Anda di halaman 1dari 13

AKUNTANSI PERPAJAKAN

AKTIVA TETAP BERWUJUD

Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh manajemen dalam
setiap periode atau setiap periode atau setiap tahun. Aset ini digolongkan menjadi asset tetap
berwujud dan asset tetap tidak berwujud. Asset tetap adalah asset berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK No. 16 Tahun 2007).

PENYUSUTAN ASET TETAP


Penyusutan atau jumlah disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan
suatu aset jumlah lain yang disubtitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan dikurangi
nilai sisa. Persyaratan asset yang dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan meliputi
1. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud
2. Harta tyersebut mempunyai masa manfaat lebih dari (satu) tahun,
3. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan
Terdapat pula asset tetap yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut
akuntansi pajak tidak dapat disusutkan, yaitu:
1. Aset tetap perusahaan berupa kendaraan yang dikuasai dan dibawa pulang
pegawai, termasuk juga yang ada di daerah terpencil.
2. Aset tetap perusahaan berupa rumahyang terletak bukan di aerah terpencil yang
ditempati pegawai yang tidak diberi tunjangan oleh perusahaan.
Dengan demikian, harta yang dimiliki perusahaan tetapi tidak digunakan untuk
mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan karena tidak memenuhi syarat di atas,
tidak boleh disusutkan. Apabila terjadi penjualan, maka laba atau rugi dihitung dengan
mengurangkan harga perolehan terhadap harga jual. Harga demikian kebanyakan dimiliki
oleh Wajib Pajak orang pribadi, tentu laba tersebut sebagai objek Pajak Penghasilan.
Dalam melakukan penyusutan tentu memperhatikan dasar yang digunakan untuk
menyusutkan. Apabila dasar penyusutan antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak
sama, seharusnya akan menghasilkan jumlah penyusutan yang sama dengan asumsi
menggunakan metode penyusutan yang sama. Adanya pengelompokan harga berwujud
berdasarkan masa manfaat dan sekaligus penetapan persentase tarif penyusutan yang telah
diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengakibatkan adanya perbedaan,
9
yang dikenal dengan beda waktu (time difference). Ditinjau dari seluruh jumlah yang
dibebankan adalah sama, tetapi dalam waktu yang berbeda. Pengaruh secara umum tentu
menimbulkan selisih antara laba bersih komersial dengan Penghasilan Kena Pajak. Secara
komersial yang diatur pada PSAK No. 46 Tahun 2007, selisih pajaknya dibukukan dalam
Akun Pajak Penghasilan yang ditangguhkan.
Untuk aset yang disusutkan harus dikelompokkan terlebih dahulu sesuai masa
manfaat. Akuntansi komersial mengatur estimasi suatu asset yang dapat disusutkan dengan
dasar pertimbangan yang biasanya didasarkan pada pengalaman dengan jenis asset yang
serupa. Sedangkan ketentuan perpajakan untuk pengelompokan asset tetap berdasarkan masa
manfaat mengacu pada SuratKeputusan Menteri KEuangan No. 520/KMK.04/2000 Tanggal
14 Desember 2000 yang disempurnakan dengan keputusan Menteri Keuangan
No.138/KMK.03/2002 Tanggal 8 April 2002.

Metode Penyusutan Sesuai Ketentuan Perpajakan

Metode penyusutan menurut Ketentuan perundang undangan Perpajakan sebagaimana telah


diatur dalam pasal 11 Undang - Undang Pajak Penghasilan.

1. Metode garis lurus, atau metode saldo menurun untuk ast tetap berwujud bukan
bangunan
2. Metode garis lurus untuk asset tetap berwujud berupa bangunan

Penggunaan metode penyusutan asset tetap berwujud disyaratkan taat asas


(konsisten). Dalam hal Wajib Pajak menggunakan metode saldo menurun, maka sisa buku
pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Dengan memperhatikan pembukuan
Wajib Pajak, apabila ditemukan adanya alat-alat kecil yang sejenis dapat disusutkan dalam
satu golongan. Penentuan kelompok dan tariff penyusutan harta berwujud didasarkan pada
Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan :

Kelompok Harta Masa Metode Saldo


Metode Garis Lurus
Berwujud Manfaat Menurun

I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %
Kelompok 2 8 Tahun 12.5 % 25 %
Kelompok 3 16 Tahun 6.25 % 12.5 %
9
Kelompok 4 20 Tahun 5% 10 %
II. Bangunan
Permanen 20 Tahun 5% -
Tidak Permanen 10 Tahun 10 % -

Terhadap pengeluaran harta berwujud bukan bangunan pengelompokannya ditetapkan


berdasr pada Keputusan Menteri Keuangan. Khusus untuk bangunan tidak permanen
dimaksudkan adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak
tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah pindahkan yang masa manfaatnya tidak
lebih dari sepuluh tahun.

Tata Cara Perhitungan Penyusutan Fiskal


Untuk perhitungan penyusutan fiscal atau jenis harta tersebut diatur:
Kep ditjen pajak tersebut mulai berlaku tahun pajak/tahun 2002
Atas jenis-jenis harta sebagaimana dimaksud dalam kep ditjen pajak tersebut yang telah
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan sejak sebelum tahun pajak/ tahun buku 2002,
perhitungan penyusutan fiscal sampai dengan tahun pajak/ tahun buku 2001
menggunakan tariff penyusutan kelompok 3
Penghitungan penyusutan fiscal atas harta dimaksud pada butir 2 mulai tahun pajak/ tahun
buku 2002 menggunakan tariff penyusutan kelompok yang baru (kelompok 1 atau
kelompok 2) dengan metode penyusutan yang tetap sama, yaitu:
1. Metode garis lurus dasar penyusutan adalah harga perolehan
2. Metode saldo menurun dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiscal.
Masa manfaat yang tersisa atas harta dimaksud pada butir 2 setelah perpindahan dari
kelompok 3 ke dalam kelompok 1 atau kelompok 2 akan mengalami penyesuaian
otomatis karena beban penyusutan yang semakin besar. Khusus untuk harta yang
disusutkan dengan metode saldo menurun masa manfaat yang tersisa dalam:
1. Kel 1 akan berakhir paling lama pada tahun keempat sejak tahun pajak/ tahun
buku 2002 ( nilai sisa buku fiscal disusutkan sekaligus)
2. Kel 2 akan berakhir paling lama pada tahun ke delapan sejak tahun pajak/ tahun
buku 2002 (nilai sisa buku fiscal disusutkan sekaligus)

Penyusutan Hingga Akhir Masa Manfaat


9
Sama seperti akuntansi komersial, penyusutan menurut akuntansi pajak dimulai pada
bulan dilakukannya pengeluaran. Kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut sehingga penyusutan
pada tahun pertama dihitung secara prorate. Dengan persetujuan Direktorat Jendral Pajak,
penyusutan dapat dilakukan pada saat bulan tersebut digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

Penyusutan dan Amortisasi dalam Pajak Penghasilan Penyusutan Fiskal

Penyusutan fiskal berbeda dengan penyusutan komersial yang dilaporkan di laporan laba
rugi. Perbedaan tersebut terkait metode penyusutan, masa manfaat harta, dan saat mulai
dilakukan penyusutan. Selain itu, penyusutan untuk tujuan fiskal tidak mengenal nilai sisa.
Metode penyusutan fiskal, harta berwujud dibedakan menjadi dua, yaitu bangunan dan bukan
bangunan. Harta berupa bangunan disusutkan dengan metode garis lurus, sedangkan harta
bukan bangunan dengan dua alternatif metode penyusutan, yaitu metode garis lurus atau
metode saldo menurun ganda.

