Anda di halaman 1dari 7

PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar)

1. Pengertian
PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) merupakan pelayanan untuk
menggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetric neonatal yang meliputi segi :
Pelayanan obstetric : pemberian oksitosin parenteral, antibiotika perenteral dan sedative
perenteral, pengeluaran plasenta manual/kuret serta pertolongan persalinan menggunakan
vakum ekstraksi/forcep ekstraksi.
Pelayanan neonatal : resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotika parenteral,
pemberian antikonvulsan parenteral, pemberian bic-nat intraumbilical/Phenobarbital
untuk mengatasi ikterus, pelaksanaan thermal control untuk mencegah hipotermia dan
penganggulangan gangguan pemberian nutrisi
PONED dilaksanakan di tingkat puskesmas, dan menerima rujukan dari tenaga atu
fasilitas kesehatan di tingkat desa atau masyarakat dan merujuk ke rumah sakit.
PPGDON (Pertolongan Pertama pada kegawatdaruratan obstetric dan neonatal).
Kegiatannya adalah menyelamatkan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal dengan
memberikan pertolongan pertama serta mempersiapkan rujukan. PPGDON dilaksanakan oleh
tenaga atau fasilitas kesehatan di tingkat desa dan sesuia dengan kebutuhan dapat merujuk ke
puskesmas mampu PONED atau rumah sakit.

PONEK (Pelayanan obstetric dan neonatal emergensi komprehensif)


Kegiatannya disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS
kabupaten/kota untuk aspek obstetric , ditambah dengan melakukan transfusi dan bedah sesar.
Sedangkan untuk aspek neonatus ditambah dengan kegiatan PONEK (Pelayanan obstetric dan
neonatal emergensi komprehensif)
Kegiatannya disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS
kabupaten/kota untuk aspek obstetric , ditambah dengan melakukan transfusi dan bedah sesar.
Sedangkan untuk aspek neonatus ditambah dengan kegiatan (tidak berarti perlu NICU) setiap
saat. PONEK dilaksanakan di RS kabupaten/kota dan menerima rujukan dari oleh tenaga atau
fasilitas kesehatan di tingkat desa dan masyarakat atau rumah sakit.
2. Kebijaksanaan
Ketersediaan pelayanan kegawatdaruratan untuk ibu hamil beserta janinnya sangat
menentukan kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir. Misalnya, perdarahan sebagai sebab
kematian langsung terbesar dari ibu bersalin perlu mendapat tindakan dalam waktu kurang dari 2
jam, dengan demikian keberadaan puskesmas mampu PONED menjadi sangat strategis.
3. Kriteria
Puskesmas mampu PONED yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan obstetric dan
neonatal di Kabupaten/ Kota sangat spesifik daerah, namun untuk menjamin kualitas, perlu
ditetapkan beberapa criteria pengembangan :
a. Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan. Diutamakan puskesmas dengan tempat
perawatan/ puskesmas dengan ruang rawat inap.
b. Puskesmas sudah berfungsi/ menolong persalinan.
c. Mempunyai fungsi sebagai sub senter rujukan
d. Melayani sekitar 50.000 100.000 penduduk yang tercakup oleh puskesmas (termasuk
penduduk di luar wilayah puskesmas PONED).
e. Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan puskesmas biasa ke
puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi umum setempat,
mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam untuk kasus perdarahan.
Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurang-kurangnya seorang dokter
dan seorang bidan terlatih GDON dan seorang perawat terlatih PPGDON. Tenaga tersebut
bertempat tinggal di sekitar lokasi puskesmas mampu PONED.
Jumlah dan jenis sarana kesehatan yang perlu tersedia sekurang-kurangnya :
a. Alat dan obat
b. Ruangan tempat menolong persalinan
Ruangan ini dapat memanfaatkan ruangan yang sehari-hari digunakan oleh pengelola program
KIA.
Luas minimal 3 x 3 m
Ventilasi dan penerangan memenuhi syarat
Suasana aseptik bisa dilaksanakan
Tempat tidur minimal dua buah dan dapat dipergunakan untuk melaksanakan tindakan.
c. Air bersih tersedia
d. Kamar mandi/ WC tersedia
Jenis pelayanan yang diberikan dikaitkan dengan sebab kematian ibu yang utama yaitu :
perdarahan, eklampsi, infeksi, partus lama, abortus, dan sebab kematian neonatal yang utama
yaitu : asfiksia, tetanus neonatorum dan hipotermia.
4. Penanggung jawab
Penanggung jawab puskesmas mampu PONED adalah dokter.
5. Dukungan Pihak Terkait
Dalam pengembangan PONED harus melibatkan secara aktif pihak-pihak terkait, seperti :
a. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
b. Organisasi Profesi : IBI. IDAI, POGI, IDI
c. Lembaga swadaya masyarakat (LSM)

6. Distribusi PONED
Untuk satu wilayah kabupaten/ kota minimal ada 4 puskesmas mampu PONED, dengan
sebaran yang merata. Jangkauan pelayanan kesehatan diutamakan gawat darurat obstetric
neonatal (GDON) di seluruh kabupaten/ kota.

7. Kebijaksanaan PONED
Pada lokasi yang berbatasan dengan kabupaten/ kota lain, perlu dilakukan kerjasama kedua
kabupaten/ kota terebut.

8. Pelaksanaan PONED
a. Persiapan pelaksanaan
Dalam tahap ini ditentukan :
1) Biaya operasional PONED
2) Lokasi pelayanan emergensi di puskesmas
3) Pengaturan petugas dalam memberikan pelayanan gawat darurat obstetric neonatal.

