terhambat.
Beberapa situasi yang mempengaruhi komunikasi adalah:
a. Lingkungan fisik (geografis)
b. Lingkungan sosial budaya (bahasa, adat istiadat, status sosial),
c. Lingkungan psikologis (usia, pendidikan)

G. Peran leadership

Peran leadership dalam memimpin suatu kelompok adalah sebagai navigator,


komunikator, motivator, dan katalisator.

1. Leadership sebagai navigator

Pada hakikatnya peran seorang pemimpin dalam kontribusnya dalam suatu


kelompok atau organisasi adalah sebagai seorang navigator yang mengantarkan tujuan
utama dan pemberi warna dalam organisasi atau kelompok. Dengan menjadi
pemimpin, maka semua aktifitas dan keputusan yang dalam organisasi terjadi atas
sepengetahuan dan perintah dari pemimpin tersebut sehingga jalannya suatu
kelompok sebagian besar di pengaruhi oleh peran pemimpin mengarahkan aktifitas
dan keputusannya serta mengarahkan anggota kelompoknya dalam kemajuan
organisasi atau kelompok tersebut.

2. Leadership sebagai komunikator

Agar dapat menjalankan kepemimpinan, pemimpin harus memiliki kemampuan


dasar seperti komunikasi ,diagnosis, dan adaptasi. kemampuan berkomunikasi
sifatnya sangat pokok dalam menjalankan kepemimpinan, karena dalam tugas lainnya

48
seorang pemimpin bertugas dalam mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan
mendorong anggotanya untuk melakukan aktifitas sehingga tujuan organisasi tercapai.

Pemimpin sebagai komunikator yang mengkomunikasikan semua perintah dan


rencana harus terlebih dahulu mengetahui hambatan yang ada dalam
menyampaikannya ke anggota sehingga pemberian tugas yang menjadi sesuai dalam
pengerjaan dan mudah diterima dan dalam anggota organisasi atau kelompok.

3. Leadership sebagai mentor

Pemimpin sebagai mentor pada dasarnya adalah pemimpin yang percaya bahwa
organisasinya dapat sukses dengan anggota yang ada dengan segala potensinya.
Pemimpin harusnya menggunakan potensi yang ada pada anggota organisasi dan
menggalinya serta mengarahkannya agar potensi yang ada mendukung keberhasilan
pencapaian tujuan suatu program.

4. Leadership sebagai motivator

Dalam kompetensi sebagai pemimpin, setelah keterampilan dan pengetahuan


terpenuhi dan membuat anggota menjadi percaya terhadap pimpinannya. Seorang
pemimpin juga harus berlaku sebagai motivator untuk anggota yang dipimpin.
Motivasi memberikan api semangat untuk terus beraktivitas serta menciptakan efek
positif menuju tujuan utama organisasi

5. Leadership sebagai katalisator

Seorang pemimpin adalah orang yang memiliki beban tanggung jawab di


pundaknya, sehingga ada tugas-tugas yang harus ia jalankan selama
memimpin,termasuk katalisator atau mempercepat proses pencapaian suatu tujuan,
dengan memberikan ide - ide cemerlang dan menampung saran dari anggota
organisasi dalam mempercepat pencapaian target, bukan hanya mendapat ide dalam
bagaimana menjalankan program tersebut, pemimpin dapat dipandang menghargai
anggota lainnya sehingga tercipta suasana yang baik dalam menjani aktivitas
organisasi.

49
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

2.1 Batasan Pengawasan dan Pengendalian

a. Pengawasan Fungsional

Pengawasan Fungsional, merupakan pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau pejabat
yang tugas pokoknya khusus membantu pimpinan untuk melaksanakan tugasnya masing-
masing, pengawasan fungsional biasanya bersifat internal. Aparat pengawasan fungsional
dalam suatu instansi disebut Satuan Pengawasan Internal (SPI). SPI hanya membantu
pimpinan agar dapat melakukan manajemennya, melakukan pengawasan melekat atau
pengendaliannya dengan baik. SPI tidak berwenang mengambil tindakan sendiri, harus
dikoordinasikan kepada atasannya.

Sistem pengendalian internal (SPI) merupakan suatu perencanaan yang meliputi struktur
organisasi dan semua metode dan alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam
perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa
ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan membantu mendorong
dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan.

Tujuan adanya sistem pengendalian internal :

1. Menjaga kekayaan organisasi.


2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
3. Mendorong efisiensi.
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

Peran Penting Sistem Pengendalian Internal (SPI) yaitu,

1. Membantu manajemen dalam mengendalikan dan memastikan keberhasilan kegiatan


organisasi.
2. Menciptakan pengawasan melekat, menutupi nkelemahan dan keterbatasan personel,
serta mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan.
3. Membantu auditor dalam menentukan ukuran sampel dan pendekatan audit yang akan
diterapkan.

50
4. Membantu auditor dalam memastikan efektifitas
5. audit, dengan keterbatasan waktu dan biaya audit

b. Pengawan Publik

Pengawasan pelayanan publik adalah bagian kunci dalam semua program kinerja di
bidang kesehatan, pendidikan, dan perbaikan iklim usaha. Kinerja bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hak atas pelayanan bermutu dan atas
berpartisipasi dalam pengawasan pelayanan tersebut. Kinerja melakukan ini melalui
pembentukan dan perbaikan forum masyarakat, di tingkat kabupaten/kota maupun
kecamatan/distrik.

Melalui mitra pelaksanaannya, Kinerja mendukung forum masyarakat seperti komite


sekolah, forum multi-pihak (multi-stakeholder forum atau MSF) untuk kesehatan dan
pendidikan, Dewan Kesehatan, dan Dewan Pendidikan. Di tingkat kecamatan/distrik, forum
dilatih bagaimana caranya bekerjasama dengan unit pelayanan untuk menyusun perencanaan
dan penganggaran, melakukan mediasi antara unit pelayanan dan masyarakat, dan memonitor
mutu pelayanan. Forum di tingkat kabupaten/kota lebih berfokus pada advokasi, masukan
kebijakan, dan pengawasan.

c. Pengawasan Non Fungsional

Pengawasan non fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pemerintah
yang ditujukan perihal pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai
dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Subyek dari pengawasan
non fungsional yaitu :

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


Inspektorat Jenderan Kementerian, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintah Non
Kementerian atau Instansi Pemerintah lainnya.
Inspektorat Wilayah Propinsi.
Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota.

1. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


BPKP membantu presiden dalam menjalankan pengawasan umum atas penguasaan
dan pengurusan keuangan serta pengawasan pembangunan yang menjadi tanggung jawab
presiden. Tugas pokok dari BPKP adalah sebagai berikut:

51
Mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pengawasan
pembangunan.
Menyelenggarakan pengawasan umum atas penguasaan dan pengurusan keuangan.
Menyelenggarakan pengawasan pembangunan.

Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh BPKP mencakup hal-hal sebagai berikut :

Pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan ketaatan terhadap peraturan perundang-


undangan.
Penilaian tentang daya gua dan kehematan dalam penggunaan sarana yang tersedia.
Penilaian hasil guna dan manfaat yang direncanakan dari suatu program.

2. Inspektorat Jenderal.
Di tingkat Kementerian, menteri dalam rangka pengawasan umum terhadap segala
aspek pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dibantu oleh Inspektorat Jenderal.
Inspektorat Jenderal tidak hanya membantu menteri dalam menyelenggarakan pengawasan
atas keuangan dan pembangunan saja tetapi meliputi aspek penyelenggaraan tugas yang
menjadi tanggung jawab menteri yang bersangkutan.
Tugas pokok Inspektorat Jenderal adalah :

Sebagai unsur pengawasan dalam Kementerian yang berada langsung di bawah


menteri.
Inspektorat Jenderal dipimpin oleh Inspektur Jenderal
Melakukan pengawasan dalam lingkungan Kementerian terhadap pelaksanaan tugas
semua unsur Kementerian agar dapat berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan
yang berlaku, baik tugas yang bersifat rutin maupun tugas pembangunan.

Inspektorat Jenderal menjalankan fungsi :

Pemeriksaan terhadap setiap unsur atau instansi di lingkungan kementerian.


Pengujian serta penilaian kebenaran laporan dari setiap unsur atau instansi di
lingkungan kementerian atas petunjuk menteri.
Pengusutan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan,
penyimpangan, atau penyalahgunaan di bidang administrasi atau keuangan yang
dilakukan unsur atau instansi di lingkungan kementerian.

52
3. Inspektorat Wilayah Propinsi.
Inspektorat Wilayah Propinsi adalah perangkat pengawasan umum yang langsung
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam
kedudukannya selaku Kepala Wilayah Propinsi.

4. Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota.


Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota adalah perangkat pengawasan umum yang
diperbantukan kepada Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II dalam kedudukannya
sebagai Kepala Wilayah Kabupaten/Kota, yang taktis operasional langsung berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota Kepala Daerah tingkat II dan teknis
administratif bertanggung jawab kepada Kepala Inspektorat Wilayah Propinsi.

2.2 Standar Pengawasan Dalam Fungsi Administrasi

George R Terry, menyatakan bahwa pengawasan adalah proses penentuan apa


yang akan dicapai, yaitu standar, apa yang sedang dihasilkan , yaitu pelaksanaan, menilai
pelaksanaan dan melakukan evaluasi sehingga pelaksanaan dapat berjalan sesuai rencana ,
yaitu sesuai standar. Juga merumuskan pengendalian (controlling) sebagai suatu usaha
untuk meneliti kegiata - kegiaatn yang telah akan dilaksanakan.
Pengawasan adalah fungsi administratif bagi setiap administrator untuk
memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan tujuan yang ingin di capai.
Pengawasan mensyaratkan adanya tujuan dan rencana yang tersusun dengan baik.
Perencanaan yang jelas, lengkap dan terkoordinasi dengan baik maka pengawasan
administratif bisa dijalankan. Seorang administrator tidak akan mampu melakukan
pengawasan apabila tidak membuat perencanaan terlebih dahulu. Standar pengawasan
perlu dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh kegiatan yang dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, untuk mengetahui hasil capaian dalam jangka waktu tertentu serta
sebagai evaluasi, pencegahan penyimpangan dan untuk mencari solusi dengan
mengetahui kesalahan dan penyimpangan yang terjadi.
Pengawasan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung dilakukan melalui kegiatan pengawasan ditempat

Pengawasan tidak langsung dapat melalui kebijakan-kebijakan, surat edaran,


pemberian instruksi melalui surat edaran, dll.

53
Pengawasan dilakukan bukan untuk mencari kesalahan orang lain ataupun untuk
memberi hukuman pada yang melakukan penyimpangan, melainkan untuk mengadakan
perbaikkan dalam usaha memenyelesaikan semua permasalahan yang ada demi kepentingan
dan tujuan organisasi yang ingin dicapai.

Sedangkan Nawawi (1983) mengemukakan fungsi pengawasan antara lain:

1. Memperoleh data yang telah diolah dapat dijadikan dasar bagi usaha perbaikan
dimasa yang akan datang.
2. Memperoleh cara bekerja yang paling efisien dan efektif atau yang paling tepat dan
paling berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.
3. Memperoleh data tentang hambatan-hambatan dan kesukaran-kesukaran yang
dihadapi agar dapat dikurangi atau dihindari.
4. Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan
organisasi dan personil dalam berbagai bidang.
5. Mengetahui seberapa jauh tujuan telah dicapai.

Prinsip lain yang mendasari dari pelaksanaan pengawasan adalah sebagai berikut:

a. Prinsip organisasional, artinya pengawasan harus dilaksanakan dalam kerangka


struktur organisasi yang melingkupinya.
b. Prinsip perbaikan, artinya pengawasan berusaha mengetahui kelemahan atau
kekurangan dan kemudian dicarikan jalan pemecahanya.
c. Prinsip komunikasi, artinya pengawasan dilakukan untuk membina system
kerjasama antara atasan dan bawahan, membangun hubungan baik dalam proses
pelaksanaan pengelolaan organisasi.
d. Prinsip pencegahan, artinya bahwa pengawasan dilakukan untuk menghindari
adanya kesalahan dalam mengelola komponen-komponen organisasi.
e. Prinsip pengendalian, artinya pengawasan dilakukan agar semua proses manajemen
berada pada rel yang telah digariskan sebelumnya.
f. Obyektifitas, yakni pengawasan dilakukan berdasarkan data nyata di lapangan tanpa
menggunakan penilaian dan tafsiran subyektif dari pengawas.
g. Prinsip kontinuitas, artinya dilakukan secara terus menerus, baik selama
berlangsungnya proses maupun setelah pelaksanaan kerja.

