Anda di halaman 1dari 13

EVALUASI RASIO PANJANG USUS DENGAN PANJANG TUBUH IKAN

Oleh :
Nama : Mutia Utaminingtyas
NIM : B1J014070
Rombongan : III
Kelompok :3
Asisten : Ristiandani Riana P

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI NUTRISI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Commented [U1]: Tidak Sesuai Format

Panjang sistem pencernaan vetebrata berkolersi dengn diet. Secara umum,


herbivor dan omnivor memiliki canal asimetris yang lebih panjang terhadap ukuran
tubuh dibandingkan dengan karnivora. Tumbuhan lebih sulit dicerna daripada daging
karena mengandung dinding sel. Saluran pencernaanyng lebih panjang menyebkan
waktu digesti yang lebih lama dab areapermukaan yan lebih luas untuk absorbsi
nutrient (Campbell et all., 2008).
Ikan merupakan hewaan bertulaang belakang (vetebrata) yaang berdarah
dingin dan hidupnya di lingkungan aquatik, pergerakan dan keseimbangan dengan
menggunakan sirip serta pada umumnya bernafas dengan insang. Secara teori para ahli
memperkirakan ada sekitar dua puluh ribu sampai dengan empat puluh ribu spesies
yang mendiami permukaan bumi ini, dan empat ribu diantaranya menghuni perairan
Indonesia baik laut, payau dan perairan tawar. Dalam perairan Indonesia yang sangat
luas ini mengandung 6000 jenis ikan yang belum teridentifikasi dan ini merupakan
sumber daya hayati perikanan yang potensial bila dikelola secara maksimal (Jasin,
1989).
Belut sawah (Monopterus albus) secara alami didistribusikan di seluruh
Tenggara Asia. Belut sawah telah dianggap sebagai salah satu suber ekonomi berharga
di Cina karena rasa, sifat dpt dimakan tinggi dan nilai bersifat obat. Belut sawah
merupkaan ikan karnivora air tawar. Saat ini diproduksi setiap tahunnya lebih dari
270.000 ton. Secara alami belut sawah merupakan predator nokturnal yang memakan
ikan, cacing, krustasea dan hewan air kecil lainnya (Ma et al., 2014) Commented [U2]: dihapus saja/dimasukan ke pendahuluan

Menurut Sarwono (1999), belut memiliki bentuk tubuh yang panjang dan bulat
seperti ular, tidak bersisik dan kulitnya licin berlendir. Mata kecil hampir tertutup oleh
kulit, bentuk gigi yang kecil berbentuk kerucut dengan bibir berupa lipatan kulit yang
lebar di sekitar mulutnya. Secara umum punggung belut berwarna kehijau-hijauan dan
bagian abdomen berwarna kekuningan. Warna kulit terlihat berkilau dengan gurat sisi
yang terlihat jelas guna untuk menjaga keseimbangan. Sirip duburnya telah mengalami
perubahan bentuk menyerupai lipatan kulit tanpa adanya peny angga jari-jari keras
atau lemah. Sirip dada dan sirip punggung hanya berbentuk semacam guratan kulit
yang halus. Bentuk ekor pendek dan tirus, badan lebih panjang daripada. Hewan ini
termasuk ikan karnivora berlambung besar, palsu, tebal dan elastis ekornya (Roy,
2009). Commented [U3]: dihapus saja/dimasukan ke pendahuluan

Berdasarkan pakan utamanya ikan dikelompokkan sebagai herbivora yang


pakan utamanya berupa tumbuhan, omnivora yang pakan utamanya merupakan
campuran pakan tumbuhan dan hewani, dan karnivora yang pakan utamanya berupa
pakan hewani. Ikan herbivora umumnya memiliki rasio panjang usus dengan panjang
tubuh lebih besar dibandingkan ikan dengan level tropik lebih tinggi (Wagner et
al.,2009). Ikan omnivora umumnya memiliki rasio panjang usus dengan panjang tubuh
pada posisi inermediat, seperti yang dijumpai pada ikan gobi Amblygobius phalaena
dan Valenciennea sexguttata mempunyai rasio usus panjang tubuh 1,3-2,1 dan 1,15-
1,54 (Pogoreutz & Ahnelt, 2013), sedangkan ikan karnivora umumnya memiliki usus
kurang dari 100 % panjang tubuh seperti pada ikan Lutjanus griseus L., ikan karnivora
Gobi fish Cryptocentrus cinctus yangmemiliki usus pendek (rasio 0,73-0,96) dan
Eleotris sandwicensis memiliki usus pendek (rasio kecil) (Pogoreutz & Ahnelt, 2013).
Karena itulah rasio panjang usus dengan panjang tubuhnya dapat digunakan untuk
mempredisksi katagori ikan.

