PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak
terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh
kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi
pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006)
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali terjadi
pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun).
Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami
lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun).
Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai
sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 2025, tergolong
tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5
juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat ke empat
dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan
sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk perempuan. (Meski menurut
kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan
menempati urutan ke 103 dunia, dan nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-
rata 74,5 tahun).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru sajaterjadi, tetapi bisa
juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan
kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita menggunakan
1
kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata-katayang tepat.Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa
menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak
dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Hal ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh lansia dan
perawatan yang dapat dilakukan keluarga sebagai support system yang penting untuk
penderita demensia. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan
pendekatan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan demensia.
2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
I. Tujuan umum:
Mahasiswa mampu untuk memahami tentang asuhan keperawatan lansia dengan gangguan
Demensia.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan kepada pembaca mengenai
penyakit demensia pada lansia. Bagi kelompok lansia makalah ini dapat digunakan sebagai
masukan untuk memperhatikan gaya hidup mereka yang merupakan factor resiko terjadinya
demensia.
3
BAB II
Tinjauan Materi
4
2.2 Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah
7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus
demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-
kira 5 % usia lanjut 65 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat
setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri
kasus demensia 0.5 1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 15%
atau sekitar 3 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler.
Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika
dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya
15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 60
% dan 30 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
- batasan karakteristik
1. subjektif
2. objektif
a. distraktibilitas
b.egosentis
5
c. kewaspadaan berlebihan atau kurang sama sekali
-batasan karakteristik
1. subjektif
a. distorsi pendengaran
c. distorsi pengelihatan
2. objektif
b. perubahan perilaku
f. halusinasi
g.iritabilitas
i. kurang konsentrasi
j. gelisah
6
Intoleransi aktifitas
-batasankarakteristik
1.subjektif
a.ketidak nyamanan
2. objektif
b. perubahan EKG
Faktor Usia
Penderita Dimensia biasanya diderita oleh orang yang berusia lebih dari 65 tahun, tetapi
juga dapat menyerang orang yang berusia dibawah 40. Sedikitnya 5 persen orang berusia
di antara 65 dan 74 memiliki dimensia . Pada orang berusia 85 keatas jumlahnya
meningkat menjadi 50 persen.
Keturunan
Risiko dimensia yang muncul sedikit lebih tinggi jika hubungan keluarga tingkat pertama
orangtua dan saudara sekandung - memiliki dimensia.
Jenis kelamin
Wanita lebih mudah terkena dari pada laki-laki, hal ini karena umumnya wanita hidup
lebih lama dari pada laki-laki.
7
Penurunan kognitif ringan
Orang yang memiliki penurunan kognitif ringan memiliki masalah ingatan yang
memburuk dari pada apa yang mungkin diekspektasikan pada usianya dan belum cukup
buruk untuk mengklasifikasikan sebagai dementia. Banyak dari mereka yang berada pada
kondisi ini berlanjut memiliki penyakit dimensia.
Gaya hidup
Faktor sama yang membuat Anda berada pada risiko yang sama dengan penyakit jantung
juga meningkatkan kemungkinan anda akan terkena penyakit dimensia. Contohnya
adalah:
o Tekanan
o Tekanan darah tinggi
o Kolestrol tinggi
o Kurang dalam mengontrol gula darah
o Menjaga tubuh agar tetap fit penting bagi anda anda harus dapat melatih pikiran
dengan baik. Beberapa studi menunjukkan bahwa aktif dalam melatih pikiran dan mental
disepanjang hidup anda khususnya pada usia lanjut akan mengurangi risiko penyakit
dimensia.
Tingkat pendidikan
Studi menemukan hubungan antara rendahnya pendidikan dan risiko dimensia. Tetapi
alasan tepat yang mendasarinya tidak diketahui. Beberapa ilmuwan berteori, makin sering
anda menggunakan otak akan lebih banyak sinapsis yang anda buat dimana akan tersedia
banyak cadangan di hari tua. Akan sulit untuk menemukan dimensia pada orang yang
melatih otaknya secara rutin, atau mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih
tinggi.
8
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Tidak dapat makan dan menelan.
14. Inkontinensia urine
15. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
17. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada
18. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali
19. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-
perasaan tersebut muncul.
20. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
9
2.6 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang
dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10
tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan
bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu.
Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun,
dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita
demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayatkeluarga menderita demensia
memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian
terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah
3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan
neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial
mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum
kerusakan otak yang permanen terjadi.
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang
samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang
paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-
gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler,
endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada
demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat
terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi
dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan
membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif
terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut
dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari
demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri mereka sendiri,
pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan
inkontinensia alvi.
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena
perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat
berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi
10
gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat
hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi.
Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat
pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan (biasanya terlihat
pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada demensia
yang terkait dengan trauma kepala).
