Anda di halaman 1dari 17

JOINT VENTURE

Disusun Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semmester Mata Kuliah Aspek Hukum Bisnis

Dosen Pengampu Mata Kuliah


Pengusul
NURUL HIDAYAT (150231100001)

PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
Jl. Raya Telang, PO.Box. 2 Kamal, Bangkalan Madura
Semester ganjil 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tulisan ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Tulisan yang berjudul Joint Venture ini kami
susun demi menyelesaikan tugas kuliah, sebagai syarat kelulusan dalam Ujian Akhir
Semester Mata Kuliah Aspek Hukum Bisnis. Semoga tulisan ini memberikan bermanfaat
bagi pembaca.
Dalam penyusunan tulisan ini, kami menyadari bahwa masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini, baik dari teman-teman kes A ekonomi pembangunan
2015, dan Ibu S.H, M.H selaku dosen pengampu mata kuliah, serta orang tua yang selalu
memberi suport dalam setiap kegiatan penulis, semoga dengan adanya makalah ini bisa
memberi manfaat dan menambah wawasan pembaca, tak lupa pula semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita dan selalu membimbing kita dijalan yang benar
dengan ilmu pengetahuan, amien.

Penulis
JOINT VENTURE

Perjanjian Joint Venture

I. Pendahuluan

Usaha patungan atau yang biasa disebut Joint Venture merupakan suatu
pengertian yang luas. Dia tidak saja mencakup suatu kerja sama dimana masing-masing pihak melakukan
penyertaan modal (equity joint ventures) tetapi juga bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang lebih
longgar, kurang permanen sifatnya serta tidak harus melibatkan partisipasi modal. Dengan
didiriknaya perusahaan joint venture yang (secara umumnya) modal-modal diperoleh
dari pihak-pihak yang tidak hanya dalam negara, tapi juga dari warga asing, atau biasa
disebut dengan PMA (Penanam Modal Asing).

Dengan didirikanya perusahan joint venture diharapkan akan mempermudah dalam


hal pemodalan, pembiayaan dan juga pemasaran produk ataupun memperlancar proyek
yang didirikan khusus dengan didirikanya perusahaan joint venture untuk mengatur
berjalanya proyek tersebut. Di era global seperti sekarang sangat mustahil bahwa suatu
negara tidak melakukan kerjasama dalam bentuk joint venture, mengingat adanya hal untuk
saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam sebuah urusan negara, yang biasanya
idmetik degan permasalahan perekonomian. Dalam tulisan ini pemakalah akan mencoba
menjelaskan apa itu kontrak joint venture, jenisnya, dan juga contoh kontrak joint venture.

Istilah kontrak patungan merupakan terjemahan dari kata joint


venture contract atau joint venture agreement. Joint venture secara umum dapat diartikan
persetujuan[1] diantara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerja sama.

Para ahli mencoba mengemukakan berbagai pandangan tentang pengertian dan


hakikat dari kontrak joint venture.

1. Peter Mahmud mengemukakan bahwa kontrak joint venture adalah suatu


kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk suatu perusahaan
baru. Perusahaan baru inilah yang kemudian disebut perusahaan joint venture.
( Peter Mahmud, 2000:10).
2. Erman Rajagukguk dkk mengemukakan bahwa yang dimaksud joint
venture agreement adalah suatu kerjasama antara pemilik modal asing dengan
pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual). (Erman
Rajagukuguk, dkk: 1995:200)

Inti dari kedua definisi tersebut adalah bahwa kontrak joint venture merupakan :
1. Kerja sama antara pemodal asing dan nasional (umumnya)

2. Membentuk perusahaan baru, antara pengusahaa asing dengan pengusaha


nasional

3. Didasarkan pada kontraktual (perjanjian).

Joint venture atau usaha patungan ini dikategorikan sebagai kegiatan penanaman
modal asing (PMA) sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 huruf (c) UU No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal).

Berdasarkan Pasal 27 UU Penanaman Modal, maka Pemerintah mengoordinasi


kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah dengan Bank
Indonesia, antar instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah
daerah. Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini dilakukan oleh Badan
Kepala Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM merupakan lembaga independen
non-departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Presiden kemudian
menetapkan Peraturan Presiden No. 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman
Modal pada 3 September 2007 (Perpres No. 90/2007).