54
Jadi sebuah pengawasan adalah fungsi dari setiap administrator. Setiap orang atau atasan
yang mengepalai suatu satuan organisasi mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melakukan pengawasan terhadap bawahannya. Pengawasan begitu melekat terhadap tingkat
administrasi yang paling tinggi/pemimpin, akan tetapi sesungguhnya pengawasan itu
merupakan tanggung jawab bersama. Pengawasan merupakan suatu fungsi administratif yang
amat penting pada tingkat administrasi.

Ada dua faktor yang yang menyebabkan diperlukannya sebuah pengawasan. Faktor yang
pertama adalah karena tujuan-tujuan individu dengan tujuan-tujuan organisasi sering berbeda,
sehingga tercipta kegiatan-kegiatan yang tidak terkoordinasi. Faktor yang kedua adalah
pengawasan diperlukan karena adanya penundaan waktu antara saat tujuan dirumuskan dan
saat tujuan itu dicapai. Selama jarak waktu tersebut kondisi yang tidak terduga bisa
menyebabkan penyimpangan antara perbuatan yang sebenarnya dan perbuatan yang
dikehendaki.

Standar Pengawasan dalam Fungsi Administrasi

Menurut Murnijaya (2004), terdapat 2 jenis standar pengawasan dalam pelaksanaan


fungsi administrasi, yaitu:

1. Norma

Standar pengawasan berupa norma di dasarkan pada pengalaman di masa lalu dalam
pelaksanaan program sejenis dengan situasi yang sama

2. Kriteria

Standar pengawasan berupa kriteria di dasarkan pada harapan atau target dari
pelaksanaan upaya- upaya pelayanan tertentu

Sistem pengawasan yang efektif menurut Amirullah mempunyai karakteristik; akurat


terhadap informasi, ekonomis, tepat waktu ketika diketahui penyimpangan, Sesuai dengan
realitas organisasi, berpusat pada pengendalian strategic, terkoordinasi dengan arus kerja,
Objektif dan komprehensif, fleksibel dan dapat diterima oleh para anggota.

Pengawasan yang efektif adalah pengawasan yang tepat sesuai dengan proses yang harus
dilalui, tanpa menyimpang dari system yang dianut sehingga tahapan yang dilaluinya benar.
Pengawasan sebagai suatu system, sebagaimana halnya system-sistem yang lain mempunyai

55
karakteristik tertentu, namun demikian karakteristik tersebut tidak bersifat mutlak tetapi
bersifat nisbi, artinya pada kondisi yang berbeda karakteristik itu menjadi berbeda pula.

2.3 Manfaat Pengawasan dan Pengendalian

Bila fungsi pengawasan dan pengendalian dilaksanakan dengan tepat, maka organisasi
akan memperoleh manfaat berupa:

1. Dapat mengetahui sejauh mana program sudah dilaukan oleh staf, apakah sesuai
dengan standar atau rencana kerja, apakah sumberdaya telah digunakan sesuai dengan
yang telah ditetapkan. Fungsi wasdal akan meningkatkan efisiensi kegiatan program.
2. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf dalam melaksanakan
tugas-tugasnya.
3. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi kebutuhan dan
telah dimanfaatkan secara efisien.
4. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
5. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau
diberikan pelatihan lanjutan.

2.4 Tujuan Pengawasan dan Pengendalian


Pengendalian (pengawasan) atau controlling adalah bagian terakhir dari fungsi
manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses
manajemen, karena itu harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Fungsi manajemen yang
dikendalikan adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian itu
sendiri. Kasus-kasus yang banyak terjadi dalam organisasi adalah akibat masih lemahnya
pengendalian sehingga terjadilah berbagai penyimpangan antara yang direncanakan dengan
yang dilaksanakan.

Pengendalian adalah proses pemantauan, penilaian dan pelaporan rencana atas


pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih
lanjut. Beda pengawasan dengan pengendalian adalah pada wewenang dari pengembang
kedua istilah tersebut. Pengendalian memiliki wewenang turun tangan yang tidak dimiliki
oleh pengawas. Pengawas hanya sebatas memberi saran, sedangkan tindak lanjutnya
dilakukan oleh pengendali.

56
Menurut Simbolon (2004:62) Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan
diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya.

Sedangkan menurut Silalahi (2003:181) tujuan dari pengawasan adalah sebagai


berikut :

1. Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah direncanakan


2. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau ditetapkan
3. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang atau
mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
4. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya
5. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan.

Pengendalian bukan hanya untuk mencari kesalahan, tetapi berusaha untuk


menghindari terjadinya kesalahan serta memperbaikinya jika terdapat kesalahan. Jadi
pengendalian dilakukan sebelum proses, saat proses dan setelah proses yakni hingga hasil
akhir diketahui. Dengan pengendalian diharapkan juga agar pemanfaatan semua unsur
manajemen dilakukan secara efektif dan efisien.

Pengendalian (kontrol) adalah salah satu fungsi manajerial seperti perencanaan,


pengorganisasian, pengaturan staff, dan mengarahkan. Mengendalikan merupakan fungsi
penting karena membantu untuk memeriksa kesalahan dan mengambil tindakan korektif
sehingga meminimalkan penyimpangan dari standar dan mengatakan bahwa tujuan organisasi
telah tercapai dengan cara yang baik.

