All Bab Skripsi (Repaired)
All Bab Skripsi (Repaired)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan otonomi daerah menjadi pemicu banyaknya lahir Perda di berbagai tingkatan
propinsi dan kabupaten. Kebijakan tersebut memunculkan berbagai peraturan pendukung untuk
melegitimasi konsep otonomi daerah antara lain : UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, PP No. 1 tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, dan Kepmendagri
No. 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. Instrument hukum dari
Pemerintahan Pusat inilah yang dijadikan landasan dan acuan dalam penyusunan aturan di
Sejalan dengan konsep otonomi daerah yang memberikan porsi yang lebih besar kepada
setiap daerah untuk mengatur daerahnya masing masing, Salah satu faktor utama dalam
merealisasikan konsep otonomi daerah ialah dengan produk hukum (Perda). Kota Makassar yang
merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan kompleksitas masalah dan karaktersistik
masyarakatnya sangat perlu untuk mengatur segala problematika perkotaan. Salah satu yang
dianggap perlu untuk diatur ialah mengenai konsep perdagangan dalam hal ini persaingan
industri ritel.
diterapkannya segala program liberalisasi. Hal tersebut berujung pada ditandatanganinya letter of
intent dengan IMF yang memberikan peluang besar kepada investasi asing untuk masuk di
1
Huma, 2007. Proses Penyusunan Peraturan Daerah Dalam Teori & Praktek. Jakarta
1
Indonesia. 2 Salah satunya di bidang industri ritel. Sejak saat itu, peritel-peritel asing atau pasar
modern mulai berdatangan dan meramaikan industri ritel Indonesia. Pengusaha pasar modern
sangat aktif untuk melakukan investasi baik itu dalam skala Hypermarket, Supermarket dan
Minimarket. Salah satu contohnya adalah Continent, Carrefour, Hero, Walmart, Yaohan, Lotus,
Berdasarkan data AC Nielsen tahun 2008, diketahui bahwa pertumbuhan pasar modern
3
setiap tahunnya mencatat kisaran angka 10 % hingga 30 %. Hal ini ditunjukkan dengan
ekspansi pasar modern sangat agresif hingga masuk ke wilayah pemukiman rakyat. Pasar
tradisional yang berada di wilayah pedesaan maupun pemukiman rakyat secara langsung terkena
imbasnya dengan berhadapan langsung dengan pasar modern tersebut. Persaingan diantara
keduanya pun tidak terhindari. Tidak hanya itu, karena minimnya aturan zonasi dari
pembangunan pasar modern maka pasar tradisional yang berada di kota-kota besar pun terkena
imbasnya. Persaingan head to head akibat menjamurnya pasar modern membawa dampak buruk
terhadap keberadaan pasar tradisional.. Salah satu dampak nyata dari kehadiran pasar modern di
tengah tengah pasar tradisional adalah turunnya omzet dan pendapatan terhadap pedagang pasar
setiap harinya.
Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat
Perbelanjaan. Adapun arah kebijakan yang ingin dicapai antara lain pemberdayaan pasar
tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat,
2
Harvey, David. 2009, Januari. Neoliberalisme & Restorasi Kelas Kapitalis. Resist Book. Yokyakarta
3
AC. Nielsen, 2008
2
serta saling menguntungkan; memberikan pedoman bagi penyelenggaraan ritel tradisional, pusat
perbelanjaan, dan toko modern; memberikan norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan
tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko modern; pengembangan
kemitraan dengan usaha kecil, sehingga tercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan
produsen, pemasok, toko modern dan konsumen. 4 Untuk menegaskan Perpres 112, pemerintah
kembali mengeluarkan aturan pendukung yaitu Permendag No. 53 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Aturan ini,
lebih rinci mengatur mengenai zonasi, perjanjian perdagangan (traiding term) dan perizinan.
Berangkat dari Perpres 112 tahun 2007 dan Permendag No.58 Tahun 2008, beberapa kota
di Indonesia mulai menerapkan regulasi turunan untuk mendukungnya lewat Peraturan Daerah
(Perda). Beberapa daerah diantaranya Jawa Timur, Bandung, Manado, Solo, Makassar,
Tangerang dan Bekasi. Menarik dicermati, beberapa daerah yang telah terlebih dahulu membuat
Perda tentang perlindungan pasar tradisional masih mengalami permasalahan serius dalam
mengimplementasikannya di lapangan. Seperti yang ada di Provinsi Jawa Timur. Sejak Perda
tentang penataan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan di sahkan tahun 2008, efek positif
terhadap perlindungan pasar tradisional belum nampak. Bahkan beberapa tahun setelah terbitnya
Perda tersebut, ekspansi pasar modern dan toko modern justru semakin mendominasi. Beberapa
alasan yang mengemuka dikarenakan dalam Perda hanya mengatur secara normatif keberadaan
pasar tradisonal dan pasar modern. Sehingga dalam penegakkannya, pemerintah daerah dianggap
tidak serius.
4
Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta
3
Untuk kota Makassar sendiri, aturan mengenai industri ritel tertuang dalam Perda No.15
Tahun 2009 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern.
Perda ini merupakan produk hukum dari legislatif. Tujuan dari terbitnya Perda ialah ingin
melindungi pasar tradisional dan ekonomi kecil dari gencarnya pembangunan pasar modern di
kota Makassar. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Hj. Sri Rahmi, anggota DPRD Kota
Makassar yang juga menjadi salah satu Panitia Khusus (Pansus) pembuatan Perda No.15 Tahun
Regulasi mengenai perlindungan pasar tradisional menjadi suatu angin segar bagi para
pedagang pasar tradisional, aktifis, NGO dan pemerhati pasar tradisional dalam melindungi pasar
tradisional yang ada di Indonesia, khususnya di Kota Makassar. Mengingat kontribusi pasar
tradisional sendiri terhadap masyarakat dan pemerintah kota Makassar tidak bisa dianggap
sepele. Dari total 16 pasar resmi yang ada di Kota Makassar, omzet yang disumbangkan untuk
pendapatan asli daerah dibidang retribusi baik sampah dan kios terbilang besar. Bahkan secara
historis, keberadaan pasar tradisional punya banyak sejarah perkembangan Kota Makassar.
Seperi pasar Boetoeng yang berdiri pada tahun 1917, merupakan pasar resmi pertama bentukan
dari kolonial Belanda dan menjadi objek pasar pertama pada saat itu dalam penerapan retribusi.
Selama proses pembentukan sampai menghasilkan Perda yang sah, memakan waktu
kurang lebih tiga bulan terhitung dari bulan Juli sampai dengan September 2009. Dalam proses
penyusunan, berbagai pihak menilai bahwa keterlibatan publik dan stakeholder yang terkait
dirasa sangat kurang. Walaupun keterlibatan publik tidak menjadi suatu kewajiban tetapi menjadi
ironi ketika suatu aturan yang tujuan dasarnya melindungi keberadaan pasar tradisional, justru
tidak melibatkan peran pedagang pasar tradisional dalam perumusan suatu Perda.
Pemerintah Kota Makassar yang didalamnya terdapat berbagai Satuan Perangkat Kerja
Dinas memiliki kewenangan dan tugas untuk melaksanakan Perda ini. Sesuai dengan amanat dari
4
UU.No.32 Tahun 2004, dimana pemerintah daerah berkewajiban untuk melaksanakan berbagai
Perundang-undangan yang dihasilkan. Menarik untuk dicermati bahwa Perda No. 15 ini,
semenjak diterbitkannya hampir tiga tahun lalu, belum mempunyai dampak positif terhadap
eksistensi pasar tradisional dan UMKM (Unit Mikro, Kecil, dan Menengah). Melihat fenomena
yang terjadi, ekspansi pasar modern di Kota Makassar justru semakin tidak terkendali. Hal
tersebut bisa dilihat dari data yang dikeluarkan lembaga Nielsen, dimana sepanjang tahun 2010
sebesar 11.927 unit. contoh kasusnya.5 Pembukaan gerai-gerai minimarket baru seperti Alfamart,
Indomaret, Alfa Midi dan Alfa Express juga turut berperan dalam marginalisasi pasar lokal.
Bahkan khusus untuk AlfaMart, saat ini sudah membuka kurang lebih 60 gerai. 6
Alih alih meningkatkan daya saing pasar tradisional lewat aturan Perda, kenyataan justru
sebaliknya. Implementasi Perda dilapangan dirasa tidak berjalan sesuai harapan. Secara garis
besar pemerintah daerah dibantu oleh Satuan Kerja Perangkat Dinas yang berperan penting
dalam hal penegakkan hukum masih lemah. Dimana dalam Perpres ditekankan bahwa
pemerintah daerah diberikan kewenangan penuh dalam mengatur pemberian izin usaha dan
pendirian pasar modern. Alasannya, pemerintah daerah adalah pihak yang paling mengetahui
kondisi setempat dan mampu melakukan pemantauan secara berkala. Sehingga banyak orang
menilai bahwa aturan yang tertulis di dalam Perda serasa menjadi aturan ompong belaka karena
Berangkat dari pemikiran tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji implementasi dari
Perda No.15 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern
di Kota Makassar dan dampaknya terhadap eksistensi pasar tradisional di Kota Makassar.
5
AC. Nielsen, 2010
6
Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00
Wita.
5
Adapun judul skripsi yang dimajukan ialah tentang Eksistensi Pasar Lokal di Kota
B. Rumusan Masalah
Memperhatikan luasnya cakupan masalah yang akan diteliti terkait eksistensi pasar lokal
Kota Makassar dengan studi tentang implementasi perda no.15 tentang perlindungan,
pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern, maka peneliti membatasi
Kota Makassar.
b. Menjelaskan dampak dari kebijakan Perda No.15 tahun 2009, terhadap perlindungan
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Mengetahui implementasi dari setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
kota, khususnya yang berhubungan dengan Perda no. 15 Tahun 2009 tentang
6
1) Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pemerintah kota Makassar dalam setiap
pasar tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini, peneliti terlebih dahulu menjelaskan pendekatan institusional baru
sebagai suatu pendekatan untuk menjelaskan secara luas mengenai institusi dan cara kerjanya.
Dalam institusional baru dikenal banyak varian untuk melihat cara institusional bekerja. Salah
satu varian yang dipakai pada institusional baru ialah institusional pilihan rasional yang melihat
kebijakannya. Setelah itu menjelaskan tentang konsep dari kebijakan publik dan model-model
implementasi menurut beberapa ahli. Setelah itu menggambarkan konsep dan pemaknaan
tentang pasar. Terakhir, merumuskan pendekatan dan model implementasi dalam suatu kerangka
mengimplementasikan kebijakan.
7
Rhodes, R. (1997) dalam Marsh & Stoker mengatakan pendekatan institusional adalah
suatu subjek masalah yang mencakup peraturan, prosedur, dan organisasi formal pemerintahan.
Ia memakai alat-alat ahli hukum dan sejarahwan untuk menjelaskan batas-batas pada perilaku
7
politik maupun efektifitas demokratis . Dalam perjalanannya, pendekatan Institusional
mengalami semacam paradigma baru karena tidak tahan dengan berbagai kritikan yang datang
tradisional hanya berkutat pada organisasi politik dan pemerintahan formal saja tetapi tidak
paradigma baru yang dikenal dengan aliran Institusionalisme Baru. Pemikir yang
mengembangkan paradigma ini ialah March dan Olsen, yang melihat para pemikir ilmu politik
mainstream sebagai reduksionis karena menganggap institusi sudah tidak menarik lagi untuk di
kaji dalam ranah ilmu politik mainstream 8. March dan Olsen menegaskan bahwa institusi politik
memainkan suatu peran yang lebih otonom dalam membentuk hasil politik, menyatakan bahwa
Berangkat dari pertanyaan yang sangat menarik tentang apa yang menyusun suatu
institusi politik dan cara institusi politik itu bekerja dan menentukan serta mempertahankan
kepentingan, March dan Olsen mengemukakan suatu hipotesa. March dan Olsen melihat
kemampuan actor individu mempengaruhi bentuk dan berfungsinya institusi politik yang relative
otonom. Perubahan ini menarik pada saat perubahan institusional secara cepat. contohnya di
Inggris, inovasi institusional seperti privatisasi atau devolusi mempengaruhi perilaku politik, dan
bagaimana itu mempengaruhi politik yang sudah ada di institusi lama, pelayanan publik dan
74
Marsh, David & Stoker, Gerry, 2011. Theory and Methods in Political Science: Teori dan Metode dalam Ilmu
Politik. Bandung: Nusa Media.
8
Ibid. hal 112
8
kedaulatan parlementer. Ataukah di Negara bekas komunis Eropa Timur dan Tengah, bisakah
desain institusi politik baru mengubah perilaku politik kearah pengharapan demokrasi liberal. 9
Tidak ada respon terhadap pertanyaan tersebut. Jika institusionalis lama meremehkan
teori, institusionalis baru justru sangat antusias mengembangkan beraneka ragam proyek teoritis.
ilmu politik sesungguhnya merupakan suatu rangkaian perkembangan, yang setidaknya pada
awalnya terjadi secara relatif independen satu sama lain. Sekarang telah banyak sekali
institusi politik membentuk perilaku individu ( lihat March dan Olsen (1984) dalam
(kepentingan dan keuntungan) mereka (lihat Weingast (1986) dalam Marsh, David &
Stoker (2011)) 12
3. Institusionalis historis melihat pada bagaimana pilihan yang dibuat tentang desain
depan (lihat Hall dan Taylor (1996) dalam Marsh, David dan Stoker (2011)) 13
4. Institusionalis empiris, yang paling mirip dengan pendekatan tradisional,
terhadap kinerja pemerintah (lihat Peters (1996) dalam David dan Stoker (2011)) 14
9
Ibid. hal 112
10
Ibid. hal 113
11
Ibid. hal 115
12
Ibid. hal 115
13
Ibid. hal 115
14
Ibid. hal 115
9
5. Institusionalis internasional menunjukkan bahwa perilaku negara disetir oleh desakan
struktural (formal dan informal) atau kehidupan politik internasional (lihat Rittberger
memberikan batu-bata teoritis yang penting bagi institusionalisme normative dalam ilmu
politik (lihat Meyer dan Rowan (1991) dalam David dan Stoker (2011)) 16
7. Institusionalis jaringan menunjukkan bagaimana pola-pola interaksi yang diatur tapi
seringkali informal antara individu dan kelompok bisa membentuk perilaku politik (lihat
bahasa Yunani, Sansekerta, dan latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis
(Negara-kota) dan pur (kota) yang dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politea (Negara)
dan akhirnya dalam bahasa Inggris policie, yang berarti mengani masalah masalah publik atau
19
administrasi pemerintahan. Laswell dan Kaplan dalam Thoha, Miftah memberikan definisi
tentang kebijakan yaitu sebagai program pencapaian tujuan, nilai nilai dalam praktek yang
terarah.
