Anda di halaman 1dari 10

Gangguan Tidur pada Usia Lanjut

Melisa Andriana/ 102012170

Kelompok: D2

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Email: melisa.andriana@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan

Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap tanpa gangguan
dan nyenyak menjadi kebutuhan manusia yang esensial, sama pentingnya dengan kebutuhan
makan, minum, tempat tinggal dan lain-lain. Gangguan terhadap tidur malam hari (insomnia)
akan menyebabkan rasa mengantuk sepanjang hari esoknya. Mengantuk merupakan factor
resiko terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi
produktivitas seseorang. Pada usia lanjut gangguan tidur di malam hari akan mengakibatkan
ketidakbahagiaan, dicekam kesepian dan yang terpenting mengakibatkan penyakit-penyakit
degenerative yang sudah diderita mengakami eksaserbasi akut, perburukan dan menjadi tidak
terkontrol. Selain itu akan menimbulkan problem sosial lain terhadap lingkungan, terutama
terhadap keluarganya.

Secara luas gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi tiga menjadi, kesulitan
masuk tidur (sleep onset problems), kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep
maintenance problems), dan bangun terlalu pagi (early morning awakening/EMA). Gejala
dan tanda muncul sering kombinasi ketiganya, munculnya ada yag sementara atau kronik.1

Anamnesis

Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan
antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang
mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan
medisnya.1

Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang


permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan
dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan
diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat
menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar
sudah dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar. Tujuan berikutnya dari
anamnesis adalah untuk membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan
pasiennya. Umumnya seorang pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya
akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang
dokterlah untuk mencairkan hubungan tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu
pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat
mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan
selanjutnya.

Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan


Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik
autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien
sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini
adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan
apa yang sesungguhnya dia rasakan. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu
autoanamnesis dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit
untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk
menceritakan permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari informasi orag lain ini disebut
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis
dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis.2

Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsam dan agama. Keluhan utama adalah keluhan
yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter. Riwayat penyakit sekarang
merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat penyakit dahulu bertujuan
untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah
diderita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari
kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi. Riwayat pribadi meliputi
data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.1

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah dengan
memeriksa tanda-tanda vital. Tanda-tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan
darah. Semua harus diukur dalam setiap pemerikaan yang lengkap dan dalam banyak
pertemuan vital. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut vital karena mengandung ukuran-ukuran
klinis kuantitatif.

Nadi merupakan refleksi perifer dari kerja jantung dan penjalaran gelombang dari
proksimal (pangkal aorta) ke distal. Gelombang nadi tidak bersamaan dengan aliran darah
tetapi menjalar lebih cepat. Intensitas nadi berhubungan dengan karakteristik pemnbuluh
darah dan tekanan nadi. Kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari
50-100 denyut/menit.

Kecepatan pernapasan dan polanya dikendalikan oleh kemosensor-kemosensor dan


otak. Untuk orang normal, peningkatan konsentrasi karbondioksida dan ion hidrogen dalam
darah merangsang peningkatan ventilasi. Pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan
kecepatan pernapasan involunter sering terjadi bila subjek menyadari bahwa pernapasannya
sedang diamati. Untuk alasan ini, penghitungan kecepatan pernapasan dilakukan secara diam-
diam. Kecepatan pernapasan normal adalah 12-18x/menit pada orang dewasa.

Sistem-sistem enzim mamalia bekerja dengan baik pada satu rentang suhu yang
sempit. Oleh karena itu suhu tubuh mamalia berada pada keadaan yang agak konstan. Suhu
tubuh fisiologis manusia rata-rata adalah 37oC.

Tekanan darah diukur dalam torr, singkatan dar torricelli, satuan tekanan yang
sebelumnya dikenali sebagai milimeter air-raksa. Tekanan darah normal pada kebanyakan
orang dewasa sehat berkisar antara 90/50 dengan 140/90.3

Working diagnosis

Gangguan susah tidur atau insomnia menurut DSM ( Diagnostic and Statistical
Manual of Mental disordes) IV dibagi menjadi 4 tipe yaitu 1) Gangguan tidur yang
berkolerasi dengan gangguan mental lain, 2) gangguan tidur yang disebabkan gangguan
medis umum, 3) gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan bahan atau keadaan tertentu, 4)
Gangguan tidur primer (gangguan yang tidak berhubungan dengan kondisi mental, penyakit
ataupun obat-obatan). Pada gangguan tidur primer, gangguan tidur atau insomnia sudah
berada pada taraf kronik dan sudah diderita lebih dari 1 bulan. Gangguan tidur primer dibagi
menjadi menjadi 3 yaitu :