Tujuan pengendalian antara lain sebagai berikut:

1. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari rencana


2. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan-penyimpangan
3. Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencananya
4. Memajukan efisiensi dalam operasi
5. Merangsang kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan,dan ketentuan
yang berlaku

Tujuan dari pengendalian menurut H. Malayu (1999:75) sebagai berikut :

1. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan dari rencana

57
2. Melakukan tindakan jika terdapat penyimpangan
3. Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

2.5 Cara Mempertahankan Fungsi Pengawasan dan Pengendalian

Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi penting dalam manajemen


organisasi. Pengawasan dan pengendalian selain berfungsi memastikan bahwa tujuan
oganisasi dapat tercapai, pengawasan dan pengendalian juga penting dilakukan aga oganisasi
senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan bebagai perubahan yang terjadi.

Dessler (2004) telah mengemukakan dua pendekatan dalam mempertahankan fungsi


pengawasan (maintaining contolling function). Kedua pendekatan tersebut terdiri dari system
pengawasan tradisional (traditional control system) dan sistem pengawasan yang berdasarkan
pada komitmen (commitment based control system).

1. Sistem pengawasan tradisional (Traditional Control System)


Sistem pengawasan tradisional adalah upaya atau sistem untuk mempetahankan
fungsi pengawasan melalui posedur dan kegiatan yang melibatkan penentuan kualitas
berbagai upaya untuk mencapai standar tersebut. Jika standar tercapai maka kinerja
pun akan tercapai dengan baik. Tedapat tiga pendekatan dalam sistem pengawasan
tradisional, yaitu pengawasan diagnostic (diagnostic control), pengawasan berdasakan
batasan-batasan (boundary control), dan pengawasan interaktif (interactive control).
a. Pengawasan diagnostik
Pengawasan diagnostik adalah pengawasan yang dilakukan oleh manajer
setelah standar ditetapkan. Manajer melakukan pengawasan dan penilaian
mengenai apakah standar telah atau belum tercapai. Apabila belum tercapai
manajer berwenang untuk melakukan diagnosis atas faktor-faktor yang
menyebabkan standar belum tecapai untuk kemudian mengambil keputusan yang
terkait dengan upaya pencapaian standar sebagaimana mestinya.
b. Pengawasan berdasarkan batasan-batasan
Pengawasan berdasakan batasan-batasan adalah pengawasan yang dilakukan
melalui penetapan aturan atau prosedur yang dengan aturan, keseluruhan anggota
dan pihak yang terkait dengan oganisasi akan menyesuaikan diri dalam
menjalankan seluruh aktivitas yang tekait dengan organisasi. Aturan tersebut
dapat berupa prosedu operasi standar, kode etik, dan lain sebagainya.

58
c. Pengawasan interaktif
Pengawasan interaktif adalah pengawasan yang dilakukan oleh manajer yang
secara interaktif dan terus-menerus melalui komunikasi dengan bawahan secara
personal menangani berbagai hal yang terkait dengan dengan pekerjaan yang
dilakukan. Dengan komunikasi personal ini manajer dapat mengetahui apakah
jalannya oganisasi telah mencapai standar yang diinginkan.
2. Sistem pengawasan berdasakan komitmen (commitment based control system)
Bebeda dengan pendekatan tradisional, pendekatan yang bedasakan
pendekatan lebih menekankan pada fungsi pengawasan dari sisi internal dibandingkan
dengan fungsi pengawasan dari sisi eksternal. Sehubung dengan hal tersebut, fungsi
pengawasan yang berdasakan komitmen mendasarkan sistem pengawasan pada
kesadaran dari setiap individu akan apa yang terbaik yang seharusnya ditunjukkan
oleh mereka dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.
Pengawasan lebih ditekankan oleh factor internal dari setiap individu.
Intospeksi diri dalam hal ini lebih dominan dalam menjalankan fungsi pengawasan
dari pada pengawasan eksternal. Sekalipun pada praktiknya pendekatan ini cukup
sulit dilakukan, akan tetapi intospeksi diri oleh setiap individu diyakini mampu
bertahan dalam jangka waktu panjang, dikarenakan SDM akan terbiasa dengan
budaya kerja yang produktif dan independen, sehingga bebagai standa kinerja
organisasi akan diupayakan untuk dicapai bukan karena keterpaksaan, akan tetapi
karena adanya kesadaran bahwa organisasi merupakan milik setiap orang di dalamnya
dan harus diperbaiki secara terus-menerus, sehingga dapat menjadi yang terbaik.
Tisnawati dan dSaefullah (2004) mengemukakan bahwa dengan adanya upaya
pembiasaan para pegawai u7ntuk bertanggungjawab atas kepercayaan dan juga
kewenangan dalam berbagai aktivitas, diharapkan SDM akan terbiasa untuk
berinisiatif, inovatif, betanggungjawab,dan dapat melakukan koreksi terhadap diri
meeka sendiri atas apa yang mereka lakukan.

2.6 Langkah, Metode, Serta Objek Pengawasan dan Pengendalian

Langkah dalam proses pengawasan dan pengendalian terdiri dari 3 (tiga) tahap , yaitu
mengukur kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan standar, dan mengambil
tindakan untuk memperbaiki penyimpangan atau untuk mengetahui ketidaksesuaian dengan
standar.

59
1. Pengukuran
Tahap pertama dalam pengendalian adalah pengukuran. Dalam mengukur dan melaporkan
kinerja aktual dilakukan melalui empat pendekatan yaitu observasi pribadi, laporan statistik,
laporan secara lisan, dan laporan tertulis. Apa yang diukur mungkin lebih penting daripada
bagaimana mengukurnya dalam proses pengendalian. Mengapa? Karena memilih kriteria
yang salah dapat menimbulkan masalah serius. Selain itu, apa yang diukur mencerminkan apa
yang dilakukan oleh karyawan.

60
Tabel 1. Sumber-sumber Informasi Untuk Mengukur KinerjaSumber- Sumber
Informasi untuk Mengukur Kinerja

Keuntungan Kerugian

Observasi Pribadi Memperoleh Sasaran bias pribadi


pengetahuan pertama Menghabiskan waktu
kali Terlalu mencolok
Ulasan yang intensif
terhadap aktivitas kerja

Laporan Statistik Mudah Dibayangkan Memberikan informasi


Efektif untuk yang terbatas
menunjukkan hubungan Mengabaikan faktor-
faktor subjektif
Laporan Lisan Cara tercepat mendapat Informasi tersaring
informasi Informasi tidak dapat
Memungkinkan umpan didokumentasikan
balik verbal dan
nonverbal
Laporan Tertulis Komprehensif Membutuhkan waktu
Formal untuk menyiapkannya
Mudah untuk disimpan
dan dilihat kembali

Beberapa kriteria pengendalian dapat digunakan untuk situasi manajemen apapun.


