Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Penggunaan hewan coba terus berkembang hingga kini. Kegunaan


hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang
diinginkan, sebagai model, dismaping itu dibidang farmasi juga digunakan
sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat
sebelum diberikan kepada manusia (Syaputri, 2015)
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian,
harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran dan tujuan
yang akan dicapai. Hewan sebagai model dan sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis, dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor
ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Syaputri, 2015). Untuk
mengetahui cara penanganan yang benar pada hewan coba, maka dilakukan
praktikum tentang penanganan hewan coba.

I.2 Maksud dan Tujuan percobaan

I.2.1 Maksud percobaan

Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari cara yang benar untuk


penanganan hewan coba dan pemberian obat berdasarkan prosedur rute
pemberian obat yang benar.

1
I.2.2 Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui dan memahami cara penanganan hewan coba


dan pemberian obat berdasarkan prosedur rute pemberian obat mana
hewan coba.

I.3 Prinsip Percobaan


Percobaan dilakukan dengan memperlakukan hewan coba tikus,
mencit dan kelinci sesuai dengan cara penanganan mulai dari memegang
hewan coba dan memberikan obat berdasarkan cara pemberian obat sesuai
rute pemberian pada hewan coba.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang


sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model,
dan juga untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang
ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model
atau hewan model adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia
(atau spesies lain), yang digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis
atau patobiologis (Hau & Hoosier Jr., 2003).
a. Mencit (Mus musculus)

Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di


dalam laboratorium farmakologi dalam berbbagai bentuk percobaaan.
Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung
berkumpul sesamanya dan bersembunyi aktivitasnya di malam hari lebih
aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktifitasnya. Berat badan
mencit yang digunakan 17-25 gram (Rochmat. 2012).

b. Tikus (Rattus norvegiens)


Tikus berukuran lebih besar daripada mencit dan lebih cerdas.
Umumnya tikus putih ini tenang dan demikian mudah digarap. Tidak
begitu bersifat fotofobik dan tidak begitu cenderung berkumpul
sesamanya seperti mencit. Aktifitasnya tidak begitu terganggu oleh
kehadiran manusia disekitarnya. Bila diperlakukan kasar atau
mengalami defisiensi makanan, tikus akan menjadi galak dan sering
dapat menyerang si pemegang. Berat badan tikus putih yang
digunakan 150-200 gram (Rochmat. 2012).

3
C. Kelinci (Oryctolagus caniculus)
Kelinci jarang sekali bersuara kecuali bila dalam keadaan nyeri
yang luar biasa. Kelinci jarang berontak bila merasa terganggu.
Kelinci hendaklah diperlakukan dengan halus namun sigap karena ia
cenderung berontak. Hewan ini dapat ditangkap dengan memegang
kulit pada tengkuknya dengan tangan kiri kemudian pantatnya
diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke badan. Bobot
berat badan kelinci yang digunakan 15-20 gram (Rizki, Aria, 2013).

II.2 Klasifikasi Hewan Uji

Klasifikasi, morfologi dan karakteristik hewan coba


a. Mencit (Mus musculus)
a) Klasifikasi mencit adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Mamalia
Ordo : Rodentia
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
(Koga, Firman, 2011).
b) Karakteristik mencit adalah sebagai berikut:
Lama hidup : 1-2 tahun
Lama produksi ekonomis : 9 bulan
Lama bunting : 19-21 hari
Kawin sesudah beranak : 1-24 jam
Umur disapih : 21 hari
Umur dewasa : 35 hari
Umur dikawinkan : 8 minggu
Siklus kelamin : poliestrus

4
Perkawinan : pada waktu estrus
Berat dewasa : 20-40 gram
(Koga, Firman, 2011).

b. Tikus (Rattus norvegiens)


a) Klasifikasi tikus adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus novergicus
(Koga, Firman, 2011).
b) Morfologi tikus adalah sebagai berikut:
Memiliki kepala, badan, dan leher yang terlihat jelas, tubuhnya
tertutup rambut, ekornya bersisik, kadang-kadang berambut.
Merupakan hewan liar, mempunyai sepasang daun telinga dan
bibir yang lentur (Koga, Firman, 2011).
c) Karakteristik tikus adalah sebagai berikut:
Lama hidup : 2-3 tahun
Lama produksi : 1 tahun
Lama hamil : 20-22 hari
Umur dewasa : 40-60 hari
Umur kawin : 2 minggu
Siklus eksterus : 9-10 gram
Berat dewasa : 300-400 gram
Jumlah anak : 9-20 ekor
(Koga, Firman, 2011).