1. Gangguan tidur karena gangguan pernapasan


Gangguan tidur karena gangguan pernapasan ditandai dengan mengorok pada waktu
tidur, tersedak, batuk-batuk pada manifestasi klinik yang berat sering terjadi gerakan-
gerakan seperti orang kehabisan napas, gambaran klinik seperti itu biasanya
dilaporkan oleh teman tidurnya. Yang dirasakan oleh pasien adalah sering terbangun
tanpa sebab, nokturia, dan merasa tidak tidur semalaman, dan pada pagi hari sering
muncul keluhan sakit kepala dan mengantuk terus. Gangguan tidur karena gangguan
pernapasan ini meruoakan interaksi kompleks dari system saraf pusat dan perifer,
otot-otot saluran napas atas dan beberapa neurotrasmiter yang menghasilkan kolaps
sebagian atau seluruh saluran pernapasan atas, sehingga mengakibatkan obstruksi
jalan napas dan hipoksia. Hiper trofi tonsil, obstruksi hidung, distribusi dan
pengumpulan lemak tubuh, mungkin dapat memperberat gangguan tidur tipe ini.
Gangguan tidur tipe ini dialami oleh sekitar 28%-67% laki-laki usia lanjut dan 20&-
54% perempuan berusia lanjut. Pemeriksaan fisik untuk pasien ini dapat dilakukan
dengan pemeriksaan umum (pemeriksaan tanda-tanda vital dan
antropometri),pemeriksaan morfologi saluran napas (pemeriksaan ukuran leher,
hidung, orofaring dan organ-organ lain yang terkasit dengan saluran napas) hal ini
dikarena untuk melihat ada atau tidaknya obstruski pada saluran napas yang
mengakibatkan insomnia dan dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik lain
(pemeriksaan kardiovaskular atau paru) hal ini dikarenakan terdapat penyakit yang
bersangkut paut dengan organ tersebut sehingga dapat dilakukan penanganan terhadap
penyakit tersebut sejak dini. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
polisomnogram yang dilakukan di labolatorium tidur, pemeriksaan ini dilakukan
dengan menghitung jumlah apneu (henti napas) pada salukan napas. Hasil
labolatorium ini dapat dibedakan menjadi 3 yaitu ringan sedang dan berat dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Osa ringan bila terdapat 5-15 kali apnea per jam pada waktu tidur
b. Osa sedang bila terdapat 15-30 kali apnea per jam tidur pada waktu tidur
c. Osa berat bila terdapat lebih dari 30 kali apnea per jam pada waktu tidur

2. Sindrom kaki kurang tenang dan gangguan gerakan tungkai periodic


Sindrom ini ditandai oleh rasa tidak enak yang berlebihan terutama pada kaki selama
malam saat pasien istirahat. Ini adalah bentuk akathisia, seing disebut perasaan
dirayapi semut atau hewan kecil. Perasaan ini menggerakan kakinya sehingga bangun
lalu berjalan guna menghilangkan rasa tidak enak ini. Pada kebanyakan pasien
gerakan kaki untuk menghilangkan akathisia ini terjadi pada saat tidur tanpa disadari
oleh pasien tersebut biasanya gerakan tersebut berupa gerakan-gerakan kaki. Oleh
karena gerakan-gerakan kaki ini pasien sering mengeluh rasa lelah yang berlebihan
saat banguntidur dan tidur tidak nyenyak dan mengantuk pada siang hari. Prevalensi
usia lanjut 45% dan tidak ada perbedaan untuk laki-laki dan perempuan. Untuk
patofisiologi sindrom ini belum dibuktikan karena apa tetapi hipotesis sementara
menyatakan adanya disfungsi system dopamine dalam sisten saraf pusat, hal ini
dikarenakan adanya efek agonis dopamine yang efektif untuk mengatasi gangguan
tidur ini.