Contoh Penghitungannya
Metode Garis Lurus
PT MANTAB mulai membangun sebuah kantor pada tanggal 14 April 2014 dengan biaya
Rp3.000.000.000,-. Kantor tersebut selesai dibangun pada tanggal 14 Maret 2015. Kantor
tersebut mulai digunakan pada tanggal 1 Mei 2015.
Maka kantor tersebut mulai disusutkan pada bulan Maret 2015, bulan dimana selesai proses
pengerjaan. Besarnya beban penyusutan fiskal tahun pajak 2015 adalah
Rp3.000.000.000,- x 5% x 10/12 = Rp125.000.000,-

Dengan persetujuan Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan digunakan, yaitu
bulan Mei 2015. Sehingga besarnya beban penyusutan fiskal tahun pajak 2015 menjadi
Rp3.000.000.000 X 5% x 8/12 = Rp100.000.000,-

Metode Saldo Menurun Ganda


PT MANTAB pada tanggal 14 April 2014 membeli 10 unit laptop dengan harga
Rp50.000.000,- Laptop tersebut mulai digunakan pada tanggal 1 Mei 2014. Laptop
disusutkan dengan metode saldo menurun ganda, dan masa manfaatnya termasuk kelompok I.
Besarnya beban penyusutan fiskal adalah sebagai berikut:
9
Nilai Buku Jumlah Beban Akumulasi
Tahun Tarif
Awal Bulan Penyusutan Penyusutan
2014 50.000.000 50% 9 18.750.000 18.750.000
2015 30.000.000 50% 12 15.625.000 34.375.000
2016 15.000.000 50% 12 7.812.500 42.187.500
2017 7.500.000 50% 12 3.906.250 46.093.750
2018 3.750.000 50% 3 3.906.250 50.000.000

Pada akhir tahun jika terdapat nilai sisa, jumlah tersebut dibebankan sekaligus. Sehingga
beban penyusutan tahun 2018 adalah Rp4.166.666,67
Dengan persetujuan Dirjen Pajak, laptop tersebut dapat mulai disusutkan pada bulan Mei
2014 pada bulan laptop tersebut digunakan sehingga besarnya beban penyusutan fiskal
menjadi sebagai berikut:

Nilai Buku Jumlah Beban Akumulasi


Tahun Tarif
Awal Bulan Penyusutan Penyusutan
2014 50.000.000 50% 8 16.666.666,67 16.666.666,67
2015 30.000.000 50% 12 16.666.666,67 33.333.333,33
2016 15.000.000 50% 12 8.333.333,33 41.666.666,67
2017 7.500.000 50% 12 4.166.666,67 45.833.333,33
2018 3.750.000 50% 4 4.166.666,67 50.000.000,00

9
AKUNTANSI PERPAJAKAN
AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD

Asset tidak berwujud dapat diketegorikan sebagai asset tetap perusahaan, namun
secara fisik asset tetap tersebut tidak tampak. Oleh karena itu, disebut dengan istilah tidak
berwujud. Dalam PSAK No. 19 Tahun 2007 menyatakan asset tetap tidak berwujud
(intangible assets) adalah asset tidak lancar (noncurrent assets) dan tidak berbentuk yang
memberikan hak keekonomian dan hokum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan
tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain. Karakteristik asset tidak
berwujud yang paling menonjol adalah tingkat ketikpastian nilai dan manfaat dikemudian
hari. Nilai asset tidak berwujud ini dapat dalam jumlah yang besar. Sedangkan bentuk asset
tidak berwujud ini dapat berbentuk hak paten, hak cipta , waralaba (franchise), merk dagang
dan goodwill.
Cara untuk memperoleh asset tidak tetap ini dapat dilakukan dengan membeli dari
pihak luar. Termasuk dalam harga asset tidak berwujud tersebut, yaitu harga beli termasuk
biaya tambahan untuk mendapatkan asset, misalnya biaya yang dibayar kepada pemerintah,
notaries, dan biaya administrasi lainnya.
Contoh asset tidak berwujud adalah hak paten, hak cipta, dan hak merek. Contoh
lainnya adalah biaya riset dan pengembangan. Demikian pula halnya dengan biaya yang
dikeluarkan dalam jumlah besar selama perusahaan belum menghasilkan produk komersial,
dikenal sebagai biaya pra operasional, termasuk biaya komisi dan biaya pendirian. Biaya
yang dapat dikapitalisasi ini juga dibebankan perperiode melalui amortisasi.