20
Menurut Anderson (1979) dalam Winarno menyatakan bahwa kebijakan merupakan
arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh suatu actor atau sejumlah actor
dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Konsep kebijakan ini mempunyai implikasi
yaitu: (1)titik perhatian dalam membicarakan kebijakan berorientasi pada maksud dan tujuan,
bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan sudah direncanakan oleh aktor aktor yang
15
Ibid. hal 115
16
Ibid. hal 115
17
Ibid. hal 115
18
Dunn, William N, 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.Yokyakarta: Hanindita Graha Widya
19
Thoha, Miftah, 1999. Dimensi dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: PT. Grafindo Persada
20
Winarno, B, 2007. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yokyakarta: Media Pressindo
10
terlibat dalam sistem politik, (2) suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan
berbagai kebijakan lainnya dalam masyarakat, (3) kebijakan adalah apa yang sebenarnya
dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah, (4) kebijakan dapat
bersifat positif dan negative, dan (5) kebijakan harus berdasarkan hukum sehingga memiliki
Kebijakan dapat dilihat sebagai konsep filosofis, sebagai suatu produk, sebagai suatu
proses, dan sebagai suatu kerangka kerja.21 Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan merupakan
serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan; sebagai suatu produk, kebijakan dipandang
sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan dipandang
sebagai suatu cara dimana melalui cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat
mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai
produknya; dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan proses tawar menawar dan
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
usulan kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi diatas, berarti
pemerintah harus mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan untuk merespon dan
menaggulangi permasalahan yang ada dengan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki serta
menerima masukan dari seseorang/kelompok, sehingga ada jalan keluar yang terbaik dan
21
Keban, Y. T, 2004. Enam dimensi strategis administrasi publik, konsep, teori dan isu. Yokyakarta: Gava Media
22
Kismartini, dkk, 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Universitas Terbuka
11
Dunn dalam Dwidjowijoto 23 menjelaskan tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan
unit-unit administrasi dengan memobilisasi sumberdaya yang dimilikinya, terutama financial dan
manusia.
5. Penilaian kebijakan;di sini unit-unit pemeriksaan dan akuntansi menilai apakah lembaga
pembuatan kebijakan dan pelaksana kebijakan telah memenuhi persyaratan pembuatan kebijakan
pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya sumberdaya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan yang diambil telah banyak membantu para
pelaksana ditingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-
masalah publik. Bahkan, Chandler dan Plano juga beranggapan bahwa kebijakan publik
merupakan bentuk intervensi yang terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok
masyrakat tertentu agar dapat berperan dalam pembangunan maupun setiap tindakan yang
kebijakan publik seperti pendapat Thomas R. Dye, George C. Edwards dan Ira Sharkansky,
23
Dwidjowijoto, R. N, 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta: Elek Media Komputindo
24
Keban, Y. T. (2004). Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu. Yokyakarta: Gava
Media
25
Kismartini, dkk. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Universitas Terbuka
12
James Anderson dan David Easton. Dimana terdapat beberapa sudut pandang dari para ilmuwan
1). Kebijakan publik dipandang sebagai tindakan pemerintah. Thomas R. Dye, mengemukakan
kebijakan publik sebagai apa pun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan.
Dalam upaya mencapai tujuan Negara, pemerintah perlu mengambil pilihan langkah tindakan
yang dapat berupa melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu. Tidak melakukan sesuatu apa
pun merupakan sesuatu kebijakan publik karena merupakan upaya pencapaian tujuan dan pilihan
tersebut memiliki dampak yang sama besarnya dengan pilihan langkah untuk melakukan sesuatu
terhadap masyarakat.
Senada dengan pandangan Dye adalah George C. Edwards III dan Ira Sharkansky, yaitu :
kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau dilakukan oleh pemerintah
yang dapat ditetapkan dalam peraturan-paraturan perundang-undangan atau dalam bentuk policy
statement yang berbentuk pidato-pidato dan wacana yang diungkapkan pejabat politik dan
pemerintah. Sementara itu, James E. Anderson memeberikan definisi kebijakan publik adalah
pemerintah. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, mengemukakan bahwa kebijakan publik
adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah. Sedangkan
David Easton mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai sevcara
pemerintah untuk mencapai tujuan. James E. Anderson mengemukakan bahwa kebijakan publik
13
adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah. Sementara itu, Edwards III dan Sharkansky mengemukakan bahwa kebijakan publik
adalah suatu tindakan pemeriintah yang berupa program-program pemerintah untuk mencapai
adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk
merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk
mengantar masyrakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju
tampaklah bahwa kebijakan publik hanya dapat ditetapkan pemerintah, pihak-pihak lain atau
yang lebih dikenal dengan sebutan aktor-aktor kebijakan publik hanya dapat memepengaruhi
proses kebijakan publik dalam kewenangannya masing-masing. Menurut Dye dalam Kismartini,
27
hal ini disebabkan oleh 3 hal dari kewenangan yang dimiliki pemerintah, yaitu:
a) Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk memberlakukan
kebijakan publik secara universal kepada publik yang menjadi sasaran (target group).
b) Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melegitimasi atau
mengesahkan kebijakan publik sehingga dapat diberlakukan secara universal kepada publik yang
kebijakan publik secara paksa kepada publik yang menajdi sasaran (target group)
dalam pengambilan keputusan. Terdapat tiga tingkatan yang berkaitan dengan proses penyusunan
26
Dwidjowijoto, R. N, 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta: Elek Media komputindo
27
Kismartini, dkk, 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Universitas Terbuka
14
kebijakan dalam kelembagaan yaitu tingkat kebijakan (policy level), tingkat organisasi
Pada tingkat kebijakan pernyataan umum dibahas dan diformulasikan oleh lembaga
legislative. Pada tingkat oraganisasi, kekuasaan dipegang oleh lembaga eksekutif dan selanjutnya
tingkat operasional merupakan operasionalisasi kegiatan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi
atau lembaga masing-masing sebagai petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis dari kebijakan
untuk menghasilkan outcome yang diharapkan. Suatu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
Dalam tingkat operasional, ada anggapan bahwa ketika pemerintah membuat suatu
kebijakan tertentu, maka kebijakan tersebut dengan sendirinya akan dengan mudah dapat
dilaksanakan oleh pembuat kebijakan dan hasilnya akan mendekati seperti apa yang dharapkan
28
oleh pembuat kebijakan. Menurut Smith dalam Wahab, pandangan demikian tidak seluruhnya
benar sebab di negara-negara dunia ketiga, implementasi kebijakan publik justru merupakan batu
sandungan terberat dan serius bagi efektifitas pelaksanaan kebijakan pembangunan di bidang
29
sosial dan ekonomi. Hal ini juga ditegaskan oleh Dwidjowijito bahwa implementasi kebijakan
adalah hal yang paling berat, karena disini pada masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai
C. Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah
jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel
yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun
kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy
28
Wahab, Solichin Abdul, 1997. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara
29
Dwidjowijoto, R. N, 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta: Elek Media komputindo
15
makers untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan
hari yang membawa dampak pada warga negaranya. Dalam literatur Negara klasik, politik dan
administrasi dipisahkan. Politik, menurut Frank Goodnow dalam Subarsono, 30yang menulis pada
tahun 1900, berhubungan dengan penetapan kebijakan yang akan dilakukan oleh Negara. Ini
berhubungan dengan nilai keadilan, dan penentuan apa yang harus dilakukan atau tidak
yang harus dilakukan oleh negara dan apa yang efisien untuk dalam mengimplementasikan
kebijakan publik.
Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi apa yang oleh
Lipsky disebut street level bureaucrats untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku
kelompok sasaran (target group). Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh
banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi
dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun
variabel organisasional, dan masing masing variabel pengaruh tersebut saling berinteraksi satu
sama lain.
implementasi dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3)
30
Subarsono, G. A, 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yokyakarta: Pustaka Pelajar
31
Ibid, hal 90
16
disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Dan keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama
lain.
Berbeda dengan pandangan Mazmanian dan Sabatier (1983) 32, yang mengatakan ada tiga
kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni (1) karakteristik dari
implementation)
Menurut Meter dan Horn, 33 ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi,
yakni; (1) standar dan sasaran kebijakan; (2) sumberdaya; (3) komunikasi antarorganisasi dan
penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana; dan (5) kondisi sosial, ekonomi dan politik.
ada dua variabel besar yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yakni; isi kebijakan
kebijakan mencakup: (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat
dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target groups, sebagai contoh,
masyarakat di slum areas lebih suka menerima program air bersih atau pelistrikan daripada
menerima program kredit sepeda motor; (3) sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah
kebijakan. Suatu program yang bertujuan merubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif
lebih sulit diimplementasikan daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau
bantuan kepada kelompok masyarakat miskin; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5)
apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; (6) apakah sebuah
17
Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup: (1) seberapa besar kekuasaan,
kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi
kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas
kelompok sasaran. Adapun model implementasinya digambarkan dengan skema berikut ini:
Skema 2.1
Model Implementasi Grindle, Merilee S, 1980:11 35
mengambil model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Merilee S. Grindle. Alasan
memilih model ini karena dinilai cocok dalam menggambarkan cara cara institusi dalam
18
D. Konsep dan Pemaknaan Tentang Pasar
Dikotomi antara pasar tradisional dan pasar modern sesungguhnya tidak hanya bersumber
dari arsitektur bangunan atau manajemen pengelolaannya, melainkan bersumber dari pemaknaan
tentang konsepsi pasar sebagai tempat berlangsungnya transaksi ekonomi. Konsep tentang pasar
dapat dipahami dari berbagai perspektif, seperti perspektif ekonomi, sosial, budaya, bahkan
politik. Dalam perspektif ekonomi, konsep tentang pasar (dalam pengertian luas, sebagai tempat
bertemunya permintaan dan penawaran) terbentuk sebagai salah satu implikasi dari proses
perubahan masyarakat menuju masyarakat kapitalis. Boeke (1910) merupakan salah satu ahli
masyarakat kapitalistik terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat dalam
Perbedaan orientasi ekonomi tersebut melahirkan nilai-nilai sosial dan budaya yang
membentuk pemahaman terhadap keberadaan pasar dalam kedua kategori masyarakat tersebut.
Dalam masyarakat kapitalistik, individu secara otonom menentukan keputusan bebas. Dalam
masyarakat seperti itu, pasar merupakan kolektivitas keputusan bebas antara produsen dan
konsumen 37. Jika keputusan produsen ditentukan oleh biaya alternatif, harapan laba, dan harapan
36
Boeke, J. H, 1953. Economics and Economic Policy of Dual Societies: As Exemplified by Indonesia. N. V.
Haarlem: HD Tjeenk Willink & Zoon.
37
Sastradipoera, Komaruddin, Pasar Sebagai Etalase Harga Diri., dalam Ajip Rosidi, dkk (eds). 2006. Prosiding
Konferensi Internasional Budaya Sunda (Jilid 2). Jakarta: Yayasan Kebudayaan Rancage.
19
harga pasar, maka keputusan konsumen ditentukan oleh daya beli, pendapatan minus tabungan,
harga dan harapan harga komoditas, serta faktor individual (minat, kebutuhan, dll). Dalam
dalam masyarakat seperti itu merupakan pertemuan sosial, ekonomi, dan kultural. Jika keputusan
produsen lebih ditentukan oleh harapan untuk mempertahankan posisi pendapatan yang telah
dicapai, maka keputusan konsumen lebih dekat pada nilai kolektif yang dapat diraihnya.
yang ciri cirinya tampak dalam kelompok masyarakat yang masih berpatokan pada kolektivitas,
kegiatan ekonomi yang berlangsung di pasar (dalam arti tempat bertemunya penjual dan
pembeli) masih sangat diwarnai oleh nuansa kultural yang menekankan pentingnya tatap muka,
hubungan personal antara penjual dan pembeli (yang ditandai oleh loyalitas langganan), serta
kedekatan hubungan sosial (yang ditandai konsep tawar-menawar harga dalam membeli barang
atau konsep berhutang). Karakteristik semacam ini pada kenyataannya tidak hanya ditemukan
dalam masyarakat perdesaan sebagaimana ditesiskan Boeke, tapi juga dalam masyarakat
perkotaan, yang bermukim di kota-kota besar di Indonesia. Kondisi semacam inilah yang
kemudian memunculkan dualisme sosial, yang tampak dalam bentuk pertentangan antara sistem
sosial yang berasal dari luar masyarakat dengan sistem sosial pribumi yang hidup dan bertahan di
Secara sosiologis dan kultural, makna filosofis sebuah pasar tidak hanya merupakan
arena jual beli barang atau jasa, namun merupakan tempat pertemuan warga untuk saling
20
38
interaksi sosial atau melakukan diskusi informal atas permasalahan kota . Pemaknaan ini
merefleksikan fungsi pasar yang lebih luas, namun selama ini kurang tergarap pengelolaannya
dalam berbagai kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengelolaan pasar, seperti
kebijakan perdagangan, tata ruang, dan perizinan lebih banyak berorientasi pada dimensi
ekonomi dari konsep pasar. Pengabaian terhadap fungsi sosial-kultural pasar inilah yang
kemudian melahirkan bentuk-bentuk pasar modern yang bernuansa kapitalistik, yang lebih
Masuknya nilai-nilai baru, seperti kolektivitas rasional atau otonomi individu yang
menjadi karakteristik masyarakat kapitalistik ternyata tidak diimbangi oleh pelembagaan nilai-
nilai ini dalam dimensi kehidupan masyarakat. Kebiasaan sosial di kalangan masyarakat
memunculkan fenomena dualisme, seperti berkembangnya para pedagang kaki lima di sekitar
mall. Dualisme sosial ini selanjutnya mengarah pada pola relasi yang timpang di mana salahsatu
pihak mendominasi pihak lain dan pihak lain berada dalam posisi termarginalkan, baik dalam
kesenjangan dalam pola relasi tersebut disebabkan oleh ketimpangan dalam basis kekuasaan
sosial. Kemiskinan yang berkaitan dengan ketidakseimbangan dalam kekuatan tawar menawar di
38
Wahyudi dan Ahmadi. Kasus Pasar Wonokromo Surabaya Cermin Buruknya Pengelolaan Pasar. Artikel dalam
Kompas, 24 Maret 2003.
39
Sastradipoera, Komaruddin. Pasar sebagai Etalase Harga Diri., dalam Ajip Rosidi, dkk (eds). 2006. Prosiding
Konferensi Internasional Budaya Sunda (Jilid 2). Jakarta: Yayasan Kebudayaan Rancage. Hal 112.