3. Gangguan perilaku REM


Gangguan tidur ini sangat jarang ditemukan pada usia lanjut. Proses yang mendasari
gangguan tidur ini adalah adanya disinhibisi transmisi aktivitas motorik saat
bermimpi. Gangguan tidur ini sering muncul pada tengah malam saat periode REM
terjadi. Bentuk gangguan dapat berupa mengigau, bicara sambil tidur, berjalan,
bahkan makan sambil tidur. Pasien sering jath ataulompat dari tempat tidur sehingga
banyak terjadi perlukaan. Pada kasus ini banyak penelitian melaporkan prevalensi
pada laki-laki lebih besar dari perempuan. Gangguan ini pada fase kronik banyak
dihubungkan dengan penyaki neurodegenerative seperti demensia dan penyakit
Parkinson. 1

Differential diagnosis

Depresi

Depresi merupakan penyakit mental yang palig sering pada pasien berusia diatas 60
tahun dan merupakan contoh penyakit yang paling umum dengan tampilan gejala yang tidak
spesifik/ tidak khas pada populasi geriatri. Terdapat beberapa factor biologis, fisik,
psikologis, dan sosial yang membuat seorang berusia lanjut rentan terhadap depresi.
Perubahan sistem saraf pusat seperti meningkatnya aktifitas monoamine oksidase dan
berkurangya konsentrasi neurotransmitter (terutama transmitter katekolaminergik) dapat
berperan dalam terjadinya depresi pada usia lanjut. Kondisi multipatologi dengan berbagai
peyakit kronik dan polifarmasi kian meningkatkan kejadian depresi pada usia lanjut. Factor
psikososial juga berperan sebagai factor predisposisi depresi. Orang tua sering mengalami
periode kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Factor kehilangan fisik juga
meningkatkan kerentanan terhadap depresi dengan berkurangnya kemauan merawat diri dan
hilangnya kemandirian. Berkurangnya kapasitas sensoris (terutama penglihatan dan
pendengaran) akan mengakibatkan penderta terisolasi dan berujung pada depresi.
Berkurangnya daya ingat dan fungsi intelektual sering dikaitkan dengan depresi. Kehilangan
pekerjaan, penghasilan, dan dukungan sosial sejalan dengan bertambahnya usia turut menjadi
factor predisposisi seorang usia lanjut untuk menderita depresi.

Ada beberapa cara penegakan diagnosisi terapi, menurut diagnostic and statistical
manual of mental disorders (DSM) IV atau menurut international code of diagnostic (ICD)
10. Penggunaan DSM-IV mungkin tidak spesifik, dan dianjurkan dengan skala depresi khusu
usia lanjut. Menurut DSM-IV criteria depresi berat mencakup 5 atau lebih gejala berikut, dan
telah berlangsung 2 minggu atau lebih, yaitu

1. Perasaan depresi
2. Hilangnya minat atau rasa senang, hampir setiap hari
3. Berat badan menurun atau bertambah yang bermakna
4. Insomnia atau hipersomnia, hampir tiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir tiap hari
6. Kelelahan (rasa lelah atau hilangnya energy), hampir tiap hari
7. Rasa bersalah atau tidak berharga, hampir tiap hari
8. Sulit konsentrasi
9. Pikiran berulang tentang kematian atau gagasan bunuh diri

Menurut ICD-10 gejala-gejala depresi terdiri dari


Gejala utama
1. Perasaan depresif
2. Hilangnya minat dan semangat
3. Mudah lelah dan tenaga hilang
Gejala lain
1. Konsentrasi menurun
2. Harga diri menuruun
3. Perasaan bersalah
4. Pesimis terhadap masa depan
5. Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Gangguan tidur
7. Gangguan nafsu makan
8. Menurunnya libido

Etiologi

Sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan.bahwa penyebab gangguan tidur


pada usia lanjut merupakan gabungan banyak factor, baik fisik, psikologis, pengaruh obat-
obatan, kebiasaan tidur, maupun penyakit penyerta lain yang diderita. Beberapa factor
penyebab gangguan tidur, yaitu

1. Perubahan-perubahan irama sirkadian


2. Gangguan tidur primer
3. Penyakit-penyakit fisik (hipertiroid, arthritis)
4. Penyakit-penyakit jiwa (depresi, gangguan ansietas)
5. Pengobatan polifarmasi, alcohol, kafein
6. Demensia
7. Kebiasaan hygiene tidur yang kurang baik

Gejala klinis

Pada usia lanjut terjadi perubahan irama sirkadian tidur normal yaitu menajdi kurang sensitive
dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian yang normal terdapat peranan
pengeluaran hormon dan perubahan temperature badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan
GH meningkat pada siang hari dan temperature badan menurun pada malam hari. Pada usia lanjut,
ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperature tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol.
Melatonin, hormon yang disekskresikan malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun dengan
meningkatnya umur. Kelainan yang terjadi akibat gangguan irama sirkadian pada usia lanjut, yaitu