4) Format-format
a) Rujukan
b) Pencatatan dan pelaporan (Kartu Ibu, Partograf, dll)
Sosialisasi
Dalam pemasaran social ini yang perlu diketahui oleh masyarakat antara lain adalah jenis
pelayanan yang diberikan dan tariff pelayanan. Pemasaran social dapat dlaksanakan antara
lain oleh petugas kesehatan dan sector terkait, dari tingkat kecamatan sampai ke desa, a.l
dukun/ kader dan satgas GSI melalui berbagai forum yang ada seperti rapat koordinasi
tingkat kecamatan/ desa, lokakarya mini dan kelompok pengajian dan lain-lainnya.
Alur pelayanan di puskesmas mampu PONED
Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus langsung
ditangani, setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran alur pasien.
Pelayanan gawat darurat obstetric dan neonatal yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap
(protap).

9. PENCATATAN
Dalam pelaksanaan PONED ini, diperlukan pencatatan yang akurat baik ditingkat
Kabupaten/ Kota (RS PONED) maupun di tingkat puskesmas.
Format-format yang digunakan adalah yang sudah baku seperti :
a) Pencatatan System Informasi manajemen Puskesmas (SP2PT)
b) KMS ibu hamil/ buku KIA
c) Register Kohort Ibu dan Bayi
d) Partograf
e) Format-format AMP
Tingkat Puskesmas
a) Formulir Rujukan maternal dan Neonatal (Form R)
Formulir ini dipakai oleh puskesmas, bidan di desa maupun bidan swasta, untuk merujuk
kasus ibu maupun neonatus.

b) Formulir Otopsi Verbal Maternal dan Neonatal (Form OM dan OP).


Form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/ bersalin/nifas yang meninggal.
Sedangkan Form OP digunakan untuk otopsi verbal bayi baru lahir yang meninggal. Untuk
mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh
petugas puskesmas.
Tingkat Rumah Sakit
a) Formulir Maternal dan Neonatal (Form MP)
Formulir ini mencatat data dasar semua ibu bersalin/ nifas dan bayi baru lahir yang
masuk ke RS. Pengisiannya dapat dilakukan oleh bidan atau perawat.
b) Formulir Medical Audit (Form MA)
Form ini dipakai untuk menulis hasil/ kesimpulan data dari audit maternal dan audit
neonatal. Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan
kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus anak neonatal).

10. PELAPORAN
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan format yang
terdapat pada buku pedoman AMP, yaitu :
a. Laporan dari RS Kabupaten/ Kota ke Dinkes Kabupaten/ kota (Form RS)
1) Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab
kematian) ibu dan bayi baru lahir.
2) Laporan dari puskesmas ke Dinkes Kabupaten/ Kota (Form Puskesmas).
3) Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas dan jumlah kasus yang
dirujuk ke RS Kabupaten/ Kota.
b. Laporan dari Dinkes kabupaten/ Kota ke tingkat propinsi/ Dinkes Propinsi. Laporan
triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan neonatal yang ditangani oleh RS
kabupaten/ Kota dan puskesmas, serta tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi/
gangguan.

11. PEMANTAUAN
Pemantauan dilakukan oleh institusi yang berada secara fungsional satu tingkat diatasnya
secara berjenjang dalam satu kesatuan system.
Hasil pemantauan harus dimanfaatkan oleh unit kesehatan masing-masing dan menjadi dasar
untuk melakukan perbaikan serta perencanaan ulang manajemen pelayanan melalui :
a. Pemanfaatan laporan
Laporan yang diterima bermanfaat untuk melakukan penilaian kinerja dan pembinaan
b. Umpan Balik
Hasil analisa laporan dikirimkan sebagai umpan balik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota ke RS PONEK dan Puskesmas PONED atau
disampaikan melalui pertemuan Review Program Kesehatan Ibu dan Anak secara berkala
di Kabupaten/ Kota dengan melibatkan ketiga unsur pelayanan kesehatan tersebut diatas.
Umpan balik dikirimkan kembali dengan tujuan untuk melakukan tindak lanjut terhadap
berbagai masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan PONED/ PONEK.

12. EVALUASI
Evaluasi pelaksanaan pelayanan PONEK/ PONED dilakukan secara berjenjang dan
dilaksanakan pada setiap semester dalam bentuk evaluasi tengah tahun dan akhir tahun. Kegiatan
evaluasi dilakuan melalui pertemuan evaluasi Kesehatan Ibu dan Anak.Hasil evaluasi
disampaikan melalui Pertemuan Pemantapan Sistem Rujukan kepada pihak yang terkait baik
lintas program maupun lintas sektoral dalam untuk dapat dilakukan penyelesaian masalah dan
rencana tindak lanjut.
Beberapa aspek yang dievaluasi antara lain :
a. Masukan (input)
1) Tenaga
2) Dana
3) Sarana
4) Obat dan alat
5) Format pencatatan dan pelaporan
6) Prosedur Tetap PONED/ PONEK
7) Jumlah dan kualitas pengelolaan yang telah dilakukan termasuk Case Fatality
Rate
b. Proses
1) Kualitas pelayanan yang diberikan
2) Kemampuan, ketrampilan dan kepatuhan tenaga pelaksana pelayanan terhadap
Prosedur Tetap PONED/ PONEK
3) Frekuensi pertemuan Audit maternal Perinatal di Kabupaten/ Kota dalam satu
tahun
c. Keluaran (output)
1) Kuantitas
a) Jumlah dan jenis kasus PONED/ PONEK yang dilayani
b) Proporsi kasus terdaftar dan rujukan baru kasus PONED/ PONEK di tingkat
RS Kabupaten/ Kota
2) Kualitas
a) Case Fatality Rate
b) Proporsi jenis morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
c) Response time

Anda mungkin juga menyukai