1.2 Tujuan Commented [U4]: Tidak sesuai format

Tujuan dari acara praktikum kali ini adalah untuk mengevaluasi rasio panjang
usus dengan panjang tubuh untuk dapat memprediksi kategori makan ikan.
II. MATERI DAN METODE

2.1 Materi Commented [U5]: Tidak sesuai format

Alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi alat bedah, penggaris plastik,
bak plastik dan kertas tissue.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi ikan lele (Clarias
batrachus), belut (Monopterus albus), ikan nilem (Osteochilus vittatus), tawes
(Barbonymus gonionotus), dan mujair (Oreochromis mossambicus).

2.2 Metode Commented [U6]: Tidak sesuai format

Metode yang digunakan dalam acara praktikum kali ini antara lain :
1. Panjang total ikan diukur menggunakan penggaris plastik yang telah disediakan
2. Pembedahan dilakukan pada ikan menggunakan gunting bedah yang telah
disediakan. Pembedahan dimulai dari bagian ventral depan, lakukan pembedahan
dengan hati-hati agar tidak sampai merusak saluran pencernaan.
3. Sistem pencernaan ikan dikuluarkan, dan dengan hati-hati saluran pencernaan
diurai.
4. Panjang usus diukur dengan penggaris palstik, dimulai dari pangkal depan lambung
hingga ujung anus
5. Rasio panjang usus dengan panjang total tubuh dihitung. Hal yang sama dilakukan
pada ikan dengan jumlah 3 ekor untuk dua jenis ikan berbeda.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1. Rasio Panjang Usus dengan Panjang Tubuh Ikan Lele
Panjang Rasio
Panjang Panjang Panjang Rasio
Usus + Panjang
Ikan Tubuh Usus Lambung Panjang Kategori
Lambung Usus +
(cm) (cm) (cm) Usus
(cm) Lambung
Nilem
13,7 89,3 3 91,3 6,6 6,5 herbivora
1
Nilem
13,1 99,8 3 101,8 7,7 7,6 herbivora
2
Nilem
12,6 117,4 3,6 121 9,6 9,31 herbivora
3
Belut
24 18 - - - 0,75 karnivora
1
Belut
25,6 21,6 - - - 0,84 karnivora
1
Belut
23,9 17,4 - - - 0,72 karnivora
1

Gambar 1. Perbandingan Panjang Gambar 1. Perbandingan Panjang usus


usus dan Panjang Tubuh Ikan dan Panjang Tubuh Lele
Nilem
Perhitungan :
+
Rasio panjang usus + lambung =