1. Keridaksinkronan respon proses endogen terhadap rangsang eksogen, dimana terjadi


penurunan respon endogen terhadap perubahan siang dan malam sehingga dapat
terjadi tidur bangun tak beraturan lagi
2. Sindrom fase tidur lebih cepat, gangguan berupa periode atau siklus tidur bangun
lebih cepat atau maju dibandingkan usia dewasa muda. Gangguan terletak pada
pengaturan temperature badan, temperature badan sudah turun pada pukul 6-7 sore
dan sudah meningkat pada pukul 2-3 dini hari.1

Penatalaksanaan1

Untuk gangguan irama sirkadian perlu dijelaskan pada pasien bahwa gangguan tidur
ini bukan penyakit, tidak membutuhkan obat khusus, hanya perlu pengaturan waktu masuk
tidurya, jangan terlalu dini dengan melakukan kegiatan/kesibukan pada petang hari dan baru
masuk tidur pada jam yang sama dengan keluarga lain. Kalau tetap tak dapat mengatasi,
diberikan lampu terang pada saat seharusnya pasien masih bangun di pagi hari dan petang
hari, lampu dipadamkan pada saat harus tidur.

Penatalaksanaan gangguan tidur untuk usia lanjut harus dilakukan secara individual,
dengan meneliti dan menilai gejala dan tanda yang ada pada tiap pasien. Beberapa hal dapat
diterapkan secara umum pada semua jenis gangguan tidur pada usia lanjut, yaitu edukasi
tidur, mengubah gaya hidup, psikoterapi, dan medikamentosa.

Edukasi tidur diberikan baik kepada pasien maupun keluarga. Edukasi tersebut
meliputi,

1. Tunggu sampai sangat mengantuk sebelum naik ke tempat tidur


2. Bila dalam 20 menit berbaring belum bisa tidur, maka lebih baik bangun lagi, lakukan
kegiatan lagi dengan tenang dan lakukan rekreasi. Bila mengantuk baru kembali ke
tempat tidur
3. Hindarkan penggunaan kamar tidur untuk bekerja, membaca, dan meonton televise
4. Bangun tidur pagi hari pada jam yang sama, tidak peduli sudah berapa lama ia tidur
5. Hindarkan minum kopi atau merokok
6. Lakukan olahraga ringan tiap pagi setelah bangun tidur
7. Kurangi tidur siang, lakukan kegiatan/ hobi yang menyenangkan
8. Kurangi jumlah minum setelah makan malam, hindari minum alcohol
9. Pelajari teknik relaksasi atau melakukan meditasi
10. Hindarkan gerakan badan berlebihan saat di tempat tidur
11. Berdoa sebelum tidur
Mengubah gaya hidup diperlukan untuk memperbaiki factor fisik dan psikis yang
mendasari terjadinya gangguan tidur pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi,
1. Usaha memperbaiki berat badan dengan emperbaiki pola makan pada pasien
gangguan tidur karena gangguan pernapasan (GTGP)
2. Menghindari perjalanan jauhatau bekerja sampai malam hari, agar tidak terjadi jet lag
3. Menghindari membaca atau menonton atu mendengarkan cerita-cerita yang
menakutkan atau sangat menyedihkan
4. Bila memungkinkan buat suasana lingkungan rumah bersih dan menyenangkan
5. Perbaiki hubungan antar anggota keluarga, tumbuhkan suasana aman dan penuh kasih
antar sesame penghuni rumah
6. Lakukan aktifitas fisik, jangan duduk diam sepanjang hari

Psikoterapi perlu diberikan pada pasien gangguan tidur yang disebabkan oleh ansietas
dan depresi. Di samping psikoterapi dari seorang psikolog, psikoterapi berupa dorongan dan
penghiburan sebaiknya dilakukan oleh anak atau cucu pasien.

Terapi medikamentosa diberikan sesuai dengan penyebab yang mendasari terjadinya


gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang terjadi. Obat-obat transkuiliser minor seperti
golongan benzodiazepine dapat diberikan pada pasien insomnia akut, diberikan dosis kecil
dan dalam waktu yang tidak lama. Terapi terhadap penyakit penyerta yang diderita usia lanjut
harus dilakukan dengan menghindarkan sebisa munkin obat-obatan yang menyebabkan
gangguan tidur. Melatonin yang sedang marak dipakai sebagai obat tidur, sampai saat ini
belum menunjukan hasil yang memuaskan dalam mengatasi gangguan tidur pada usia lanjut

Prognosis

Kesimpulan

Daftar pustaka
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Ed 5. Jilid
1. Jakarta: InternaPublishing; 2009.

2. Welsby, Philip D. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.

3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. Jakarta: EGC; 2005.h. 30-1.
4.

Anda mungkin juga menyukai