Sesuai dengan Pasal 28 UU Penanaman Modal dan Pasal 2 Perpres No. 90/2007, maka
BKPM memiliki tugas utama untuk melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di
bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan kewenangan yang diberikan kepadanya, BKPM mengeluarkan Peraturan Kepala


BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan
Penanaman Modal pada 23 Desember 2009 (Perka BKPM No. 13/2009). Pengendalian
Pelaksanaan Modal ini dimaksudkan untuk melaksanakan pemantauan, pembinaan, dan
pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban, dan
tanggung jawab penanam modal.

Kelebihan dan kekurangan joint venture

Kelebihan

Kekuasaan dan hak suara didasarkan pada banyaknya saham yang ditanam oleh
masing-masing perusahaan pendiri
Perusahaan joint venture tetap memiliki eksistensi dan kebebasan masing-masing
Dapat memanfaatkan skala ekonomi dan spesialisasi
Sumber informasi akan semakin lengkap karena adanya perbaikan komunikasi dan
networking
Sumber keuangan akan semakin besar
Kredibilitas Joint Venture lebih diakui daripada perseorangan
Joint Venture lebih memungkinkan beroperasi secara global
Dapat meminimumkan resiko, tidak berat sebelah

Kekurangan

Tanggung jawab terhadap semua resiko dibagi antar masing-masing partner


(perusahaan-perusahaan yang berlainan)
Resiko rahasia tersebar lebih besar
Resiko tertipu oleh partner usaha lebih besar
Hutang peerusahaan menjadi tanggung jawab bersama, dan seluruh harta jadi
jaminannya

Peter Mahmud mengemukakan ada 10 hal yang harus diperhatikan oleh para pihak
sebelum kontrak joint venture ditandatangani, antara lain:

jangka waktu perusahaan joint venture


permodalan
alokasi saham
berakhirnya kontrak
kepengurusan perusahaan joint venture
distribusi keuangan
risiko
pengelolaan perusahaan sehari-hari
adanya pihak pengganti apabila salah satu pihak ada yang keluar dari perusahaan
joint venture
nonkompetisi dengan salah satu perusahaan joint venture tersebut.

Pentingnya dibuat sebuah kontrak atau perjanjian pada pembentukan joint venture
adalah sebagaimana fungsi adanya perjanjian tersebut, yaitu :
1. sebagai peraturan mengenai hubungan hukum antara sesama pihak.
2. menjadi dasar untuk melaksanakan pimpinan yang dibutuhkan untuk
kepentingan bekerjasama, semuanya harus mengacu pada perjanjian yang telah
disepakati bersama.
3. sebagai dasar peraturan yang memungkinkan para pihak secara individual
mempunyai hak melakuakan perbuatan tertentu, tidak tergantung atau terpisah
dari joint venture.

Jika dilihat dari kepentingan modal domestik, joint venture akan


memberikan keuntungan, karena :

1. Mitra lokal mendapat bantuan pendanaan dengan memanfaatkan modal


asing
2. Mitra lokal dapat memanfaatkan manajeman orang asing yang kaya
pengalaman
3. Mitra lokal dapat menerima transfer teknologi asing
4. Mitra lokal dapat memanfaatkan dan memenembus pasar di luar
negeri yang di kuasai partner asing
5. Mitra lokal dapat meningkatkan kemampuan karyawan domestik dengan
training (keterampilan) yang diberikan pihak asing

Bagi penanam modal keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh pihak asing


antara lain:

1. Mendapat akses ke sumber-sumber lokal

2. Memperoleh pengalaman dan kiat-kiat dalam mitra lokal dalam operasinya


didalam negeri

3. Dapat memperoleh akses didalam pasar domestik yang mungkin dimiliki


oleh mitra lokal

4. Dapat memperoleh pengurangan resiko usaha dengan pembagian beban


resiko

5. Mendapatkan kemudahan dan perlakuan yang sama, yakni melalaui


tindakan kebijaksanaan-kebijaksanaan dereglasi bagi kerjasama penanam
modal asing dan penanam modal dalam negeri yang saling memberi
keuntungan.

Sementara itu kerugian yang dapat timbul dari suatu jenis joint venture bagi pihak
dalam negeri adalah sebagai berikut:
1. Manajeman tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh pihak domestik, melainkan harus
dibagi dengan pihak yang lebih mempunyai kemampuan
2. Training dan manegemant belum tentu diberikan dalam batas-batas kemampuan yang
memadai untuk standar asing
3. Transfer teknologi dari partner asing mungkin dilakukan dalam ukuran yang yang
kurang optimal , selain itu hasil dari penelitian dan pengembangan tidak akan
seluruhnya diberikan kepada joint venture
4. Kemungkinan transfer nilai harga dengan perusahan induk dalam dimensi yang besar
dapat dilaksankan dan hal itu dapat menimbukan kerugian bagi mitra lokal.

