Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN

PERMASALAHAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI PAPUA

Disusun oleh:
ELISABETH YUSIVANI (3116001)
ST.ROSMILA (3116018)
EMANUEL WODA (3116014)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan hidayah
Nya,sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas Kesehatan Lingkungan dalam perkuliahan.

Sehubungan dengan penyelesaian tugas sampai dengan tersusunnya makalah ini, dengan
rasa rendah hati disampaikan rasa terimakasih yang setulusnya.Semoga amal baik dari semua pihak
mendapat pahala yang berlipat ganda dari Yang Maha Kuasa.Amin.

Disadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Makassar, November 2017

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... 3


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Masalah Kesehatan Lingkungan Di Provinsi Papua Barat ........................................ 6
2.2. Masalah Kesehatan Lingkungan Di Provinsi Papua ................................................. 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 16
3.2. Saran.......................................................................................................................... 16

Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa
sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi
manusia adalah tanah, air, dan udara. Tanah merupakan tempat manusia untuk melakukan berbagai
kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk
menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki
kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami bagi pernafasan manusia.
Lingkungan yang sehat akanterwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
Lingkungan hidup di Indonesia perlu ditangani dikarenakan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhinya, salah satunya yaitu adanya masalah mengenai keadaan lingkungan hidup seperti
kemerosotan atau degradasi yang terjadi di berbagai daerah. Secara garis besar komponen lingkungan
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok biotik (flora darat dan air, fauna darat dan air),
kelompok abiotik ( sawah, air dan udara) dan kelompok kultur (ekonomi, sosial, budaya serta
kesehatan masyarakat).
Pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan sangat penting agar dapat
menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpada dan tuntas. Dewasa ini lingkungan hidup
sedang menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia umumnya.
Meningkatnya perhatian masyarakat mulai menyadari akibat-akibat yang ditimbulkan dan
kerusakan lingkungan hidup. Sebagai contoh apabila ada penumpukan sampah dikota maka
permasalahan ini diselesaikan dengan cara mengangkut dan membuangnya ke lembah yang jauh dari
pusat kota, maka hal ini tidak memecahkan permasalahan melainkan menimbulkan permasalahan
seperti pencemaran air tanah, udara, bertambahnya jumlah lalat, tikus dan bau yang merusak,
pemandangan yang tidak mengenakan. Akibatnya menderita interaksi antara lingkungan dan manusia
yang akhirnya menderita kesehatan.
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan
terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai akhir hidupnya. Hal ini membutuhkan daya dukung
lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

Masalah lingkungan hidup sebenatnya sudah ada sejak dahulu, masalah lingkungan hidup
bukanlah masalah yang hanya dimiliki atau dihadapi oleh negaranegara maju ataupun negara-negara

4
miskin, tapi masalah lingkungan hidup adalah sudah merupakan masalah dunia dan masalah kita
semua.
Keadaan ini ternyata menyebabkan kita betpikir bahwa pengetahuan tentang hubungan antara
jenis lingkungan ini sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara
terpadu dan tuntas.
Masalah lingkungan hidup merupakan kenyataan yang harus dihadapi, kegiatan pembangunan
terutama di bidang industri yang banyak menimbulkan dampak negatif merugikan masyarakat.
Masalah lingkungan hidup adalah merupakan masalah yang komplek dan harus diselesaikan dengan
berbagai pendekatan multidisipliner.

1.2 Rumusan masalah:

1. Apasaja masalah kesehatan lingkungan di provinsi papua barat?

2. Apa saja masalah kesehatan lingkungan di provinsi papua?

1.3 Tujuan Penulisan

1. mengetahuiapa saja masalah kesehatan lingkungan di provinsi papua barat.

2. mengetahui apa saja masalah kesehatan lingkungan di provinsi papua.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masalah Kesehatan Lingkungan Di Papua Barat

A..Air Bersih

1. Menurut WHO klasifikasi rerata dasar ke atas adalah 20-49,9 liter/orang/hari, 50-
99,9 liter/orang/hari dan 100 liter/orang/hari masing-masing akses dasar, akses
menengah, dan akses optimal. Akses di bawahnya ( <5 -19,9 liter/orang/hari)
mempunyai risiko tinggi terhadap kesehatanmasyarakat.