Amortisasi Dalam Akuntansi Pajak


Perlakuan akuntansi aset tidak berwujud tidak berbeda dengan perlakuan akuntansi
aset tetap. Kesulitan yang dihadapi pada umumnya karena sifta aset yang tidak berwujud fisik
berakibat bukti keberadaan kabur, termasuk kesulitan dalam penentuan nilai perolehan serta
masa manfaat ekonomis.
Periode amortisasi aset tidak berwujud tidak boleh melebihi 20 tahun, dengan dasar
pemikiran bahwa periode tersebut sudah banyak perkembangan dan periode selebihnya tidak
lagi mempunyai masa manfaat ekonomis. Namun perusahaan diharuskan mengevaluasi
periode amortisasi aset tidak berwujud secara teratur dan harus dibebankan pada sisa manfaat
dengan syarat tidak melebihi 20 tahun dari tanggal perolehan.
Amortisasi menurut akuntansi pajak berdasarkan pada Pasal 11a Undang-undang
Pajak Penghasilan, menyebutkan bahwa amortisasi dilakukan terhadap pengeluaran untuk
memperoleh aset tidak berwujud dan pengeluaran lainnya, termasuk biaya perpanjangan hak
guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa
9
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
Metode yang digunakan dalam amortisasi aset tetap tidak berwujud menurut
akuntansi pajak:
1. Metode garis lurus
2. Metode saldo menurun

Untuk tujuan pajak dalam menghitung amortisasi aset tetap tidak berwujud, terlebih dahulu
aset tersebut dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya, yang terlihat sebagai berikut:

Kelompok harta
Masa manfaat Tarif amortisasi
tidak berwujud

Garis lurus Saldo menurun

Kelompok 1 4 tahun 25 % 50%

Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%

Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%

Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Penetapan masa manfaat dan tarif amortisasi dimaksudkan untuk memberikan


keseragaman dalam melakukan amortisasi. Kemungkinan dapat terjadi bahwa masa manfaat
aset tetap tidak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, maka wajib pajak
menggunakan masa manfaat terdekat. Contohnya, aset tetap tidak berwujud masa manfaat
sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun.
Ilustrasi:
Untuk memperoleh hak paten perusahaan telah mengeluarkan uang tunai sebesar Rp
150.000.000,00. Masa manfaat hak paten tersebut 4 tahun.
1. Perhitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan garis lurus = 25% x Rp
150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
2. Perhitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan saldo menurun = 50% x Rp
150.000.000,00 = Rp 75.000.000,00

Amortisasi
Amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya. Yang dimaksud dengan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Sedangkan pengeluaran untuk memperoleh hak guna
9
bangunan, hak guna usaha, hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan.
Contoh Penghitungannya
PT MANTAB memperoleh hak penambangan gas bumi, yang mempunyai potensi
10.000.000.000 barel, dengan biaya sebesar Rp30.000.000.000,-. Pada tahun 2014 jumlah
produksi mencapai 500.000.000 barel yang berarti 20% dari potensi yang tersedia
Metode amortisasi yang digunakan adalah metode satuan produksi. Besarnya beban
amortisasi tahun 2014 adalah sebagai berikut:
20% x Rp30.000.000.000,- = Rp6.000.000.000,-

9
Ffs

Revaluasi (Penilaian Kembali Aktiva Tetap)

Pemerintah telah meluncurkan kebijakan perpajakan dengan peraturan Menteri Keuangan


nomor 191/PMK.10/2015 tentang penilaian kembali Aktiva Tetap, kebijakan ini bukanlah instrumen
baru karena Menteri Keuangan pada tahun 2008 yaitu melalui PMK nomor 79/PMK.03/2008 tentang
Penilaian Kembali Aktiva Tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.

Wajib pajak yang dapat memanfaat insentif adalah Wajib Badan dalam negeri, Bentuk Usaha
Tetap, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pembukuan, termasuk wajib pajak yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar
Amerika Serikat, dan Wajib Pajak yang ada saat penerapan penilaian kembali, nilai aktiva tetap oleh
kantor jasa penilai publik atau ahli penilai belum melewati jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung
sejak penilaian kembali aktiva tetap berdasarkan PMK 79/2008. Sedangkan obyek yang dapat
diajukan permohonan revaluasi aktiva tetap berdasarkan PMK 191/2015 adalah bagian atau seluruh
aktiva tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek pajak.

