Anda di halaman 1dari 2

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP POTENSI ENERGI

DARI BAHAN ORGANIK (BIO-ENERGY/BBN)

Sampai saat ini, isu-isu yang berkenaan dengan peningkatan kebutuhan energi menjadi hal yang
sering menjadi perbincangan masyarakat dunia. Saat ini sumber daya alam utama dunia untuk
menghasilkan energi adalah minyak bumi. Seperti yang telah kita ketahui minyak bumi adalah
sumber daya alam yang non renewable, yang sewaktu-waktu dapat habis, selain itu penggunaan
minyak bumi sendiri dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dengan adanya peningkatan
kebutuhan energi global disertai dengan semakin menipisnya ketersediaan cadangan minyak bumi
dunia mengharuskan masyarakat dunia untuk mencari sumber energi lain selain minyak bumi.

Di Indonesia sendiri, permasalahan akan energi menjadi salah satu permasalahan utama
nasional. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi
di dalam negeri masih tinggi yaitu sebesar 96% (minyak bumi 48%, gas 18% dan batubara 30%) dari
total konsumsi dan upaya untuk memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan belum dapat
berjalan sebagaimana yang direncanakan (OUTLOOK ENERGI INDONESIA, 2014). Faktor utama
tingginya konsumsi energi Fosil rakyat Indonesia diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang
memberlakukan subsidi terhadap energi membuat harganya menjadi murah, sehingga rakyat
menjadi boros dalam penggunaan energi.

Berdasarkan hasil kajian Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) paling mutakhir
tentang kondisi energi di Indonesia. Jika tidak ada eksplorasi baru, menurut kalkulasi ESDM,
cadangan minyak bumi sekitar 9,7 barel dan diperkirakan akan habis 15 tahun lagi. Untuk cadangan
batubara kita sekitar 50 miliar ton (3% potensi dunia) diperkirakan dapat digunakan sedikitnya 150
tahun mendatang. Untuk cadangan panas bumi sekitar 27 ribu MW (40% potensi dunia) dan gas 60
tahun lagi. Jika hal ini terus dibiarkan maka sewaktu-waktu Indonesia akan mengalami krisis energi,
untuk itu pemerintah perlu membuat suatu skenario kebijakan akan energi agar Indonesia dapat
terhindar dari krisis energi.

Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi krisis adalah dengan
mengonversi sumber energi fosil menjadi sumber energi alam yang renewable. Berdasarkan letak
geografis Indonesia yang berada di daerah tropis, tentunya tidak sulit bagi Indonesia untuk
mendapatkan sumber energi yang renewable. Diantara sumber energi baru yang dikembangkan,
bioenergy menjadi salah satu sumber energi yang potensial. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar
di dunia, Indonesia seharusnya mempunyai potensi untuk menjadi salah satu penghasil biodiesel
terbesar. Pada tahun 2008, kapasitas terpasang biodiesel yang berasal dari kelapa sawit telah
mencapai 3,9 juta kL/tahun. Selain minyak kelapa sawit, limbah dari industri kelapa sawit juga
memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi sumber energi. Industri lain yang mempunyai
potensi dalam pengembangan bioenergy adalah industri gula untuk pengolahan bioetanol dan
penyediaan tenaga listrik nasional. Selain biodiesel dan bioethanol , potensi limbah kotoran ternak
yang di jadikan sebagai sumber biogas dalam skala rumah tangga diperkirakan mencapai 1(satu) juta
unit alat penghasil biogas dari limbah hewan ternak.

Tentunya potensi besar yang dimiliki Indonesia untuk mengembangkan sumber energi
berbahan organik (bioenergy) harus diimbangi dengan keseriusan pemerintah dalam mengolahnya
karena dalam pengembangan bio energi atau BBN diperlukan perencanaan jangka panjang dan tidak
bisa dengan kebijakan parsial suatu instansi pemerintah tanpa diikuti aturan lainnya. Segala hal yang
berhubungan dengan proses pengembangan bioenergy haruslah dipermudah dan diberikan fasilitas
yang memadai. Akan menjadi keuntungan tersendiri bagi Indonesia jika Indonesia dapat
mengembangkan potensi bioenergi ini.

Dengan memanfaatkan BBN menjadi bahan bakar pengganti dalam industri skala kecil sampai
menengah (restoran dan industri rumahan) dan sumber bahan bakar transportasi (seperti
biosolar/biodiesel dan bioethanol) serta menjadikan tempat pembuangan akhir (TPA) sebagai
pembangkit listrik tenaga biogas (PLTbG), Indonesia akan mampu menghemat sekitar 700 ribu ton
elpiji atau setara dengan 900 juta liter minyak tanah. Saat ini, konsumsi elpiji ukuran 3 kilogram
mencapai 3 juta ton per bulan. Selain itu residu yang dihasilkan oleh bioenergi ini sangat jauh
berbeda dengan residu dari sumber energi berbahan dasar fosil. Hal ini tentunya akan membantu
dalam mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat residu yang dihasilkan sumber energi
berbahan dasar fosil.

Anda mungkin juga menyukai