Misalnya, semua manajer berhubungan dengan orang, sehingga kriteria seperti kepuasan atau
perputaran karyawan dan tingkat absensi dapat diukur. Menjaga agar biaya masih sesuai
dengan anggaran juga merupakan pengukuran pengendalian yang umum. Kriteria
pengendalian lainnya harus mengenali berbagai aktivitas yang disupervisi oleh manajer.
Contoh, seorang manajer dibagian pemerintah mungkin menggunakan aplikasi yang diketik
perhari, permintaan klien yang selesai per jam, atau rata-rata waktu untuk memproses kertas

61
kerja. Kebanyakan aktivitas kerja dapat diekspresikan dalam satuan kuantitas, tetapi jika
tidak, manajer harus menggunakan pengukuran subjektif. Meskipun pengukuran ini memiliki
keterbatasan, lebih baik menggunakan pengukuran itu daripada tidak ada standar sama sekali
dan tidak melakukan pengendalian.

2. Perbandingan
Langkah perbandingan menentukan variasi antara kinerja aktual dan standar. Meski variasi
kerja sudah dapat diduga dalam semua aktivitas, perlu ditentukan batasan variasi yang dapat
diterima. Penyimpangan diluar batas ini perlu diperhatikan.
3. Mengambil Tindakan Manajerial
Manajer dapat memilih dari tiga kemungkinan tindakan: tidak melakukan apa-apa,
memperbaiki kinerja aktual, atau merevisi standar. Istilah tidak melakukan apa-apa sudah
cukup jelas, jadi mari lihat dua lainnya.

4. Mengoreksi Kinerja Aktual.

Tergantung dari masalah yang dihadapi, seorang manajer dapat mengambil aksi yang
berbeda. Misalnya, jika pekerjaan yang tidak memuaskan adalah alasan dari perbedaan
kinerja, manajer dapat mengoreksinya dengan menerapkan program pelatihan, mengambil
langkah-langkah disipliner, mengubah struktur kompensasi, dan sebagainya. Satu keputusan
yang harus diambil oleh manajer adalah dengan mengambil tindakan perbaikan segera, yaitu
mengoreksi masalah saat itu juga agar segera kembali pada jalurnya, atau dengan tindakan
perbaikan dasar, yaitu melihat bagaimana dan mengapa kinerja menyimpang sebelum
mengoreksi sumber penyimpangan. Hal yang biasa bagi manajer untuk mencari alasan
dengan mengatakan mereka tidak punya waktu untuk menemukan masalah dan terus-menerus
memadamkan api dengan tindakan perbaikan segera. Manajer yang efektif menganalisis
penyimpangan, dan jika manfaatnya lebih banyak, mereka butuh waktu untuk menunjuk dan
memperbaiki penyebab penyimpangan.

5. Merevisi Standar

Pada beberapa kasus, penyimpangan adalah hasil dari standar yang tidak realistis-tujuan
terlalu rendah atau terlalu tinggi. Dalam hal ini, standarnya, bukan kinerjanya yang perlu
diperbaiki. Jika kinerja secara konsisten melebihi tujuan, maka manajer harus melihat apakah
tujuan terlalu mudah dan perlu ditingkatkan. Sebaliknya, manajer harus berhati-hati untuk
merevisi standar menjadi lebih rendah. Wajar saja untuk menyalahkan tujuan ketika
62
karyawan atau suatu tim tidak berhasil. Tapi jika kierja tidak dibatas normal, jangan buru-
buru menyalahkan tujuan atau standar. Jika diyakini bahwa standar sudah realistis, adil, dan
dapat dicapai, beritahu karyawan bahwa perlu pningkatan dipekerjaan yang akan datang,
kemudian mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan agar tujuan itu tercapai.
Jadi langkah-langkah dalam melakukan pengawasan dan dan pengendalian, antara lain
mengukur hasil atau prestasi yang telah dicapai, lalu membandingkan hasil pencapaian
dengan tolak ukur atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya, dilakukan
perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dijumpai berdasarkan faktor-faktor
penyebabnya.
Bukan hanya perencanaan, pengawasan pun membutuhkan data, yakni data-data terkait
pelaksanaan program berjalan. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, terdapat 3 (tiga)
cara yang dapat dilakukan, yakni pengamatan langsung, pengumpulan laporan lisan dan juga
pengumpulan laporan tertulis. Data-data yang dikumpulkan diharapkan dapat menjelaskan
objek pengawasan secara sistematis. Adapun secara umum, objek pengawasan terdiri dari
kualitas dan kuantitas fisik seperti barang atau jasa; pemasukan dan penggunaan sumber daya
uang; pelaksanaan program dilapangan berdasarkan RKO; hal-hal yang bersifat strategis;
serta pelaksanaan kerja sama.

63
EVALUASI

1. Pendahuluan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi memiliki arti yaitu penilaian
hasil. World Healh Organization (WHO) pada tahun 1990 mendefinisikan evaluasi sebagai
cara yang sifatnya sistematis untuk mempelajari sesuatu yang didasarkan pada pengalaman
serta dengan menggunakan teori yang telah dipelajari untuk memperbaiki program-program
atau kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan serta untuk meningkatkan perencanaan yang
lebih baik untuk masa yang akan datang.

Dun ((1999) dalam Darmawan (2016) mengemukakan bahwa secara umum istilah
evaluasi berhubungan dengan tindakan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting),
dan juga penilaian (assessment). Evaluasi merupakan sebuah kata yang digunakan untuk
menggambarkan suatu usaha dalam menganalisis hasil suatu kebijakan dan dinyatakan dalam
satuan nilai. Secara spesifik evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai
atau manfaat dari suatu kebijakan. Suatu kebijakan dapat dikatakan berhasil jika kebijakan
tersebut mampu memberikan sumbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai. Jika hal
tersebut terjadi, maka dapat dipastikan jika program atau kebijakan tersebut telah mencapai
tingkat kinerja yang bermakna.