2. Masih terdapat 11,0% rumah tangga yang pemakaian air bersihnya masih rendah (1,2%
tidak akses dan 9,8% akses kurang), berarti mempunyai risiko tinggi untuk mengalami
gangguan kesehatan/penyakit khususnya water borne diseases. Persentase terbesar
(43,7%) rumah tangga mempunyai akses dasar (minimal), selanjutnya hanya 14,7%
akses optimal lebih rendah dari angka nasional, (34,5% akses optimal).

3. Sebanyak 6,6% melebihi angka nasional (2,3%) rumah tangga memerlukan rerata waktu
tempuh ke sumber air lebih dari 30 menit. Ada 4 Kabupaten dengan persentase di atas
6,6%, tertinggi Kabupaten Teluk Bintuni(20,3%).

4. Sebanyak 9,2% rumah tangga yang jarak tempuh ke sumber airnya lebih dari 1
kilometer dua kali melebihi angka nasional (4,5%). Kabupaten dengan persentase jarak
ke sumber air lebih dari 1 kilometer terbesar adalah Teluk Bintuni(43,0%).

5. Dilihat dari ketersediaan air bersih dalam satu tahun, ada 68,3% rumah tangga yang air
bersihnya tersedia sepanjang waktu, namun masih di bawah angka nasional (73,6%)
Terdapat 4 Kabupaten dengan persentase ketersediaan air bersih sepanjang tahun lebih
kecil dari68,3%.

6. Terdapat Rumah tangga yang mempunyai beban untuk mengambil air keperluan rumah
tangga anak-anak 2,7% dan perempuan 26,1%; namun semakin tinggi tingkat
pengeluaran rumah tangga per kapita semakin rendah persentase perempuan dan anak-
anak yang bertugas mengambil air bersih untuk keperluan rumahtangga.

7. Persentase rumah tangga dengan air minum berkualitas fisik baik sebesar 79,5%. Ada 5
Kabupaten yang persentase kualitas fisik air minumnya di bawah rerata provinsi ,
terendah adalah Teluk Bintuni (50,9%). Persentase kualitas fisik baik air minum, lebih
tinggi perdesaan (80,3%) dari pada di perkotaan, kecuali dalam hal bau, warna, dan
rasa.

6
8. Masih banyak rumah tangga yang menggunakan air minum dari sumber tidak terlindung
(sumur tidak terlindung 7,5% mata air tidak terlindung 8,5%; air sungai 10,1%, air
hujan (10,8%) dan lainnya 0,5%). Penggunaan air kemasan di rumah tangga cukup
tinggi (9,5%), dan ledeng eceran(16,4%). Khusus air harus agar diwaspadai
penampungannya supaya tidak menjadi tempat perindukan nyamuk vektorpenyakit.

9. Tempat penampungan air di rumah tangga sebagian besar menggunakan wadah tertutup
(67,4%) sedikit lebih kecil dari angka nasional (69,9%) dan tidak menggunakan
penampungan ada12,1%.

10. Air minum sebelum digunakan terlebih dulu dimasak 94,1% melebihi angka nasional
(91,2%). Terdapat 10,6% yang mengolah denganpenyaringan.

11. Hanya separoh (51,1%) yang mempunyai akses baik terhadap air bersih, lebih kecil dari
angka nasional (62,4%). Ada 5 Kabupaten dengan persentase akses baik terhadap air
bersih di bawah rerata provinsi, terendah Teluk Bintuni(20,8%).

Masalah kesehatan lingkungan khususnya pada indicator air bersih untuk provinsi
Papua Barat baik dari segi akses mendapatkan air,sumber air,maupun kualitas fisik
air,yang paling rendah adalah pada kabupaten Teluk Bintuni.Khusus air harus agar
diwaspadai penampungannya supaya tidak menjadi tempat perindukan nyamuk
vektorpenyakit.

Beberapa Jenis Penyakit akibat penularan nyamuk vector penyakit :

a. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk, dan dapat menyebabkan kecacatan dan stigma. Umumnya penyakit ini
diketahui setelah timbul gejala klinis kronis dan kecacatan. Masyarakat menyatakan ada
gejala-gejala sebagai berikut: adanya radang pada kelenjar di pangkal paha,
pembengkakan alat kelamin, pembengkakan payudara dan pembengkakan tungkai
bawah atau atas.

b. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi tular vektor yang sering
menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB), dan tidak sedikit menyebabkan kematian.
Penyakit ini bersifat musiman yaitu biasanya pada musim hujan yang memungkinkan
vektor penular (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) hidup di genangan air bersih.
Masyarakat menyatakan pernah menderita demam/panas, sakit kepala/pusing disertai
nyeri di ulu hati/perut kiri atas, mual dan muntah, lemas, kadang-kadang disertai bintik-
bintik merah di bawah kulit dan atau mimisan, kaki/tangan dingin.