21
kekuasaan sosial tersebut. Beberapa penyebabnya adalah ketidaksamaan untuk memperoleh
ketidaksamaan dalam memasuki jaringan sosial untuk memperoleh peluang kerja, dan
tawarmenawar setidaknya memunculkan dua akibat, yakni: (1) hilangnya harga diri (self-esteem)
karena pembangunan sistem dan pranata sosial dan ekonomi gagal mengembangkan martabat
dan wibawa kemanusiaan; dan (2) lenyapnya kepercayaan pada diri sendiri (self-reliance) dari
masyarakat yang berada dalam tahapan belum berkembang karena ketidakmandirian. Kondisi
ketidakseimbangan dalam hal bargaining position sebagaimana diuraikan di atas juga menjadi
salahsatu penyebab melemahnya kapasitas pasar tradisional dalam persaingan dengan pasar
modern. Ruang bersaing pedagang pasar tradisional kini semakin terbatas. Bila selama ini pasar
modern dianggap unggul dalam memberikan harga relatif lebih rendah untuk banyak komoditas,
dengan fasilitas berbelanja yang jauh lebih baik, skala ekonomis pengecer, area pasar modern
yang cukup luas dan akses langsung mereka terhadap produsen dapat menurunkan harga pokok
penjualan sehingga mereka mampu menawarkan harga yang lebih rendah. Sebaliknya para
pedagang pasar tradisional, mereka umumnya mempunyai skala yang kecil dan menghadapi
rantai pemasaran yang cukup panjang untuk membeli barang yang akan dijualnya. Akibatnya,
Keunggulan pasar tradisional mungkin juga didapat dari lokasi. Masyarakat akan lebih
suka berbelanja ke pasar-pasar yang lokasinya lebih dekat. Akan tetapi pusat-pusat perbelanjaan
22
modern terus berkembang memburu lokasi-lokasi potensial. Dengan semakin marak dan
tersebarnya lokasi pusat perbelanjaan modern maka keunggulan lokasi juga akan semakin hilang.
Kedekatan lokasi kini tidak lagi dapat dijadikan sumber keunggulan bagi pasar tradisional.
Upaya untuk menyeimbangkan kedudukan pasar tradisional dengan pasar modern belum
secara konkret dilakukan karena tidak ada kebijakan yang mendukung pasar tradisional,
misalnya dalam hal pembelian produk pertanian tidak ada subsidi dari pemerintah sehingga
produk yang masuk ke pasar tradisional kalah bersaing dalam hal kualitas dengan produk yang
masuk ke pasar modern. Bahkan dewasa ini berkembang pengkategorian pasar yang cenderung
memarginalkan masyarakat, seperti pasar tradisional untuk masyarakat berdaya beli menengah
ke bawah tapi kualitas barang yang dijual tidak sesuai standar, sementara pasar modern untuk
masyarakat menengah ke atas dengan kualitas produk sesuai bahkan melebihi standar minimal.
hanya antara pasar tradisional dengan pasar modern, tapi semakin meluas mengarah pada konflik
horizontal di masyarakat. Pembedaan kategori pasar tradisional dan pasar modern juga
menunjukkan stigmatisasi dan diskriminatif. Padahal konsep pasar modern kenyataannya lebih
sarat dengan makna konsumtif dibandingkan makna sebagai ruang sosial lintas strata
masyarakat.
E. Kerangka Pemikiran
Proses dalam implementasi kebijakan merupakan kajian yang memiliki kaitan yang
sangat erat dalam aliran institusional. Karena melibatkan organisasi politik baik itu formal dan
non-formal serta aktor aktor yang terlibat didalamnya. Dalam proses implementasi kebijakan
23
biasanya memiliki banyak faktor pendukung sehingga implementasinya berjalan baik. Seperti
yang dikemukakan oleh Grindle bahwa setidaknya ada dua variabel besar yang mendukung,
yaitu: isi kebijakan dan lingkungan kebijakan. Isi kebijakan meliputi: (1) kepentingan kelompok
sasaran yang termuat dalam isi kebijakan; (2) manfaat yang diterima oleh target groups; (3)
perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; (4) letak program sudah tepat; (5) apakah
kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan baik; dan (6) sumberdaya yang memadai.
Sedangkan lingkungan kebijakan meliputi: (1) kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang
dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi
dan rejim berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsifitas kelompok sasaran.
untuk meneliti tentang isi dari kebijakan, siapa yang diuntungkan dan dirugikan dalam kebijakan
tersebut, institusi institusi baik formal dan non formal beserta aktor aktor yang terlibat
Pada poin ini, penulis mencoba menggambarkan skema kerangka pemikiran dalam
dan Penataan Pasar Modern di Kota Makassar. Dalam menganalisis implementasi Perda tersebut
terlebih dahulu menjelaskan isi dari Perda dan tujuan yang ingin dicapai serta sasarannya (target
groups). Setelah itu penulis berusaha menjelaskan proses implementasinya dengan melihat
institusi institusi dalam pemerintahan daerah Kota Makassar yang terlibat serta aktor aktornya
dan kepentingan apa yang bermain didalamnya. Disini peneliti mencoba memakai aliran
institusionalis Baru dengan model pilihan rasional. Dimana dalam metode ini, peneliti melihat
cara institusi atau aktor aktor didalamnya bekerja didasari oleh kecenderungan pemaksimalan
kepentingan. Dan terakhir, peneliti berusaha untuk menjelaskan dampak dari implementasi Perda
24
No.15 tersebut terhadap eksistensi pasar lokal yang ada di Makassar. Secara umum, kerangka
F. Skema Berpikir
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini menguraikan tentang perangkat-perangkat penelitian, mulai dari pemilihan
lokasi penelitian, tipe dan dasar penelitian, teknik pengumpulan data, analisa data serta konsep
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Makassar. Alasan memilih Kota Makassar sebagai
lokasi penelitian karena Makassar adalah satu-satunya daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki
Perda tentang perlindungan pasar tradisional. Selain itu, di Makassar terdapat 16 pasar resmi dan
25
23 pasar darurat dan lingkungan, yang keberadaannya akan terancam oleh maraknya
tradisional dan penataan pasar modern di Kota Makassar. Alasan memilih Perda No. 15 tentang
perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern di Kota Makassar,
karena dalam Perda ini memuat aturan aturan tentang pendirian pasar modern, yang selama ini
oleh berbagai kalangan banyak dilanggar oleh pasar pasar modern dalam pembangunannya,
contohnya: pada pasal 7, dimana dalam pendirian pasar modern harus membuat analisa dampak
sosial ekonomi masyarakat dan kebertahanan pasar tradisional. Alasan lainnya ialah peneliti mau
melihat sampai sejauh mana tahapan implementasi Perda tersebut dilakukan oleh Pemerintah
Tipe penelitian yang dipergunakan ialah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang
menggambarkan secara jelas dan menganalisis mengenai implementasi dari kebijakan Perda No.
15 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern di Kota
Makassar oleh pemerintah daerah serta dampak dari implementasi tersebut bagi eksistensi pasar
Dasar penelitian yang digunakan ialah kualitatif yang menggambarkan secara jelas
mengenai variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, seperti isi kebijakan
dalam hal ini tujuan dan sasaran, aktor aktor yang terlibat, mulai dari pemerintah daerah dalam
hal ini dinas terkait, DPRD, Organisasi Pedagang Pasar Tradisional, pengusaha pasar modern,
26
dll, khususnya dalam penerapan Perda No.15 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer
a. Data Primer
Data Primer dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara yaitu data yang diperoleh
perda No.15 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar
(interview guide), agar wawancara tetap berada pada fokus penelitian. Informan yang
b. Data Sekunder
Data sekunder dilakukan dengan studi pustaka dengan mengumpulkan dan
menganalisis arsip atau dokumen mengenai berbagai informasi yang berkaitan dengan
kajian dan fokus penelitian. Arsip dan dokumen yang dimaksud dapat berupa artikel
dan berita di surat kabar ataupu di internet, peraturan perundang undangan terkait,
27
dokumen dokumen perencanaan Kota Makassar, data statistik, dan tulisan tulisan yang
Analisa data akan berlangsung hampir bersamaan dengan pengumpulan data. Hal ini
untuk membantu peneliti melihat sejumlah kekurangan penelitian ini, sekaligus untuk menarik
dugaan-dugaan sementara yang akan dikaji lebih mendalam. Proses ini akan dimulai dengan
penulisan data yang lebih teratur dari proses pengumpulan informasi yang dilakukan melalui
proses wawancara, pencatatan lapangan serta observasi. Hal ini untuk memudahkan peneliti
mencermati sejumlah informasi tersebut. Informasi ini selanjutnya akan di triangulasi untuk
Langkah selanjutnya adalah penyajian data yang diperoleh dari hasil analisis serta
interpretasi terhadap sejumlah informasi selama penelitian. Penggunaan penyajian data ini untuk
memudahkan peneliti memahami data. Selain itu, juga akan membantu dalam menentukan
tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut, seperti melakukan proses analisis lebih dalam.
penelitian, dan akan dituliskan secara deskriptif-analitis. Penelitian ini akan berakhir ketika data
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
28
Penelitian ini dilakukan di Makassar. Makassar adalah ibukota dari provinsi Sulawesi
Selatan. Wilayah Makassar sebagian besar merupakan kawasan pesisir dengan ketinggian 0-20
meter dari permukaan laut, dengan luas wilayah 175,77 km. Luas wilayah tersebut secara
administratif terbagi dalam 14 Kecamatan dengan 143 kelurahan, dan pada tahun 2009 tercatat
dengan jumlah penduduk terbanyak di Sulawesi Selatan, yakni 1.271.870 jiwa. Dari jumlah
tersebut, 617.747 jiwa merupakan laki-laki dan 654.123 jiwa adalah perempuan yang tersebar
Tabel 01: Luas Wilayah Dan Persentase Terhadap Luas Wilayah Menurut Kecamatan Di
Kota Makassar
-1 -2 -3 -4
29
100 Panakkukang 17,05 9,70
Tabel 02 : Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin diKota
-1 -2 -3 -4
30
60 64 18.558 17.179 35.737
Perkembangan Kota Makassar juga memicu kegiatan ekonomi yang kian pesat, hal ini
misalnya dapat terlihat dengan meningkatnya jumlah perusahaan perdagangan yang mencapai
14.584 unit usaha, dengan rincian 1.460 perdagangan besar, 5.550 perdagangan menengah, dan
7.574 perdagangan kecil. Untuk perkembangan industri, di Makassar terdapat 21 industri besar
dan 40 industri sedang yang menempati Kawasan Industri Makassar di kecamatan Biringkanaya,
serta selebihnya di kecamatan Tamalanrea dan Panakkukang yang masing-masing terdiri dari 5
unit. 41
sejumlah akses masuk, yaitu pelabuhan Sukarno-Hatta dan Bandar Udara Sultan Hasanuddin,
serta dua terminal angkutan darat, Terminal Umum Mallenkeri dan Terminal Regional Daya.
Sektor perekonomian masyarakat kota Makassar pada umumnya bergerak disektor jasa,
perdagangan, perikanan (nelayan) serta industri melalui salah satu kawasan industrinya,
rumah tangga di kota ini berlangsung di pusat-pusat perbelanjaan modern serta pasar-pasar lokal
(tradisional).
41
Makassar Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kota Makassar.
31
Sebagaimana perkembangan kota pada umumnya, sebagai salah satu pusat
perekonomian, Makassar juga menjadi tujuan masyarakat dari sejumlah daerah di Sulawesi
Selatan dalam memasarkan produk-produk pertaniannya. Mereka yang datang dari sejumlah
daerah ini, pada umumnya bergerak disektor informal seperti menjadi pedagang di pasar lokal
dan pagadde-gadde. Namun munculnya sejumlah pusat perbelanjaan modern dalam satu dekade
informal tersebut. Dimana pasar lokal dan gadde-gadde tidak lagi menjadi penyangga utama
Di Makassar sendiri, terdapat sekitar 65 pasar lokal, baik resmi ataupun darurat yang
menjadi tempat transaksi pemenuhan kebutuhan masyarakat kota Makassar.42 Pasar-pasar lokal
ini menempati sejumlah tempat di Makassar, baik ditengah-tengah perkotaan seperti pasar
Terong, pasar Grosir Butung, dan pasar Pabbaeng-baeng. Ataupun yang menempati jalan-jalan
pemukiman warga, seperti pasar di perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Sebagai salah
satu sektor perekonomian masyarakat, keberadaan pasar lokal kini kian terancam dengan
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan temuan penelitian tentang bagaimana implementasi dari Perda
No. 15 tahun 2009 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar
modern dijalankan oleh pemerintah kota Makassar dan dampaknya terhadap pasar lokal yang ada
di kota Makassar. Hal ini sangat perlu untuk membantu menganalisis kecenderungan apa yang
42
Data Active Society Institute (AcSI) tahun 2008.
32
mendasari aktor aktor di pemerintahan dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD)
Dalam konteks perlindungan pasar tradisional di Indonesia, terlepas dari ideal atau
tidaknya peraturan per-undang undangan yang mengaturnya. Ada satu penyakit kronis yang
sampai saat ini tidak terobati. Penyakit tersebut adalah implementasi dan penegakan
43
hukumannya. Contoh kasus di beberapa daerah di Indonesia seperti Jakarta dan Bandung.