5
c. Kelinci (Oryctolagus caniculus)
a) Klasifikasi dari kelinci adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagumorida
Family : Leporidae
Genus : Orcyctolagus
Spesies : Orcyctolagus cuniculus
(Rizki, Aria. 2013)
b) Morfologi dari kelinci adalah sebagai beikut:
Kelinci mempunyai punggung melengkung dan berekkor
pendek, kepalanya kecil dan telinganya tegak lurus ke atas akan
tetapi bibir terbelah dan yang bagian atasnya bersambung hingga
hidung. Mempunya beberapa helai kumis dan pembuluh darah
banyak terdapat pada telinga (Rizki, Aria. 2013).
c) Karakteristik dari kelinci adalah sebagai berikut:
Masa reproduksi : 1-3 tahun
Masa hamil : 28-35 hari
Umur dewasa : 4-10 bulan
Umur kawin : 6-12 bulan
Siklus kelamin : setahun 5 kali hamil
Periode eksterus : 11-15 hari
Jumlah kelahiran : 4-10
Volume darah : 10 ml/kg berat badan
Masa perkawinan : 1 minggu
(Rizki, Aria. 2013).

6
Cara penanganan dan memegang hewan coba
a. Mencit (Mus musculus)
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan
tangan kanan, biarkan menhangkau/mencengkeram alas yang kasar
(kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari
telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor
dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari
manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh
tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan (Malole, 1989).

b. Tikus (Rattus norvegiens)


Seperti halnya pada mencit, tikus dapat ditangani dengan
memegang ekornya dengan menarik ekornya, biarkan kaki tikus
mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang), kemudian secara
hati-hati luncurkan tangan kiri dari belakang ke arah kepalanya seperti
pada mencit tetapi dengan kelima jari, kulit tengkuk dicengkeram, cara
lain yaitu selipkan ibu jari dan telunjuk menjepit kaki kanan depan tikus
sedangkan kaki kiri depan tikus di antara jari tengah dan jari manis.
Dengan demikian tikus akan terpegang dengan kepalanya di antara
jari telunjuk dan jari tengah. Pemegangan tikus ini dilakukan dengan
tangan kiri sehingga tanagan kana kita dapat melakukan perlakuan
(Malole, 1989).

c. Kelinci (Oryctolagus caniculus)


Cara menghandle adalah dengan menggenggam bagian belakang
kelinci sedikit kedepan dari bagian tubuh, dimana bagian tersebut
kulitnya agak longgar. Kemudian angkat kelinci danbagian bawahnya
disangga (Malole, 1989).

7
Cara pemberian obat pada hewan coba (Almuhajirin, 2011).
a. Mencit (Mus musculus)
1. Pemberian secara oral
Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat
suntik yang dilengkapi jarum/kanula oral (berujung tumpul). Kanula
ini dimasukkkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan
diluncurkan melalui langit-langit ke arah belakang sampai
esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu diperhatikan
bahwa cara peluncuran/pemasukan kanus yang mulus disertai
pengeluaan cairan sediannya yang mudah adalah cara pemberian
yang benar. Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran
pernafasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan
pernafasan dan kematian.
2. Pemberian intra peritoneal
Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit
abdomennya tegang, kemudian jarum disuntikkan dengan
membentuk sudut 100 dengan abdomen pada bagian tepi
abdomen dan tidak terlalu ke arah kepala untuk menghindari
terkenannya kantung kemih dan hati. - Cara pemberian subkutan
Penyuntikkan dilakukan dibawah kulit pada daerah kulit tengkuk
dicubit di antara jempol dan telunjuk kemudian jarum ditusukkan di
bawah kulit antara kedua jari tersebut.
3. Pemberian intramuskular
Penyuntikan dilakukan ke dalam otot pada daerah otot paha.
4. Pemberian intravena
Penyuntikkan dilakukan pada vena ekor. Hewan dimasukkan
ke dalam kandang individual yang sempit dengan ekor dapat
menjulang keluar. Dilatasi vena untuk memudahkan penyuntikkan,