7
Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global.Penyakit ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak
luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini
dapat bersifat akut, laten atau kronis. Masyarakat mengatakan pernah menderita panas
tinggi disertai menggigil (perasaan dingin), panas naik turun secara berkala, berkeringat,
sakit kepala atau tanpa gejala malaria tetapi sudah minum obat antimalaria.

Sampai saat ini malaria, filariasis dan demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit
tular vektor yang menjadi prioritas dalam program pengendalian penyakit menular, baik di
Indonesia maupun di dunia. Malaria di Papua Barat masih menjadi masalah kesehatan yang
utama. Malaria termasuk salah satu penyebab kematian utama di Provinsi paling timur
Indonesia tersebut.

B.Fasilitas Buang Air Besar

1. Rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri sebesar 43,3% jauh di bawah angka
nasional (60,0%), terendah di Kabupaten Raja Ampat (11,9%). Persentase yang
menggunakan jamban sendiri di perkotaan dua kali lebih tinggi (63,0%) dibandingkan
dengan di perdesaan 32,4% jauh di bawah angka nasional(50,7%).

2. Menurut tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita, secara tajam menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran semakin tinggi persentase yang
menggunakan jamban sendiri. Kabupaten dengan cakupan jamban saniter terendah di
Teluk Wondama(11,9%).

3. Akses baik terhadap sanitasi hanya 25,5% jauh di bawah angka nasional (46,0%). Akses
baik terhadap sanitasi tiga kali lebih tinggi di perkotaan (45,1%%), dari pada
perdesaan(15,0%).

4. Persentase rumah tangga dengan tempat pembuangan akhir tinja saniter menggunakan
tangki/SPAL hanya 39,2%, lebih rendah dari angka nasional (49,3%), sisanya dibuang
ke sungai/laut (21,1%), lobang tanah (18,4%), kolam/sawah, danpantai/tanah.

C.Pembuangan Sampah

Di Provinsi Papua Barat terdapat 22,2% rumah tangga (8,9% dan 13,3%) yang memiliki
tempat sampah di dalam rumah dan 25,7% rumah tangga memiliki tempat sampah di
luar rumah. Persentase ini masih di bawah angka nasional (27,1% di dalam rumah dan
49,8% di luarrumah).
D.Perumahan

Terdapat 11,4% rumah tangga dengan lantai rumah tanah dan 40,8% dengan tingkat

8
hunian padat, angka nasional 13,8% rumah tangga dengan lantai rumah tanah. Angka
hunian hampir tiga kali lipat di atas angka nasional (15,1%), tertinggi di Kabupaten
Teluk Wondama(61,9%).

E.Pemeliharaan Ternak

1. Sebagian besar (66,1%) masyarakat Papua Barat masih memelihara ternak di dalam
rumah termasuk ternak unggas (3,7%), ternak sedang (1,5%) ; dan anjing/kucing/kelinci
(11,5%). Persentase ini jauh di atas angka nasional (39,4%). Dari keterangan di atas
ternak merupakan barang yang sangatberharga.

2. Kabupaten dengan persentase tertinggi pemeliharaan ternak di dalam rumah adalah di


Sorong Selatan (7,7%).

Penyakit akibat pemeliharaan unggas misalnya flu burung.

F.Masalah Gizi

1. Masalah gizi utama pada balita di propinsi Papua Barat adalah gizi akut dan kronis.
Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Propinsi Papua Barat belum mencapai target
nasional (20%) dan MDG 2015 (18,5%). Dari 9 Kabupaten/kota, baru
KabupatenManokwari dan Kota Sorong yang berhasil mencapai kedua target tersebut.

2. Prevalensi balita dengan status gizi pendek dan sangat pendek mencapai 39,4% (angka
nasional 36,5%), dan kurus dan sangat kurus mencapai 16,4% (nasional 10%).

3. Masalah gizi pada orang dewasa(berat badan lebih+obese) di Provinsi Papua Barat
sudah terlihat tinggi dengan prevalensi 23,1% kecuali Teluk Wondama, Teluk Bintuni
dan Sorong Selatan dibawah 10%. Berdasarkan perhitungan index massa tubuh,
prevalensi kurus tampak paling tinggi terjadi pada remaja muda (umur 15-20 tahun)
Defisit protein di desa hampir duakali lipat didesa.