Setelah terbitnya Perpres No.112 Tahun 2007 serta peraturan turunannya lewat Permendagri
No.58 Tahun 2008 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern, tidak lantas memberikan suatu payung hukum yang jelas kepada nasib pasar
tradisional dan para pedagang di dalamnya. Untuk kasus kota Jakarta, terdapat enam pasar yang
dikategorikan mati antara lain Pasar Sinar Utara, Pasar Karet Pedurenan, Pasar Blora, Pasar
44
Cipinang Baru, Pasar Muncang, dan Pasar Prumpung Tengah. Kematian beberapa pasar
tersebut terjadi karena dalam lima tahun terakhir, pendirian ritel modern dalam hal ini
45
Hypermarket terjadi semakin massif. Dari data yang dikeluarkan oleh APPSI, penurunan
omzet pasar tradisional di DKI Jakarta merosot tajam sampai dengan 60 %, setelah hadirnya
Hypermarket. 46
43
Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2008, Oktober. Pemantauan terhadap Implementasi Perda-
perda Bermasalah
44
Smeru, 2007. Dampak Pendirian Supermarket Terhadap Pasar Tradisional, Indonesia
45
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan RI bekerja sama
dengan PT Indef Eramadani (INDEF), 2007, Desember. Kajian Dampak Ekonomi Keberadaan Hypermarket
terhadap Pasar Tradisional, Jakarta
46
Sumber : Ac Nielsen, 2008
33
Lain halnya yang terjadi di kota Bandung. Daerah yang menjadi ikon wisata Jawa Barat
ini, semakin hari semakin bertumbuh pesat terutama dalam bidang perdagangannya. Hal ini
memberikan efek terhadap gaya hidup masyarakatnya dalam hal berbelanja. Gaya hidup
berbelanja tersebut disokong dengan maraknya pembangunan beberapa pusat perbelanjaan dan
toko modern yang berada disana. Sehingga membuat beberapa pasar tradisional mengalami
penurunan omzet yang sangat tajam. 47 Hal tersebut mendorong pemerintah Kota Bandung untuk
menerbitkan Perda No. 2 Tahun 2009 tentang Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern. Dalam perjalannanya, Perda tersebut tidak lantas membuat aktivitas persaingan
antara pasar tradisional dan ritel modern tersebut semakin membaik. Dari 50 pasar tradisional
yang ada di kota Bandung tidak berimbang dengan populasi ritel modern yang mencapai 147
unit. Ini menandakan perkembangan ritel modern cukup signifikan di Kota Bandung. 48
Dalam perjalanannya, banyak kalangan mengharapkan agar Perpres 112 Tahun 2007 dan
permendagri No. 53 Tahun 2008 menjadi salah satu solusi terhadap konflik antara pasar
tradisional dengan pasar modern. Tetapi saat ini masih terdapat ketidakjelasan tentang
implementasi Perpres untuk tujuan perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional. Banyak
daerah yang seharusnya menjadi ujung tombak pelaksanaan tidak melakukan apa apa karena
ketidakpahaman tentang implementasi dari Perpres dan Permendagri tersebut. Seperti apa
sesungguhya implementasi tentang zonasi dari pasar modern terhadap pasar tradisional dan
pemberdayaan pasar tradisional serta UMKM dapat dilaksanakan secara optimal. Kejelasan
konsep yang dibangun oleh Perpres 112 Tahun 2007 dan Permendagri Tahun 53 Tahun 2008
47
Caroline Paskarina, S.IP., M.Si, dkk, 2007. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar di Kota Bandung Pusat
Penelitian Kebijakan Publik & Pengembangan Wilayah Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Bandung
48
Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta
34
menjadi sandaran utama banyak kalangan sehingga mereka mengharapkan penjelasan yang lebih
membuat suatu peraturan turunan dari Perpres 112 Tahun 2007 dan Permendagri No. 53 Tahun
2008. Salah satu daerah yang membuat Peraturan tentang perlindungan pasar tradisional ialah
Kota Makassar. Lewat Perda No. 15 Tahun 2009 Tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar
Tradisonal dan Penataan Pasar Modern diharapkan mampu untuk memecahkan masalah
persaingan di antara pasar modern dan tradisional yang ada di kota Makassar. Hal itu seperti
diungkapkan dalam wawancara bersama Hasanuddin Leo, yang merupakan anggota komisi B
realitas pasar tradisional saat ini, di tengah maraknya pasar modern yang
berkembang di kota Makassar, merupakan tuntutan kota Makassar sebagai kota
metro. Untuk mengantisipasi terpuruknya pasar tradisional maka pemerintah dan
DPRD mengeluarkan Perda tentang perlindungan pasar tradisonal 49
Kebijakan publik, menurut William Dunn merupakan alat dalam menangani masalah
50 51
masalah publik atau administrasi pemerintahan. Begitupun Dwidjowijoto telah merumuskan
definisi yang lebih sederhana, yaitu kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara,
khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan.
Kebijakan publik dipandang juga sebagai strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal,
memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.
49
Wawancara dengan Hasanuddin Leo (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 11.20 Wita.
50
Dunn, William N, 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.Yokyakarta: Hanindita Graha Widya
51
Dwidjowijoto, R. N, 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta: Elek Media komputindo
35
Berdasarkan definisi kebijakan publik tersebut, tampaklah bahwa kebijakan publik hanya dapat
ditetapkan pemerintah, pihak-pihak lain atau yang lebih dikenal dengan sebutan aktor-aktor
kebijakan publik, yang dapat memepengaruhi proses kebijakan publik dalam kewenangannya
masing-masing.
Senada dengan itu, politisi partai PKS Hj. Sri Rahmi mengatakan bahwa konsep
pembuatan Perda ialah untuk menjaga keberlangsungan pasar tradisional agar konsumennya
tidak diambil oleh pasar modern dan toko modern. Baginya keberlangsungan pasar tradisional di
52
kota Makassar semakin hari semakin berada pada ambang gulung tikar. Pernyataan tersebut
sangat beralasan melihat fenomena saat ini, dimana pendirian pasar modern berada dekat dengan
keberadaan pasar tradisional. Sehingga pemerintah dalam melakukan tanggung jawabnya, dalam
melindungi pasar tradisional harus di dukung oleh suatu aturan yang mengikat setiap masyarakat
agar patuh.
Perda No.15 Tahun 2009 mengemukakakan bahwa kepentingan kelompok sasaran (target
groups) yang dituju berasal dari pasar tradisional dan pasar modern. Dalam konsep
53
impelementasi kebijakan, Merilee S. Grindle, mengemukakan bahwa terdapat dua hal penting
dalam terealisasinya suatu kebijakan. Pertama, melingkupi isi kebijakan. Dalam isi kebijakan,
tercakupnya kepentingan kelompok sasaran (target groups); tipe manfaat; derajat perubahan yang
diinginkan; letak pengambilan keputusan; pelaksana program; dan sumberdaya yang dilibatkan.
Kedua, lingkungan implementasi. Ada tiga variabel yang mempengaruhi antara lain : kekuasaan,
kepentingan dan strategi actor yang terlibat; karakteristik lembaga dan penguasa; dan kepatuhan
52
Wawancara dengan Hj. Sri Rahmi (DPRD Kota Makassar). Jumat 02 September 2011. Pukul 10.00 Wita.
53
Grindle, Merilee.S dalam Subarsono, G. A, 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Hal
93
36
Merujuk pada Pasal 21 mengenai perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional
dikatakan pada ayatnya yang ke 2 bahwa penyelenggaraan pasar tradisional harus menyediakan
fasilitas yang menjamin pasar tradisional yang bersih, sehat, higienis, aman, tertib dan ruang
publik yang nyaman. Selanjutnya pada ayatnya yang ke empat dikatakan bahwa dalam
pada ayat tersebut, saat ini pengelolaan pasar Tradisional di Makassar diberikan kepada PD.
Pasar Makassar Raya, dimana sebelumnya dikelola oleh Dinas Perpasaran. Tetapi setelah
diterbitkannya Perda kota Makassar No. 12/2004 tentang Pengurusan Pasar Dalam Daerah Kota
Makassar maka hak pengelolaan pasar diberikan kepada pihak swasta demi terciptanya
Dari data yang di keluarkan oleh PD. Pasar Makassar Raya, terdapat 16 pasar tradisional
resmi yang ada di kota Makassar. Sedangkan dari data yang dikeluarkan oleh AcSI menunjukkan
selain 16 pasar resmi tersebut, di kota Makassar terdapat kurang lebih 34 pasar tidak resmi atau
54
yang biasa disebut pasar darurat. Berikut beberapa pasar yang dikategorikan resmi dan tidak
resmi.
Nama Pasar Tradisional Yang Ada di Kota Makassar (versi AcSi 2009)
Pasar Tradisional
No Kecamatan
Resmi Tidak resmi
Pasar BTP
54
Active Society Institute (AcSI), 2009. Laporan Penelitian Studi Etnografi dan Observasi Pasar-Pasar Lokal di
Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kota Makassar. Makassar
37
Pasar Blok A
3 Panakkukang Toddoppuli Karuwisi
Tamamaung
Panaikang
Tello baru
Belakang Profesional
Paropo
4 Makassar Kerung-kerung Rimo
5 Mamajang Maricaya Harimau
6 Ujung Pandang Baru Sawah
7 Bontoala Terong Tinumbu
Rappokalling
9 Ujung Tanah Pelelangan
10 Wajo Sentral Bonerate
Butung Irian
Sentral Jaya
Cidu
11 Mariso Sambung Jawa Kokolojia
Senggol
Tanjung
12 Tamalate Pabaeng-baeng Barombong
38
Hartaco Kanal
Bontomanai
Manuruki
13 Rappocini Jipang Raya
Skarda
Rappocini Raya
14 Manggala Antang
Borong Raya
Kassi
Pemberian label resmi dan tidak resmi pada pasar tradisional dikarenakan perbedaan
dalam terjadinya pasar dan dalam pengelolaannya. Ada dua alasan terbentuknya pasar
tradisional. Pertama, pasar tradisional dibentuk oleh masyarakat setempat dikarenakan kebutuhan
akan tempat untuk aktifitas jual-beli. Kedua, pasar tradisonal terbentuk karena perintah atau
intruksi dari pemerintah. Itu bisa kita lihat dari pasar Inpres (Intruksi Presiden). Sedangkan
dalam pengelolaannya, pasar resmi dikelola oleh Pd. Pasar Makassar sedangkan untuk pasar
tidak resmi dikelola oleh masyarakat sekitar atau juga pemilik dari lahan pasar. 55
Dalam perjalanannya, peran pasar tradisional untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak
bisa dibilang kecil. Seperti yang diungkapkan oleh Syamsul Bahri, kepala Bag. Keuangan PD.
Pasar Makassar Raya, bahwa dari 16 pasar tradisional yang ada di kota Makassar, setiap
tahunnya menyumbangkan omzet untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkisar 5 miliar rupiah.
Itu belum termasuk pengelolaan retribusi dan pajak untuk 34 pasar tidak resmi, yang juga
55
Wawancara dengan Zainal Siko. Kamis 20 Oktober 2011. Pukul 20.00 Wita.
56
Wawancara dengan Syamsul Bahri (Kepala Bag. Keuangan PD. Pasar Makassar Raya). Rabu 14 September 2011.
Pukul 13.30 Wita.
39
Selain menjadi penyumbang aset PAD bagi pemerintah, beberapa pasar juga diantaranya
menyimpan banyak history bagi perkembangan kota Makassar di masa lalu. Seperti contohnya
Pasar Boetoeng yang merupakan salah satu pasar tertua di Makassar, yang pertama kali
menerapkan sistem retribusi bagi pedagangnya. Itu bisa dilihat dari Surat edaran tertanggal 1
September 1917 No. 15 tertanda W. Fryling. Pada saat itu, pasar Boetoeng juga menjadi salah
satu bagian terpenting dari konsep penataan kota bagi kolonial Belanda untuk menata
kesemrawutan yang dilakukan pedagang yang menggelar dagangannya di badan badan jalan
(stret vendor).57
Menurut PD. Pasar Makassar Raya yang diwakili oleh Syamsul Bahri mengungkapkan
bahwa saat ini kondisi pasar tradisional yang ada di kota Makassar sangat memprihatinkan. Dari
16 pasar tradisional, sekitar setengahnya berada dalam posisi kritis. Ini diakibatkan kondisi pasar
tradisional sendiri yang sudah semakin tua, kotor, dan mengakibatkan ketidak nyamanan pembeli
yang masuk ke dalam pasar. Maraknya pendirian Hypermarket dan supermarket juga menjadi
salah satu penyebab matinya keberadaan pasar tradisional di kota Makassar. Dimana hal tersebut
pengaruh yang terjadi akibat pendirian pasar modern dan toko modern di kota
Makassar terhadap pasar tradisional bisa dilihat dari kurangnya konsumen yang
datang ke pasar tradisional. keadaan itu semakin diperparah dengan kondisi pasar
tradisonal yang semakin semrawut. Mulai dari fasilitas yang tidak memadai sampai
pada soal kebersihannya.58
Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Kota Makassar, bagi PD. Pasar
57
Active Society Institute (AcSI), 2009. Laporan Penelitian, Studi Etnografi & Observasi Pasar-pasar Lokal di
Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di kota Makassar. Makassar
58
Wawancara dengan Syamsul Bahri (Kepala Bag. Keuangan PD. Pasar Makassar Raya). Rabu 14 September 2011.
Pukul 13.30 Wita.
40
sendiri merupakan angin segar bagi keberlangsungan pasar tradisional di kota Makassar. Lebih
jauh lagi, di pasar tradisional merupakan tempat berbagai macam pekerjaan dan aktifitas yang
menyokong ribuan orang yang hidup disana. Jika dibandingkan dengan pasar modern dan toko
modern dalam hal penyerapan tenaga kerja, pasar tradisional lebih banyak menyerap tenaga kerja
Pasar tradisional harus dipertahankan karena disana terdapat banyak orang yang
menaruh hidupnya dan bekerja disana 59
Terkait dengan hal tersebut, dalam kajian Miftah Wirahadikusumah disebutkan bahwa,
sektor informal (pedagang pasar tradisional dan UMKM) dapat berfungsi sebagai katup
pengaman atas konflik kapitalis dan borjuis dalam hubungan pemodal-pekerja di level industry
kota. Bahkan lebih jauh dari sekedar katup pengaman bagi relasi pekerja-pemodal, sektor
informal juga mampu memberi peluang kerja yang jauh lebih lebar dari pada yang dapat
Dari data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (APRINDO)
mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat 13.000 pasar tradisional yang menghidupi 12,5 juta
pedagang kecil.61 Ini menguatkan bahwa keberadaan pasar tradisional di Indonesia sangat
penting dan harus di lindungi. Perlindungan tersebut bisa saja tidak berarti jika penerapan
Peraturan mengenai perlindungan pasar tradisional baik tingkat nasional dan daerah tidak
Perda No. 15 tahun 2009 mengatakan bahwa perlindungan adalah segala upaya
pemerintah daerah dalam melindungi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan
59
Ibid.
60
Wirahadikusumah, Miftah, 1991. Sektor Informal Sebagai Bumper Pada Masyarakat Kapitalis, LIPI-Jakarta.
61
Aprindo News, Oktober 2009.
41
koperasi dari persaingan yang tidak sehat dengan pasar modern, toko modern dan sejenisnya,
sehingga tetap eksis dan mampu berkembang menjadi lebih baik sebagai layaknya suatu usaha.
memberikan perlindungan kepada pasar tradisional, antara lain: status hak pakai lahan pasar,
lokasi usaha yang strategis dan menguntungkan, kepastian hukum dalam status hak sewa
sehat/seimbang dengan pelaku usaha di pasar modern dan toko modern. Disini dijelaskan bahwa,
pemerintah kota merupakan aktor yang paling berpengaruh dalam menjalankan setiap aspek
yang berhubungan dengan status hukum seperti hak pakai lahan pasar dan status hak sewa yang
Beberapa fenomena yang terjadi belakangan ini berbanding terbalik dengan harapan yang
ada. Sejak pengelolaan pasar diserahkan secara penuh kepada PD. Pasar, beberapa pasar
tradisional mengalami pemoderenan atau yang biasa disebut revitalisasi pasar. Dengan
seperti penetapan harga kios dan model pasar), perusahaan daerah menggaet beberapa investor
asing untuk berinvestasi membangun pasar tradisional yang lebih modern. Lihat saja pasar
Terong yang pada tahun 1996 dirombak total menjadi empat tingkat atas kerjasama dengan
developer PT. Prabu Sejati. Begitu pula pasar Sentral yang dirubah namanya menjadi Makassar
Mall, dan beberapa pasar tradisional lainnya seperti pasar Kampung Baru dan pasar Niaga Daya.