2. Evaluasi dalam Manajemen Administrasi

Evaluasi adalah penilaian yang sistematis dari implementasi suatu program dengan
menghasilkaninformais mengenai bagaimana prgram tersebut berjalan dan apakah tujuan
program tercapai. (Weiss, 1998 dalam Grembowski, 2016). Secara umum, evaluasi
dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan yang fundamental yaitu apakah program tersebut
sesuai dengan apa yang direncanakan.

WHO (2013) mendefinisikan evaluasi sebagai sebuah penilaian yang sistematis dan
adil dari suatu aktivitas, projek, program, strategi, kebijakan, topik, sektor, maupun kinerja
suatu institusi yang:

a. fokus terhadap pencapaian yang diharapkan, mengkaji proses dari program tersebut,
faktor kontekstual dan penyebab hambatan dari program tersebut;
b. bertujuan untuk menentukan relevansi, pengaruh, keefektivan, efisiensi dan
keberlanjutan dari suatu intervensi serta kontribusi dari suatu organisasi;

64
c. menyediakan informasi evidence based yang kredibel, reliabel dan bermanfaat untuk
mendapatkan nilai yang dapat diambil untuk digunakan kemudian dalam pembuatan
keputusan dalam proses manajemen organisasi selanjutnya; serta
d. bagian yang integral dari setiap tahapan strategi perencaaan dan siklus pemrograman
dan bukan hanya akhir dari suatu program.

Tujuan evaluasi adalah meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi atau


penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam
pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan.

Pada dasarnya, pelaksanaan evaluasi memiliki tujuan yang sama dengan pengawasan
dan pengendalian, yakni memperbaiki efisiensi serta efektivitas pelaksanaan program melalui
perbaikan fungsi manajemen. Terdapat beberapa jenis evaluasi (Darmawan, 2016), yaitu
sebagai berikut.

1. Evaluasi Terhadap Masukan (Input)


Evaluasi ini dilakukan sebelum program dimulai. Kegiatan ini bersifat pencegahan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah pemilihan setiap sumber daya program telah
sesuai dengan kebutuhan. Masukan (input) terdiri dari :
a. Sumber Daya Manusia
Widjaja (1998) mengemukakan bahwa SDM merupakan aspek yang sangat
penting bagi tercapainya keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaa pembangunan, serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
b. Sumber Daya Dana
Muninjaya (2004) telah mengemukakan bahwa apabila terjadi kekurangan pada
ketersediaan dana kurang, maka moral dan motivasi kerja staf akan menurun dan
pada akhirnya akan memengaruhi kinerja yang akan dihasilkan sehingga target
dan tujuan program pun tidak akan tercapai.
c. Sarana dan Prasarana
Sarana/alat merupakan bagian dari organisasi yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan pelayanan dan mencapai suatu tujuan. Apabila sarana atau alat
tidak sesuai dengan standar, maka suatu pelayanan yang bermutu akan sulit
dihasilkan.
d. Petunjuk Pelaksanaan

65
Kebijakan merupakan cara untuk mencapai sasaran tahunan yang mencakup
pedoman, peraturan, dan juga prosedur yang ditetapkan guna mendukung usaha
pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dan dinyatakan. Adapun kebijaan juga
dapat mempermudah upaya penyelesaian masalah yang telah terjadi berulang kali.
Selain itu, kebijakan merupakan dasar dalam pengendalian manajemen untuk
memungkinkan koordinasi di segala unit organisasi dan mengurangi jumlah waktu
yang digunakan oleh para manajer untuk membuat keputusan. Selain itu,
kebijakan juga memperjelas pekerjaan apa yang harus dilakukan dan siapa yang
akan melakukannya (David, 2014).
2. Evaluasi Terhadap Proses
Evaluasi terhadap proses dilakukan saat program tengah berlangsung. Tujuannya ialah
untuk mengetahui apakah metode yang dipilih benar-benar efektif dalam mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, apakah motivasi dan komunikasi dalam
organisasi telah berkembang dengan baik dan lain sebagainya.
3. Evaluasi Terhadap Keluaran (Output)
Evaluasi terhadap keluaran atau yang biasa disebut dengan summative evaluation ini
dilakukan pasca pelasanaan program. Tujuannya ialah untuk mengetahui apakah
output serta effect atau outcome program telah sesuai dengan target pencapaian yang
telah ditetapkan.
Dalam melakukan evaluasi, Center for Disease Control and Prevention atau CDC
(2011) mengemukakan kerangka atau framework yang digunakan dalam tahapan evaluasi
program kesehatan. Tahapan tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Melibatkan stakeholder
Siklus evaluasi berawal dari terlibatnya stakeholder dalam proses evaluasi. Karena
program program kesehatan masyarakat membutuhkan upaya lintas sektoral, maka
dalam proses evaluasi pun sektor tersebut harus dilibatkan.
b. Menjelaskan program
Deskripsi program dibutuhkan untuk menginformasikan misi dan tujuan dari program
yang akan dievaluasi.
c. Menetapkan cara atau metode evaluasi
d. Mengumpulkan bukti/eviden
Mengumpulkan bukti/eviden yang kredibel terkait program kesehatan yang akan
dievaluasi. Hal hal yang termasuk ke dalam bukti yang kredibel adalah indikator,
sumber sumber, kualitas, kuantitas, logistik.

66
e. Menyajikan kesimpulan
Kesimpulan evaluasi ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tersebut
serta memberikan penjelasan-penjelasan
f. Memastikan adanya lessons learned
Memastikan adanya lessons learned atau nilai nilai yang diambil dari hasil evaluasi
yang dapat menjadi dasar dari pembuatan keputusan selanjutnya.