4. Konsumsi garam cukup iodium di Propinsi Papua Barat rata-rata diatas 90%, kecuali
untuk Kota Sorong (74,8%) dan Teluk Bintuni(86,2%).

G.PenyakitMenular

1. Prevalensi penyakit menular melalui vektor di Propinsi Papua Barat didominasi oleh
penyakit malaria. Hanya separuh dari mereka yang pernah merasakan gejala malaria
menyatakan didiagnosis malaria oleh petugas kesehatan, dan hanya 59% mereka yang
mengidap malaria yang minum obat program.

2. Prevalensi penyakit melalui udara yakni saluran pernafasan akut (ISPA) berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 19%. Prevalensi ini tersebar di seluruh

9
Kabupaten/kota dan pada semua kelompok umur, terutama di usia muda dan lanjut usia.
Prevalensi di wilayah desa dua kali lipat dibandingkan dikota

3. Prevalensi penyakit pneumonia di Propinsi Papua Barat mencapai 2% dengan sebaran


dan karakteristik yang mirip dengan penyakitISPA.

4. Prevalensi tuberculoses paru berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 1,03%;


tersebar di seluruh Kabupaten dan tertinggi di Kabupaten Sorong Selatan. Prevalensi
tertinggi terjadi pada mereka yang memiliki pekerjaan tetap (PNS/Polri/TNI).

5. Prevalensi campak mencapai 1,1%, tertinggi di Kabupaten Sorong, lebih tinggi di desa
dan pada status ekonomi yang lebihrendah.

6. Prevalensi melalui makan dan minuman termasuk tifoid di propinsi Papua Barat
mencapai 0,9%, hepatitis 0,3%, dan diare 6,9%. Prevalensi tifoid tertinggi di Kota
Sorong dan tersebar di semua kelompok umur; lebih tinggi di desa, pada laki-laki
dengan status sosial (pendidikan dan pekerjaan) yang lebihrendah.

7. Penyakit hepatitis pada kelompok umur 5-34 tahun dan 55 tahun keatas. Prevalensi
lebih tinggi di desa dan pada kelompok petani/nelayan/buruh. Prevalensi penyakit diare
tertinggi di Kabupaten Sorong Selatan, umumnya diderita oleh mereka yang berusia 1-4
tahun, perempuan, tinggal di desa dengan pendidikan rendah. Dari yang terdiagnosis
menderita penyakit diare, hanya 45% yang mendapatpengobatan.
H.Penyakit TidakMenular

1. Prevalensi penyakit sendi di Provinsi Papua Barat sebesar 28,8% lebih tinggi dari angka
nasional (14,0%) dan prevalensi berdasarkan diagnosis nakes adalah 38,2%, angka
tertinggi di Kabupaten Sorong Selatan (48,9%) dan terendah di Kabupaten Manokwari
(18,4%). Prevalensi lebih tinggi pada wanita, sebaliknya stroke prevalensinya tampak
lebih tinggi padalaki-laki.

2. Prevalensi gangguan mental emosional relatif tinggi (13,2%) dan tertinggi di Kabupaten
Fakfak (20,9%).

I. Perilaku Higienis

1. Perilaku higienis meliputi kebiasaan/perilaku buang air besar (BAB) di jamban dan
perilaku mencuci tangan yang benar (mencuci tangan dengan sabun sebelum makan,
sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak,
dan setelah memegangunggas/binatang).

2. Lebih dari separoh (68,3%) penduduk Provinsi Papua Barat berperilaku benar dalam hal
10
BAB namun hanya 38,5% yang berperilaku cuci tangan benar. Ada tiga Kabupaten
yang perilaku BAB benarnya rendah. Pencapaian buang air besar rendah di jamban di
Kaimana(49,9%).

3. Persentase perempuan yang berperilaku benar dalam BAB dan cuci tangan lebih tinggi
dari laki-laki. Semakin tinggi pendidikan, atau tingkat pengeluaran rumah tangga, akan
semakin tinggi persentase perilaku baik dalam BAB dan cucitangan.

4. Dari segi pekerjaan, petani/buruh/ nelayan memiliki persentase perilaku baik BAB dan
cuci tangan terendah (50,5% dan 29,8%). Tidak tampak perbedaan menurut kelompok
umur, jenis kelamin, pendidikan, maupunpekerjaan.

J. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Penduduk Papua Barat yang telah memenuhi kriteria PHBS baik dengan 33,0% lebih
rendah dari angka nasional(38,7%).

2.2 Masalah Kesehatan Lingkungan Di Papua

1.Status Gizi

Hasil riset menunjukkan bahwa secara umum prevalensi gizi buruk di provinsi Papua adalah
6,6% dan gizi kurang 14,6%. Sebanyak 11 kabupaten masih memiliki prevalensi gizi buruk di atas
prevalensi provinsi. Sembilan kabupaten lainnya sudah berada di bawah prevalensi provinsi, yaitu:
Jayapura, Nabire, Kepulauan Yapen, Puncak Jaya, Mappi, Pegunungan Bintang, Tolikara, Keerom
dan Kota Jayapura. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi (RPJM)
tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5%; maka Papua belum
melampaui target-target tersebut. Bila mengacu pada target MDG maka 6 kabupaten yang sudah
melampaui target, sedangkan untuk target RPJM sudah 7 kabupaten yang melampaui target. Ke 6
kabupaten yang telah memenuhi kedua target adalah: Jayapura, Kepulauan Yapen, Puncak Jaya,
Tolikara, Keerom, dan Kota Jayapura. Biak Numfor hanya melampaui target RPJM. Prevalensi
gizi lebih secara nasional adalah 5,9%. Terdapat 4 kabupaten dengan prevalensi melebihi angka
nasional, yaitu Jayawijaya, Yahukimo, Sarmi, dan Waropen. Prevalensi masalah pendek pada
balita secara provinsi masih tinggi yaitu sebesar 37,6%. Prevalensi balita sangat kurus secara
provinsi masih cukup tinggi yaitu 5,4%. Terdapat 11 kabupaten yang memiliki prevalensi balita
sangat kurus di bawah angka prevalensi provinsi. Ke 11 kabupaten tersebut adalah: Jayapura,
Nabire, Kepulauan Yapen, Puncak Jaya, Mappi, Pegunungan Bintang, Tolikara, Keerom,
Waropen, Supiori, dan Kota Jayapura. Prevalensi kekurusan pada balita di provinsi Papua adalah
12,4%. Hal ini berarti bahwa masalah kekurusan di Papua merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang cukup serius. Jika dilihat untuk tiap kabupaten/ kota, maka prevalensi kekurusan
11
di seluruh kabupaten/ kota masih berada di atas 5%, kecuali Pegunungan Bintang yang tidak
mempunyai masalah kekurusan. Hal ini berarti bahwa masalah kekurusan masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat pada hampir setiap kabupaten/ kota. Status Gizi Penduduk Umur6-
14 Tahun(Usia Sekolah) Berdasarkan standar WHO, secara provinsi prevalensi kekurusan adalah
10,9% pada laki-laki dan 7,4% pada perempuan. Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki- laki
12,7% dan perempuan 9,8%. Status Gizi Penduduk Umur 15 tahun ke atas, Prevalensi obesitas
umum secara provinsi adalah 23,5% (10,0% BB lebih dan 13,5% obese). Ada 7 kabupaten
memiliki prevalensi obesitas umum di atas angka prevalensi provinsi, yaitu: Merauke, Jayawijaya,
Jayapura, Nabire, Biak Numfor, Mimika, Kota Jayapura. Kabupaten yang memiliki prevalensi
obesitas umum terendah adalah Yahukimo (8,7%). Sedangkan kabupaten dengan prevalensi
obesitas umum tertinggi adalah Kota Jayapura (35,9%). Di provinsi Papua persentase RT dengan
konsumsi energi rendah adalah 49,0 % dan konsumsi protein rendah sebesar 39,3%.