Konsep pemoderenan tersebut menjadi sia-sia karena gagal menampung seluruh pedagang kecil
42
Gagalnya menarik para pedagang untuk berjualan di dalam area gedung baru disebabkan
oleh beberapa faktor. Pertama, kultur pasar lokal adalah hamparan dan mengubah kultur itu
menjadi modern menyebabkan kesulitan para pedagang kecil, bermodal kecil, dan pola
permodalan harian, untuk bertahan di dalam pasar. Alasannya, harga yang dipatok developer
terhadap kios dan lapak sangat mahal sehingga membuat beberapa pedagang bermodal kecil
Kedua, pilihan ini, ditempuh oleh para pedagang kecil berkaitan dengan budaya
berbelanja warga kota (konsumen) yang tidak mau terlalu direpotkan oleh kesulitan akses ke
pedagang (naik tangga, pengap, lorong sempit, copet, lain-lain). Ketiga, adanya dualisme
kepemimpinan dalam pasar yakni Kepala Unit Pasar (Perusahaan Daerah) dan direktur pengelola
atau developer (Perusahan Swasta). Dua model manajemen ini tumpang tindih. Sebut saja, peran
kepala pasar adalah pelayanan terhadap pedagang (pedagang kios dan pedagang kecil),
sementara pihak developer adalah melakukan penjualan atas petak-petak bangunan pasar (ruko,
lods, basement).62
Keinginan PD. Pasar dan Developer agar para pedagang menempati area gedung pasar
banyak ditolak para pedagang. Hal tersebut membuat PD. Pasar dan Developer melakukan
beberapa langkah seperti melabeli pedagang yang berjualan di luar area pasar sebagai pedagang
liar (illegal) atau mengirim preman dan tentara untuk menakut nakuti pedagang.63 Hal tersebut
dialami oleh Daeng Jama. Pedagang di pasar Terong yang sehari harinya menjual asam ini,
62
Active Society Institute (AcSI), 2009 .Laporan Penelitian, Studi Etnografi & Observasi Pasar-pasar Lokal di
Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di kota Makassar. Makassar.
63
Prabowo, Agung, 2009 . Gerakan Perlawanan Pedagang Pasar Terong Terhadap Kebijakan Pemerintah Kota
Makassar Pasca Pembangunan Gedung Tiga Lantai, Hasil Penelitian Skripsi. Makassar.
43
memiliki banyak pengalaman berhadapan dengan tentara dan preman utusan Developer. Ia
seringkali diancam untuk digusur secara paksa jika permintaan untuk masuk ke gedung pasar
tidak di indahkan. Walaupun Daeng Jama memiliki lapak hamparan di lantai dua gedung pasar
tetapi ia tetap saja menolak untuk masuk dikarenakan kondisi lantai dua sudah tidak berfungsi
Konsep tentang pasar dapat dipahami dari berbagai perspektif, seperti perspektif
ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Dalam perspektif ekonomi, konsep tentang pasar (dalam
pengertian luas, sebagai tempat bertemunya permintaan dan penawaran) terbentuk sebagai salah
satu implikasi dari proses perubahan masyarakat menuju masyarakat kapitalis. Boeke (1910)
merupakan salah satu ahli ekonomi yang mencoba menerangkan fenomena terbentuknya pasar
dengan masyarakat kapitalistik terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat
Walaupun Daeng Jama dan beberapa pedagang lainnya di pasar Terong menolak untuk
pindah, tetap saja mereka dipungut retribusi oleh pengelola pasar. Hal tersebut banyak
dikeluhkan pedagang pasar Terong kepada pengelola dimana kewajiban untuk membayar
retribusi setiap harinya dipenuhi tetapi hak untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan dalam
64
Wawancara dengan Daeng Jama (Pedagang Asam di Pasar Terong). Jumat 13 Agustus 2011. Pukul 10.00 Wita.
65
Boeke, J. H, 1953. Economics and Economic Policy of Dual Societies: As Exemplified by Indonesia. N. V.
Haarlem: HD Tjeenk Willink & Zoon.
44
berdagang tidak didapatkan. Keluhan dari pedagang pasar juga dibenarkan oleh Hasanuddin Leo.
Legislator dari partai PDK tersebut mengatakan dalam wawancara bahwa pemerintah jangan
hanya tahunya memungut retribusi saja. Karena hakekat retribusi bisa dilakukan jika pelayanan
sudah diterapkan. Layanan yang dimaksud berbentuk insfrastruktur yang layak bagi pedagang
Menanggapi hal tersebut, PD. Pasar yang diwakili oleh kepala Bagian Keuangan,
Syamsul Bahri mengungkapkan bahwa anggaran perbaikan untuk 16 pasar tradisional di kota
Makassar mencapai Rp.192 miliar. Pemerintah kota hanya memberikan porsi sangat kecil untuk
perbaikan pasar tradisional sehingga biaya perbaikan biasanya didapat dari hasil kerjasama
dengan developer atau bantuan dari pihak donor. Seperti yang terjadi pada pasar Sambung Jawa
yang mendapatkan bantuan dari World Bank untuk memperbaiki beberapa fasilitas penunjang
pasar.
66
Wawancara dengan Hasanuddin Leo (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 11.20 Wita.
67
Wawancara dengan Syamsul Bahri (Kepala Bag. Keuangan PD. Pasar Makassar Raya). Rabu 14 September 2011.
Pukul 13.30 Wita.
45
Kendala lain yang dihadapi ketika pengelolaan pasar diberikan sepenuhnya kepada pihak
swasta dalam hal ini PD.Pasar dan Developer ialah penetapan biaya kepemilikan kios dan lods.
Contoh kasus di pasar Terong, untuk harga satu lods berkisar 10 20 juta rupiah. Sementara kios
yang berukuran 2 x 1,5m bisa mencapai Rp. 60 juta dan untuk ukuran 2 x 2m dipatok dengan
harga Rp. 80 juta. Dengan jangka waktu yang sangat pendek dalam mencicilnya yang kurang
lebih 4 tahun. Bisa dibayangkan, bagaimana pedagang-pedagang kecil mampu bersaing dalam
Melihat kondisi yang tidak menguntungkan bagi pedagang pasar lokal maka diperlukan
peran lebih dari pemerintah untuk mengatur dan menjembatani persoalan yang berhubungan
dengan biaya sewa kios atau lods. Ketika konsep rent seeker (mencari untung besar) yang
diberlakukan oleh PD.Pasar beserta Developer, maka jangan harap pedagang akan tertib untuk
Pendekatan yang sesuai dengan fenomena tersebut bisa didapat dalam teori
69
institusionalisme baru. March dan Olsen mengemukakan bahwa aktor individu dalam hal ini
developer dapat mempengaruhi suatu keputusan politik yang dibuat oleh aktor politik. Keputusan
politik yang dimaksud ialah seperangkat peraturan perundang-undangan yang ada. Kebijakan
yang seharusnya bersifat otonom berubah menjadi peraturan yang bersifat kondisional. Itu
dikarenakan negara yang seharusnya bertanggung jawab secara penuh dalam memberikan
perlindungan kepada masyarakat dalam hal bekerja terusik oleh kekuatan kapital yang sangat
besar. Sehingga pemerintah yang tadinya memiliki kekuatan penuh dalam mengendalikan setiap
68
Active Society Institute (AcSI), 2009 .Laporan Penelitian, Studi Etnografi & Observasi Pasar-pasar Lokal di
Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di kota Makassar. Makassar
69
Marsh, David & Stoker, Gerry. 2011. Theory and Methods in Political Science: Teori dan Metode dalam Ilmu
Politik. Bandung: Nusa Media.
46
keputusan berubah menjadi lemah akibat sumber daya yang dimiliki tidak ada. Hasilnya terjadi
apa yang dinamakan swastanisasi. Perpindahan tanggung jawab dari negara kepada pihak luar
(pengusaha).
Melihat kondisi dalam pengelolaan pasar lokal yang masih carut marut, menyebabkan
kerugian kepada pihak swasta sendiri dalam hal ini developer sebagai pembangun gedung pasar,
Dimana setiap lods dan kios yang dibangun tidak terisi. Bukan itu saja, dampak yang sama pun
akan menghinggapi pemerintah kota. Dikarenakan beberapa pedagang mengancam tidak mau
lagi membayar retribusi yang ditetapkan. Jika hal tersebut terjadi maka pendapatan yang masuk
lewat retribusi ke PAD akan berkurang. Kecenderungan itu bisa dilihat dari pemasukan PD.
Pasar untuk tahun 2011, dimana target pemasukan dari 16 pasar tradisional yang di kelola
berkisar Rp. 5.477.348.550 dan sampai pada bulan September masih berkisar pada angka
Rp.3.485.080.000,-.70
Sementara itu di dalam berbagai pertemuan, potensi tumpang tindih peran antara daerah
dan pusat sangat besar terjadi. Hal ini sering terlihat dari saling lempar tanggung jawab keduanya
dimana dinyatakan oleh pusat bahwa pengembangan pasar di daerah sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah daerah. Tetapi pada saat yang sama Pemerintah Daerah merasa mereka
harus menunggu peran Pemerintah Pusat terkait dengan upaya pengembangan pasar. menyikapi
hal tersebut, Departemen Perdagangan menyatakan bahwa mereka memiliki anggaran bagi
pengembangan pasar, tapi tidak cukup untuk memperbaiki seluruh pasar. Karena itu mereka
kemudian hanya membuat pasar contoh dan cara pengelolaan pasar tradisional yang baik dan
benar.
70
Wawancara dengan Syamsul Bahri (Kepala Bag. Keuangan PD. Pasar Makassar Raya). Rabu 14 September 2011.
Pukul 13.30 Wita.
47
Selain pemberdayaan yang masih harus ditata dengan serius, konsep perlindungan juga
masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang harus dibenahi. Sejak diterbitkannya
Perda No.15 tahun 2009 di kota Makassar, populasi pasar modern sampai saat ini justru
meningkat tajam. Dari hasil data terakhir yang diperoleh dilapangan terdapat 10 golongan
Hypermarket yang berada di kota Makassar. Berikut nama-nama golongan Hypermarket dan
Dari hasil positioning paper KPPU mengungkapkan bahwa yang paling mempengaruhi
keberadaan pasar tradisional ialah hypermarket dan supermarket. 71 Itu dikarenakan pasar
tradisional dan hypermarket/supermarket menjual produk yang serupa, yaitu jenis produk seperti
sembako, ikan, sayur, daging, dan kebutuhan sandang lainnya. Sedangkan keberadaan
minimarket berjejaring seperti Alfamart, Alfamidi, Alfa Express dan Indomaret mempunyai
dampak tetapi tidak terlalu signifikan terhadap pasar tradisional. Dampak keberadaan
71
Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta
48
minimarket berjejaring tersebut lebih kepada toko kelontong atau pagadde-gadde. Hal tersebut
seperti diungkapkan juga dalam wawancara bersama Abdul Hakim Pasaribu selaku ketua Komisi
dari kajian yang dilakukan oleh KPPU, keberadaan minimarket berjejaring dalam
hal ini Alfamart, Alfamidi, Alfaexpress, dan Indomaret lebih mempunyai dampak
kepada toko kelontong dibanding pasar tradisional karena karaktersitik produk yang
dijual di minimarket sama dengan yang dijual di toko kelontong. sedangkan yang
paling mempengaruhi pasar tradisional ialah hypermarket dan supermarket72
Dari data KPD KPPU kota Makassar, terdapat sekitar 155 minimarket berjejaring yang
sudah mempunyai izin. Jumlah minimarket di kota Makassar dalam kurun waktu 2009 -2011 tren
pertumbuhannya meningkat drastis. Berikut data jumlah minimarket berjejaring yang sudah ada
Nama nama minimarket berjejaring yang ada di kota Makassar (KPPU,data per Juli
2011)73
Pernyataan KPPU bahwa tren pertumbuhan pasar modern dan toko modern dalam dua tahun
terakhir meningkat tajam bisa menjadi suatu ironi penegakkan kebijakan Perda No. 15 tahun
2009. Pemerintah sebagai lembaga resmi yang ditunjuk dalam operasionalisasi kegiatan belum
berjalan secara maksimal. Hal tersebut bisa dilihat dari riset yang dilakukan oleh Lembaga
72
Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00
Wita.
73
Data Komisi Pengawas Persaingan Usaha atas Jumlah Minimarket di Kota Makassar, per-Juli 2011
49
Nielsen yang menyebutkan pertumbuhan minimarket sepanjang 2010 di Indonesia meningkat 42
persen menjadi 16.922 unit dibanding tahun sebelumnya sebesar 11.927 unit. Saat ini di seluruh
Indonesia minimarket nyaris menembus angka 17 ribu. Data Nielsen juga menunjukkan toko
atau pasar tradisional di kota besar dan pedesaan menurun masing-masing 2 4 persen di tahun
2010.74
Dalam pelaksanaan suatu Perda membutuhkan setidaknya tiga tingkatan institusi yang
75
saling terkait. Broomley , membagi tiga tingkatan tersebut antara lain tingkat penyusunan
kebijakan (policy level), tingkat organisasi (organizational level) dan tingkat operasional
(operational level). Pada tingkatan kebijakan, pernyataan umum dibahas dan diformulasikan oleh
lembaga legislatif. Pada tingkat organisasi, kekuasaan dipegang oleh lembaga eksekutif dan
selanjutnya pada tingkatan operasional merupakan tingkat teknis dalam operasionalisasi suatu
kebijakan. Dalam tingkat operasional biasanya tergabung dalam instansi atau lembaga formal
yang ditunjuk sesuai fungsi dan tugas masing masing. Disinilah tujuan atau outcome yang
diharapkan dari suatu kebijakan berperan penting karena bersentuhan langsung dengan target
groups.