3. Definisi Evaluasi Program Kesehatan

Evaluasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti penilaian hasil.
Menurut Dun (1999), secara umum, evaluasi berhubungan dengan tindakan penaksiran,
(appraisal), pemberian angka (rating), dan juga penilaian (assessment). Evaluasi dalam sudut
pandang WHO ( World Health Organization) adalah suatu cara yang bersifat sistematis untuk
mempelajari sesuatu berdasarkan pengalaman dan mempergunakan teori yang telah dipelajari
untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan serta meningkatkan perencanaan
yang lebih baik dengan seleksi yang seksama untuk kegiatan di masa yang akan datang.
Menurut American Public Health Association (Azwar, 1996) evaluasi merupakan suatu
proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Evaluasi juga akan menghasilkan suatu informasi tentang sejauh mana suatu
kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian dengan standar tertentu
untuk mengetahui apakah ada perbedaan di atara keduanya dan bagaimana manfaat yang
telah dikerjakan dibanding dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh.

Dari beberapan definis evaluasi di atas, evaluasi dapat dikatakan sebagai suatu
kegiatan atau proses yang disusun sedemikian rupa untuk mengukur sejauh mana tingkat
keberhasilan dari kegiatan yang dikerjakan serta mengambil langkah untuk memperbaiki
kegiatan tersebut dalam rangka mencapai tujuan.

Evaluasi dibutuhkan tidak hanya pada proses manajerial semata, namun juga pada
program kesehatan. Menurut Suharsimi Arikunto dan Abdul Jabar (2004), evaluasi terhadap
program kesehatan merupakan proses penetapan nilai, tujuan, efektivitas atau kecocokan
sesuatu dengan kriteria serta tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Tujuan Evaluasi Program Kesehatan

67
Evaluasi yang baik dan menyeluruh hendaknya mencakup evaluasi perencanaan,
pelaksanaan, serta evaluasi pascapelaksanaan. Terdapat 3 tujuan utama dilakukannya evaluasi
yaitu :

a. untuk memperoleh infornasi tentang perencanaan dan pelaksanaan suatu program.


Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan pemeriksaan kembali kesesuaian
program terkait dengan perubahan-perubahan kecil yang terjadi secara terus
menerus, pengukuran kemajuan target yang direncanakan, pengkajian penyebab
atau faktor-faktor baik internal maupun eskternal yang mempengaruhi
pelaksanaan program;
b. untuk memperbaiki kebijakan perencanaan dan pelaksanaan program. Hasil dari
evaluasi akan memberikan informasi mengenai hambatan dalam pelaksanaan
program yang dapat digunakan untuk memperbaiki kebijakan perencanaan
program di masa yang akan datang; serta
c. untuk memperbaiki alokasi sumber daya manajemen. Secara khusus, tujuan
evaluasi program kesehatan adalah untuk memperbaiki program-program
kesehatan dan pelayanannya guna mengantarkan dan juga mengarahkan alokasi
tenaga dan dana untuk program dan pelayanan yang sedang berjalan dan yang
akan mendatang.

5. Dimensi Evaluasi Program Kesehatan

Setelah objek dievaluasi diketahui secara pasti, selanjutnya harus ditentukan aspek
aspek dari objek yang akan dievaluasi. Stake, Stuffebeam, dan Alkin dalam Suharsimi
(2007) mengemukakan bahwa evaluasi berfokus di 4 aspek utama yaitu, konteks, masukan
(input), proses implementasi, dan juga produk. Menurut Direktorat Pemantauan dan Evaluasi
BAPPENAS (1999), dimensi utama evaluasi diarahkan pada hasil, manfaat, dan dampak
program. Pada prinsipnya, perangkat evaluasi diukur melalui 4 dimensi yang terdiri dari
indikator masukan (input), proses, keluaran (output), dan dampak (outcame).

Evaluasi sebagai cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan


suatu program digunakan untuk menunjukkan tahapan siklus dalam pengelolaan program.
Oleh karena itu, evaluasi yang menyeluruh hendaknya mencakup evaluasi perencanaan,
evaluasi pelaksanaan, dan evaluasi pasca pelaksaan. Pada tahap perencanaan, evaluasi
dilakukan untuk memilih dan menentukan prioritas dari berbagai alternative dan

68
kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pada tahan
pelaksanaan, evaluasi dilakukan untuk menentukan kemajuan pelaksanaan program
dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Evaluasi ini didasarkan
pada laporan-lpaoran monitoring dan penelaahan dokumen dokumen program, wawancara,
serta kunjungan lapangan. Adapun pada tahap pasca pelaksanaan, evaluasi diarahkan untuk
melihat dan menilai apakah pencapaian suatu program mampu mengatasi masalah
pembangunan yang ingin dipecahkan. Adapun evaluasi ini dilakukan setelah program
berakhir untuk menilai tingkat relevans, efektifitas, manfaat, dan juga keberlanjutan suatu
program.

Secara lebih lanujt, untuk menentukan dimensi evaluasi, kita harus kembali pada
definisi pokok evaluasi itu sendiri, di mana evaluasi adalah kegiatan untuk membandingkan
antara hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditentukan. Selanjutnya, perlu
dipahami bahwa dalam konteks kesehatan, evaluasi pembangunan perlu senantiasa
dilaksanakan secara rutin yang mana dimaksudkan untuk mengetahui gambaran secara
menyeluruh akan upaya pelyanan kesehatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan. Adapun pencapaian tujuan pembangunan kesehatan hanya dapat
terjadi apabila program-program kesehatan efektif, efisien, memiliki relevansi dengan
permaslahan kesehatan di tengah masyarkat, dan berkesinambungan. Dengan deikian,
keempat hal tersebut juga menjadi dimensi tersendiri yang harus diukur melalui proses
evaluasi.

6. Evaluasi untuk Mengukur Efektifitas Program

Efektifitas diartikan sebagai berhasilnya suatu program sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan bersama. Diperlukan evaluasi agar program dapat dinilai keberhasilan
implementasinya. Keberhasilan implementasi berkaitan dengan planning, organizing,
actuating, controlling, ketajaman indikator dan komitmen SDM.

Menurut Hoogwood dan Gun, dalam Darmawan, 2016, bahwa persyaratan


keberhasilan implementasi program antara lain:

a. kondisi eksternal pelaksana tidak menimbulkan gangguan yang serius;


b. tersedia waktu dan sumber yang memadai;
c. perpaduan berbagai sumber daya yang benar-benar tersedia;

69
d. kebijakan didasari oleh hubungan kausalitas yang andal;
e. hubungan kualitas yang langsung dan sedikit mata rantainya;
f. hubungan saling ketergantungan;
g. pemahaman dan kesepakatan terhadap tujuan;
h. tugas-tugas yang diperinci secara beruruta;
i. komunikasi dan koordinasi yanag sempurna; serta
j. pihak yang berwenang dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan.