2.Sarana Air Bersih

Rata-rata pemakaian air bersih per orang per hari terbanyak di provinsi Papua antara 5
49.9 liter yaitu 64,8 %. Menurut kabupaten dengan pemakaian air antara 20 49.9 liter per orang
per hari, tertinggi di hanya di Yahukimo (75,1%), terendah di Puncak Jaya (0%). Kabupaten
dengan pemakaian lebih dari 100 liter per orang per hari tertinggi di Keerom (70,8%). di Provinsi
Papua tidak semua sumber air yang digunakan rumah tangga berada di dalam pekarangan rumah.
Persentase individu yang biasa mengambil air 49,0% perempuan dewasa dan 38,1% laki-laki
dewasa. Di provinsi Papua 75,8% mempunyai kualitas fisik air baik. Di kabupaten Jaya Wijaya
kualitas fisik air minum 47,3% keruh, sedangkan di Yahukimo 100% baik.Di Provinsi Papua
menggunakan tempat penampungan dalam wadah tertutup (37,5%), wadah terbuka dan tidak ada
wadah masing-masing 31,4% dan 31%. Sementara itu masih banyak rumag tangga yang yang
langsung meminum air tanpa dimasak (41,3%) dan yang memasak air minumnya hanya69%.
Di Provinsi Papua hanya 26,7% akses baik terhadap air bersih, dengan akses terburuk (0%) di
Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, dan Tolikara.
3.Fasilitas BAB

Di Provinsi Papua cukup banyak Rumah Tangga yang belum memakai fasilitas BAB (36,3%),
Kabupaten Tolikara terbanyak yang tidak menggunakan fasilitas BAB (98,2%).

4.Saluran Limbah

Di provinsi Papua, sebanyak 49,2% Rumah Tangga tidak mempunyai SaluranPembuangan


Air Limbah (SPAL). Dari mereka yang mempunyai Saluran Pembuangan Air Limbah, sebagian besar
(34,1%) merupakan Saluran Pembuangan Air Limbah terbuka.

12
5.Penampungan Sampah

Di provinsi Papua, secara keseluruhan sebagian besar Rumah Tangga (83,4%) tidak memiliki
penampungan sampah di dalam rumah dan 72% tidak memiliki penampungan sampah di luar
rumah. Dari mereka yang mempunyai tempat penampungan sampah di luar rumah, proporsi
terbesar adalah penampungan sampah terbuka(23,9%).

6.Rumah dan Pemukiman

Di Provinsi Papua proporsi Rumah Tangga dengan jenis lantai bukan tanah sebesar 72,1%,
dengan proporsi tertinggi di Kabupaten Asmat (100%). Hunian dengan kepadatan per kapita < 8
m2, sebesar 51%, proporsi terbesar di Kabupaten Yahukimo (91,8%), sedangkan proporsi terkecil
di Sarmi (21%).

7.Limbah Rumah Tangga

Di provinsi Papua penggunaan bahan beracun berbahaya oleh Rumah Tangga, proporsi
terbanyak adalah penghilang noda pakaian (32,7%), diikuti racun serangga (25,9%), pembersih
lantai (13,4%). Terdapat keberagaman antar kabupaten/kota dalam penggunaan bahan beracun,
namun tampak bahwa Kota Jayapura menempati proporsi terbesar dalam penggunaan bahan
beracun untuk beberapa jenis bahan beracun.

Secara umum jenis bahan bakar Rumah Tangga di Provinsi Papua menggunakan kayu bakar
(91,6%). Kabupaten Yahukimo 100% menggunakan kayu bakar, Asmat 99,7%. Pemakai minyak
tanah tertinggi di Waropen (88,6%).

8. Penyakit Menular

Rerata prevalensi DBD di provinsi papua berdasar D/G sebesar 0,92% namun berdasar
Diagnosa nakes rerata provinsi Papua lebih rendah yaitu 0,05%. Tertinggi ditemukan di kabupaten
Boven Digul yaitu 3,6 % dan jaya wijaya 2,89%. Prevalensi filariasis berdasarkan Diagnosa Gejala
(D/G) maupun berdasarkan Diagnosa nakes (D), di provinsi papua menunjukkan prevalensi
dibawah 1%, namun ditemukan kabupaten dengan prevalensi filariasis lebih tinggi dari rata-rata
provinsi yaitu di Boven Digul 1,79%. Sedangkan prevalensi malaria berdasarkan baik
berdasarkan D/G maupun D menunjukkan angka prevalensi cukup tinggi. Rerata provinsi Papua
untuk angka DG 18,4% dan D 12,1% menurut DG tertinggi ditemukan di kabupaten Yapen
Waropen dan Sarmi masing-masing 39,,9% dan 38,3%. Sedangkan terendah di kabupaten
Yakuhimo yaitu 2,75%. Sementara berdasarkan D tertinggi ditemukan di kabupaten Biak Numfor
yaitu 22,4% dan terendah di Paniai yaitu 0,4% . Prevalensi penyakit ISPA, pneumonia, TBC dan
campak masih menjadi prioritas utama pada program pengendalian penyakit. Secara D/G
prevalensi ISPA tertinggi ditemukan di Puncak Jaya (54.7%), Pegunungan Bintang (59,3%) dan
terendah di Jayapura yaitu 12,5%. Sedangkan menurut diagnosis nakes terendah ditemukan di

13
Yapen Waropen (5.5%) dan tertinggi di Jayawijaya (36,5%). Prevalensi penyakit pneumonia
menurut D/G tertinggi ditemukan di pegununagan Bintang (17,3%) dan terendah di Jayapura
(0,9%). Prevalensi penyakit pneumoni menurut hasil diagnosa nakes tertinggi ditemukan di
Jayawijaya (11.1%) dan terendah di Paniai (0,4%). Penyakit Tuberkulosis menurut D/G tertinggi
ditemukan di Pegunungan Bintang (7,0%) dan terendah di Waropen (0,0%) Waropen. Ditemukan
adanya konsistensi rendahnya prevalensi TB di kabupaten Waropen hal ini ditunjukkan dengan
prevalensi TB sebesar 0% baik menurut D/G maupun D (diagnosis nakes). Berdasarkan diagnoss
nakes tertinggi ditemukan di Tolikara (4,7%) dan di Mappi (2,1%). Penyakit campak berdasarkan
gejala klinis atau D/G di beberapa kabupaten masih tampak tinggi, Boven Digul 6,4%,
pegunungan Bintang 4,3%, Jayawijaya (4,0%) dan Mappi (3,9%). Sedangkan menurut diagnosis
nakes tertinggi ditemukan di kota Jayapura (12,0%) kemudian di Boven digul (5,7%) dan
Jayawijaya 2,8%. Tampaknya kabupaten Boven Digul memiliki prevalensi penyakit campak cukup
tinggi dan konsisten baik menurut D/G maupun diagnosis nakes namun tertinggi di Papua adalah
kota Jayapura sedangkan rata-rata provinsi Papua jauh lebih rendah yaitu (1-1,6)%. Diantara
prevalensi tifoid, hepatitis dan diare di Papua, tertinggi adalah prevalensi diare (10.8%)
berdasarkan gejala (D/G) dan (7.8%) berdasarkan diagnosis nakes.Sedangkan prevalensi tifoid
menurut D/G tertinggi ditemukan di pegunungan Bintang (14.3%) dan menurut diagnosis nakes
tertinggi ditemukan di kabupaten Jayawijaya (2.8%).Gambaran penyakit hepatitis berdasarkan D/G
tertinggi ditemukan di Boven Digul (3.2%) dan prevalensi diare tertinggi di Pegunungan Bintang
(32.5%). Sedangkan berdasarkan diagnosis nakes untuk hepatitis tertinggi ditemukan di Jayawijaya
(1.2%) dan diare di Boven Digul dan Mappi berkisar antara 19% hingga 20%. Kemudian
penderita diare yang mendapat oralit tertinggi ditemukan di Mappi (62.0%). 29,1% penduduk
Provinsi Papua mengalami gangguan persendian, dan angka ini lebih rendah dari prevalensi
Nasional yaitu 22,6%. Sementara prevalensi penyakit persendian berdasarkan diagnosis oleh
tenaga kesehatan adalah 19,7%, tidak jauh berbeda dengan angka Nasional yaitu 15,02%.
Menurut kabupaten/kota, prevalensi penyakit persendian di Papua berkisar antara 0,1% - 53,1%,
dan prevalensi di Tolikara ditemukan lebih tinggi dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya,
sebaliknya Kabupaten Yahukimo mempunyai prevalensi paling rendah. Sementara prevalensi
penyakit persendian yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan berkisar antara 0,0% - 36,9%
dan prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Mappi, sebaliknya prevalensi terendah di
KabupatenYahukimo.

9. Penyakit Tidak Menular

Sebanyak 29,1% penduduk Provinsi Papua mengalami gangguan persendian, dan angka ini lebih
rendah dari prevalensi Nasional yaitu 30,3 %. Sementara prevalensi penyakit persendian
berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 19,7%, tidak jauh berbeda dengan angka
Nasional yaitu 14,0 %. Menurut kabupaten/kota, prevalensi penyakit persendian di Papua berkisar

14
antara 0,1% - 53,1%, dan prevalensi di Tolikara ditemukan lebih tinggi dibandingkan
Kabupaten/Kota lainnya, sebaliknya Kabupaten Yahukimo mempunyai prevalensi paling rendah.
Sementara prevalensi penyakit persendian yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan berkisar
antara 0,0% - 36,9% dan prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Mappi, sebaliknya
prevalensi terendah di KabupatenYahukimo.