11
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
12
2.9 DIAGNOSA KEPERAWATAN DEMENSIA
1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung,
tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu
menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi
sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai
dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan
waktu tidur.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan
dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
6. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak
terkoordinasi, aktivitas kejang.
7. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah
lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.
13
2.10 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
1 Setelah diberikan a. Jalin hubungan saling a) Untuk membangan
tindakan keperawatan mendukung dengan kepercayaan dan rasa nyaman.
diharapkan klien dapat klien.
beradaptasi dengan b. Orientasikan pada b) Menurunkan kecemasan dan
perubahan aktivitas lingkungan dan rutinitas perasaan terganggu.
sehari- hari dan baru.
lingkungan dengan KH c. Kaji tingkat stressor c) Untuk menentukan persepsi
: (penyesuaian diri, klien tentang kejadian dan
a. mengidentifikasi perkembangan, peran tingkat serangan.
perubahan keluarga, akibat
b. mampu beradaptasi perubahan status
pada perubahan kesehatan)
lingkungan dan d. Tentukan jadwal c) Konsistensi mengurangi
aktivitas kehidupan aktivitas yang wajar kebingungan dan
sehari-hari dan masukkan dalam meningkatkan rasa
c. cemas dan takut kegiatan rutin. kebersamaan.
berkurang
d. membuat pernyataan e. Berikan penjelasan dane) Menurunkan ketegangan,
yang positif tentang informasi yang mempertahankan rasa saling
lingkungan yang baru. menyenangkan percaya, dan orientasi.
mengenai kegiatan/
peristiwa.
14
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
2 Setelah diberikan a. Kembangkan a. Mengurangi kecemasan dan
tindakan keperawatan lingkungan yang emosional.
diharapkan klien mendukung dan
mampu mengenali hubungan klien-perawat
perubahan dalam yang terapeutik.
berpikir dengan KH: b. Pertahankan
a. Mampu lingkungan yang b. Kebisingan merupakan
memperlihatkan menyenangkan dan sensori berlebihan yang
kemampuan kognitif tenang. meningkatkan gangguan
untuk menjalani c. Tatap wajah ketika neuron.
konsekuensi kejadian berbicara dengan klien.
yang menegangkan c. Menimbulkan perhatian,
terhadap emosi dan d. Panggil klien dengan terutama pada klien dengan
pikiran tentang diri. namanya. gangguan perceptual.
b. Mampu d. Nama adalah bentuk identitas
mengembangkan diri dan menimbulkan
strategi untuk mengatasi pengenalan terhadap realita dan
anggapan diri yang e. Gunakan suara yang klien.
negative. agak rendah dan
c. Mampu mengenali berbicara dengan e. Meningkatkan pemahaman.
tingkah laku dan faktor perlahan pada klien. Ucapan tinggi dan keras
penyebab. menimbulkan stress yg
mencetuskan konfrontasi dan
respon marah.
3 Setelah diberikan a. Kembangkan a. Meningkatkan kenyamanan
tindakan keperawatan lingkungan yang dan menurunkan kecemasan
diharapkan perubahan suportif dan hubungan pada klien.
persepsi sensori klien perawat-klien yang
dapat berkurang atau terapeutik.
15
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
terkontrol dengan KH: b. Bantu klien untuk b. Meningkatkan koping dan
a. Mengalami penurunan memahami halusinasi. menurunkan halusinasi.
halusinasi.
b. Mengembangkan c. Kaji derajat sensori c. Keterlibatan otak
strategi psikososial atau gangguan persepsi memperlihatkan masalah yang
untuk mengurangi dan bagaiman hal bersifat asimetris menyebabkan
stress. tersebut mempengaruhi klien kehilangan kemampuan
c. Mendemonstrasikan klien termasuk pada salah satu sisi tubuh.
respons yang sesuai penurunan penglihatan
stimulasi. atau pendengaran.
d. Ajarkan strategi untuk c. Untuk menurunkan
mengurangi stress. kebutuhan akan halusinasi.
16
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
inadekuat. c. Tentukan kebiasaan
c. Melaporkan dapat dan rutinitas waktu tidurc. Mengubah pola yang sudah
beristirahat yang cukup. malam dengan terbiasa dari asupan makan
d. Mampu menciptakan kebiasaan klien pada malam hari terbukti
pola tidur yang adekuat. klien(memberi susu mengganggu tidur.
hangat).
d. Memberikan
lingkungan yang d. Hambatan kortikal pada
nyaman untuk formasi reticular akan
meningkatkan berkurang selama tidur,
tidur(mematikan lampu, meningkatkan respon otomatik,
ventilasi ruang adekuat, karenanya respon
suhu yang sesuai, kardiovakular terhadap suara
menghindari meningkat selama tidur.
kebisingan).
e. Buat jadwal tidur
secara teratur. Katakan
pada klien bahwa saat e. Penguatan bahwa saatnya
ini adalah waktu untuk tidur dan mempertahankan
tidur. kesetabilan lingkungan.