8
dapat dilakukan dengan pemanasan di bawah lampu atau dengan
air hangat.

b. Tikus putih (Rattus norvegiens)


1. Cara-cara pemberian oral, intra peritoneal, subkutan, intra
muskular, dan intra vena dapat dilakukan seperti pada mencit.
2. Penyuntikan secara intravena dapat pula dilakukan pada vena
penis tikus jantan dengan bantuan pembiusan hewan percobaan.
3. Penyuntikkan subkutan dapat dilakukan pula pada daerah kulit
abdomen.

c. Kelinci (Oryctolagus caniculus)


1. Cara pemberian oral
Dalam cara pemberian oral pada kelinci digunakan alat penahan
terbukanya mulut dan pipa lambung. Alat suntik dihubungkan
dengan pipa lambung (dapat digunakan selang yang lunak dengan
ukuran sesuai), pipa lambung dimasukkan ke dalam kemudian
diluncurkan ke dala esophagus secara perlahan-lahan.
2. Cara pemberian subkutan Dilakukan pada vena marginalis telingan
dan penyuntikan dilakukan pada daerah dekat ujung telinga. Untuk
memperluas (mendilatasi vena), telingan diulas terlebih dahulu
dengan air hangat atau alkohol. Pencukuran bulu bila perlu dapat
dilakukan terutama pada hewan yang berwarna bulunya.

Cara pengambilan darah hewan coba


a. Mencit
Pada umumnya pegambilan darah terlalu banyak pada hewan
kecil dapat menyebabkan shok hipovolemik, stress dan bahkan dapat
menyebaban kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit

9
darah tetapi sering, juga dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya
pengambilan darah dilakukan sekitar 10% dari total volume darah
dalam tubuh dan dalam selang waktu 2-4 minggu atau sekitar 1%
dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil sekitar 7,5% dari
bobot badan. Diperkirakan pemberian darah tambahan
(eksangunation) sekitar setengah dari total volume darah.
Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh
yaitu: - Vena lateral dari ekor - Sinus orbitalis mata - Vena saphena
(kaki) - Langsung dari jantung (Rochmat. 2012).

b. Tikus
Diperkirakan pemberian darah tambahan (eksangunation) sekitar
setegah dari total volume darah. Pengambilan darah harus
menggunakan alat seaseptik mungkin. Untunk meningkatkan
vasodilatasi, perlu diberi kehangatan pada hewan tersebut.
pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh,
yaitu: - Vena lateral dari ekor - Bagian ventral arteri ekor - Sinus
orbitalis mata - Vena saphena (kaki) - Anterior vena cava - Langsung
dari jantung (Rochmat. 2012).

c. Kelinci
Perkiraan volume eksanguinasion (pemberian volume
cairan/darah) sekitar setengah dari total volume darah. Pengambilan
darah dapat dilakukan dari beberapa lokasi tubuh yaitu: - Arteri sentral
di telinga - Bagian lateral vena saphena - Vena jugularis - Vena cava
anterior Jantung (Rochmat. 2012).

10
Cara pemeliharaan hewan coba berdasarkan Almuhajirin (2011).
a. Kandang
Kandang harus cocok untuk masing-masing spesies hewan, tidak
mempunyai permukaan yang tajam dan kasar sehingga tidak melukai
hewan mudah dibersihkan dan mudah diperbaiki, suhu antara 18-290
C (rata-rata 20-220 C), kelembaban relatif antara 30-70%, Sinar antara
800-1300 lumaen/m2.
b. Makanan
Hewan percobaan membutuhkan makanan yang bergizi dalam
jumlah yang cukup, segar dan bersih - Minuman harus selalu bersih
dan disediakan dalam jumlah yang tidak terbatas - Makanan harus
disimpan dalam tempat yang bersih dan kering untuk mencegah
pencemaran oleh cendawan dan kutu-kutu makanan - Pemberian
makanan yang bermutu merupakan bagian terpenting dalam usaha
menghasilkan hewan percobaan yang sehat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Penelitian berdasarkan Almuhajirin


(2011).