Prevalensi hipertensi di Papua berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah 22%, dan
hanya berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 4,6%, sementara berdasarkan diagnosis
dan atau riwayat minum obat hipertensi adalah 4,7%, Menurut Kabupaten/Kota, prevalensi
hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah berkisar antara 6,8% - 35,8%, dan prevalensi
tertinggi ditemukan di Kabupaten Puncak Jaya, sedangkan terendah di Kabupaten Jaya Wijaya.
Sementara prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau minum obat
hipertensi berkisar antara 0,0% - 11,3%. Memperhatikan angka prevalensi hipertensi berdasarkan
diagnosis atau minum obat dengan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah di setiap kabupaten/kota di Papua, pada umumnya nampak perbedaan prevalensi yang cukup
besar. Perbedaan prevalensi paling besar ditemukan di Puncak Jaya.Data ini menunjukkan banyak
kasus hipertensi di Papua belum ditanggulangi dengan baik. Berdasarkan diagnosis oleh tenaga
kesehatan atau gejala yang menyerupai stroke, prevalensi stroke di Papua adalah 3,7 per 1000
penduduk, Menurut kabupaten/kota prevalensi stroke berkisar antara 0 -12,4 , dan Boven
Digoel mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya, baik berdasarkan
diagnosis maupun gejala. Secara umum di Provinsi Papua prevalensi penyakit asma sebesar 3,6%.
Angka tertinggi di Mappi (9,1%) dan terendah di Yahukimo (0,2%). Prevalensi penyakit jantung
4,3%, tertinggi di Yapen Waropen (11%) dan terendah di Yahukimo (0,4%). Prevalensi penyakit
diabetes sebesar 0,8%, tertinggi di Kabupaten Nabire (1,8%). Prevalensi penyakit tumor/kanker
sebesar3,4tertinggidiMerauke,AsmatdanSarmimasing-masing11,4%,10,8%,10,7

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lingkungan yang perlu dilestarikan supaya diperoleh keadaan yang seimbang antara manusia. Begitu
banyak dampak yang ditimbulkan jika kita tidak memperhatikan keseimbangan alam yang digunakan
sebagai tempat kehidupan.
Dampak negatif yang muncul berupa penyakit yang merugikan pada manusia seperti penyakit
pernafasan, diare, kholera, thyphus, dysentri, polio, ascariasis dan lain-lain.
Dampak positif lingkungan terhadap kesehatan memperoleh sumber energi untuk kebutuhan hidup.
Untuk pencegahan penyakit perlu dilakukan sanitasi terhadap lingkungan air, udara dan tanah, khususnya
pengelolaan air minum dan air buangan secara terpadu.

3.2 Saran

1. Kita harus menyadari akan pentingnya lingkungan bagi kelangsungan hidup kita. Mulai dari diri kita
sendiri, lingkungan kita, dan akhirnya seluruh masyarakat akan menyadarinya.
2. Kita harus mengajak semua generasi muda untuk melestarikan lingkungan sejak dini karena pelajaran
yang mereka dapat sekarang akan mereka bawa sampai mereka dewasa dan merekapun akan
mengajarkan pada generasi muda berikutnya untuk selalu melestariikan lingkungan. Lingkungan
sangat penting bagi seluruh makhluk hidup.
3. Kita harus tahu apa yang kita lakukan berdampak baik atau buruk bagi lingkungan kita agar lingkungan
kita tetap terjaga dan terhindar dari berbagai masalah lingkungan.
4. Kita tidak perlu menunggu terjadinya bencana untuk melestarikan lingkungan karena mencegah lebih
baik daripada menanggulangi.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://www.menlh.go.id/terbaru/artikel.php?article_id=1702 (diakses tanggal 9 November 2017)

http://id.hao123.com/hao123search?q=laporan+hasil+riset+kesehatan+dasar+provinsi+papua+barat+tahun+2008+&c
ategory=web

http://id.hao123.com/hao123search?q=laporan+hasil+riset+kesehatan+dasar+provinsi+papua+tahun+2007+&categor
y=web

17
18
19

Anda mungkin juga menyukai