Rasio panjang usus =

1. Ikan nilem 1
91,3
Rasio panjang usus + lambung = 13,7 = 66,4
89,3
Rasio panjang usus = 13,7 = 6,5

2. Ikan nilem 2
101
Rasio panjang usus + lambung = = 7,7
13,1
99,8
Rasio panjang usus = = 76
13,1

3. Ikan nilem 3
117
Rasio panjang usus + lambung = 12,6 = 9,31
117,4
Rasio panjang usus = = 9,31
12,6

4. Belut 1
18
Rasio panjang usus = 24 = 0,75

5. Belut 2
21,6
Rasio panjang usus = = 0,84
25,6

6. Belut 3
17,4
Rasio panjang usus = = 0,72
23,9
3.2 Pembahasan

Hasil pengamatan dan perhitungan rasio panjang usus dengan panjang tubuh
ikan nilem diperoleh data rasio panjang usus total dengan panjang total berturut turut
yakni ikan pertama dengan rasio 6,5; ikan ke dua dengan rasio 7,6; dan ikan ketiga
dengan rasio 9,31. Panjang total yang dimiliki masing-masing ikan nilem antara lain
13,7 cm; 13,1 cm; dan 12,6 cm. Berdsrkan data tersebut dapat dikatakan bahwa ikan
nilem adalah ikan herbivora. Menurut Hadiaty (2000), saluran pencemaan
Osteochillus vittatus tersusun dalam formasi yang rapi, bila dilihat dari sisi kiri badan.
Usus tersusun dalam sebuah lingkaran kecil di depan yang berlanjut dengan formasi
diagonal lalu membentuk lingkaran kedua yang lebih besar. Namun bila dilihat dari
sisi kanan badan maka hanya ada satu lingkaran besar yang terlihat. Di bagian depan
usus membesar dan menebal menyerupai perut dengan dinding membentuk tonjolan-
tonjolan yang tersusun dalam formasi zigzag. Berdsrkan data diatas, dapat diketahui
bahwa rasio panjang usus ikan nilem lebih panjang dibandingkan panjang tubuhnya.
Artinya ikan nilem merupakan ikan herbivora. Menurut Sulastri et al., (1985)
menyatakan bahwa ikan nilem termasuk ikan omnivora, karena ikan tersebut memakan
tumbuhan dan hewan yang menempel pada kerikil sebagai pakan alaminya. Fujaya
(2004) menyatakan bahwa jenis pakan yang dikonsumsi oleh ikan mempunyai
keterkaitan dengan sistem pencernaan dan absorbsi yang dimiliki oleh masing-masing
jenis ikan.
Hasil pengamatan dan perhitungan rasio panjang usus dengan panjang tubuh
belut diperoleh data rasio panjang usus total dengan panjang total berturut turut yakni
belut pertama dengan rasio 0,75; belut ke dua dengan rasio 0,84; dan belut ketiga
dengan rasio 0,72. Panjang total yang dimiliki masing-masing belut berturut-turut
antara lain 24 cm; 25,6 cm; dan 23,9 cm. Hasil tersebut menunjukan bahwa panjang
tubuh belut lebih panjang dibandingkan rasio panjang usus. Hal tersebut menandakan
bahwa belut merupakan karnivora. Menurut Jarmanto et al., (2014) yang mengatakan
bahwa rasio perbandingan usus per panjang panjang tubuh Karnivora sebesar 0,2
sampai 2,5. Ikan karnivora mempunyai usus pendek dan panjang usus tersebut lebih
pendek dari pada panjang total tubuh. Kondisi tersebut dikarenakan makanan ikan
karnivora berupa daging, dan dalam proses pencernaanya tidak memerlukan wktu
ynag lama seperti pada ikan pemakan tumbuhan.
Pencernaan merupakan proses yang berlangsung terus-menerus. Bermula
setelah pengambilan makanan dan berakhir dengan pembuangan sisa makanan. Sistem
pencernan pada ikan dimulai dari mulut, rongga mulut, faring, oesophagus, lambung,
pylorus, usus, rectum dan anus. Struktur anatomi mulut ikan erat kaitannya dengan
caranya mendapatkan makanan. Rongga mulut pada ikan lele diselaputi oleh sel-sel
penghasil lendir yang mempermudah jalannya makanan ke segmen berikutnya.
Rongga mulut ikan lele juga terdapat organ pengecap yang berfungsi untuk menyeleksi
makanan. Faring pada ikan berfungsi untuk menyaring makanan yang masuk, karena
insang mengarah pada faring maka material bukan makanan akan dibuang melalui
celah insang (Djuhanda, 1984).
Struktur alat pencernaan berbeda-beda pada berbagai jenis ikan,
bergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta
jenis makanannya. Ikan golongan karnivora memiliki panjang usus lebih pendek dari
pada panjang tubuhnya karena daging yang dimakan merupakan asupan protein
tinggi sehingga mudah diserap oleh tubuh ikan, omnivora memiliki panjang usus
yang hanya sedikit lebih panjang dari panjang total badannya karena makanan yang
dimakan ikan golongan ini bergantung pada ketersedian makanan yang tersedia
sehingga kinerja pencernaannya berbeda-beda sesuai dengan makanan yang
didapat, sedangkan herbivora panjang usus yang dimiliki yaitu 5 kali lebih
panjang dari panjang total badannya karena makanannya yang berserat dan lebih
lama dicerna tubuh (Reza et al., 2010).
Kebiasaan makan (feeding habits) suatu jenis ikan mencakup dua hal, yaitu
jenis-jenis makanan dan cara makan dari ikan terkait. Pemahaman mengenai feeding
habits memiliki arti penting untuk memberikan jenis makanan yang cocok dan disukai
ikan sehingga makanan tersebut dapat termakan. Pengetahuan mengenai jenis-jenis
makanan ikan sangat penting karena dengan pengetahuan ini dapat dibuat makanan
yang sesuai dengan sifat-sifat alami ikan yang bersangkutan. Secara alami, makanan
ikan dapat dibedakan menjadi 5 macam golongan, yaitu herbivora, karnivora,
omnivora, pemakan plankton, serta detritivora (Fahn, 1991).
Makanan nabati adalah makanan yang berupa bahan tumbuh-tumbuhan
berukuran besar (makroskopik) yang mudah dilihat secara kasat mata. Ikan yang
makanannya berupa bahan-bahan nabati ini disebut ikan herbivora atau ikan vegetaris.
Beberapa contoh makanan nabati antara lain adalah ganggang benang atau alga
filamen, seperti Chaetomorpha, Enteromorpha, Cladophora, dan Spirogyra. Beberapa