Sementara itu, bagi investor asing, kerugian itu dapat terjadi dalam wujud dan
keadaan berikut:

1. Managemen tidak seluruhnya berada ditangannya, melainkan harus dibagi


kewenangannya dengan pihak domestik , walaupun melalui suatu perjanjian tersendiri

2. Teknologi harus terbuka bagi mitra lokal, walaupun masih ada yang dapat
disembunyikan dan yang tertutup

3. Strategi pemasaan dari barang-barang produksi mungkin tidak sepenuhnya dapat


dikuasai.

Selain yang dikemukakan diatas, Emmy Pangaribuan Simanjutak menulis ada


beberapa keuntungan joint venture yaitu sebagai beriukut :

1. Pembatasan resiko
2. Malakukan sesuatu kegiatan bisnis tentunya penuh dengan resiko. Dengan adanya
joint venture, resiko yang akan timbul bisa dihadapi bersama
3. Pembiayaan
4. Dengan joint venture, pembiayaan suatu kegiatan bisnis yang diakukan dengan
sederhana dengan menyatukan modal yang dibutuhkan
5. Menghemat tenaga
6. Dilihat dari kekuatan tenaga kerja yang dbutuhkan, dengan penanganan yang
disatukan dengan joint venture akan mengurangi tenaga kerja yang butuhkan
dibandingkan dengan kegiatan yang dilakukan sendiri
7. Dengan adanya joint venture, rentabilitas (hal yang menguntungkan atau merugikan)
dari investasi-investasi yang ada dari para pihak dapat diperbaiki
8. Kemungkinan optimasi know-how
Jenis perjanjian joint venture

Kontrak joint venture dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Joint venture domestic, terjadi antara perusahaan domestic, yaitu


perusahaan yang terdapat di dalam negeri

2. Joint venture internasional, apabila salah satu dari perusahaan itu adalah
perusahaan asing.

sebenarnya cara penulisan surat kontrak joint venture intetnasional maupun


domestik tidaklah jauh berbeda. karena isi dari surat tersebut pada umumnya meliputi aspek
yang sama, seperti : Daftar Isi Pasal 1 tentang Ketentuan Umum, Pasal 2 tentang Para
Pihak Dalam Perjanjian, Pasal 3 tentang Perusahaan Joint Venture, Pasal 4 Tujuan dan
Ruang Lingkup, Pasal 5 Nilai Investasi Keseluruhan Dan Modal Yang Ditempatkan, dll.

Perusahaan baru merupakan perusahaan yang dibentuk antara pengusaha asing


dengan pengusaha nasional. Semula pengusaha asing mempunyai nama perusahaannya
sendiri dan pengusaha nasional juga mempunyai nama perusahaannnya sendiri. Namun,
dengan adanya perjanjian yang dibuat para pihak, mereka sepakat membentuk perusahaan
baru . Pada dasarnya, tidak semua bidang usaha diwajibkan untuk mendirikan perusahaan
joint venture antara perusahaan penanaman modal asing dengan warga negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia.

Bidang usaha yang wajib mendirikan perusahaan joint venture antara perusahaan
penanaman modal asing dengan warga negara Indonesia atau badan hukum indonesia,
dianut dalam pasal 8 ayat 1 surat keputusan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi /
ketua badan koordinasi penanaman Modal Nomor: 15/SK/1994 tentang ketentuan
pelaksanaan pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka Penanaman
Modal Asing. Bidang usaha wajib mendirikan perusahaan joint venture adalah sebagai
berikut : Pelabuhan, Produksi, tranmisi, dan distribusi tenaga listrik untuk umum,
Telekomunikasi, Pelayanan, Penerbangan, Air minum, Kereta api, Pembangkit tenaga
atom, Mass media.
Yang menjadi faktor penyebab wajib mengadakan usaha patungan (joint venture)
adalah karena usaha-usaha tersbut tergolong penting bagi negara yang diperuntukkan
warganegaranya.

Contoh perjanjian joint venture

Contoh perjanjian joint venture internasional

Perjanjian Joint Venture

Antara

Singapore Chopstick Ltd

Dengan

PT. Java Anima Darmaja

Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 01 bulan Februari tahun 2014, antara:

Tn. Yunus Hidayat, 24 Tahun, Direktur Utama PT. Java Anima Darmaja yang
didirikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia, NPWP 0123456789, yang
berkedudukan di Jl. Salemba 4, Bandar Lampung, Indonesia.

Tn. Michael, Presiden direktur, Singapore Chopstick Ltd, yang didirikan berdasarkan
hukum Negara Singapore, berkedudukan di Jl. Lion, Singapore.

Pimpinan antara PT. Java Anima Darmaja dengan Singapore Chopstick Ltd.
Dengan ini PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan perjanjian joint venture. PARA PIHAK
akan mendirikan Perseroan Terbatas berdasarkan hukum negara Republik Indonesia untuk
mendirikan pabrik sumpit, penyediaan bambu, penyediaan bahan baku untuk sumpit, mesin
mesin, pengemasan dan pemasaran supit untuk ekspor keluar negeri. Dimana pendirian
pabrik sumpit ini tidak bertentangan dengan hukum di Indonesia dan peraturan
perundangan yang ada. Perseroan Terbatas yang didirikan oleh PT. Java Anima Darmaja
Singapore Chopstick Pte.Ltd bernama PT. Java Anima Darmaja Singapore. Untuk
selanjutnya disebut PT. Joint Ventura.

Modal Awal dan Proporsi masing masing Pemegang Saham


1. Pada saat pendirian perseroan, modal yang ditempatkan (issued capital)
adalah 25% ($ 250.000,00) dari modal dasar dan disetor penuh.

2. Setoran PIHAK PERTAMAtidak dalam bentuk tunai tapi dalam bentuk 50


(lima puluh) hektar tanah, dimana 15 (lima belas) hektar tanah akan digunakan
untuk pembangunan pabrik sumpit, sedangkan 35 (tiga puluh lima) hektar
sisanya untuk ditanami bambu betung sebagai bahan baku utama pembuatan
sumpit (chopstick).

3. Semua setoran saham dalam mata uang dollar dan rupiah, berdasarkan kurs
pada saat penyetoran $1 = Rp 12.000,00 (dua belas ribu rupiah).

Penambahan Modal dan Pengeluaran Saham Baru Penambahan modal dasar


satu jika salah satu pihak tidak ingin mengambil saham baru tersebut sesuai
dengan prosentasi kepemilikan sahamnya, maka tambahan saham tersebut
harus ditawarkan kepada partnernya.

Lisensi Paten dan Merek Dagang jika ada penemuan baru yang diperoleh oleh
PT. Joint Ventura di Indonesia atau oleh pekerjapekerjanya atau rekan
rekannya selama berlakunya perjanjian joint venture ini, PT. Joint Ventura akan
memperbolehkan Singapore Chopstick Pte.Ltd untuk memakai paten tersebut di
luar Indonesia, tanpa

Penanaman modal swasta asing (joint venture) merupakan pendorong


pembangunan ekonomi dan sosial yang penting selama kepentingan perusahaan
multinasional tersebut memang sejalan dengan kepentingan pemerintah dan masyarakat di
Negara Indonesia, yaitu dengan maksud kepentingan di sini bukanlah kepentingan yang
pada akhirnya menyebabkan kemandgkan dalm pembangunan yang dualistis serta
memburuknya ketimpangan distribusi pendapatan. Namun, selama perusahaan
multinasional tersebut hanya melihat kepentingan mereka dari segi output secara global
atau maksimalisasi keuntungan saja tanpa memperdulikan dampak-dampak jangka panjang
yang ditimbulkan oleh aktivitas bisnisnya terhadap kondisi-kondisi ekonomi dan sosial di
wilayah-wilayah operasinya, maka selama itu pula tuduhan-tuduhan dari pihak yang
menentang penanaman modal asing akan semakin mendapatkan dukungan di kalangan
pemerintah maupun masyarakat.
Menurut kami joint venture sudah tepat lembaganya menggunakan PT, karena
dalam PT sudah jelas dalam aturannya dan PT meupakan badan usaha yang berbentuk
hukum, serta joint venture berbentuk suatu kerja sama yang bersifat jangka panjang ketika
joint venture berbentuk badan usaha yang berbentuk tidak berbadan hukum seperti halnya
Firma dan CV ditakutkan kedepannya ada hal yang akan merugikan atau menguntungkan
salah satu pihak. Selain hal di atas, ketika investor asing ingin menanamkan atau berkerja
sam dengan perusahaan domestik harus berbentuk PT Indonesia dalam joint venture, lebih
dari itu PT tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus dengan patner lain. Oleh karena itu
dalam joint venture lemaganya tidak perlu diubah karena PT sudah badan usaha yang
berbadan hukum yang sesuai dengan hukum Indonesia yang tidak akan merugikan pihak
domestik.