5 Setelah diberikan a. Identifikasi kesulitan a. Memahami penyebab yang
tindakan keperawatan dalam berpakaian/ mempengaruhi intervensi.
diharapkan klien dapat perawatan diri, seperti: Masalah dapat diminimalkan
merawat dirinya sesuai keterbatasan gerak fisik, dengan menyesuaikan atau
dengan kemampuannya apatis/ depresi, memerlukan konsultasi dari
dengan KH : penurunan kognitif ahli lain.
a. Mampu melakukan seperti apraksia.
aktivitas perawatan diri b. Identifikasi kebutuhan b. Seiring perkembangan
sesuai dengan tingkat kebersihan diri dan penyakit, kebutuhan kebersihan
17
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
kemampuan. berikan bantuan sesuai dasar mungkin dilupakan.
b. Mampu kebutuhan dengan
mengidentifikasi dan perawatan rambut/kuku/
menggunakan sumber kulit, bersihkan kaca
pribadi/ komunitas yang mata, dan gosok gigi.
dapat memberikan
bantuan. c. Perhatikan adanya
tanda-tanda nonverbal c. Kehilangan sensori dan
yang fisiologis. penurunan fungsi bahasa
menyebabkan klien
mengungkapkan kebutuhan
perawatan diri dengan cara
nonverbal, seperti terengah-
engah, ingin berkemih dengan
memegang dirinya.
18
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
dengan KH : visual. Bantu keluarga laku impulsi berisiko trauma
a. Meningkatkan tingkat mengidentifikasi risiko karena kurang mampu
aktivitas. terjadinya bahaya yang mengendalikan perilaku.
b. Dapat beradaptasi mungkin timbul. Penurunan persepsi visual
dengan lingkungan berisiko terjatuh.
untuk mengurangi
risiko trauma/ cedera.
c. Tidak mengalami b. Hilangkan sumber
cedera. bahaya lingkungan. b. Klien dengan gangguan
kognitif, gangguan persepsi
adalah awal terjadi trauma
akibat tidak bertanggung jawab
terhadap kebutuhan keamanan
dasar.
19
No Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
restrain terus-menerus. gangguan.
Berikan kesempatan e. Membahayakan klien,
keluarga tinggal meningkatkan agitasi dan
bersama klien selama timbul risiko fraktur pada klien
periode agitasi akut. lansia (berhubungan dengan
penurunan kalsium tulang).
7 Setelah dilakukan a. Beri dukungan untuk a. Motivasi terjadi saat klien
tindakan keperawatan penurunan berat badan. mengidentifikasi kebutuhan
diharapkan klien berarti.
mendapat nutrisi yang b. Awasi berat badan b. Memberikan umpan balik/
seimbang dengan KH: setiap minggu. penghargaan.
a. Mengubah pola
asuhan yang benar c. Kaji pengetahuan c. Identifikasi kebutuhan
b. Mendapat diet nutrisi keluarga/ klien membantu perencanaan
yang seimbang. mengenai kebutuhan pendidikan.
c. Mendapat kembali makanan.
berat badan yang sesuai.d. Usahakan/ beri bantuand. Klien tidak mampu
dalam memilih menu. menentukan pilihan kebutuhan
e. Beri Privasi saat nutrisi.
kebiasaan makan e. Ketidakmampuan menerima
menjadi masalah. dan hambatan sosial dari
kebiasaan makan berkembang
seiring berkembangnya
penyakit.
BAB III
PENUTUP
20
3.1 KESIMPULAN
Demensia adalah suatu keadaan respon kognitif maladaptive yang ditandai dengan
hilangnya fungsi intelektual (kognitif) yang berat, penilaian, dan berfikir abstrak.
Fungsi kognitif yang dimaksud adalah kehilangan daya mengingat (kerusakan
memori), daya nilai judgement intelektual, ketrampilan social (berbahasa, merawat diri,
kecakapan khusus, dsb) dan reaksi emosi yang normal.
Demensia disebabkan oleh:
a. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan.
b. Penyakit vaskular.
c. Penyakit Parkinson
d. Penyakit prion ( Protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-Jakob).
e. Gangguan struktur jaringan otak
Tanda dan Gejala yang ditemukan pada saat melakukan pengkajian pada pasien dengan
demensia adalah sebagai berikut :
1. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
2. Pelupa
3. Sering mengulang kata-kata
3.2 SARAN
1. Diharapkan kepada kita semua tenega kesehatan apabila merasakan dan
mengetahui gejala seperti yang telah di jelaskan / dituliskan oleh pembuat makalah
ini agar segera menanganinya dengan cepat jangan di tunda karena dapat
menimbulkan resiko tinggi.
2. Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
21
Arjatmo, (2013). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta: FKUI
Brunner & Suddart , (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EKG
Carpenito, (2000). Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta :EGC
Doengoes , (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC
Corwin, J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
22