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa


kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis
suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain:

1) Faktor internal pada hewan percobaan sendiri : umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2) Faktorfaktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.

11
3) Keadaan faktorfaktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon
hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan
yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil
percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara
pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu
mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang
bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang
digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang
akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum
senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus
melalui proses absorpsi terlebih dahulu.

Etika Penanganan Hewan Uji berdasarkan Hanafiah Jusuf (1957).


1. Untuk kemajuan pengetahuan biologi dan pengembangan cara-cara lebih
baik dalam melindungi kesehatan dan kesejahteraan manusia, diperlukan
percobaan pada berbagai spesies hewan yang utuh. Ini dilakukan setelah
pertimbangan yang seksama karena jika layak, harus digunakan metode
seperti model matematika, simulasi komputer, dan sistem in vitro.
2. Hewan yang dipilih untuk penelitian harus sesuai spesies dan mutunya,
serta jumlahnya hendaknya sekecil mungkin, namun hasil penelitiannya
absah secara ilmiah.
3. Peneliti dan tenaga kerja lainnya harus memperlakukan hewan percobaan
sebagai makhluk perasa, memperhatikan pemeliharaan dan
pemanfaatannya serta memahami cara mengurangi penderitaannya.
4. Peneliti harus menganggap bahwa prosedur yang menimbulkan rasa
nyeri pada manusia, juga menimbulkan rasa nyeri pada spesies bertulang
belakang termasuk primata.

12
5. Pada akhir penelitian bahkan pada waktu dilakukan percobaan, hewan
yang menderita nyeri hebat atau terus menerus atau menjadi cacat yang
tidak dapat dihilangkan harus dimatikan tanpa rasa nyeri.
6. Hewan yang akan dimanfaatkan untuk penelitian hendaknya dipelihara
dengan baik, termasuk kandang, makanan, air minum, transportasi dan
cara menanganinya sesuai tingkah laku dan kebutuhan biologik tiap
spesies.
7. Pimpinan lembaga yang memanfaatkan hewan percobaan bertanggung
jawab penuh atas semua hal yang tidak mengikuti etik pemanfaatan
hewan percobaan di lembaganya. Sebaliknya pimpinan wajib menjaga
keselamatan dan kesehatan para pengelola, dengan cara:
a. Pemeriksaan kesehatan setiap tahun sekali dan memberikan
imunisasi terhadap penyakit-penyakit yang mungkin ditularkan akibat
pekerjaannya.
b. Menyediakan alat pelindung seperti masker, sarung tangan, sepatu
karet/ pelindung sepatu, tutup kepala, pelindung mata, dan jas
laboratorium.
c. Menyediakan fasilitas fisik baik mangan maupun peralatan yang
memenuhi persyaratan keamanan kerja dan ergonomic sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan.
d. Penanganan limbah yang baik dan benar untuk mencegah terjadinya
pencemaran.
8. Dalam hal memanfaatkan hewan percobaan untuk penelitian kesehatan
digunakan prinsip 3R, yaitu: replacement, reduction dan refinement.
(Hume and Russel, 1957).

13
a. Replacement
Ada dua alternatif untuk replacement, yaitu:
Replacement relatif, yaitu tetap memanfaatkan hewan
percobaan sebagai donor organ, jaringan, atau sel.
Replacement absolut, yaitu tidak memerlukan bahan dari
hewan, melainkan memanfaatkan galur sel (cell lines) atau
program komputer.
b. Reduction
Mengurangi pemanfaatan jumlah hewan percobaan sehingga
sesedikit mungkin dengan bantuan ilmu statistik, program
komputer, dan teknik-teknik biokimia serta tidak mengulangi
penelitian dengan hewan percobaan apabila tidak perlu.
c. Refinement
Mengurangi ketidaknyamanan yang diderita oleh hewan percobaan
sebelum, selama, dan setelah penelitian, misalnya dengan
pemberian analgetik.