JOINT VENTURE DI PERUSAHAAN PT FREEPORT

Masih lekang dingatan kita tentang kasus pertikaian berdarah yang terjadi di tanah
papua antara kaum asli papua yang merasa sebagai pemilik tanah yang asli sebagai kaum
yang terasingkan dan seakan numpang di tanahnya sendiri, dengan salah satu perusahaan
multinasional yang beroperasi di daerah papua yaitu PT. Freeport Indonesia (FI).
Msayarakat yang bertikai menuntut penutupan PT. FI karena dinilai tidak memberikan
keuntungan yang adil bagi warga local. Menurut mereka, sejak Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera) Irian Barat 1969 dilaksanakan, Pepera telah melenceng jauh dari amanat rakyat
Papua. Kemudian, kontrak yang dilakukan Pemerintah Indonesia bersama PT. FI mereka
nilai tidak mengakomodasi hak rakyat Papua. Bahkan oknum-oknum yang ada di dalam
pemeritahan bekerja sama dalam kerjasama perusaan yang merugikan rakyat ini.

Mereka menilai otonomi khusus belum mampu meningkatkan pendidikan dan


kesejahteraan rakyat Papua terutama Masyarakat sekitar PT. FI beroperasi, apalagi
menciptakan lapangan kerja yang produktif. Kebijakan pemekaran yang sewaktu itu
digembar-gemborkan juga dianggap upaya memecah belah. Mengapa mereka menggugat
PT. FI? Di tempat beroperasinya perusahaan tambang yang makmur itu, sekelompok rakyat
Papua malah menjadi pencari remah-remah sisa pada pembuangan tailing. Ironisnya,
permukiman dan tempat mereka hidup dan bersosial, yakni hutan dan gunung, telah hancur.
Gugatan terhadap situasi ini sebenarnya sudah lama dilancarkan, tetapi selalu menghadapi
tantangan pelanggaran hak asasi manusia.

Lokasi pertambangan Freeport berupa gunung biji tembaga (Ertsberg), pertama kali
ditemukan seorang ahli geologi kebangsaan Belanda, Jean Jacqnes Dory pada 1936.
Kemudian ekspedisi Forbes Wilson tahun 1960 menemukan kembali Ertsberg. Freeport
pertama kali melakukan penambangan pada bulan Desember 1967 pasca-Kontrak Karya I
(KK I). Ekspor pertama konsentrat tembaga dimulainya pada Desember 1972 dan beberapa
bulan kemudian tepatnya Maret 1973, proyek pertambangan dan Kota Tembagapura ini
diresmikan Presiden Soeharto.

Setelah sekian lama dilakukan ekplorasi dan tentunya eksploitasi, kandungan


tembaga semakin berkurang. Tapi pada 1986 ditemukan sumber penambangan baru di
puncak gunung rumput atau dikenal dengan nama Grasberg. Di daerah ini, kandungannya
jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Kandungan bahan tambang emas terbesar di dunia
ini diketahui sekitar 2,16 hingga 2,5 miliar ton dan kandungan tembaga sebesar 22 juta ton
lebih. Diperkirakan dalam sehari diproduksi 185.000 hingga 200.000 ton biji emas/tembaga.
Melihat potensi itu, Freeport memperpanjang KK I dan dibuatlah KK II pada Desember 1991
yang memberikan hak kepada Freeport selama 30 tahun dengan kemungkinkan
perpanjangan selama 2 X 10 tahun. Ini berarti KK II itu akan berakhir pada tahun 2021 dan
jika diperpanjang, maka akan berakhir 2041 nanti. Sehingga setelah 35 tahun, tepatnya
tahun 2041 barulah Freeport kembali menjadi milik Indonesia.

Lalu pertanyaannya, siapa yang menikmati hasil Freeport selama ini? Sebab
sumbangan ke APBN hanya Rp2 triliunan, saham pemerintah hanya 9,36 persen,
sisanya milik asing. Tentu saja yang mendapat keuntungan besar ini, mereka yang
terlibat dalam pengelolaan pertambangan itu. Menurut kantor berita Reuters (PR,
18/3 2006) dinyatakan bahwa para petinggi Freeport paling tidak menerima Rp126,3
miliar/bulan. Misalnya Chairman of the Board, James R Moffet menerima sekitar Rp87,5
miliar lebih per bulan dan President Directornya, Andrianto Machribie menerima Rp15,1
miliar per bulan. Di samping itu, juga bagi para pejabat Orba yang menangani Freeport turut
menikmatinya. Sebab, bukan tak mungkin KK I dan II diwarnai dengan berbagai permainan
sulap.

Walau memang sejak Juli 1996, ada dana satu persen dari laba kotor perusahaan
bagi warga lokal di Kabupaten Mimika, khususnya tujuh suku di dalam kawasan wilayah
konsesi Freeport. Tapi jelas tak seberapa dibanding jumlah hasil tambang yang telah
dikeruk dari perut ibu (sebutan perumpamaan gunung biji emas bagi orang Amungme
terhadap Ertsberg dan Grasberg). Terus yang tak bisa dipungkiri, dana ini menjadi sumber
konflik internal diantara mereka. Apalagi dana itu disinyalir sebagai media peredam setelah
ada kerusuhan Maret 1996. Bahkan sempat Lembaga Masyarakat Adat Amungme (Lemasa)
awalnya menolak menerima dana itu. Sementara warga lokal dari adat lain yang ada di
sekitar perusahaan merasa berhak juga atas dana itu. Intinya: ada ketidakpuasan,
ketidakadilan, dan pengelolaan yang tak profesional.
Tapi sejatinya, konflik-konflik sekitar Freeport telah dimulai sejak perusahaan itu
berdiri. Misalnya, saat persiapan awal proyek Freeport sekitar 1960-1973 telah terjadi
konflik dengan masyarakat adat setempat berkaitan soal pengakuan identitas dan
pandangan hidup yang berhubungan dengan alam yang mereka anggap keramat. Misalnya
gunung-gunung berselimut salju (Nemangkawi atau panah putih) yang telah dikeruk itu
merupakan tempat bersemayamnya roh-roh nenek moyang mereka ketika meninggal dunia.
Terus yang perlu diingat pula, konflik pertama terjadi saat tim ekspedisi Forbes Wilson tahun
1960 meminta bantuan masyarakat sekitar membawa barang-barang keperluan rombongan
(porter), tetapi mereka tak dibayar. Kekecewaan dan merasa ditipu ini bisa menjadi awal
konflik.

Konflik berikutnya yang dikenal dengan konflik January Agreement yang dibuat
tahun 1974. Isinya menyangkut kesepakatan antara Freeport dengan masyarakat Suku
Amungme dalam kaitan pematokan lahan penambangan dan batas tanah milik perusahaan
dengan masyarakat adat setempat. Namun pada kenyataannya, diduga Freeport telah
mengambil tanah adat jauh di luar batas yang telah disepakati. Masyarakat adat semakin
tergerser dan menjadi kaum pinggiran (pheripheral saja). Konflik-konflik berkaitan dengan
January Agreement terus saja berlanjut sampai pembentukan Lemasa tahun 1992. Konflik
lainnya dipicu soal kerusakan lingkungan yang semakin parah.

Papua memiliki 42 juta hektar hutan dengan keanekaragaman hayati yang sangat
kaya, seperti bahan tambang, minyak dan gas bumi, serta hutan dan laut yang berlimpah.
Walaupun kekayaan alam itu sudah dieksploratif secara ekstraktif selama puluhan tahun,
rakyat Papua yang bejumlah sekitar dua juta jiwa masih tergolong penduduk termiskin di
republik ini. Ironisnya, ketika sumber daya alam mereka menghasilkan uang bertriliun-triliun,
sekitar 80 % penduduknya masih hidup pada tingkat subsisten. Masih banyak warga yang
hanya memakai koteka. Data Badan Pusat Statisitik (BPS) pada tahun 2004 menunjukkan
penduduk miskin di Papua pada tahun 2002 mencapai 39 %. Angka ini akan menjadi lebih
besar karena sebagian besar penduduk miskin ini berada pada warga asli yang jumlahnya
sekitar 60 % dari total jumlah penduduk provinsi ini. Dalam laporan Conservation
Internasional Indonesia 2004 dikatakan warga Papua mempunyai tingkat kesehatan yang
memprihatinkan, angka kematian bayi di Papua cukup tinggi, yaitu 100 per seribu kelahiran
bayi hidup. Angka itu hampir tidak berubah sesudah otonomi khusus. Angka kematian ibu
juga paling tinggi di negeri ini, yaitu 60-700 per 100.000 kelahiran. Selain itu tingkat harapan
hidup juga rendah.
Dari sisi pendidikan, 44,13 % warga Papua buta huruf. Ketidakseimbangan dalam
bagi hasil penerimaan dan pengelolaan sumber daya alam dianggap sebagai biang keladi
kemiskinan dan ketertinggalan ini. Padahal, ketika republik ini mengalami krisis, produk
domestk regional bruto (PDRB) Papua melonjak dari Rp. 9 triliun pada tahun 1997 menjadi
Rp. 19 triliun pada tahun 1998. ini disebabkan total nilai tambah dari sector pertambangan
meningkat 38 %. Padahal, Papua merupakan propinsi dengan tingkat PDRB kempat
tertinggi stelah Riau, DKI Jakarta dan Kalimantan Timur.

