Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh manajemen dalam
setiap periode atau setiap periode atau setiap tahun. Aset ini digolongkan menjadi asset tetap
berwujud dan asset tetap tidak berwujud. Asset tetap adalah asset berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK No. 16 Tahun 2007).
1. Metode garis lurus, atau metode saldo menurun untuk ast tetap berwujud bukan
bangunan
2. Metode garis lurus untuk asset tetap berwujud berupa bangunan
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %
Kelompok 2 8 Tahun 12.5 % 25 %
Kelompok 3 16 Tahun 6.25 % 12.5 %
9
Kelompok 4 20 Tahun 5% 10 %
II. Bangunan
Permanen 20 Tahun 5% -
Tidak Permanen 10 Tahun 10 % -
Penyusutan fiskal berbeda dengan penyusutan komersial yang dilaporkan di laporan laba
rugi. Perbedaan tersebut terkait metode penyusutan, masa manfaat harta, dan saat mulai
dilakukan penyusutan. Selain itu, penyusutan untuk tujuan fiskal tidak mengenal nilai sisa.
Metode penyusutan fiskal, harta berwujud dibedakan menjadi dua, yaitu bangunan dan bukan
bangunan. Harta berupa bangunan disusutkan dengan metode garis lurus, sedangkan harta
bukan bangunan dengan dua alternatif metode penyusutan, yaitu metode garis lurus atau
metode saldo menurun ganda.
Contoh Penghitungannya
Metode Garis Lurus
PT MANTAB mulai membangun sebuah kantor pada tanggal 14 April 2014 dengan biaya
Rp3.000.000.000,-. Kantor tersebut selesai dibangun pada tanggal 14 Maret 2015. Kantor
tersebut mulai digunakan pada tanggal 1 Mei 2015.
Maka kantor tersebut mulai disusutkan pada bulan Maret 2015, bulan dimana selesai proses
pengerjaan. Besarnya beban penyusutan fiskal tahun pajak 2015 adalah
Rp3.000.000.000,- x 5% x 10/12 = Rp125.000.000,-
Dengan persetujuan Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan digunakan, yaitu
bulan Mei 2015. Sehingga besarnya beban penyusutan fiskal tahun pajak 2015 menjadi
Rp3.000.000.000 X 5% x 8/12 = Rp100.000.000,-
Pada akhir tahun jika terdapat nilai sisa, jumlah tersebut dibebankan sekaligus. Sehingga
beban penyusutan tahun 2018 adalah Rp4.166.666,67
Dengan persetujuan Dirjen Pajak, laptop tersebut dapat mulai disusutkan pada bulan Mei
2014 pada bulan laptop tersebut digunakan sehingga besarnya beban penyusutan fiskal
menjadi sebagai berikut:
9
AKUNTANSI PERPAJAKAN
AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD
Asset tidak berwujud dapat diketegorikan sebagai asset tetap perusahaan, namun
secara fisik asset tetap tersebut tidak tampak. Oleh karena itu, disebut dengan istilah tidak
berwujud. Dalam PSAK No. 19 Tahun 2007 menyatakan asset tetap tidak berwujud
(intangible assets) adalah asset tidak lancar (noncurrent assets) dan tidak berbentuk yang
memberikan hak keekonomian dan hokum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan
tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain. Karakteristik asset tidak
berwujud yang paling menonjol adalah tingkat ketikpastian nilai dan manfaat dikemudian
hari. Nilai asset tidak berwujud ini dapat dalam jumlah yang besar. Sedangkan bentuk asset
tidak berwujud ini dapat berbentuk hak paten, hak cipta , waralaba (franchise), merk dagang
dan goodwill.
Cara untuk memperoleh asset tidak tetap ini dapat dilakukan dengan membeli dari
pihak luar. Termasuk dalam harga asset tidak berwujud tersebut, yaitu harga beli termasuk
biaya tambahan untuk mendapatkan asset, misalnya biaya yang dibayar kepada pemerintah,
notaries, dan biaya administrasi lainnya.
Contoh asset tidak berwujud adalah hak paten, hak cipta, dan hak merek. Contoh
lainnya adalah biaya riset dan pengembangan. Demikian pula halnya dengan biaya yang
dikeluarkan dalam jumlah besar selama perusahaan belum menghasilkan produk komersial,
dikenal sebagai biaya pra operasional, termasuk biaya komisi dan biaya pendirian. Biaya
yang dapat dikapitalisasi ini juga dibebankan perperiode melalui amortisasi.
Untuk tujuan pajak dalam menghitung amortisasi aset tetap tidak berwujud, terlebih dahulu
aset tersebut dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya, yang terlihat sebagai berikut:
Kelompok harta
Masa manfaat Tarif amortisasi
tidak berwujud
Amortisasi
Amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya. Yang dimaksud dengan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Sedangkan pengeluaran untuk memperoleh hak guna
9
bangunan, hak guna usaha, hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan.
Contoh Penghitungannya
PT MANTAB memperoleh hak penambangan gas bumi, yang mempunyai potensi
10.000.000.000 barel, dengan biaya sebesar Rp30.000.000.000,-. Pada tahun 2014 jumlah
produksi mencapai 500.000.000 barel yang berarti 20% dari potensi yang tersedia
Metode amortisasi yang digunakan adalah metode satuan produksi. Besarnya beban
amortisasi tahun 2014 adalah sebagai berikut:
20% x Rp30.000.000.000,- = Rp6.000.000.000,-
9
Ffs
Wajib pajak yang dapat memanfaat insentif adalah Wajib Badan dalam negeri, Bentuk Usaha
Tetap, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pembukuan, termasuk wajib pajak yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar
Amerika Serikat, dan Wajib Pajak yang ada saat penerapan penilaian kembali, nilai aktiva tetap oleh
kantor jasa penilai publik atau ahli penilai belum melewati jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung
sejak penilaian kembali aktiva tetap berdasarkan PMK 79/2008. Sedangkan obyek yang dapat
diajukan permohonan revaluasi aktiva tetap berdasarkan PMK 191/2015 adalah bagian atau seluruh
aktiva tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek pajak.
Tarif yang diberikan bagi insentif revaluasi aktiva tetap terbagi menjadi 3 (tiga) macam dan
ketiganya bersifat final dan jangka waktu perlakuan khusus yang diberikan kepada Wajib Pajak atas
permohonan kembali dengan tarif adalah:
a. 3% untuk permohonan sampai dengan 31 Desember 2015 dan penilaian kembali selesai paling
lambat 31 Desember 2016.
b. 4% untuk permohonan periode 1 Januari 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 dan penilaian
kembali selesai paling lambat 30 Juni 2017; atau
c. 4% untuk permohonan periode 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 dan penilaian
kembali selesai paling lambat 31 Desember 2017.
Tarif tersebut dikenakan atas selisih nilai aktiva tetap, hasil penilaian kembali oleh wajib pajak
berdasarkan Kantor Jasa Penilai Publik atau ahli penilai di atas nilai buku fiskal semula. Adapun hal
yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak lainnya adalah Wajib Pajak, wajib melunasi Pajak
Penghasilan (PPh) final terkait dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap, dilakukan sebelum
diajukannya permohonan dan dilengkapi dengan dokumen dalam hal permohonan diajukan dengan
menggunakan nilai perkiraan penilaian kembali dari Wajib Pajak.
Perbedaan nilai buku dan nilai rill aktiva perusahaan dapat mengakibatkan kurang serasinya
perbandingan antara penghasilan dengan beban, dan nilai buku dengan nilai intrinsik perusahaan.
Untuk mengurangi perbedaan tersebut, kepada Wajib Pajak lalu diberikan kesempatan untuk
melakukan penilaian kembali aktiva tetap.
Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan dalam Negeri
dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan
pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat, yang telah memenuhi
semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya
penilaian kembali, kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban dari Wajib Pajak yang
bersangkutan seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
9
Mewah dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah menjadi terutang sampai dengan masa pajak
sebelum masa pajak yang dilakukannya penilaian kembali.
Prosedur penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan yang diajukan dengan
menggunakan hasil penilaian kembali aktiva tetap berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva
tetap harus melampirkan:
1. Permohonan tertulis kepada Kepala Kanwil DJP melalui KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
2. Surat Setoran Pajak bukti pelunasan PPh atas penilaian kembali aktiva tetap.
3. Daftar aktiva tetap hasil penilaian kembali
4. Fotokopi surat izin usaha KJPP atau ahli penilai, yang memperoleh izin dan Pemerintah yang
dilegalisir oleh instansi pemerintah yang berwenang menerbitkan surat izin usaha tersebut.