Tarif yang diberikan bagi insentif revaluasi aktiva tetap terbagi menjadi 3 (tiga) macam dan
ketiganya bersifat final dan jangka waktu perlakuan khusus yang diberikan kepada Wajib Pajak atas
permohonan kembali dengan tarif adalah:

a. 3% untuk permohonan sampai dengan 31 Desember 2015 dan penilaian kembali selesai paling
lambat 31 Desember 2016.
b. 4% untuk permohonan periode 1 Januari 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 dan penilaian
kembali selesai paling lambat 30 Juni 2017; atau
c. 4% untuk permohonan periode 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Desember 2016 dan penilaian
kembali selesai paling lambat 31 Desember 2017.

Tarif tersebut dikenakan atas selisih nilai aktiva tetap, hasil penilaian kembali oleh wajib pajak
berdasarkan Kantor Jasa Penilai Publik atau ahli penilai di atas nilai buku fiskal semula. Adapun hal
yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak lainnya adalah Wajib Pajak, wajib melunasi Pajak
Penghasilan (PPh) final terkait dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap, dilakukan sebelum
diajukannya permohonan dan dilengkapi dengan dokumen dalam hal permohonan diajukan dengan
menggunakan nilai perkiraan penilaian kembali dari Wajib Pajak.
Perbedaan nilai buku dan nilai rill aktiva perusahaan dapat mengakibatkan kurang serasinya
perbandingan antara penghasilan dengan beban, dan nilai buku dengan nilai intrinsik perusahaan.
Untuk mengurangi perbedaan tersebut, kepada Wajib Pajak lalu diberikan kesempatan untuk
melakukan penilaian kembali aktiva tetap.
Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan dalam Negeri
dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan
pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat, yang telah memenuhi
semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya
penilaian kembali, kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban dari Wajib Pajak yang
bersangkutan seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
9
Mewah dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah menjadi terutang sampai dengan masa pajak
sebelum masa pajak yang dilakukannya penilaian kembali.

Wajib Pajak yang dapat mengajukan penilaian kembali Aktiva Tetap


1. Wajib Pajak Badan
2. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
3. Wajib Pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan
Mata Uang Dollar Amerika Serikat
4. Wajib Pajak yang pada saat penetapan penilaian kembali nilai aktiva tetap oleh KJPP atau ahli
penilai, yang memperoleh izin dari pemerintah belum melewati jangka waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap terakhir berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
nomor 79/PMK.03/2008
Obyek Pajak atas penilaian kembali Aktiva Tetap adalah;

1. sebagian atau seluruh aktiva tetap berwujud


2. terletak atau berada di Indonesia
3. dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai Obyek Pajak
4. yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

Prosedur Pengajuan Permohonan Penilaian Kembali Aktiva Tetap

Prosedur penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan yang diajukan dengan
menggunakan hasil penilaian kembali aktiva tetap berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva
tetap harus melampirkan:

1. Permohonan tertulis kepada Kepala Kanwil DJP melalui KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
2. Surat Setoran Pajak bukti pelunasan PPh atas penilaian kembali aktiva tetap.
3. Daftar aktiva tetap hasil penilaian kembali
4. Fotokopi surat izin usaha KJPP atau ahli penilai, yang memperoleh izin dan Pemerintah yang
dilegalisir oleh instansi pemerintah yang berwenang menerbitkan surat izin usaha tersebut.
5. Laporan penilaian aktiva tetap oleh KJPP memiliki penilai yang memperoleh izin dari pemerintah
dan
6. Laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap

Permohonan penilaian kembali aktiva tetap bagi wajib pajak yang belum melakukan penilaian
kembali aktiva tetap diajukan dengan menggunakan perkiraan penilaian kembali aktiva pasar atau
nilai wajar aktiva tetap menurut Wajib Pajak harus melampirkan

1. Permohonan tertulis kepada Kepala Kanwil DJP melalui KJPP tempat wajib pajak terdaftar
2. Surat Setoran Pajak bukti pelunasan Pajak Penghasilan atau perkiraan penilaian kembali aktiva
tetap dan
3. Daftar aktiva tetap yang akan dinilai kembali beserta perkiraan nilainya.

Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah :

1. Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna
bangunan; atau
9
2. Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia,
dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak

Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai
wajar aktiva tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh
perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah. Dalam hal nilai
pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai ternyata tidak
mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Direktur Jendral Pajak menetapkan nilai pasar atau nilai
wajar aktiva yang bersangkutan. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai.

Perlakuan Pajak Atas Selisih Penilaian Kembali Aktiva

Ada selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen)

Contoh:

Pada akhir tahun 2016 PT. Sultra melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai Buku Fiskal
aktiva yang dinilai kembali per 31 Desember 2016 adalah Rp. 100.000.000,00. Nilai bayar aktiva
adalah sebesar Rp. 150.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih lebih penilaian kembali aktiva adalah
sebesar :

Nilai wajar aktiva Rp. 150.000.000,00

Nilai Buku fiskal aktiva Rp. 100.000.000,00

Selisih lebih penilaian kembali aktiva Rp. 50.000.000,00

PPh = Rp. 50.000.000,00 x 10% = Rp. 5.000.000,00 (bersifat final)

Contoh:

Permohonan penilaian kembali aktiva tetap oleh PT. Ade Kendari sebelum tanggal 31 Desember
2015. Berdasarkan perkiraan nilai pasar/nilai wajar selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
menurut PT. Ade Kendari sebesar Rp. 100.000.000,00 dan PPh final atas penilaian kembali aktiva
tetap tersebut telah disetorkan oleh PT. Ade Kendari sebesar

3% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 3.000.000,00

Setelah menyetorkan PPh final dan mendapatkan persetujuan dari KPP wajib pajak yang terdaftar
untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap PT. Ade Kendari juga harus tetap memenuhi syarat
formal yaitu mendapatkan penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai.
9
Dalam penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari
perkiraaan penilaian kembali aktiva tetap oleh Wajib Pajak, sehingga berlaku ketentuan sebagai
berikut:

1. Jika penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai lebih tinggi dari perkiraan Wajib Pajak.
Dalam hal penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai dapat lebih tinggi, misalnya Rp.
130.000.000,000 pada tahun 2016 maka atas selisih Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp.
30.000.000,00 harus disetorkan kembali oleh Wajib Pajak sebesar:
4% x Rp.30.000.000,00 = Rp. 1.200.000,00

2. Jika penilaian kembali oleh KJPP atau ahli penilai lebih rendah dari perkiraan Wajib Pajak.
Dalam hal penilaian kembali oleh KJPP lebih rendah, misalnya Rp. 90.000.000,00 maka atas
selisih Dasar Pengenaan Pajak tersebut akan menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Hal ini
dikarenakan dasar Pengenaan Pajak yang digunakan oleh PT. Ade Kendari yaitu sebesar Rp.
100.000.000,00, sedangkan menurut hasil penelitian kembali oleh KJPP atau ahli penilai yang
menjadi dasar pengenaan pajak hanya sebesar Rp. 90.000.000,00, sehingga terdapat kelebihan
pembayaran pajak sebesar
3% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 300.000,00 atas kelebihan pembayaran pajak itu merupakan pajak
yang seharusnya tidak terhutang.

Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai
berikut :

a. Dasar penyusutan final aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali adalah
nilai pada saat penilaian kembali.
b. Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang tidak dilakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh kelompok aktiva tetap tersebut.
c. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan.

Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal tahun pajak yang
bersangkutan.
b. Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahun pajak yang
bersangkutan.
c. Perhitungan penyusutan dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan dalam bagian
tahun pajak tersebut.

Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal semula
sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
9
https://www.scribd.com/doc/114449635/Ak-Pajak-Aktiva-Tetap-n-Tidak-Berwujud

Anda mungkin juga menyukai