14
BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat dan bahan

III.1.1 Alat

1. Gelas kimia

2. Kanula

3. Spoit 1 cc dan 5 cc

III.1.2 Bahan

1. Aquadest

2. Sabun cuci tangan

3. Sarung Tangan

4. Tissue

5. Betadin

6 . Alkohol 70%

III.1.3 Hewan Coba

1. Mencit (Mus musculus)

2. Tikus (RatusNovergikus)

3. Kelinci (Oryctogalus Cuniculus)

III.2 Cara kerja

III.2.1 Cara kerja memegang mencit

1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2) Dikeluarkan mencit dari kandangnya

15
3) Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan

4) Ekor di lilitkan dengan menggunakan jari-jari tangan

5) Dipegang tengkuk leher mencit, pegang bagian kulit dengan

menggunakan jari tengah

6) Dijepit tengkuknya seerat mungkin dengan ibu jari dan telunjuk

7) Dipastikan mencit tidak terbalik pada saat diberi perlakuan

III.2.2 Cara pemberian

1) Kanula oral (berujung tumpul) dimasukkan kedalam rongga mulut

mencit.

2) Diputar berlahan-lahan melalui langit-langit mulut mencit.

3) Setelah mencapai esophagus mencit suntikan obat beri perlakuan.

III.2.3 cara pemberian injeksi secara intramuscular :

1) Pemberian obat

2) Dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya ru

ncing.

3) Memegang mencitdengan menjempit bagian tekuk enggunakan

ibu jari

dan jari telunjuk, lalu ekornya dijepit diantara jari manis dan

kelingking.

4) Posisi hewan harus terbalik dan kaki agak ditarik keluar agar

paha

dan bagian belakang.

16
5) Posisi jarum sejajar dengan tubuh/abdomen

6) Suntikan pada otot paha bagian belakang.

7) Suntikan tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena pembulu

darah.

8) Sebelum melakukan suntikan, bersihkan daerah kulit dengan al

kohol 70 %

III.2.4 cara pemberian injeksi secara intraperitorial

1) Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik

yang ujungnya yang runcing

2) Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk dengan

menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Leher ekornya dijepit

anatara jari manis dan kelingking

3) Posisi hewan terbalik, kepala lebih rendah dari pada abdomen.

4) Posisi jarum suntik sepuluh derajat dari abdormen berlawanan

arah dengan kepala arah jarum keperut.

5) Lokasi suntikan pada bagian tengah abdomen pada daerah yang

sedikit tengah agar jarum suntik tidak terkena kantung kemih dan

tidak terlalu tinggi agar tidak terkena penyuntikan pada hati.

6) Suntikan dibawah kulit dengan terlebih dahulu membersihkan l

okasi suntikan dengan alcohol 70 %.

17
III.2.5 cara pemberian subkutan

1) Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik y

ang ujungnya yang runcing

2) Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan

ibu jari dari jari telunjuk, lalu ekornya dijepit diantara jari manis dan

telunjuk.

3) Posisi hewan tetap mengarah ke bawah (tidak terbalik)

4) Arah suntikan dari depan.

5) Usahakan lokasi suntikan pada daerah kulit tipis dengan

terlebih dahulu mmbersihkan dengan alkohol 70 %.

6) Melakukan suntikan dengan cepat agar tidak terjadi pendarahan.

III.2.6 cara pemberian secara intravena

1) Pemberian obat dilakukan dengan jarum suntik yang ujungnya

runcing

2) Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan

ibu jari telunjuk, leher ekornya dijepit diantara jari manis dan jari

kelingking.