5. Laporan penilaian aktiva tetap oleh KJPP memiliki penilai yang memperoleh izin dari pemerintah
dan
6. Laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap
Permohonan penilaian kembali aktiva tetap bagi wajib pajak yang belum melakukan penilaian
kembali aktiva tetap diajukan dengan menggunakan perkiraan penilaian kembali aktiva pasar atau
nilai wajar aktiva tetap menurut Wajib Pajak harus melampirkan
1. Permohonan tertulis kepada Kepala Kanwil DJP melalui KJPP tempat wajib pajak terdaftar
2. Surat Setoran Pajak bukti pelunasan Pajak Penghasilan atau perkiraan penilaian kembali aktiva
tetap dan
3. Daftar aktiva tetap yang akan dinilai kembali beserta perkiraan nilainya.
1. Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna
bangunan; atau
9
2. Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia,
dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai
wajar aktiva tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh
perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah. Dalam hal nilai
pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai ternyata tidak
mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Direktur Jendral Pajak menetapkan nilai pasar atau nilai
wajar aktiva yang bersangkutan. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai.
Ada selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen)
Contoh:
Pada akhir tahun 2016 PT. Sultra melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai Buku Fiskal
aktiva yang dinilai kembali per 31 Desember 2016 adalah Rp. 100.000.000,00. Nilai bayar aktiva
adalah sebesar Rp. 150.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih lebih penilaian kembali aktiva adalah
sebesar :
Contoh:
Permohonan penilaian kembali aktiva tetap oleh PT. Ade Kendari sebelum tanggal 31 Desember
2015. Berdasarkan perkiraan nilai pasar/nilai wajar selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
menurut PT. Ade Kendari sebesar Rp. 100.000.000,00 dan PPh final atas penilaian kembali aktiva
tetap tersebut telah disetorkan oleh PT. Ade Kendari sebesar
Setelah menyetorkan PPh final dan mendapatkan persetujuan dari KPP wajib pajak yang terdaftar
untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap PT. Ade Kendari juga harus tetap memenuhi syarat
formal yaitu mendapatkan penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai.
9
Dalam penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari
perkiraaan penilaian kembali aktiva tetap oleh Wajib Pajak, sehingga berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1. Jika penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai lebih tinggi dari perkiraan Wajib Pajak.
Dalam hal penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai dapat lebih tinggi, misalnya Rp.
130.000.000,000 pada tahun 2016 maka atas selisih Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp.
30.000.000,00 harus disetorkan kembali oleh Wajib Pajak sebesar:
4% x Rp.30.000.000,00 = Rp. 1.200.000,00
2. Jika penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai lebih rendah dari perkiraan Wajib Pajak.
Dalam hal penilaian kembali oleh KJPP lebih rendah, misalnya Rp. 90.000.000,00 maka atas
selisih Dasar Pengenaan Pajak tersebut akan menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Hal ini
dikarenakan dasar Pengenaan Pajak yang digunakan oleh PT. Ade Kendari yaitu sebesar Rp.
100.000.000,00, sedangkan menurut hasil penelitian kembali oleh KJPP atau ahli penilai yang
menjadi dasar pengenaan pajak hanya sebesar Rp. 90.000.000,00, sehingga terdapat kelebihan
pembayaran pajak sebesar
3% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 300.000,00 atas kelebihan pembayaran pajak itu merupakan pajak
yang seharusnya tidak terhutang.
Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai
berikut :
a. Dasar penyusutan final aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali adalah
nilai pada saat penilaian kembali.
b. Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang tidak dilakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh kelompok aktiva tetap tersebut.
c. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan.
Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal tahun pajak yang
bersangkutan.
b. Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahun pajak yang
bersangkutan.
c. Perhitungan penyusutan dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan dalam bagian
tahun pajak tersebut.
Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal semula
sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
9
https://www.scribd.com/doc/114449635/Ak-Pajak-Aktiva-Tetap-n-Tidak-Berwujud