Laju pertumbuhan pasar modern dan toko modern yang semakin massif di Makassar
sebenarnya bisa dikendalikan didalam Perda No.15 Tahun 2009 tentang perlindungan,
pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern. Pada pasal 7 ayat 2 huruf I
dijelaskan mengenai pendirian Hypermarket harus memenuhi analisis mengenai dampak sosial
ekonomi dari pasar tradisional yang berada di sekitarnya. Dari pasal tersebut saja sebenarnya
mampu membatasi pendirian pasar modern jika dijalankan dengan baik. Pengetahuan yang
memadai dari segenap institusi pemerintah dalam menjalankan konsep Perda sangat dituntut.
74
AC.Nielsen, 2010 . Laporan Pertumbuhan Ritel Modern dan Dampaknya Terhadap Ritel Tradisional. Jakarta.
75
Bromley dalam Dwidjowijoto, R. N, 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta: Elek Media komputindo. Hal 45
50
Sebagai kota jasa dan perdagangan, kota Makassar berusaha melengkapi segala fasilitas
yang mendukung ke arah pengembangan kota. Konsep pembangunan menjadi hal utama. Salah
satu konsep yang saat ini di usung oleh pemerintah kota Makassar adalah menjadikan kota
Makassar sebagai kota dunia. Untuk mendukung hal tersebut, harus ditopang oleh segala simbol
modernitas. Pembangunan perumahan elite, pertokoan, hotel, arena rekreasi, pusat perbelanjaan,
Mall, dan pasar modern dilakukan secara serampangan. Paradigma pemerintah yang selalu
menganggap keberhasilan kota bisa dilihat dari bangunan modern apa yang sudah berdiri
menjadi suatu ironi menyedihkan. Masyarakat yang bekerja dengan modal kecil dan mikro
tergerus oleh pengusaha yang mempunyai kapital besar. Bahkan beberapa orang yang duduk di
dalam lembaga formal yang selakunya netral terhadap semua pelaku usaha menganggap para
ekonomi kecil dan mikro sebaiknya ditiadakan saja. Karena tidak memberikan konstribusi besar
kepada PAD.
Dalam wawancara bersama bapak Hary selaku Kepala Seksi Usaha dan Sarana
Makassar, mengungkapkan bahwa keberadaan pasar dan toko modern di kota Makassar
merupakan hal yang sangat wajar. Itu dikarenakan kota Makassar merupakan kota metropolitan
dan mempunyai visi menjadi kota dunia. Hal tersebut harus di topang dengan segala modernitas
yang ada, salah satunya pasar dan toko modern. Di beberapa kota modern di dunia sudah tidak
ada lagi pasar tradisional yang menurutnya sudah ketinggalan jaman. Konsumen membutuhkan
kepastian harga yang selama ini tidak diperoleh melalui kios-kios baik di rumahan maupun di
pasar lokal.
konsekuensi dari kota metropolitan ialah pembangunan pasar dan toko modern
dimana mana. Kalau tidak mau adanya pasar modern, yah tinggal di hutan saja. Di
51
beberapa negara modern di dunia, pasar tradisional sudah tidak ada lagi karena
dianggap sudah ketinggalan jaman76
Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar. Ia mencontohkan penjual tomat yang dilapak-lapak itu
tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Artinya, kalau pedagang yang tidak memiliki
SITU berarti tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah. Sementara pasar modern
Pernyataan dari Disperindagdal tersebut, sangat jelas keberpihakannya kepada pasar dan
toko modern untuk pendiriannya secara massif di kota Makassar. Dukungan serupa juga
dilontarkan oleh Kadin Provinsi Sulawesi Selatan. Lewat ketuanya, Zulkarnain Arief mengatakan
kehadiran minimarket yang ada di kota Makassar menjadi suatu indikator tingkat perekonomian
sebuah kota sudah maju. Keberadaan minimarket seharusnya menjadi pemantik bagi pedagang
Dilihat dari aspek persaingan semata maka kita akan memperoleh fakta bahwa kehadiran
ritel modern sangat sesuai dengan prinsip-prinsip universal persaingan usaha yang sehat, dimana
kehadiran mereka telah menyebabkan terciptanya beberapa nilai positif yakni hadirnya alternatif
tempat belanja yang sesuai dengan tuntutan konsumen (nyaman dan mudah), harga yang
cenderung bergerak turun (sebagian dihasilkan oleh efisiensi distribusi), kualitas barang semakin
76
Wawancara dengan Hari (Kepala Seksi Usaha & Sarana Perdagangan Disperindagdal Kota Makassar). Senin 01
Agustus 2011. Pukul 13.45 Wita.
77
Ibid.
78
Wawancara dengan Zulkarnain Arief (Ketua KADIN Prov. Sulawesi Selatan). Selasa 04 Oktober 2011. Pukul
11.00 Wita.
52
Tetapi dalam analisis terdahulu, selain nilai positif juga terdapat efek negatif, terkait
dengan munculnya permasalahan sosial di sisi lain. Hasil analisis paling tidak menyimpulkan ada
tiga potensi besar yang mengarah kepada terjadinya hal tersebut antara lain tersingkirnya pelaku
usaha ritel kecil/tradisional, potensi ambruknya produsen dalam negeri terutama pemasok yang
masuk dalam kelompok usaha kecil dan menengah, dan terakhir adalah tersingkirnya pelaku
usaha distributor lokal oleh system yang mengedepankan efisiensi yang muncul dalam bentuk
Pandangan berbeda muncul dari KPD KPPU kota Makassar lewat ketuanya Abdul Hakim
merupakan persaingan yang tidak sehat. Itu dikarenakan perbedaan modal antara keduanya,
dimana Hypermarket dan Minimarket adalah perusahaan dengan modal yang sangat besar yang
mampu menerapkan strategi dagang apapun. Sedangkan di pasar tradisional adalah usaha yang
bermodal kecil yang rentan mengalami kebangkrutan. Konsep inilah yang diatur dalam UU No.
5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Regulasi yang patut menjadi bahan perhatian serius ialah mengenai izin pendirian dari
pasar modern. Dalam pemberian izin pembangunan pasar dan toko modern, terdapat beberapa
SKPD yang berwenang didalamnya. SKPD tersebut antara lain Dinas Perindustrian,
79
Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta
80
Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00
Wita.
53
Perdagangan dan Penanaman Modal (Disperindagdal), Dinas Tata Ruang dan Bangunan
(Distarub), dan Kantor Perizinan. Ketiga SKPD masing masing mempunyai tugas dalam proses
perizinan suatu pasar dan toko modern untuk berdiri. Dari observasi dan penelitian dilapangan,
peneliti menyusun alur pemberian izin kepada pasar dan toko modern untuk berdiri. Berikut alur
Dari alur yang telah disajikan diatas menunjukkan masing masing SKPD memiliki tugas
yang berbeda-beda. Dari wawancara dengan Dinas Tata Ruang dan Bangunan (Distarub), yang
diwakili oleh Dony, mengatakan bahwa tugas dari Distarub sendiri dalam proses perizinan
pembangunan pasar modern dan toko modern ialah dengan penerbitan Izin Membangun
Bangunan (IMB). Dalam proses penerbitannya, Distarub selalu mengacu kepada Satuan
Operasional Program (SOP) dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Makassar.
Dimana dalam RTRW tersebut dijelaskan mengenai klasifikasi tata ruang wilayah kota Makassar,
54
antara lain lokasi perdagangan, perindustrian, pendidikan, wisata, dan perkantoran. Untuk
pendirian pasar dan toko modern diupayakan untuk diarahkan ke wilayah perdagangan.
Lanjutnya ia mengatakan, bahwa saat ini pembangunan pasar dan toko modern yang marak di
kota Makassar juga dipengaruhi oleh Perda RTRW kota Makassar yang belum rampung. Karena
mengacu pada aturan pemerintah pusat yang mengharuskan setiap daerah mengajukan Perda
RTRW untuk 20 tahun kedepan, sedangkan untuk beberapa daerah di Indonesia dan juga
termasuk Makkassar masih memiliki Perda RTRW yang masih didasarkan pada jangka waktu 10
tahun. Sehingga hal tersebut membuat beberapa wilayah di kota Makassar mengalami
kesemrawutan pembangunan.81
Sebagai regulasi yang lebih tinggi, Perpres No.112 Tahun 2007 mengatur setiap daerah
untuk tidak memberikan izin pendirian kepada pasar modern dan pasar tradisional jika dalam
suatu daerah tersebut belum memiliki RTRW. Untuk kasus kota Makassar, saat ini memang
belum mempunyai Perda revisi RTRW yang dimaksud. Sehingga ketika pemerintah jeli dan
menjalankan fungsinya sebagai pengawas seperti yang tertera dalam Perda No.15 tahun 2009,
seharusnya banyak pasar modern yang bisa ditinjau lagi keberadaannya. Perda RTRW menjadi
sangat penting sebagai arahan dalam pembangunan suatu kota di masa depan.
berbeda pula. Menurut Hery, selaku Seksi Usaha dan Sarana Perdagangan di Disperindagdal,
mengungkapkan tugas dinasnya dalam pemberian izin pasar dan toko modern ialah penerbitan
Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Dalam proses penerbitan SITU, Disperindagdal selalu
melakukan tinjauan ke lapangan terhadap usaha yang akan diberikan izin, tujuannya untuk
mengetahui seberapa besar kontribusi dari tempat usaha tersebut terhadap pemasukan daerah
81
Wawancara dengan Dony (Dinas Tata Ruang & Bangunan Kota Makassar). Kamis 25 Agustus 2011. Pukul 14.00
Wita.
55
(PAD). Baginya, pasar modern yang ada di kota Makassar lebih mempunyai manfaat dari segi
pasar modern saat ini lebih memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan
pasar tradisional. contohnya penjual tomat dan pedagang kecil lainnya di pasar
tradisional yang tidak memiliki SITU. Kalau yang tidak memiliki SITU berarti tidak
memberikan kontribusi bagi PAD. Kalau pasar modern itu ada SITU nya sehingga
memberikan kontribusi bagi PAD sedangkan lapak lapak di pasar tradisional tidak
memiliki SITU82
Peran Kantor Perizinan menurut Kepala Seksi Perizinan bapak A. Pangerang, ialah lebih
bersifat administratif saja. Dalam artian, ketika persyaratan dari Distarub dan Disperindagdal
sudah selesai, Kantor Perizinan memverifikasi berkas dari pemohon (paengusaha pasar dan toko
modern) dan mengesahkannya lewat penerbitan izin usaha. Tetapi ketika berkas pemohon
tersebut belum rampung, akan dikembalikan lagi kepada pemohon tersebut untuk
melengkapinya. Misalnya, ketika minimarket akan dibangun di suatu lokasi yang berada tepat di
jalan raya, Kantor Perizinan melihat perlu untuk pengusaha minimarket untuk menyertakan izin
gangguan lalu lintas yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan, dan ketika persyaratan rampung
Kantor perizinan bertugas hanya sebatas kajian administrasi bukan bagian teknis.
Bagian teknis itu berlangsung di disperindagdal. Meliputi izin usaha. Kajian
administrasi melingkupi verifikasi berkas pemohon dan setelah berlangsung di
bagian teknis lalu di eksekusi disini, berawal dari sini dan berakhir disini. Di kantor
perizinan hanya mengeksekusi barang jadi setelah diolah di dinas yang bertugas
secara teknis83
Melihat fenomena dalam dua tahun terakhir, dimana pasar dan toko modern yang hampir
mengisi sudut sudut kota Makassar, Hj. Sri Rahmi berpendapat bahwa hal tersebut terjadi karena
82
Wawancara dengan Hari (Kepala Seksi Usaha & Sarana Perdagangan Disperindagdal Kota Makassar). Senin 01
Agustus 2011. Pukul 13.45 Wita.
83
Wawancara dengan A.Pangerang (Kepala Seksi Perizinan Kantor Perizinan Kota Makassar). Senin 08 Agustus
2011. Pukul 12.12 Wita.
56
para SKPD yang terlibat dalam pemberian izin pembangunan pasar dan toko modern tidak
mengetahui konsep yang terkandung dalam Perda. Dimana Perda No.15 tahun 2009 tentang
perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern merupakan payung
hukum utama dalam memberikan izin kepada pasar dan toko modern untuk berdiri.
Dari pernyataan Hj.Sri Rahmi tersebut patut dicermati bahwa dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, para SKPD yang bertugas dalam keluarnya izin pembangunan pasar dan toko
modern hanya bekerja menurut aturan dinas masing masing. Sehingga bisa dilihat bahwa saat ini
izin pendirian pasar dan toko modern sangat mudah prosesnya. Asumsi tersebut bisa dilihat dari
pernyataan Dinas Tata Ruang & Bangunan (Distarub) lewat bapak doni bahwa dalam setiap
persyaratan pemberian IMB bagi pengusaha toko modern dalam hal ini Minimarket, selalu
mengikuti SOP yang berlaku secara umum dan tidak ada perbedaan persyaratan dengan
Ketidakpahaman dari lembaga formal dalam menjalankan konsep dari Perda membuat
aturan tersebut hanya menjadi aturan ompong belaka. Kepatuhan dan daya tanggap yang tidak
mumpuni semakin diperparah dengan karakteristik pemerintah yang lebih condong kearah
developmentalism dan modernisasi. Ukuran kemajuan suatu kota diukur dari seberapa banyak
menjadikan kota Makassar sebagai kota dunia direspon postif oleh pengusaha dengan
membangun setiap jengkal kota dengan pasar modern. Seperti yang diutarakan oleh Mars dan
84
Wawancara dengan Hj. Sri Rahmi (DPRD Kota Makassar). Jumat 02 September 2011. Pukul 10.00 Wita.
85
Wawancara dengan Dony (Dinas Tata Ruang & Bangunan Kota Makassar). Kamis 25 Agustus 2011. Pukul 14.00
Wita.
57
86
Olsen, bahwa kepentingan aktor politik selalu beriringan dengan kepentingan aktor individu
konsep Perda hanya menjadi aturan formal belaka yang tidak dijalankan. Merujuk pada isi Perda
No. 15 tahun 2009 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar
Modern di Kota Makassar, terdapat beberapa pasal dan point yang menjelaskan tentang
persyaratan lokasi dari pendirian pasar dan toko modern. seperti pada pasal 7 ayat 2 huruf I yang
menjelaskan mengenai pendirian Hypermarket harus memenuhi analisis mengenai dampak sosial
ekonomi dari pasar tradisional yang berada di sekitarnya. Pada pasal yang sama di ayat 6 poin 4
Terkait mengenai analisa dampak sosial ekonomi pendirian pasar modern, ada dua
pertemuan yang dilakukan terkait mengenai hal tersebut. Pertemuan yang pertama, dilakukan
pada tanggal 25 Januari 2011 atas inisiatif DPRD kota Makassar. Pertemuan tersebut dilakukan
di kantor DPRD kota Makassar sendiri. Dalam pertemuan tersebut stakeholder yang diundang
antara lain Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal (Disperidagdal), Kantor
Perzinan dan Asisten II Bidang Ekonomi dan Keuangan kota Makassar. Adapun komisi di DPRD
yang berwenang didalamnya ialah komisi B bidang Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan
berlangsung dipimpin oleh Hj.Sri Rahmi, yang saat itu masih menjadi ketua komisi B di DPRD
Kota Makassar didampingi oleh sekertaris komisi B, Hasanuddin Leo. Menurut Hasanuddin Leo,
keberadaan pasar modern dan toko modern seperti minimarket harus memenuhi persyaratan yang
86
Marsh, David & Stoker, Gerry. 2011. Theory and Methods in Political Science: Teori dan Metode dalam Ilmu
Politik. Bandung: Nusa Media.