3) Posisi hewan tetap mengarah kebawah (tidak terbalik)

4) Suntikan dilakukan pada bagian ekor mencit dengan terlebih

dahulu Membersihkannya dengan aquadest 70%

5) Melakukan suntikan dengan cepat dan agar tidak terjadi pend

arahan.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan penanganan hewan coba


(PHC) dimana hewan coba yang digunakan antara lain mencit, tikus, dan
kelinci yang memiliki anatomi dan fisiologi yang hampir mirip dengan
manusia. Adapun percobaan yang dilakukan adalah mengetahui cara
pemberian obat pada setiap hewan coba dengan rute pemberian peroral,
intravena, intraperitonial, intramuscular dan subkutan.

Pada hewan coba mencit diberikan perlakuan dengan semua rute


pemberian, pada tikus dilakukan peroral, sedangkan pada kelinci tidak
dilakukan perlakuan karena terkendala pada bahan yang akan digunakan.

Pemberian dengan rute peroral dilakukan dengan cara memegang


ekor hewan coba agar tidak lari, kemudian dielus pada bagian kepala dan
tengkuk agar hewan tidak stress. Hewan dipegang atau dijepit bagian
tengkuk menggunakan salah satu tangan, tubuh hewan coba kemudan
dibalik atau ditengadahkan menghadap atas dan ekor dijepit pada jari di
antara jari manis dan kelingking, kemudian diberikan perlakuan dengan
menggunakan kanula sebanyak 0,5 ml untuk mencit dan 1ml untuk tikus
melalui langit-langit kearah belakang esophagus lambung. Adapun jumlah
volume maksimal pada mencit dengan rute peroral sebanyak 1 ml sedangkan
volume maksimal pada tikus untuk pemberian oral adalah 5 ml.

Pemberian dengan rute intravena dilakukan dengan cara yang sama


seperti pada pemberian peroral, hewan dielus, dijepit bagian tengkuk dan
ditengadahkan kearah atas dimana pada pemberian rute ini diberikan melalui
vena ekor, dioleskan alkohol secukupnya kemudian disuntikkan sebanyak 0,3

19
ml dimana volume maksimal pemberian pada mencit dengan rute pemberian
intravena sebanyak 0,5 ml.

Pemberian dengan rute subkutan diberikan pada daerah dibawah kulit


paha dengan menyuntikkanya kira-kira sampai lapisan dermis dimana pada
lapisan tersebut sudah terdapat pembuluh darah, pemberian intraperitonial
diberikan pada rongga perut dan intramuscular diberikan pada otot paha.

20
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Hewan sebagai model dan sarana percobaan haruslah memenuhi


persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis, dan lingkungan yang
memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah
tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia.

V.2 Saran

Untuk mahasiswa agar lebih memahami dengan jelas tentang


penanganan hewan coba dan pemberian hewan coba berdasarkan rute
pemberian obat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Almuhajirin, 2011. Farmakologi Pemeliharaan Hewan Percobaan.


http://cora-ajhy.blogspot.co.id/2011/02/farmaklogi-pemeliharaan-hewan
percobaan.html. Diakses pada 28-04-16.
Hanafiah, Jusuf. Prof. dr. M., Sp.OG(K) & Prof. dr. Amri Amir, Sp.F(K), SH.
(1957). Etika kedokteran dan hukum kesehatan ed 4.
Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science
Second Edition. Boca Raton: CRC Press.
Koga, Firman, 2011. Marmut (Cavia porcellus). http://starfish7-
koga.blogspot.co.id/2011/10/marmut-cavia-porcellus.html. Diakses pada
28-04-16.
Malole, M.M.B, Pramono, C.S.U., 1989. Penggunaan Hewan-Hewan
Percobaan Laboratorium. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Bioteknologi, IPB. Bogor.
Rizki, Aria, 2013. Klasifikasi Kelinci. http://waroeng-
klasifikasi.blogspot.co.id/2013/12/klasifikasi-kelinci.html. Diakses pada
28-04-16.
Rochmat, Basuki, Suryanto, 2012. Pemeliharaan dan Penggunaan Marmut
Sebagai Hewan Percobaan. Buletin Laboratorium Veteriner Balai Besar
Veteriner Wates Jogjakarta. Vol. 12 No: 3 Tahun 2012 Edisi bulan: Juli-
September.

22

Anda mungkin juga menyukai