Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KOSMETIKA
1. Definisi Kosmetika
Kosmetika merupakan kategori consumer productsyang dipasarkan di dunia, dengan
tujuan dan fungsi yang universal sesuai dengan budaya masing-masing orang. Kosmetik
berasal dari bahasa Yunani yaitu Kosm tikos, dimana terdiri dari kosmeinyang berarti
memiliki kekuatan untuk menyusun, keterampilan dalam dekorasi dan kosmosharmoni.
Istilah kosmetik didefinisikan dalam seksi 201 (i) pada Food, Drug, and Cosmetic Act (FD
& C Act) tahun 1938 : sediaan yang dimaksudkan untuk digosok, dituang, diteteskan, atau
4 disemprotkan, yang diaplikasikan pada tubuh manusiaatau bagian manapun untuk tujuan
pembersihan, mempercantik, promosi daya pikat, ataumengubah penampilan (Barel, et al,
2001).
Menurut Permenkes RI No.445/MENKES/PER/V/1998 tentang bahan, zat warna,
substratum, zat pengawet, dan tabir surya pada kosmetika, definisi kosmetika adalah
sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi, rongga mulut, untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan
penya
2. Penggolongan Kosmetika
Adapun kategori produk kosmetik yaitu produk bayi, sediaan untuk mandi, sediaan
eye makeup, sediaan fragrance/ keharuman, sediaan untuk rambut (bukan pewarna),
sediaan pewarna rambut, sediaan makeup (yang bukan untuk mata), sediaan manicuring,
produk oral hygiene, pembersih personal, shaving preparations/ sediaan untuk bercukur,
sediaan perawatan kulit (krim, lotion, bedak, dan spray), suntan preparations(yang
membuat kulit berwarna coklat setelah berjemur) (Barel, et al, 2001). Sementara
penggolongan kosmetik menurut Keputusan BPOM RI No. HK00.05.4.1745 tentang
kosmetik, berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk
kosmetik dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu :
Kosmetik golongan I adalah :
a) Kosmetik yang digunakan untuk bayi
b) Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut, dan mukosa lainnya

2
3

c) Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan


d) Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui
keamanan dan kemanfaatannya
Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I.

B. PENGAWET
1. DEFINISI PENGAWET
Definisi zat pengawet menurut Permenkes RI No.445/MENKES/PER/V/1998
adalah zat yang dapat mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Istilah agen antimikroba secara umum digunakan untuk agenkimia
yang terdapat dalam kosmetika atau produk rumah tangga baik yang memiliki aktivitas
bakterisidal ataupun bakteriostatik selama penggunaannya. Fungsi dari antibakteri adalah
untuk melindungi produk (Barel, et al., 2001). Mikroorganisme akan tumbuh pada kondisi
dimana terdapat nutrisi yang berlimpah, lingkungan yang lembab, dan suhu yang sesuai.
Berbagai kosmetik, khususnya formulasi tipe emulsi, menyediakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri dan jamur (Butler, 2000). Dalam suatu sediaan/produk sering
ditambahkan pengawet untuk menstabilkan sediaan dari degradasi kimia dan fisika yang
berhubungan dengan kondisi lingkungan (Barel, et al., 2001).
2. MEKANISME KERJA PENGAWET
Pengawet mempengaruhi dan mengganggu pertumbuhan mikroba, multiplikasi, dan
metabolisme melalui mekanisme modifikasi permeabilitas membran sel dan menyebabkan
kebocoran komponen penyusun sel (lisis parsial), penghambatan metabolisme seluler
seperti menghambat sintesis dinding sel, oksidasi komponen seluler, koagulasi komponen
sitoplasma yang tidak dapat balik/irreversible, dan hidrolisis.
Pemilihan pengawet harus didasarkan pada pertimbangan berikut yaitu pengawet
dapat mencegah pertumbuhan tipe mikroorganisme tertentu terutama yang sering
mengkontaminasi sediaan, pengawet cukup larut dalam air untuk mencapai konsentrasi
yang cukup dalam fase air dari sistem yang terdiri dari dua atau lebih fase, komposisi
pengawet tetap tidak terdisosiasi pada pH dimana sediaan tersebut dapat mempenetrasi
mikroorganisme dan mengganggu integritasnya, konsentrasi pengawet yang diperlukan
tidak boleh mempengaruhi keamanan dan kenyamanan pasien selama penggunaan sediaan
tersebut (nonirritating, nonsensitizing, dan nontoxic), pengawet harus stabil dan tidak
berkurang konsentrasinya akibat dekomposisi kimia dan penguapan sepanjang umur dari
sediaan, pengawet harus cocok/kompatibel dengan semua komponen formula sediaan
(tidak saling mengganggu aktivitas masing-masing).
Mikroorganisme yang dimaksud dalam hal ini adalah kapang, jamur, dan bakteri,
dimana bakteri umumnya lebih menyukai medium yang sedikit basa dan yang lainnya
4