Upaya untuk mencapai tujuan evaluasi dicapai dengan kegiatan:


a. program inquiry, yaitu memahami program secara utuh dengan ruang lingkup
standar program dan dokumen perencanaan secara lengkap;
b. implementation understanding, memahami implementasi program; dan
c. judgment of results, mengidentifikasi masalah dengan causal diagnose diikuti
dengan perumusan rekomendasi.

7. Evaluasi untuk Mengukur Efisiensi dan Relevansi Program


a. Evaluasi untuk Mengukur Efisiensi Program
Efisiensi adalah hubungan antara hasil yang diperoleh dari program atau
kegiatan bidang kesehatan dengan upaya yang telah dilakukan dalam bentuk
sumber daya manusia, keuangan, serta sumber lainnya. Evaluasi daya guna adalah
evaluasi terhadap efisiensi yang dilakukan untuk melihat apakah hasil kegiatan
(output) sebanding dengan input dan modal yang disediakan. Dilakukan dengan
membandingkan keluaran dengan input yang digunakan. Pengukuran selanjutnya
dibandingkan dengan relevansi, adekuasi, progress, hingga dampak hasil.
Tujuannya untuk memperbaiki pelaksanaan dan membantu menelaah kemajuan
dengan memperhatikan hasil-hasil pemantauan.
Terkait dengan biaya, prinsip efisiensi adalah sebagai berikut:
- cost efficiency : mencari biaya yang paling murah;
- technical efficiency : cari teknologi yang paling banyak hasilkan
produk; dan
- allocative efficiency : campuran input yang sesuai.
b. Evaluasi untuk Mengukur Relevansi Program
Relevansi adalah kesesuaian program dengan masalah atau kebutuhan
kesesuaian program dengan upaya dan SD yang tersedia. Suatu program dikatakan

70
Relevan jika appropriate, applicable, related, significant, dan important. Ruang
lingkup relevansi antara lain: masalah, kebutuhan, kebijakan, visi, program,
sumber daya, pelaksanaan, dan pengawasan serta penilaian.
- Masalah : apa yang dirasakan kurang, apakah petugas atau
masyarakat.
- Kebutuhan : apa yang harus dipenuhi agar masalah tidak
berkembang menjadi lebih buruk vs kapasitas organisasi.
- Kebijakan : keberpihakan untuk tingkatkan kesejahteraan sosial vs
kepentingan praktis pelaku organisasi.
- Visi : impian yang bisa diwujudkan, yakni impian pimpinan
vs masyarakat.
- Program : apa yang akan dilakukan untuk mewujudkan visi dan
mengatasi masalah vs kapasitas organisasi.
- Sumber daya : apa yang harus disediakan untuk melaksanakan
program vs kapasitas organisasi.
- Pelaksanaan : bagaimana sumber daya digunakan untuk dukung
program dan kegiatan untuk cpai sasaran vs kemampua petugas dan
kesiapan sasaran.
- Pengawasan dan penilaian : bagaimana program dijaga dan dinilai agar
sesuai dengan harapan organisasi vs masyarakat.

8. Evaluasi untuk Mengukur Kesinambungan Program

Kesinambungan memiliki banyak definisi, dan prinsip dan konsep, kesinambungan


diarahkan pada upaya penjagaan terhadap keseimbangan pertumbuhan ekonomi serta proteksi
lingkungan dan tanggung jawab sosial nenuju peningkatan kualitas hidup kita dan generasi
mendatang. Dalam kesinambungan, idealnya ada inovasi-inovasi tertentu guna meningkatkan
kualitas dan daya saing.

Urgensi penjagaan kesinambungan program kesehatan dapat dilihat pada pola


masyarakat terhadap program kesehatan itu sendiri. Sering terjadi kondisi dimana suatu
program sangatlah baik ketika masih dalam dukungan tugas, pembimbing lapangan,
dukungan donor dan intervensi "pihak luar" lainnya, namun setelah "pihak luar" selesai
bertugas, maka masyarakat akan kembali pada "selera asal mereka". Oleh karenanya, sudah
barang tentu kesinambungan program harus diciptakan melalui pemberdayaan masyarakat

71
yang kuat. Untuk lebih jelasnya, berikut gambar yang menjelaskan tentang skerangka kerja
program berkesinambungan menurut Shediac-Riskallah (1998).

Desain proyek dan Kesinambungan program


faktor implementasi
Indikator operasional
Faktor di lingkungan 1) Perawatan terhadap
masyarakat yang lebih manfaat kesehatan dari
luas sebuah program.
2) Institusionalisasi suatu
program dalam organisasi.
Faktor dalam 3) Pembangunan kapasitas
tatanan organisasi dalam masyarakat

9. Penutup

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) evaluasi memiliki arti sebagai
penilaian akhir. Evaluasi merupakan kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil
dari suatu kebijakan dalam arti satuan nilainya. Evaluasi bertujuan sebagai alat untuk
memperbaiki dan perencanaan program yang akan datang, untuk memperbaiki alokasi
sumber dana, daya dan manajemen saat ini serta dimasa yang akan datang serta mengukur
kemajuan target yang direncanakan.

Evaluasi program merupakan nilai yang antara lain berkenaan dengan efisiensi,
keuntungan, efektivitas, keadilan, detriments yaitu indikator negatif dalam bidang sosial, dan
manfaat tambahan. Dimensi evaluasi program pada dasarnya berfokus pada empat aspek
utama yaitu: a) evaluasi terhadap masukan (input) meliputi pemanfaatan berbagai sumber
daya, sumber dana, tenaga dan sarana, b) evaluasi terhadap proses (process) dititikberatkan
pada pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau tidak, c)
evaluasi terhadap keluaran (output) adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai, dan d)
Evaluasi terhadap dampak (outcome) mencakup pengaruh yang timbul dari program yang
dilaksanakan.

72
73

Anda mungkin juga menyukai