58
ada dalam Perda No.15 Tahun 2009 tentang perlindungan pasar tradisional. 87 Baginya Perda
tersebut sudah jelas diatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi investor dalam hal
Senada dengan pernyataan tersebut, anggota komisi B lainnya Haeruddin Hafid menilai
Perda No. 15 Tahun 2009 tidak mengatur radius keberadaan antara pasar dan toko modern
dengan pasar tradisional dan toko kelontong disekitarnya. Sehingga larangan pembangunan
minimarket di sekitar pasar tradisional belum dapat dilakukan. Diharapkan kedepan ada regulasi
dari Pemerintah kota Makassar untuk membuat aturan turunan dari Perda No.15 tahun 2009.
Aturan turunan tersebut bisa lewat Peraturan Walikota (Perwali) yang didalamnya berisi
mengenai kejelasan radius antara pembangunan pasar dan toko modern dengan pasar tradisional
dan toko kelontong. Dewan tidak pernah menghalangi pengusaha yang ingin berinvestasi di kota
Makassar tetapi harus ada kebijakan jelas yang diberlakukan Pemerintah Kota untuk mengatur
pihaknya tidak serta merta mengeluarkan izin kepada pasar modern jika tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan teknis harus dipenuhi dulu oleh pengusaha baru
kemudian diserahkan ke Perizinan untuk diterbitkan izin usahanya.89 Pada saat itu sudah sekitar
54 minimarket khusus Alfa Mart yang berdiri di kota Makassar dan untuk minimarket berjejaring
lainnya Disperindagdal belum mempunyai data lengkapnya. Hadir pula pada pertemuan tersebut,
Asisten II Bidang Ekonomi dan Keuangan Pemkot Makassar, Burhanuddin yang menganggap
87
Wawancara dengan Hasanuddin Leo (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 11.20 Wita.
88
Wawancara dengan Haeruddin Hafid (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 12.00 Wita.
89
Wawancara dengan Takdir Hasan Saleh (Kepala Dinas Disperindagdal Kota Makassar). Senin 01 Agustus 2011.
Pukul 15.00 Wita.
59
pemkot tetap memperhatikan keberadaan pasar tradisional serta pasar modern yang ada. Karena
kehadiran keduanya bisa memberikan dampak ekonomi yang positif bagi perkembangan kota
Makassar.90
Patut untuk dicermati bahwa isi Perda No. 15 tahun 2009, memang tidak memiliki aturan
yang kuat mengenai zonasi atau radius yang ditetapkan untuk pendirian suatu pasar dan toko
modern terhadap pasar tradisional yang berada terlebih dahulu di sekitarnya. Isi Perda tersebut
hanya mengatakan bahwa dalam perizinan suatu pasar dan toko modern haruslah memenuhi
persyaratan, salah satunya menyertakan analisis mengenai dampak sosial ekonomi dari
masyarakat, pasar tradisional, dan toko kecil yang lebih dulu ada disekitarnya. Sehingga
lemahnya aturan tersebut banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha pasar dan toko modern
Menurut Merille C Grindelle, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua, yaitu : Isi
kebijakan dan lingkungan implementasi. Dalam isi kebijakan, Grindelle mengemukakan bahwa
suatu aturan akan berjalan dengan baik jika isi dari kebijakan bisa secara langsung dimengerti
oleh para pelaksana kebijakan. Dalam pengertian tersebut, isi yang terkandung secara tegas
Pertemuan kedua terkait penegakkan Perda No.15 Tahun 2011 dilangsungkan pada bulan
Juli 2011 di kantor KPPU kota Makassar. Pertemuan tersebut yang di prakarsai oleh KPPU kota
Makassar. Dalam pertemuan tersebut diundang beberapa SKPD terkait antara lain Dinas
90
Wawancara dengan Hasanuddin Leo (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 11.20 Wita.
91
Grindle, Merilee.S dalam Subarsono, G. A, 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Hal
93
60
Bangunan (Distarub) dan Kantor Perizinan. Pertemuan tersebut membahas mengenai kordinasi
antara para SKPD dalam pemberian izin kepada pasar dan toko modern.
Dari diskusi tersebut, Abdul Hakim Pasaribu memberikan kesimpulan bahwa para SKPD
yang bertugas mengeluarkan izin pendirian pasar dan toko modern tidak terjalin kordinasi yang
baik. Ia mencontohkan, ketika para pengusaha pasar dan toko modern sudah memiliki IMB yang
dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang & Bangunan, secara otomatis izin untuk memiliki Surat Izin
Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkan oleh Disperindagdal dengan mudahnya juga keluar. Itu
dikarenakan, pihak Dinas Tata Ruang dan Bangunan telah terlebih dahulu melakukan analisa
dampak ekonomi dan sosial terhadap izin usaha pasar modern. Sehingga pihak Disperindagdal
tidak perlu lagi melakukan kajian yang sama. Hal tersebut sangat disayangkan oleh Abdul Hakim
Pasaribu, yang menilai setidaknya ada analisis dampak sosial yang betul betul mencerminkan
Menurutnya pula Disperindagdal dan Distarub dalam mengeluarkan SITU dan IMB harus
mengarahkan pendirian pasar dan toko modern tersebut di lokasi bisnis supaya tidak terjadi apa
yang dinamakannya market power, yang akan menghancurkan usaha usaha ekonomi kecil yang
Berkaitan dengan itu, sejauh ini jumlah izin usaha baru yang telah dikeluarkan
Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar mencapai 1.994 izin usaha. Jumlah ini dilaporkan
didominasi jenis usaha minimarket. Hal tersebut diungkapkan oleh bapak Hery selaku Kepala
Bidang Perdagangan Disperindagdal Kota Makassar. 94 Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi B
92
Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00
Wita.
93
Ibid
94
Wawancara dengan Hari (Kepala Seksi Usaha & Sarana Perdagangan Disperindagdal Kota Makassar). Senin 01
Agustus 2011. Pukul 13.45 Wita.
61
bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD kota Makassar, Irwan ST menganggap bahwa pendirian
minimarket tidak dikategoriakan ke dalam toko modern sehingga perizinannya seperti toko toko
biasa. Disini bisa dilihat bagaimana Disperindagdal tidak melakukan kajian khusus mengenai
dampak dari pendirian minimarket terhadap toko toko kecil yang ada sebelumnya. Itu sebabnya
usaha minimarket lain demi mengejar target PAD Rp1,5 miliar. Hingga September, realisasi
pendapatan Disperindagdal dari izin usaha, baru mencapai 40,54% atau sekitar Rp603 juta.
Sehingga untuk memenuhi target yang belum terealisasi tersebut, pihak Disperindagdal
akan kembali menerbitkan izin usaha baru yang didalamnya kembali di dominasi oleh izin pasar
dan toko modern.96 Ini menandakan bahwa kepentingan pemerintah demi pemasukan daerah
lewat izin usaha berjalan lurus dengan kepentingan pengusaha yang memiliki modal besar untuk
membangun gerai demi gerai pasar dan toko modernnya. Sehingga hal ini menciptakan suatu
menggunakan kerangka berpikir rational choice dimana institusi politik adalah sistem aturan dan
95
Wawancara dengan Irwan ST (DPRD Kota Makassar). Selasa 06 September 2011. Pukul 09.00 Wita.
96
Makassar Terkini News, 2011, 16 Oktober, Senin. Minimarket Dominasi Izin Permohonan Usaha Baru\.
Makassar
62
PASAR MODERN TERHADAP EKSISTENSI PASAR TRADISIONAL DI KOTA
MAKASSAR
Tempat paling subur bagi pelaku usaha sektor informal adalah pasar tradisional yang
berada disudut sudut pemukiman masyarakat. Pelaku usaha ini mengisi ruang informalitas kota
untuk menjajakan hasil produksi dari desa dan usaha usaha kecil dan menengah yang
berbasiskan rumahan. Denyut nadi usaha ini sudah berdenyut sejak sebuah komunitas eksis
dalam suatu ruang yang terisi baik oleh arus migrasi maupun arus pertumbuhan penduduk kota.
Salah satu contoh pasar lokal yang ada di kota Makassar yang terbentuk atas kebutuhan
masyarakat adalah pasar Terong. Pasar ini didirikan secara alamiah berdasarkan pertumbuhan
masyarakat sekitarnya. Ada dua faktor pendorong (push factor ) terbentuknya pasar Terong,
pertama pertumbuhan masyarakat di kota Makassar yang semakin hari semakin banyak karena
arus migrasi dari desa akibat maraknya aksi gerombolan Qahar Mudzakkar di berbagai daerah di
Sulawesi Selatan pada tahun 196oan.97 Alasan kedua ialah pasar Kalimbu yang terlebih dahulu
ada, sudah tidak mampu menampung pembeli dan penjual yang semakin banyak menjejali setiap
Arus migrasi yang semakin banyak dari daerah baik itu karena alasan mencari
penghidupan yang lebih baik ataupun karena gerakan gerombolan yang semakin massif sehingga
mendorong para migran tersebut ke kota Makassar. Akan tetapi kedatangan mereka tidak
ditopang dengan terbukanya lapangan kerja yang luas. Sehingga hal tersebut menciptakan suatu
usaha yang hanya mengandalkan logika kebertahanan hidup (economic survival). Bahkan sektor
97
Salim, Ishak dkk, Kerjasama Infid, 2011. Laporan Hasil Riset Gadde-Gadde Makassar Dalam Ancaman
Ekspansi Minimarket Moderen. Makassar
63
informal dapat berfungsi sebagai katup pengaman atas konflik kapitalis dan borjuis dalam
hubungan pemodal-pekerja di level industry kota. Lebih jauh lagi dari sekedar katup pengaman
bagi relasi pekerja-pemodal, sektor informal juga mampu memberi peluang kerja yang jauh lebih
Akan tetapi, keberadaan pasar tradisional dan pedagang di dalamnya, saat ini mengalami
keterancaman. Itu bisa dilihat dari semakin sepinya kunjungan konsumen ke pasar tradisional
yang ada di kota Makassar. Seperti penuturan Daeng Lala, yang merupakan ketua Persaudaraan
Pedagang Pasar Terong Makassar (SADAR). Ia mengatakan bahwa semenjak berdirinya pasar
modern dalam hal ini Hypermart dan Carefour, omzet pedagang pasar Terong semakin hari
semakin menurun. Bahkan selama beberapa tahun terakhir banyak pedagang yang mengalami
gulung tikar.
banyak pedagang yang tidak menjual lagi di pasar Terong dikarenakan semakin
banyaknya pasar modern yang dibangun di kota Makassar. walaupun masih ada
pedagang yang menjual tetapi pendapatan yang mereka dapat sudah tidak bisa
diandalkan lagi dan hanya cukup untuk makan sehari saja 99
Melihat persaingan yang terjadi antara ritel tradisional dan ritel modern terdapat
dikarenakan karakter jenis jualan yang sama serta batasan luas bangunannya. Seperti golongan
hypermarket dan pasar tradsisional yang memiliki karakter jenis jualan yang sama seperti
98
Wirahadikusumah, Miftah, 1991 . Sektor Informal Sebagai Bumper Pada Masyarakat Kapitalis, LIPI-Jakarta
99
Wawancara dengan Daeng Lala (Ketua Persaudaraan Pedagang Pasar Terong Makassar). Sabtu 29 Oktober 2011.
Pukul 15.15 Wita.
100
Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00
Wita.
64
menjual kebutuhan sehari hari seperti sembako, ikan, daging, sayur, buah dan kebutuhan
sandang. Sedangkan untuk golongan minimarket dan toko kelontong menjual kebutuhan yang
lebih sederhana seperti minuman dan makanan ringan, rokok, sabun, dan lainnya.
Dampak keberadaan hypermarket terhadap pasar tradisional di Makassar juga bisa dilihat
di sekitar jalan Toddopuli. Disana terdapat pasar Inpres Toddopuli yang di kelilingi oleh empat
perusahaan yang dikategorikan hypermarket dan satu pasar segar. Keempat golongan
hypermarket tersebut antara lain Carefour, Hypermart, Lotte Mart dan Gyant. Menurut daeng
Uddin, pedagang campuran yang berada di pasar Inpres Toddopuli mengatakan keberadaan
hypermarket dan pasar segar membuat omzetnya menurun drastis. Dimana sebelum hypermarket
dibangun, omzetnya bisa mencapai 2 Jt perhari tetapi untuk saat ini berkurang hanya berkisar
300-400 ribu perharinya.101 Pendapat serupa juga diungkapkan oleh daeng Olle. Pedagang yang
sehari harinya menjual sayur dan bumbu dapur ini mengatakan saingan yang paling besar saat ini
adalah Carefour dan pasar segar. Daeng Olle mengatakan, sejak carefour berdiri hampir 10 tahun
dan pasar segar setahun terakhir, omzetnya berkurang drastis berkisar setengah dibandingkan
sebelum Carefour dan pasar segar berdiri. Sehingga kondisi ini mengharuskan anak anaknya
untuk tidak bersekolah lagi dan turut bekerja menopang perekonomian keluarga. 102
Keresahan yang dialami oleh pedagang pasar tradisonal akan maraknya pasar modern
sangat beralasan. Dengan modal yang sangat besar, pasar modern dapat menerapkan strategi dan
manajemen dagang yang tidak bisa dilakukan oleh pedagang pasar tradisonal. Mulai dari
101
Wawancara dengan Daeng Uddin (Pedagang Campuran di Pasar Inpres Toddopuli Makassar). Minggu 28 Agustus
2011. Pukul 14.00 Wita.
102
Wawancara dengan Daeng Olle (Pedagang Sayuran di Pasar Inpres Toddopuli Makassar). Minggu 28 Agustus
2011. Pukul 15.00 Wita.
65
promosi, fasilitas yang memberikan kenyamanan kepada konsumen, distribution center sendiri,
sampai pemberian diskon besar besaran terhadap suatu barang. Bahkan, masyarakat banyak
menilai pergi ke pasar modern bukan hanya bertujuan untuk melakukan transaksi jual beli
melainkan sebagai ajang rekreasi keluarga. Sehingga hal ini memunculkan pola yang baru
Pola masyarakat yang cenderung berubah dalam hal berbelanja tidak di respon oleh
pemerintah kota untuk meningkatkan kualitas pasar lokalnya. Dalam wawancara bersama PD.