Sejak 3 tahun yang lalu, angka kemiskinan penduduk Mimika hampir dua kali lipat
kemiskinan tingkat nasional. Dari jumlah penduduk sebanyak 131.715 jiwa kala itu,
penduduk miskinnya mencapai 32,75 %. Runyamnya, angka kemiskinan itu mengalaim
kemiskinan sepanjang tahun. Sektor pendidikan yang semestinya menjadi sektor paling
dasar, ternyata hanya membuat hati terenyuh. Di pedalaman-pedalaman, sekolah-sekolah
nyaris tidak memiliki guru. Sistim sekolah hancur. Akibatnya sekolah-sekolah sering
diliburkan. Walaupun ada kebijakan penerapan dana 1 persen dari PT. FI untuk masyarakat
sekitar, namun trenyata dana tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat sekitar.

Dana kompensasi 1 persen berawal ketika pemerintah pusat, pemerintah Irian Jaya,
dan PT. FI merancang pola pembangunan masyarakat untuk memecahkan proses
pembangunan di Mimika. PT FI berkomitmen untuk mengalokasikan dana sebesar 1 persen
dari pendapat kotor tahunan selama 10 tahun guna mendukung program tersebut. PT FI
yang beroperasi sejak 1967 mulai mengucurkan dana tersebut pada tahun 1996. Dana itu
ditangani Tim Pengembangan Wilayah Timika Terpadu (PWT2). Masyarakat sendiri
mendirikan Yayasan Tujuh Suku (terdiri dari suku Amungme, Kamoro, Moni, Lani, Damal,
Mee / Ekari, Nduga). Tiap suku mengelola dana tersebut secara sendiri-sendiri. Nyatanya
uang menjungkirbalikan kearifan lokal yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat.
Kebersamaan yantg menjadi perilaku dasar pun mulai tergerogoti setelah mengenal uang.

Sepanjang sepuluh tahun ini (1996-2005), dana 1 persen yang telah dikucurkan PT
FI sebesar Rp. 1.615.635.852.591 (190.847.906 US$). Jika tahun 1996, dana 1 persen itu
sejumlah 25 miliar, maka pada tahun 2005 Rp. 393 miliar (tabel). Sebagian besar dana itu
digunakan untuk sektor pendidkan dan kesehatan. Sebagai contoh, tahun 2005 dana
pendidikan sebesar Rp. 63,32 miliar (24 %) dan dana kesehatan Rp. 70,61 miliar (27 %).
Sektor lainnya yang dibiayai dengan dana 1 persen itu antara lain pengembangan ekonomi
dan pengambangan desa, dukungan adat, dukungan agama, serta manajemen dan kapital
dengan jumlah yang variatif.
Penerimaan dana 1 persen (1996-2005)

Tahun Dalam US$ Dalam Rupiah

1996 10.810.150 25.208.728.000

1997 12.742.915 38.751.186.601

1998 16.625.288 179.704.641.750

1999 21.117.015 158.043.612.470

2000 13.504.330 117.256.285.550

2001 17.317.229 179.636.056.710

2002 18.313.298 172.305.938.178

2003 21.841.766 189.037.735.585

2004 18.041.433 161.838.029.479

2005 40.534.482 393.853.618.268

Total 190.847.906 1.615.635.852.591

Hingga kini, masih ada yang menilai Freeport belum memberi keadilan bagi pemilik
sumber daya alam yang mereka keruk selama ini. Sehingga kasus kasus seperti itu
seakan tak pernah berhenti. Bahkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam surat
keputusannya bernomor 08/MRP/2006 Tentang Keberadaan PT Freeport Indonesia yang
berisi empat poin, salah satunya merekomendasi kepada pemerintah agar Freeport ditutup.
Sebab mereka menilai, kasus Freeport bukan hal baru. Sejak ditandatanganinya MoU
antara pemerintah Indonesia dengan pihak manajemen Freeport di tahun 1967, terhitung
banyak kasus yang terjadi. Dari isu penembakan komunitas lokal oleh aparat keamanan di
lokasi pertambangan itu hingga perusakan ekosistem yang dilakukan perusahaan. Secara
kasat mata, fenomena konflik sekitar Freeport memberikan sebuah gambaran menarik
dicermati. Berbagai konflik yang berkaitan dengan eksistensi Freeport di Kabupaten Mimika
itu, bukanlah merupakan satu fenomena baru. Sebab tak mustahil konflik ini imbas
ketidakberesan penanganan perusahaan MNC selama ini sebagai warisan kebijakan
pemerintah Orde Baru (Orba).