sayuran, seperti kangkung air (Ipomoea aquatica), eceng gondok (Eichhornia
erassipes), daun talas (Colacasia esculenta), dan daun pepaya (Carica papaya) dapat
dijadikan makanan nabati untuk ikan. Beberapa contoh jenis-jenis ikan herbivora atau
vegetaris antara lain tawes (Puntius javanicus), nilem (Osteochilus haselti), jelawat
(Leptobarbus houeveni), sepat siam (Trichogaster pectoralis), bandeng (Chanos
chanos), gurami besar (Osphronemus gouramy), dan baronang (Siganus javus). Ikan-
ikan herbivora pada umumnya mudah menerima makanan tambahan maupun pakan
buatan. Beberapa makanan tambahan yang diberikan, misalnya dedak halus, bungkil
kelapa, bungkil kacang, isi perut hewan ternak, dan sisa-sisa sayuran. Pemberian
makanan buatan sebaiknya dicampur bahan hijauan, seperti tepung daun turi, tepung
daun lamtoro, tepung daun singkong, dan tepung fitoplankton yang terbuat dari
Chlorella sp., Spirulina sp., dan Tetraselmis sp. (Kimball, 1988)
Makanan hewani adalah makanan yang berasal dari bagian-bagian hewan
makroskopik atau makanan yang berdaging. Ikan- ikan yang makan bahan hewani
dinamakan ikan karnivora atau ikan pemakan daging. Kelompok ikan tersebut sering
juga dinamakan ikan buas. Daging yang diberikan dapat berupa bangkai maupun
hewan hidup yang berukuran kecil. Hewan hewan yang sering menjadi mangsa ikan
karnivora antara lain jenis jenis ikan kecil, seperti ikan seribu (Lebistes reticulatus),
kepala timah, sisik mulik atau ralan curing (Panchax panchax), teri (Stolephorus
commersonii), anakan ikan, siput-siput kecil, larva serangga, dan cacing tubifek
(cacing sutra atau cacing rambut). Beberapa contoh ikan karnivora antara lain gabus
(Ophiocephalus striatus), betutu (Oxyeleotris marmorata), sidat (Anguilla sp.), oskar
(Astronotus ocellatus), belut sawah (Monopterus albus), arwana (Schleropages
formosus), kakap putih (Lares calcalifer), kerapu (Ephinephelus sp.), kakap merah
(Lutjanus argentimaculatus), dan cucut macan (Galeocerdo rayneri). Ikan-ikan
karnivora umumnya agak sulit menerima makanan tambahan, terutama pakan buatan.
Jenis ikan ini biasanya menyukai makanan yang tanpa cincangan atau gilingan daging
ikan atau hewan-hewan lainnya yang masih segar. Apabila diberi makanan buatan,
ikan jenis ini membutuhkan latihan yang lama dan biasanya diberikan dalam keadaan
basah. Komposisinya harus banyak mengandung bahan hewani dan aromanya cukup
merangsang (aroma daging) (Storer et al., 1970).
Makanan campuran adalah makanan yang terdiri dari bahan nabati dan
hewani. Jenis bahan makanan ini dapat dimakan selagi masih hidup, seperti ganggang
algae, lumut, larva serangga, dan cacing, maupun dimakan dalam bentuk benda mati,
seperti kotoran hewan, kotoran manusia, limbah industri pertanian, serta bangkai. Ikan
yang suka menyantap makanan campuran disebut ikan omnivora (ikan pemakan segala
atau pemakan campuran). Beberapa contoh ikan omnivora, antara lain ikan mas
tombro (Cyprinus caprio), maskoki (Carassius auratu auratuss), mujair (Oreochromis
mossambicus), dan lele (Clarias batrachus). Ikan omnivora lebih mudah menerima
pakan tambahan maupun pakan buatan sewaktu masih burayak, benih, atau setelah
dewasa. Misalnya lele Selain memangsa makanan hewani, lele juga melahap makanan
nabati, dan tidak akan menolak jika diberi makanan pellet (Storer et al., 1970).
Plankton adalah organisme yang hidup melayang-layang di dalam air.
gerakannya pasif, dan hanya mengikuti arah arus karena tidak mampu untuk melawan
gerakan air. Secara biologis plankton terdiri dari dua macam golongan yaitu plankton
nabati atau plankton tumbuh-tumbuhan (fitoplankton) dan plankton hewani atau
plankton binatang (zooplankton). Ikan yang makanannya utamanya plankton disebut
pemakan plankton atau plankton feeder. Beberapa contoh jenis plankton nabati antara
lain Chlorella, Tetraselmis, Skeletonema, Isochrysis, Dunaliella, dan Spirulina.
Contoh plankton hewani antara lain adalah Brachionus, Daphnia, Moina, Cyclops,
Calanus, Trigiopus, dan Artemia. Contoh ikan pemakan plankton antara lain tambakan
(Helostoma temminckii) dan ikan layang (Decapterus russeli). Ikan pemakan plankton,
burayak maupun yang dewasa dapat menerima makanan urn pakan buatan. Akan
tetapi, bentuk makanan itu harus gan bentuk makanan aslinya, yaitu berupa tepung,
butiran-mpun serpihan-serpihan halus (flake). Untuk burayak, pakan biasanya
diberikan dalam bentuk suspensi (butiran-butiran jtkan dalam air) (Villee et al., 1988).
Detritus adalah kumpulan bahan organik yang telah hancur dan terdapat Jika
di darat, hancuran bahan organik berasal dari tumbuh tumbuhan maupun dari hewan,
seperti alga, bakteri, cendawan, protozoa, kotoran hewan, kotoran manusia, limbah
industri, dan limbah pertanian. Ikan yang suka makan detritus disebut pemakan
detritus (detritus feeder). Contoh ikan pemakan detritus antara lain belanak {Mugil
cephalus). Belanak suka mengambil hancuran lumut sutra (Chaetomorpha) dan lumut
perut ayam (Enteromorpha) yang terdapat di dasar perairan. Ikan pemakan detritus
dapat menerima makanan tambahan dan pakan buatan dalam bentuk hancuran
sehingga mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan detritus. Hal tersebut
dikarenakan ikan-ikan pemakan detritus suka mengambil makanan yang mengendap
di dasar perairan (Villee et al., 1988).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa :


1. Berdasarkan perhitungn rasio panjang usus dan panjng tubuh ikan nilem adalah ikan
herbivora.
2. Berdasarkan perhitungn rasio panjang usus dan panjng tubuh, belut merupakan
karnivora

B. Saran

Pembedahan hendaknya dilakukan dengan benar tanpa merusak organ yang


hendak diamati, dan pengukuran terhadap panjang bagian-bagian yang digunakan atau
diamati dapat dilakukan dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N., Reece, J., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, P.V., Jackson, R.B. 2008.
Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Djuhanda. T. 1984. Penghantar Perbandingan Anatomi Vertebrata. Bandung :
Armico.
Fahn, A. 1991. Anatomi Hewan Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gajah Mada Universitas
Press.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi ikan: dasar pengembangan teknologi perikanan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Hadiaty, R.K. Beberapa Catatan Tentang Aspek Pertumbuhan, Makan Dan
Reproduksiikan Nilem Paitan (Osteochilus jeruk Hadiaty & Siebert, 1998).
Berita Biologi Volume 5 (2): 151-156
Jasin, Maskoeri. 1989. Zoologi Invertebrata. Surabaya : Sinar Wijaya.
Jarmanto, Yusfiati, dan Elvyra, R. 2014. Morfometrik Saluran Pencernaan Ikan
Parang-Parang (Chirocentrus dorab Forsskal 1775) dari Perairan Laut
Bengkalis Provinsi Riau. JOM FMIPA 1(2), pp. 464-471.
Ma, X., Yi, H., Xiao-Qing, W., Qing-Hui, Ai., Zhi-Gang, H., Fu-Xian, Feng,. Xiang-
Yang, L. 2014. Effects of practical dietary protein to lipid levels on growth,
digestive enzyme activities and body composition of juvenile rice field eel
(Monopterus albus) Aquacult Int 22:749760
Roy R. 2009. Budi Daya dan Bisnis Belut. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Storer, T. I, W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1970. Zoologi Umum. Jakarta : Erlangga.
Sulastri, Rachmatika I, Hartoto DI. 1985. Pola makan dan reproduksi ikan Tor spp.
sebagai dasar budidayanya. Berita Biologi. 3(3): 84-91.
Villee, Claude A., Warren F. Walker, Jr., Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum.
Edisi Keenam. Jilid 1. Alih Bahasa: Nawangsari Sugiri. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai