Anda di halaman 1dari 24

TRAUMA TULANG BELAKANG

A. Pastofisiologi Cedera Tulang Belakang

Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah


kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat
tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di
bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas adalah
fraktura atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang belakang
cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C3-C7. Ruas
tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur.
C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan
arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang
ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio atlanto-
occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah, tulang ini
beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat
berlangsungnya gerakan memutar kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal
atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga
menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang
otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak efektif.
Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi
hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat
menyebabkan komplience paru menurun.
Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan
medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi
osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan
menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan
akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat
mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal. Intak pada
diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.
Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada
medulla spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras
mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih
normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi.
Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera
neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis
progresif akibat cedera neural sekunder.
Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka akan
terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf
spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke
medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi
ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan
ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi
kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan
dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah
peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada
endotel pembuluh darah yang dalam beberapa jam kemudian dapat menimbulakan
aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal. Peningkatan
potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada sel
(Conduction Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga
terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.
Di tingkat selular, adanya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2
dapat merangsang pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya
ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat
mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel
mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh
dari ketinggian, cederaolahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio,
Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada
medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi
karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi
dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang
belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang
belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu
duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara
mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat
mengakibatkan paraplegia. Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa
hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutamapada T.12sampai L.2), rotasi.
Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.
Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi
untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam
beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri
vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis
yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang
secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan
/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dandislokasi) Lesi transversa
medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa,
hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan dalam
medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.
Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan
berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi
medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebralis.Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan
oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan
tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.
Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat
tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi
dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami
jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal
demikian, dan gejala yangterjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat
hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis
traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang,
maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan
terputusnya arteriradikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan
defisit sensorik motorik pada dermatome dan miotoma yang bersangkutan dan
sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.
C. Pengkajian
1. Airways with cervical spine control
Manajemen jalan napas yang dini dan aman pada pasien trauma tulang
belakang dapat memberikan dampak penting bagi outcome perawatan
jangka panjang dan defisit fungsional.
a) Kaji stabilitas jalan nafas
Coba untuk mendapatkan respon dari pasien.
Carilah tanda-tanda penyumbatan jalan nafas (penggunaan otot
aksesori dan gerakan dada yang paradoks).
Dengarkan suara bising di jalan nafas atas atas dan suara nafas.
b) Cobalah manuver jalan nafas sederhana jika diperlukan
Buka jalan napas menggunakan jaw trust
Lakukan Suction pada jalan napas jika sekresi berlebihan, diperlukan
jika pasien tidak dapat membersihkannya sendiri.
Pasang jalan napas orofaringeal (OPA) / nasopharyngeal airway (NPA)
jika diperlukan.
c) Amankan jalan napas jika perlu (obati halangan jalan nafas sebagai
darurat medis)
Pertimbangkan intubasi dini jika ada tanda-tanda:
1) Tingkat kesadaran yang menurun, jalan napas tanpa pelindung,
pasien yang tidak kooperatif / agresif yang menyebabkan
kesusahan dan risiko cedera lebih lanjut.
2) Obstruksi jalan nafas tertunda: stridor, suara serak
3) apnea atau gagal napas karena kelumpuhan.
Intubasi pasien sambil mempertahankan kewaspadaan tulang belakang
penuh memerlukan keterampilan dan kerja sama tingkat tinggi.
Manuver untuk membuka jalan napas yang memobilisasi tulang leher,
seperti kemiringan leher dikontraindikasikan. Head tilt chin lift yang
harus digunakan.
Pada pasien dengan trauma tulang belakang, hal yang mungkin
ditemukan pada airway adalah adanya desakan otot diafragma dan
interkosta akibat cedera spinal sehingga mengganggu jalan napas
2. Breathing
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien
antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.Ob
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
a) Pemberian terapi oksigen
b) Bag-Valve Masker
c) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
d) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan
Pada pasien dengan trauma tulang belakang, hal yang mungkin
ditemukan pada pengkajian breathing adalah adalah adanya pernapasa
dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada
3. Circulation with haemorrhage control
Pada pasien dengan trauma tulang belakang, hal yang mungkin
ditemukan pada pengkajian circulation adalah hipotensi (biasanya
sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat dan
kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang
mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)

4. Disability: neurological status


Pada pasien dengan trauma tulang belakang, hal yang mungkin
ditemukan pada pengkajian disability adalah kehilangan sebagian atau
keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan sensasi, kelemahan otot
5. Exposure/environmental control
Lepaskan pakaian pasien untuk memungkinkan pemeriksaan lengkap.
Seorang pasien dengan SCI dapat menjadi hipotermia karena hilangnya
regulasi otonom, jadi penting untuk memantau suhu mereka dan
menjaga mereka tetap berada di lingkungan yang hangat.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Airway
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Breathing
a. Ketidakefektifan pola nafas
3. Circulation
a. Nyeri Akut
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Penurunan curah jantung
d. Risiko syok
4. Disability
- Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak
5. Exposure
- Hipertermia
E. Intervensi
Airway
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)

1. Ketidakefektifan Bersihan Setelah dilakukan tindakan Airway Management


Jalan Nafas keperawatan ..x.. jam Buka jalan nafas
diharapkan mampu menggunakan head
Batasan Karakteristik :
mempertahankan kebersihan tilt chin lift atau jaw
Batuk yang tidak jalan nafas dengan kriteria : thrust bila perlu
efektif Posisikan pasien
NOC :
Dispnea untuk
Gelisah Respiratory status : Airway memaksimalkan
Patency ventilasi

Respirasi dalam batas


normal
Irama pernafasan
teratur

Breathing

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)

1. Ketidakefektifan Pola Nafas Setelah dilakukan tindakan NIC


keperawatan ..x.. jam
Oxygen Therapy
diharapkan pola nafas pasien
Batasan Karakteristik :
teratur dengan kriteria : Bersihkan mulut,
Bradipnea hidung dan secret
NOC :
Dispnea trakea
Fase ekspirasi Respiratory status : Pertahankan jalan
memanjang Ventilation nafas yang paten
Siapkan peralatan
Respirasi dalam batas
oksigenasi
Faktor yang berhubungan normal (dewasa: 16-
Monitor aliran
20x/menit)
Ansietas oksigen
Irama pernafasan
Cedera medulaspinalis
teratur
Deformitas dinding
dada
Deformitas tulang
Disfungsi
neuromuskular
Gangguan
muskuluskeletal

Circulation

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)

1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah diberikan asuhan Circulatory Care : Arterial


Jaringan Perifer keperawatan selama ...x jam, Insufficiency
perfusi jaringan perifer pasien
Lakukan penilaian
menjadi efektif dengan kriteria
komprehensif
Batasan Karakteristik: hasil:
sirkulasi perifer
Bruit Femoral NOC: (seperti: cek sirkulasi
Edema nadi, udeme, crt,
Tissue Perfusion Peripheral
Klaudikasi warna, dan suhu)
intermiten Capilary refil pada jari- Tentukan indeks ABI
Nyeri ekstremitas jari tangan dalam batas dengan tepat
Paresthesia normal (< 3 detik) Evaluasi udeme
Warna tidak kembali Capilary refil pada jari- periper dan nadi
ke tungkai 1 menit jari kaki dalam batas Periksa kulit untuk
setelah tungkai normal (< 3 detik) ulkus arteri atau
diturunkan Tekanan darah sistolik kerusakan jaringan
Faktor yang dalam batas normal Circulatory Care : Venous
Berhubungan: Tekanan darah Insufficiency
diastolik dalam batas
Diabetes Melitus Lakukan penilaian
normal
Gaya hidup kurang komprehensif
MAP dalam batas
gerak sirkulasi perifer
normal
Hipertensi (seperti memeriksa
Nadi teraba kuat
Kurang pengetahuan denyut nadi perifer,
Tidak terjadi udeme
tentang factor edema, pengisian
pada perifer.
pemberat (mis. kapiler, warna dan
Merokok, gaya suhu).
hidup monoton, Evaluasi edema
trauma, obesitas, perifer dan nadi
asupan garam, istirahat.
imobilitas)

2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Analgesic Administration


keperawatan selama ...x..
Batasan Karakteristik Tentukan lokasi,
jam diharapkan nyeri
karakteristik,
Bukti nyeri dengan berkurang dengan kriteria hasil
kualitas, dan derajat
menggunakan :
nyeri sebelum
standar daftar
NOC: pemberian obat
periksa nyeri untuk
Cek riwayat alergi
pasien yang tidak Pain Level
terhadap obat
dapat
Melaporkan gejala Pilih analgesik yang
mengungkapkannya
(mis., Neonatal nyeri berkurang tepat atau kombinasi
Infant Pain Scale, Melaporkan lama nyeri dari analgesik lebih
Pain Assesment berkurang dari satu jika
Checklist for Senior Tidak tampak ekspresi diperlukan
with Limited Ability wajah kesakitan Tentukan analgesik
to Communicate) Tidak gelisah yang diberikan
Diaphoresis Respirasi dalam batas (narkotik, non-
Dilatasi pupil normal (dewasa: 16-20 narkotik, atau
Ekspresi wajah nyeri kali/menit) NSAID) berdasarkan
(mis., mata kurang tipe dan keparahan
bercahaya, tampak nyeri
kacau, gerakan mata Monitor vital sign
berpencar atau tetap sebelum dan sesudah
pada satu focus, pemberian analgesik
meringis) pertama kali
Faktor yang
berhubungan :
Agens cedera
biologis (mis.,
infeksi, iskemia,
neoplasma)
Agens cedera fisik
Agens cedera
kimiawi
3. Penurunan Curah Setelah diberikan asuhan Cardiac Care
Jantung keperawatan selama ..x.
Evaluasi adanya nyeri
jam diharapkan masalah
dada (Intesitas, lokasi,
penurunan curah jantung dapat
rambatan, durasi, serta
Batasan Karakteristik: teratasi dengan kriteria hasil :
faktor yang menimbulkan
Perubahan Frekuensi/Irama NOC: dan meringankan gejala).
Jantung Cardiac Pump Effectiveness Monitor EKG untuk
perubahan ST, jika
Bradikardia Tekanan darah sistolik
diperlukan.
Perubahan EKG (Contoh dalam batas normal
Lakukan penilaian
: aritmia, abnormalitas Tekanan darah diastolik
komprehenif untuk
konduksi, iskemia) dalam batas normal
sirkulasi perifer (Cek
Palpitasi Heart rate dalam batas
nadi perifer, edema,CRT,
Takikardia normal
serta warna dan
Berhubungan dengan: Peningkatan fraksi ejeksi
temperatur ekstremitas)
Peningkatan nadi perifer
Perubahan frekuensi secara rutin.
Tekanan vena sentral
jantung (Heart rate, HR) Monitor tanda-tanda vital
(Central venous pressure)
Perubahan ritme jantung secara teratur.
dalam batas normal
Perubahan afterload Monitor status
Gejala angina berkurang
Perubahan kontraktilitas kardiovaskuler.
Edema perifer berkurang
Perubahan preload Monitor disritmia
Gejala nausea berkurang
Perubahan volume jantung.
Tidak mengeluh dispnea
sekuncup Dokumentasikan
saat istirahat
disritmia jantung.
Tidak terjadi sianosis
Catat tanda dan gejala
dari penurunan curah
Circulation Status jantung.

MAP dalam batas normal


PaO2 dalam btas normal
(60-80 mmHg)
PaCO2 dalam batas normal
(35-45 mmHg)
Saturasi O2 dalam batas
normal (> 95%)
Capillary Refill Time
(CRT) dalam batas normal
(< 3 detik)
4. Risiko Syok Setelah diberikan asuhan NIC:
keperawatan selama ..x.
Faktor risiko : Shock Prevention
jam diharapkan tidak terjadi
Hipoksemia
syok dengan kriteria hasil : Monitor tanda-tanda
Hipoksia
vital (nadi, tekanan
Hipotensi NOC:
darah, RR)
Hipovolemia Shock Severity:
Posisikan pasien
Infeksi Anaphylactic
untuk
Sepsis Tidak terjadi
memaksimalkan
Sindrom respons penurunan sistolik
perfusi
inflamasi sistemik secara drastis
Perbaiki jalan napas
(systemic Tidak terjadi
pasien jika
inflammatory penurunan diastolik
diperlukan
response syndrome secara drastis
Monitor tanda-tanda
(SIRS)) Tidak terjadi
kegagalan
peningkatan heart rate
pernapasan (PaO2
secara drastis
rendah, PaCO2
Tidak ada aritmia
tinggi)
Tidak ada suara napas
Kolaborasi
tambahan (wheezing
pemberian O2 atau
dan stridor)
ventilasi mekais jika
Tidak ada dispneu
diperlukan
Edema
Kolaborasi
berkurang/hilang
pemberian cairan
Tidak terjadi
infus
penurunan kesadaran
Lakukan
NOC:
pemeriksaan EKG
Shock Severity: Cardiogenic
pada pasien
MAP dalam batas
Anaphylaxis Management
normal (60-100)
Tidak terjadi Kolaborasi
penurunan tekanan pemberian
sistolik secara drastis epinephrine yang
Tidak terjadi diencerkan 1:1000
penurunan tekanan disesuaikan dengan
diastolik secara drastis usia pasien
CRT < 3 detik Monitor tnda-tanda
Tidak terjadi syok seperti
peningkatan heart rate kesulitan bernapas,
secara drastis aritmia, kejang, dan
Nadi teraba kuat hipotensi
Nyeri dada berkurang Kolaborasi
Tidak ada peningkatan pemberian
RR secara drastis spasmolitik, anti
Tidak ada sianosis histamin atau
Kadar PO2 dan PCO2 kortikosteroid jika
dalam batas normal ada reaksi alergi
(urtikaria,
angioedema, atau
NOC: bronkospasme)
Shock Severity: Cardiac care
Hypopholemic
Monitor status
MAP dalam batas
kardiovaskuler
normal (60-100)
Monitor pernapasan
Tidak terjadi
untuk tanda gejala
penurunan tekanan
dari gagal jantung
sistolik secara drastis
Evaluasi kejadian
Tidak terjadi
nyeri dada sebelum
penurunan tekanan
masuk rumah sakit
diastolik secara drastis
Lakukan pengkajian
Tidak terjadi
peningkatan heart rate komperhensif pada
secara drastis sirkulasi perifer
CRT < 3 detik Monitor hasil
Nadi teraba kuat laboratorium (mis.
Tidak ada peningkatan elektrolit)
RR secara drastis Bleeding reduction
Tidak ada sianosis
Identifikasi penyebab
Kadar PO2 dan PCO2
perdarahan
dalam batas normal
Monitor jumlah
Hematocrit dalam batas
perdarahan
normal
Monitor kadar
Tidak terjadi
hematokrit
penurunan kesadaran
Kolaborasi
NOC:
pemberian transfusi
Shock Severity: Neurogenic
darah
Tidak terjadi
penurunan tekanan
sistolik secara drastis
Tidak terjadi
penurunan tekanan
diastolik secara drastis
Nadi teraba kuat
Tidak ada perubahan
RR secara drastis
Kadar PO2 dan PCO2
dalam batas normal
Tidak terjadi
penurunan kesadaran
Tidak terjadi
penurunan suhu tubuh
NOC:
Shock Severity: Septic
Tidak terjadi
penurunan tekanan
sistolik secara drastis
Tidak terjadi
penurunan tekanan
diastolik secara drastis
Nadi teraba kuat
Tidak ada peningkatan
RR secara drastis
Tidak terjadi
penurunan kesadaran
Tidak terjadi
perubahan suhu tubuh
secara drastic

Disability

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)

1. Risiko Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Cerebral perfusion


Perfusi Jaringan Otak keperawatan selama ...x... promotion
jam tidak terjadi peningkatan
Faktor Risiko: Konsultasi dengan
tekanan intra kranial dengan
Agens farmaseutikal dokter untuk
kriteria hasil :
Aterosklerosis aortic menentukan parameter
Baru terjadi infark NOC : hemodinamik, dan
miokardium mempertahankan
Tissue Perfusion: Cerebral
Diseksi arteri hemodinamik dalam
Embolisme Tekanan darah rentang yg diharapkan
Endocarditis infektif (sistolik dan diastolik) Monitor MAP
Fibrilasi atrium dalam batas normal Berikan agents yang
Hiperkoleterolimia MAP dalam batas memperbesar volume
Hipertensi normal intravaskuler misalnya
Kardiomiopati dilatasi Sakit kepala (koloid, produk darah,
Katup prostetik berkurang/hilang atau kristaloid)
mekanis Tidak gelisah Konsultasi dengan
Koagulasi Tidak mengalami dokter untuk
intravascular muntah mengoptimalkan posisi
diseminata Tidak mengalami kepala (15-30 derajat)
Koagulapati (mis. penurunan kesadaran dan monitor respon
Anemia sel sabit) pasien terhadap
Masa prothrombin pengaturan posisi
abnormal kepala
Masa trombaplastin Berikan calcium
parsial abnormal channel blocker,
Miksoma atrium vasopressin, anti nyeri,
Neoplasma otak anti coagulant, anti
Penyalahgunaan zat platelet, anti
Segmen ventrikel kiri trombolitik
akinetic Monitor nilai PaCO2,
Sindrom sick sinus SaO2 dan Hb dan
Stenosis carotid cardiac out put untuk
Stenosis mitral menentukan status
Terapi trombolitik pengiriman oksigen ke
Tumor otak (mis. jaringan
Gangguan
serebrovaskular,
penyakit neurologis,
trauma, tumor)
Exposure

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)

1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan NIC :


keperawatan ..x.. jam
Batasan Karakteristik : Temperature Regulation
diharapkan mampu
Apnea mempertahankan suhu tubuh Monitor suhu paling
Bayi tidak
dapat dalam rentang normal dengan tidak setiap 2 jam ,
mempertahankan kriteria : sesuai kebutuhan
menyusui Pasang alat monitor
NOC :
Gelisah suhu inti secara kontinu,
Hipotensi Thermoregulation sesuai kebutuhan
Kejang Monitor tekanan darah,
Suhu tubuh dalam
Koma nadi, dan respirasi,
rentang normal (36,50C
Kulit kemerahan sesuai kebutuhan
37,50C)
Kulit terasa hangat Monitor suhu dan
Denyut nadi dalam
Letargi warna kulit
rentang normal
Postur abnormal Monitor dan laporkan
Respirasi dalam batas
Stupor adanya tanda dan gejala
normal (16
Takikardia dari hipertermia
20x/menit)
Takipnea Tingkatkan intake
Tidak menggigil
Vasodilatasi cairan dan nutrisi
Tidak dehidrasi
adekuat
Tidak mengeluh sakit
Instruksikan pasien
Faktor yang berhubungan kepala
bagaimana mencegah
: Warna kulit normal
keluarnya panas dan
Agen farmaseutikal Vital Sign serangan panas
Aktivitas berlebihan Diskusikan pentingnya
Suhu tubuh dalam
Dehidrasi termoregulasi dan
rentang normal (36,50C
Iskemia kemungkinan efek
37,50C)
Pakaian yang tidak negatif dari demam
Denyut jantung normal
sesuai yang berlebihan, sesuai
(60-100 x/menit)
Peningkatan laju kebuthan
Irama jantung normal
metabolisme Informasikan pasien
Tingkat pernapasan
Penurunan perspirasi mengenai indikasi
dalam rentang normal
Penyakit adanya kelelahan akibat
(16-20 x/menit)
Sepsis panas dan penanganan
Irama napas vesikuler
Suhu lingkungan emergensi yang tepat,
Tekanan darah sistolik
tinggi sesuai kebutuhan
dalam rentang normal
Trauma Gunakan matras
(90-120 mmHg)
pendingin, selimut yang
Tekanan darah
mensirkulasikan air,
diastolik dalam rentang
mandi air hangat,
normal (70-90 mmHg)
kantong es atau
Kedalaman inspirasi
bantalan jel, dan
dalam rentang normal
kateterisasi pendingin
Infection Severity
intravaskuler untuk
Tidak ada kemerahan
menurunkan suhu
Cairan (luka) tidak
tubuh, sesuai kebutuhan
berbau busuk
Sesuaikan suhu
Tidak ada sputum
lingkungan untuk
purulen
kebutuhan pasien
Tidak ada rrainase
Berikan medikasi yang
purulent
tepat untuk mencegah
Tidak ada piuria/
atau mengontrol
nanah dalam urine
menggigil
Suhu tubuh stabil
Berikan pengobatan
(36,50C 37,50C) antipiretik, sesuai
Tidak ada nyeri kebutuhan
Tidak mengalami
lethargy Fever Treatment
Nafsu makan normal Pantau suhu dan tanda-
Jumlah sel darah putih tanda vital lainnya
normal dalam rentang Monitor warna kulit dan
normal (4,10 11,00 suhu
10^3/l) Monitor asupan dan
Hidration keluaran, sadari
perubahan kehilangan
Turgor kulit elastis
cairan yang tak
Membran mukosa
dirasakan
lembab
Beri obat atau cairan IV
Intake cairan adekuat
(misalnya, antipiretik,
Output urin
agen antibakteri, dan
Tidak merasa haus
agen anti menggigil )
Warna urin tidak keruh
Tutup pasien dengan
Tekanan darah dalam
selimut atau pakaian
rentang normal
ringan, tergantung pada
Denyut nadi dalam
fase demam (yaitu :
rentang normal dan
memberikan selimut
adekuat
hangat untuk fase
Tidak ada peningkatan
dingin ; menyediakan
hematokrit
pakaian atau linen
Tidak ada penurunan
tempat tidur ringan
berat badan
untuk demam dan fase
Otot rileks
bergejolak /flush)
Tidak mengalami diare
Suhu tubuh dalam
Vital Sign Monitoring
rentang normal
Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
pernapasan dengan
tepat
Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipertermia
Monitor warna kulit,
suhu, dan kelembaban
Monitor sianosis sentral
dan perifer
Monitor akan adanya
kuku berbentuk
clubbing
Monitor terkait dengan
adanya tiga tanda
Cushing Reflex
(misalnya : tekanan
nadi lebar, bradikardia,
dan peningkatan
tekanan darah sistolik)
Identifikasi
kemungkinan
perubahan tanda-tanda
vital

Infection Control

Bersihkan lingkungan
dengan baik setelah
digunakan oleh setiap
pasien
Ganti peralatan
perawatan per pasien
sesuai protokol institusi
Pertahankan teknik
isolasi yang sesuai
Batasi jumlah
pengunjung
Annjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan dengan
tepat

Fluid Management
Jaga intake yang
adekuat dan catat output
pasien
Monitor status hidrasi
(misalnya : membran
mukosa lembab, denyut
nadi adekuat, dan
tekanan darah
ortostatik)
Monitor hasil
laboratorium yang
relevan dengan retensi
cairan (misalnya :
peningkatan berat jenis,
peningkatan BUN,
penurunan hematokrit,
dan peningkatan kada
osmolalitas urin)

Daftar Pustaka

Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC.


Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita
Gawat darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang.
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK.
UNPAD. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tangal 2 Oktober 2017
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th
edition. St. Louis Missouri : Elsevier Mosby.
Ishak, 2012. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses
dari http://www.slideshare.net/IshakMajid/radiologi-laboratorium-a4
tanggal 2 Oktober 2017
Lombardo, D. (2005). Patient
asessment. In: Newbury L., Criddle L.M., ed. Sheehys manual of
emergency care, ed 6. Philadelphia: Mosby.
Lyandra, april, Budhi, Antariksa, Syahrudin. (2011). Ultrasonografi Toraks.
Jurnal Respiratori Inonesia Volume 31 diakses dari
http://jurnalrespirologi.org/ tanggal 2 Oktober 2017
Parhusip. (2004). Bronkoskopi. Diakses dari http://repository.usu.ac.id tanggal 28
april 2013.

Widjaya, Cristina. (2002). Uji Diagnostik pemeriksaan kadar D-dimer plasma


pada diagnosis stroke iskemik. FK. UNPAD. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id tanggal 3 Oktober 2017
Arif Mutaqqin (2008), Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Agusnita, Utami Yuli.2015. Asuhan Keperawatan Trauma Tulang Belakang.
(Online) Avalaible:
https://utamiyulidagusnita.wordpress.com/2015/04/30/asuhan-keperawatan-
trauma-tulang-belakang/(Diakses tanggal 3 Oktober 2017 pukul 17.30
WITA)

Anda mungkin juga menyukai