Menurut John Nakiaya, Sekretaris Eksekutif Lembaga Pengembangan Masyarakat


Amungme dan Kamoro (LPMAK), lembaga yang kini mengelola kompensasi dana 1 persen
itu mengatakan bahwa alokasi dana itu tidak dalam bentuk uang tunai, tetapi berupa fasilitas
public, antara lain rumah sakit (RS) Mitra Masyarakat, RS Waa-Banti, Puskesmas pembantu
di aroanap dan Tsinga. Sarana itu diberikan gratis bagi warga tujuh suku itu. Di bidang
pendidikan, selain pembangunan infrastruktur, pengelolaan asrama, dukungan transportasi
dan bahan makanan bagi guru di daerah terpencil, dana 1 persen itu juga disalurkan
sebagai beasiswa bagi 5.464 pelajar atau mahasiswa tujuh suku itu yang tersebar di
berbagai kota.

PT.Freeport merupakan perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia yang


mayoritas sahamnya dimiliki oleh Freeport-McRan Copper dan Golnc, perusahaan ini
melakukan eksploitasi di dua tempat di Papua yang masing-masing di tambang Erstberg
(dari 1967) dan di tambang Grasberg (sejak 1688) di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten
Mika, Provensi Papua, banyak permasalahan yang ditibulakan mulai dari awal pendirian
hingga sekarang yang penyebabnya Masyarakat sekitar banyak menanggung kerugian dan
hanya menguntungkan PT.FI saja.

Menurut kelompok kami joint ventur yang telah dijalani oleh PT. FI dengan indonesia
sangatlah merugikan Negara Indonesia khususnya Masyarakat Papua, karena yang meraup
keuntungan terbanyak ialah PT.FI sendiri, jika melihat dari keuntungan pihak asing (PT.FI)
sangatlah banyak dan sumbangan ke APBN hanya Rp 2 Triliun kurang dari 1% keutungan
kotor PT.FI. keuntungan tidak dimiliki oleh pihak modal domestik dalam joint venter ini,
masyarakat tidak mendapatkan dampakpositif dari kerja sama ini yang pada awal perjanjian
ingin mendapat keuntungan yang diantaranya, memanfaatan modal asing, memanfaatkan
manajemen orang asing, peralihan teknologi asing.

Semua perjanjian itu hanya perjanjian di atas kertas saja, ketika melihat kenyataan
yang dialami oleh Masyarakat Papua jauh dari perjanjian itu, bahkan tanah asli papua
dikuasai juga oleh PT.FI yang awalnya dilakukan perjanjian ternyata dilanggar oleh PT.FI,
yang menguasai pasar di luar negeri tetap pihak asing pihak domestik tiak mendapatkan
imbasnya, serta para Masyarakat sekitar oprasi hanya bekerja sebagai pegawai kasarnya
saja yang dalam bekerja taruhannya nyawa, mereka tidak diberikan keterampilan oleh PT.FI
dan Masyarakat sekitar semakin sengsara dengan adanya PT.FI ini karena kekayaan alam
disana sudah tercemar dan tidak bisa dimanfaatkan kembali, selai hal diatas tidak ada
pelayanan dan fasilitas public yang diberikan PT.FI kepada Masyarakat sekitar.

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menangani joint venture antara


Indonesia dengan PT.FI yang merugikan pihak Indonesia khususnya Masyarakat Papua.
DAFTAR PUSTAKA
https://lifesupportalchemist.wordpress.com/perusahaan-multinasionalinilah-sedikit-
kenyataannya/(data-diakses-06-12)

http://yaeldaa.blogspot.co.id/2013/07/pengertian-joint-venture-dan.html(data-diakses-06-12)

kamis juli 4 2013 yaelda alvianita

https://fumarolla.wordpress.com/2009/11/22/join-venture-di-indonesia/(data-diakses-06-12)

November 22, 2009 Fik Fikriyaah

http://hamdaniphd.blogspot.co.id/2015/10/kelebihan-dan-kekurangan-joint-venture.html

Posted by Muhammad Hamdani on 07.41

http://nihayatulifadhloh.blogspot.co.id/2014/12/perjanjian-joint-venture.html(data-diakses-06-
12) NEHA IEFAZA Kamis, 04 Desember 2014

http://akbarmalawat-pengetahuan.blogspot.co.id/2012/10/joint-venture.html(data-diakses-06-
12)

SENIN 22 OKTOBER 2012

Anda mungkin juga menyukai