menyukai medium asam. Pengawet yang dipilih tidak boleh tedisosiasi pada pH sediaan.
Pengawet yang bersifat asam seperti asam sorbat, benzoat, dan borat tidak terdisosiasi dan
lebih efektif dalam medium yang lebih asam. Kebalikannya, pengawet yang bersifat basa
kurang efektif pada medium yang bersifat asam ataupun netral dan lebih efektif dalam
medium yang bersifat basa (Allen, et al., 2011).
3. JENIS-JENIS PENGAWET DALAM KOSMETIKA
Jenis pengawet yang sering digunakan adalah paraoxybenzoatesatau yang sering
dikenal dengan paraben. Paraben juga merupakan pengawet yang banyak digunakan dalam
makanan (Mitsui, 1998). Adapun jenis-jenis pengawet yang digunakan dalam kosmetika,
yaitu:
1) Asam organik dan garam serta esternya
Contohnya yaitu asam dehidroasetat, asam sorbat, asam salisilat, asam propionat dan
garamnya, juga asam benzoat berserta garamnya dan alkil ester. 4-hydroxybenzoic
acid yang paling banyak digunakan beserta alkil esternya(umumnya dikenal sebagai
paraben) dan garamnya. Adapun pengawet tersebut diantaranya metilparaben, etil
paraben, propil paraben, dan butil paraben. Aktivitas antimikroba golongan tersebut
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah karbon pada rantai alkilnya tetapi
kelarutannya dalam air menurun.
2) Aldehid dan pengawet yang melepaskan formaldehid
Contoh yang paling sering digunakan adalah formaldehid yang dikenal sebagai
oxymethylene atau formalin. Formalin tersebut memiliki keuntungan murah, lebih
mudah larut dalam air daripada minyak dan lemak, digunakan pada media yang berair
seperti sampo, gel mandi, sabun cair untuk cuci tangan. Tetapi formalin tersebut
memiliki kekurangan diantaranya tidak berwarna, menimbulkan gas yang iritan yang
dapat menyebabkan mata berair, sensasi terbakar pada mata dan tenggorokan, mual,
susah bernafas, dan alergi. Berdasarkan keputusan Cosmetic, Toiletry, and Fragrance
Association (CTFA) dan EU Scientific Committee on Consumers Products (SCCP),
ditetapkan bahwa batas maksimum pengawet ini didasarkan pada pelepasan
kandungan formaldehidnya yaitu maksimum formaldehid yang dilepaskan sebesar
0,2% contohnya benzilhemiformal 0.15% sebanding dengan 0,044% formaldehid.
3) Amina, amida, piridin dan garam benzalkonium. Contohnya triclocarbon, hexamidin,
klorhexidin, danbenzalkonium klorida.
4) Fenol dan derivatnya. Contohnya fenol, klorofen, dan triklosan.
5) Alkohol dan derivatnya. Contohnya benzil alkohol, fenoxietanol, dan klorobutanol.
6) Derivat Imidazol. Contohnya Climbazole, DMDM hydantoin, Imidazolidinilurea, dan
urea diazolidnil.
5

7) Pengawet lainnya, Contohnya Bronidox dan Methylisothiazolinone. (Salvador and


Chrisvert, 2007)

4. BATASAN PENGGUNAAN PENGAWET DALAM KOSMETIKA


Pengguaan bahan tambahan pengawet dalam kosmetika harus tetap memenuhi
batasan kadar yang dipebolehkan ditambahkan dalam kosmetika. Berikut ini merupakan
contoh beberapa pengawet yang sering digunakan dalam kosmetika, yaitu :

Paraben yang umum dalam kosmetik adalah butylparaben, methylparaben,


propylparaben, isobutylparaben danisopropylparaben.Metil paraben memiliki ciri-ciri
serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa
kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe, dkk., 2005). Metil
paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk
makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan
paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet
antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH
yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben sering dicampur
dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet
metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe., dkk, 2005).
Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau dan tidak berasa serta
berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben yang digunakan pada sediaan
topikal adalah 0,01-0,6%. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4-8,
peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya. Propil paraben
sangat larut dalam aseton dan etanol, larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar larut di
dalam air. Larutan propil paraben dalam air dengan pH 3-6, stabil dalam penyimpanan
selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis
(Rowe., dkk, 2005).
6

5. METODE ANALISIS PENGAWET


Menurut peraturan Kepala BPOM RI No.HK.03.1.23.08.11.07331 tahun 2011
metode analisis untuk identifikasi dan penetapan kadar pengawet dalam kosmetika adalah
kromatografi lapis tipis (KLT/TLC) dan kromatograficair kinerja tinggi (KCKT/HPLC).
Untuk analisis secara kromatografi, umumnya sampel dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai (Salvador and Chrisvert, 2007). Menurut 96/45/EC metode TLC digunakan untuk
identifikasi pengawet golongan paraben dan metode LC-UV/V untuk penetapan
kadarnya.

Anda mungkin juga menyukai