Pasar Makassar Raya dikatakan bahwa dari 16 pasar lokal yang ada di Makassar, setengahnya
menunjang keberadaan pasar lokal tidak ada atau mengalami kerusakan yang sudah cukup parah.
Sehingga menyebabkan jual-beli dan interaksi sosial antara pembeli-penjual menjadi terganggu.
Untuk kasus kota Makassar, pemerintah berada pada posisi dilematis. Disatu sisi pemerintah
ingin memperbaiki pasar lokal karena menjadi salah satu sumber PAD yang sangat potensial,
tetapi di sisi lain pemerintah hanya memiliki sedikit dana untuk memperbaiki semua pasar.
Salah satu contohnya bisa dilihat di pasar Terong. Pasar yang sudah terbentuk pada tahun
1960-an ini sudah mengalami beberapa perbaikan atau bagi pemerintah sering disebut dengan
revitalisasi pasar. Terakhir tahun 1995 pasar Terong di revitalisasi kerjasama antara pemerintah
dan pengusaha (developer). Dimana awalnya Pasar Terong berupa hamparan disulap menjadi
gedung berlantaikan empat. Tetapi masalah muncul dikemudian hari. Pedagang pasar tidak
mampu mengakses lods dan kios yang berada di gedung pasar dikarenakan harga yang dipatok
66
pihak developer sangat tinggi. Perekonomian pedagang pasar lokal yang di dominasi oleh
ekonomi mikro dan kecil. Sehingga hal tersebut membuat banyak pedagang memilih untuk
berjualan di badan-badan gedung pasar atau di jalan-jalan seputaran Terong, Sawi, Kangkung
dan Bayam. Nampaknya pemerintah kota lebih mempertimbangkan kepentingan investor atau
para pengusaha yang menanamkan modal dibanding mempertimbangkan nilai etis pembangunan
Sejak era walikota Daeng Patompo tahun 1970 di Makassar, banyak pasar lokal
mengalami revitalisasi menjadi pasar inpres demi cita-cita mempercantik wajah fisik kota. Kota
karena pertumbuhan penduduk semakin banyak. Kabupaten sekitar Makassar, seperti Gowa,
Maros, dan Takalar menyerahkan sebagian wilayahnya untuk permukiman baru. Kecamatan
Tamalanrea, Daya hingga Sudiang merupakan daerah Maros di masa lalu. Demikian pula di
Sementara wilayah Takalar yang kini masuk wilayah administratif Makassar adalah
Barombong.103
maka pemerintah membuka pintu ekonomi seluas-luasnya bagi investor luar. Investor tersebut
berkekuatan modal finansial yang besar. Merancang apa saja dengan penuh simbol-simbol
modernitas. Di sisi lain, ekonomi warga kota kebanyakan menerapkan logika kebertahanan
103
Salim, Ishak dkk, Kerjasama Infid, 2011. Laporan Hasil Riset Gadde-Gadde Makassar Dalam Ancaman
Ekspansi Minimarket Moderen. Makassar
67
Dalam suatu tesisnya, Boeke (1910) mencoba menerangkan fenomena terbentuknya pasar
dengan masyarakat kapitalistik terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat
Dalam pekembangannya, pasar modern semakin luas berdiri di pelosok pelosok kota dan
desa. Hal tersebut memanfaatkan celah dari aturan yang tidak tegas dari pemerintah. Regulasi
Perpres No,112 tahun 2007 dan Permendagri No.58 tahun 2008 tidak mampu meredam penetrasi
yang dilakukan secara massif dari pasar modern. Untuk kota Makassar, setelah terbitnya Perda
No.15 tahun 2009 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar
modern lantas tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengendalian pasar modern.
Konsep perlindungan hanya menjadi aturan formal belaka tanpa bisa di tegakkan. Aturan
mengenai pendirian pasar modern harus menyertakan dampak sosial-ekonomi dari pasar
tradisional dan usaha kecil yang telah terlebih dahulu berada disekitarnya dijalankan dengan
tidak serius. Indikasi kearah permainan antara kelompok pengusaha pasar modern bersama
104
Boeke, J. H, 1953. Economics and Economic Policy of Dual Societies: As Exemplified by Indonesia. N. V.
Haarlem: HD Tjeenk Willink & Zoon.
68
Kehadiran pasar modern dengan market power yang sangat besar, berbasiskan kapital,
mampu menggerus setiap lawan termasuk pasar tradisional. Kita bisa melihat dari posisi
Carefour saat ini. Berbagai strategi bisnis yang dikembangkannya untuk menopang brand image
sebagai ritel penyedia barang dengan harga termurah di Indonesa, selalu menjadi trend dalam
pengelolaannya di Indonesia. Dalam berbagai hal harus diakui bahwa Carrefour telah
Hal yang juga dianggap luar biasa dari Carrefour adalah brand image tersebut ternyata
mampu mendorongnya menjadi sebuah pencipta traffic (lalu lintas) orang berbelanja, di pusat-
pusat perbelanjaan (mall). Apabila Carrefour hadir menjadi salah satu tenant dalam sebuah pusat
perbelanjaan, maka tenant-tenant lain akan dengan sendirinya berdatangan, sehingga tingkat
hunian pusat perbelanjaan akan dapat dioptimalkan. Kondisi ini secara faktual dapat dilihat dari
beberapa fenomena yang terjadi di Jakarta, ketika Carrefour mendapatkan izin untuk beroperasi
di daerah Kuningan (Jakarta), tempat tersebut ramai dikunjungi banyak orang. Tetapi setelah
izinnya dicabut oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Carrefour keluar dari wilayah tersebut,
maka kemudian tempat tersebut kembali sepi seperti semula. Sebaliknya di mall Ambassador,
yang sebelumnya sepi dari kunjungan pembelanja serta merta menjadi ramai setelah Carrefour
menjadi salah satu tenantnya. Kondisi ini kemudian diperkuat oleh hasil survey yang dilakukan
oleh AC Nielsen yang menyatakan bahwa Carrefour dan Hypermart merupakan toko-toko ritel
Dalam konsep ekonomi, jelas bahwa pasar tradisional disatu sisi memiliki modal kecil
akan kalah jika disaingkan dengan pasar modern dengan kapital dan market power yang besar.
105
Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta
69
Persaingan tidak seimbang yang terjadi antara ritel tradisional dan ritel modern kerap membawa
implikasi sosial, karena tersisihnya ritel tradisional dan membawa konsekuensi terhadap
Selain tidak seimbangnya kemampuan dalam hal modal dan kapital, harus diperhatikan
pula model pengelolaan dalam pasar lokal, dimana sampai saat ini masih terjebak dalam model
pengelolaan yang masih jauh dari upaya menawarkan model yang bisa lebih menarik konsumen.
Kesan kumuh, tidak aman dan tidak nyaman dan sejumlah atribut tidak baik lainnya masih
melekat dalam diri ritel tradisional di mata konsumen. Hal ini sesungguhnya sangat tergantung
dari keinginan pemerintah sebagai pemilik pasar tradisional untuk mengembangkannya. Kondisi
pasar tradisional saat ini sangat memprihatinkan, karena jauh dari upaya pengembangan yang
memadai.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik sebagaimana dijelaskan
secara teknis SKPD yang terkait tidak berjalan dengan baik. Aturan dalam Perda yang
dalam pengelolaan pasar lokal dengan memberikan hak sepenuhnya kepada PD.Pasar
Makassar Raya dan developer yang bernuansa korporasi. Sehingga pedagang pasar
yang mempunyai modal kecil dan mikro tidak bisa mengakses lapak/kios yang sangat
70
mahal. Untuk konsep perlindungan, pemerintah seakan memberikan kelonggaran
kepada pengusaha pasar modern dalam penerbitan izin. Sehingga ekspansi pasar
modern di kota Makassar tidak terelakkan dan hal tersebut membuat pasar lokal
semakin tersudutkan.
2. Terdapat kepentingan yang saling beriringan antara pemerintah dan pengusaha pasar
modern. Disatu sisi pemerintah kota ingin menjadikan kota Makassar sebagai kota
dunia. Berbagai simbol modernitas dimunculkan salah satunya pasar modern. Selain
itu, pemerintah kota Makassar ingin merealisasikan target pemasukan bagi PAD tahun
2011 lewat perizinan perdagangan. Kedua kepentingan pemerintah ini sangat sejalan
dengan kepentingan dari pengusaha pasar modern yang menginginkan ekspansi yang
3. Pendirian pasar modern di kota Makassar mengalami pertumbuhan yang pesat setiap
Pendapatan yang diperoleh dari pedagang pasar tradisional semakin hari semakin
menurun. Kondisi ini berlangsung karena strategi predatory praicing yang diterapkan
oleh pasar modern yang mengakibatkan market share berubah, yang awalnya
B. SARAN
1. Melihat regulasi dari Perda yang sangat lemah terutama yang berhubungan dengan
sistem zonasi, maka perlu di lakukan moratorium kembali Perda No. 15 Tahun 2009
ini. Moratorium tersebut bisa lewat Perda perubahan ataupun Peraturan Walikota
yang didalamnya terdapat regulasi yang ketat dan jelas atas jarak yang seharusnya
diberikan kepada pasar dan toko modern untuk berdiri. Ketentuan zonasi wajib
71
mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial pasar tradisional dan sektor informal
yang berada di sekitarnya, agar tercipta iklim usaha yang adil dan sehat.
pada pemberian izin kepada pasar dan toko modern untuk berdiri. Pemerintah dalam
memberikan izin bukan bekerja pada SOP yang berlaku di setiap dinasnya saja tetapi
harus melihat Perda No. 15 Tahun 2009 sebagai payung hukum yang lebih tinggi.
3. Sangat perlu perubahan paradigma dari pemerintah yang menganggap bahwa sesuatu
yang tradisional itu sudah ketinggalan jaman. Sangat jelas ketika melihat slogan dari
pemerintah kota Makassar yang menginginkan Makassar sebagai kota dunia dan
modernitas salah satunya pasar dan toko modern. Selain itu, paradigma yang harus
diubah dari pemerintah ialah perlakuan yang adil bagi setiap pelaku usaha, baik itu
pelaku usaha kecil dan pelaku usaha besar. Dimana setiap izin usaha yang
dikeluarkan oleh pemerintah kepada pelaku usaha besar seperti hypermarket dan
dampak negatif yang sangat besar terhadap keberadaan pasar tradisional dan sektor
informal lainnya. Sehingga sangat perlu dilakukan moratorium kembali izin dari
minimarket yang menyalahi aturan mengenai analisis dampak sosial ekonomi dari
72
masyarakat dan pelaku-pelaku usaha kecil yang berada disekitarnya. Dalam hal ini,
pemerintah seharusnya mempunyai hak mengawasi pendirian pasar dan toko modern
yang melanggar aturan Perda dengan memberikan sanksi yang tegas berupa
bagi pedagang yang sebelumnya menempati pasar. Oleh karena itu, penting
mengakses lokasi berjualan di pasar lokal. Penataan pasar lokal bukan berarti
pembangunan gedung fisik yang megah melainkan pada fasilitas yang dianggap
dengan pemukiman, dan terjaganya kualitas barang yang diperdagangkan. Selain itu,
konsep pemberdayaan yang masih belum maksimal perlu di galakkan lagi oleh
usaha kepada pelaku-pelaku usaha kecil dan mikro yang banyak terdapat di pasar
lokal.
73
DAFTAR PUSTAKA
A.C. Nielsen. Riset. 2008
AC.Nielsen, 2010 . Laporan Pertumbuhan Ritel Modern dan Dampaknya Terhadap Ritel
Tradisional. Jakarta
Active Society Institute (AcSI), 2009. Laporan Penelitian Studi Etnografi dan Observasi Pasar-
Pasar Lokal di Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kota Makassar.
Makassar
Caroline Paskarina, S.IP., M.Si, dkk, 2007. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar di Kota
Bandung Pusat Penelitian Kebijakan Publik & Pengembangan Wilayah Lembaga Penelitian
Universitas Padjajaran Bandung
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yokyakarta. Hanindita Graha
Widya
Harvey, David. 2009, Januari. Neoliberalisme & Restorasi Kelas Kapitalis. Resist Book
Yokyakarta
Huma. 2007. Proses Penyusunan Peraturan Daerah Dalam Teori & Praktek. Jakarta.
Keban, Y. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu.
Yokyakarta. Gava Media
Kompas, Artikel. 2006, 2 Juni. Jangan Biarkan Pasar Bersaing dengan Hipermarket.
Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2008, Oktober. Pemantauan terhadap
Implementasi Perda-perda Bermasalah. Jakarta
Makassar Terkini News, 2011, 16 Oktober, Senin. Minimarket Dominasi Izin Permohonan
Usaha Baru. Makassar
Marsh, David & Stoker, Gerry. 2011. Theory and Methods in Political Science: Teori dan Metode
dalam Ilmu Politik. Bandung. Nusa Media.
74
Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta
Prabowo, Agung, 2009 . Gerakan Perlawanan Pedagang Pasar Terong Terhadap Kebijakan
Pemerintah Kota Makassar Pasca Pembangunan Gedung Tiga Lantai, Hasil Penelitian Skripsi.
Makassar
Salim, Ishak dkk, Kerjasama Infid, 2011. Laporan Hasil Riset Gadde-Gadde Makassar Dalam
Ancaman Ekspansi Minimarket Moderen. Makassar
Sastradipoera, Komaruddin. Pasar sebagai Etalase Harga Diri., dalam Ajip Rosidi, dkk (eds).
2006. Prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda (Jilid 2). Jakarta: Yayasan Kebudayaan
Rancage.
Setiawan, Bonnie. 2003. Antara Doha dan Cancun: Cengkeraman Neoliberalisme pada tubuh
WTO dalam Neoliberalisme. Yokyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.
Smeru, newsletter. 2007. Pasar Tradisional di Era Persaingan Global. Jakarta.
Thoha, Miftah. 1999. Dimensi Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta. PT. Grafindo
Persada.
Wahyudi dan Ahmadi. Kasus Pasar Wonokromo Surabaya Cermin Buruknya Pengelolaan Pasar.
Artikel dalam Kompas, 24 Maret 2003.
Winarno, B. 2007. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yokyakarta. Media Pressindo.
Wirahadikusumah, Miftah, 1991. Sektor Informal Sebagai Bumper Pada Masyarakat Kapitalis,
LIPI-Jakarta
75