Disusun Oleh :
JURUSAN AGRIBISNIS
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatakan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah dengan
judul Kasus Terkait Agribisnis Tanaman Pangan mata kuliah Manajemen
Produksi Pada Agribisnis dengan tepat waktu. Penyusun berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat dan diterima bagi pembaca. Selama penyusunan ini
penyusun memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Anas Tain, MM selaku dosen mata kuliah Manajemen Produksi
Pada Agribisnis.
2. Teman-teman kelas Agribisnis VII B, serta semua pihak yang telah
membantu terselesainya makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Harga kedelai yang telah mencapai harga Rp. 8.000,- membuat para produsen
tahu dan tempe kewalahan dalam memperoleh bahan baku pembuatan tahu dan
tempe. Dulu orang bangga makan Semur daging dan ayam opor, ketimbang
makan tahu tempe, tapi kini tahu dan tempe barang mahal dan langka. Namun
siapa sangka hari ini tahu dan tempe menjadi makanan elit atau bahkan nyaris
hilang dari pasar karena aksi mogok para produsen tahu dan tempe yang menuntut
diturunkannya harga kedelai yang melonjak cukup tinggi. Para produsen tahu
tempepun menyiasiati mahalnya harga kedelai yang melonjak cukup tinggi
tersebut dengan memperkecil ukuran tahu tempenya. Akankah tahu dan tempe
menjadi barang yang langka ataupun kalau ada harga bisa melebihi seekor ayam
potong?
Sebenarnya masalah kenaikan harga kedelai ini adalah ulangan kejadian tahun
2008. Pada saat itu, banyak pengusaha tahu dan tempe harus
menghentikan produksinya karena kenaikan biaya produksi yang tidak sebanding
dengan harga jual. Solusi yang diberikan pemerintah pada waktu itu adalah
mencari sumber impor kedelai dari negara lain selain AS. Penulis yakin solusi
untuk mengatasi kenaikan harga kedelai tahun ini juga sama, yaitu mengimpor
kedelai dari negara lain selain AS. Namun demikian, solusi itu tidak mengatasi
masalah mendasar dari industri ini yaitu kerentanan bahan baku dari fluktuasi
harga dan pasokan.
Harga bahan baku kedelai impor dari Amerika Serikat (AS) naik sampai kisaran
Rp7.800-Rp8.000 per kilogram dari sebelumnya hanya Rp 5.000-Rp 6.000 per
kilogram. Kondisi ini memaksa pengusaha tahu tempe untuk menghentikan
produksi mereka. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tahu dan tempe sejak
lama menyimpan masalah laten yaitu ketergantungan bahan baku terhadap kedelai
impor. Hal ini sebenarnya ironis mengingat tahu dan tempe sering disebut
makanan asli Indonesia, tetapi bahan bakunya justru diimpor dari AS. Penyebab
utama kenaikan harga bahan baku kedelai sebenarnya dipicu oleh kekeringan
yang melanda daerah pertanian utama di Midwest, AS. Departemen Pertanian AS
menyebutkan produksi kedelai turun dari 81,25 juta ton pada tahun musim panen
tahun 2011 menjadi 76,25 juta ton pada musim panen tahun ini.
B. AKAR PERMASALAHAN
Menteri Pertanian Suswono mengatakan melonjaknya harga kedelai saat ini akibat
petani beralih ke komoditas jagung. Komoditas jagung dinilai lebih menjanjikan
karena harganya lebih tinggi. "Jagung dan kedelai ditanam dalam waktu yang
sama. Saat ini petani cenderung beralih ke jagung. Sebab dengan harga kedelai Rp
5 ribu, petani berat untuk kedelai," kata Menteri Pertanian Suswono saat ditemui
di kantornya, Jakarta, Selasa, 24 Juli 2012.Pada Januari lalu harga eceran kedelai
hanya Rp 5.500 - Rp 5.600 per kilogram. Namun saat ini harganya sudah
mencapai Rp 8 ribu per kilogram.
Kenaikan harga kedelai juga disebabkan produksi kedelai di Amerika Serikat
menurun. Padahal, Negeri Abang Sam ini adalah penghasil kedelai terbesar di
dunia dan sumber ekspor kedelai ke Indonesia. Selain itu, kata Suswono, Cina
mulai membeli kedelai secara besar-besaran. Akibatnya, pasokan kedelai di pasar
dunia menipis
Harga kedelai yang melonjak ini membuat perajin tempe dan tahu berniat mogok
kerja. "Inilah persoalan ketika harga kedelai tinggi, maka produsen tempe dan
tahu yang akan berteriak. Karena kita masih impor kedelai 60 persen dan 40
persen lokal," ujar Suswono.
1. Kebijakan Pemerintah
Ini adalah masalah utama. Contohnya adalah kepemilikan lahan. Beberapa tahun
yang lalu, sudah ada RUU Lahan Pertanian abadi
Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA ) Winarno Tohir
mengatakan, RUU Lahan Pertanian Abadi yang disampaikan pemerintah kepada
DPR dan baru dibahas mulai awal tahun ini. Sayang, perkembangan
pembahasannya belum juga menunjukkan perkembangan.Agar ada kepastian
untuk ketersediaan lahan pertanian, sudah seharusnya RUU ini cepat
diselesaikan, ujar Winarno, Sabtu (15/11).Winarno menjelaskan, RUU Lahan
Pertanian Abadi dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang antara pertumbuhan
penduduk dengan ketersediaan lahan pertanian. Bila tidak, bukan tidak mungkin
Indonesia bakal kesulitan suplai pangan.Di dalam RUU tersebut, lanjut dia,
disebutkan ada jaminan untuk lahan pertanian. Itu dalam artian, masyarakat
diwajibkan menyediakan lahan pertanian baru bila ingin mengalihfungsikan lahan
pertanian yang ada untuk fungsi lain seperti diganti untuk perumahan. Jadi
prinsipnya boleh menggunakan lahan pertanian asal menggantikan lahan baru
untuk lahan pertanian yang dipakai, sambungnya.
Selanjutnya, Menaikkan biaya masuk kedelai. Menurut saya, biaya masuk tarif
impor kedelai 5 % terlalu rendah. Dengan menaikkan biaya ini, maka harga
kedelai bisa mahal. Dan ini peluang bagi petani kedelai. Bukannya malah
menjadikan tarif impor menjadi 0 %. Dimana logikanya?
Malah hari ini, pemerintah telah menghapus bea masuk kedelai. Alasannya karena
darurat. Alasanyang tidak tepat. Masa darurat terjadi berkali-kali. Ingat tahun
2008, kita juga sudah pernah mengalaminya.
Bila harga sedang naik, petani cendrung latah tanam kedelai. Hasilnya, harga
jeblok. Petani rugi. Tak mau lagi tanam kedelai. Ini adalah dilema. Menentukan
tata niaga kedelai bisa dijadikan ajuan bagi petani kedelai. Ada harga ekonomis
terendah bagi kedelai.
4. Pola Pikir
Saya sudah menjelasakan dalam tulisan mengenal musim tanam dan pola
tanam dan pola tanam padi sawah dan IP 400. Dengan cara sederhana,
menerapkan pola tanam yang benar maka hasil kedelai bisa tingkatkan. Bahkan
bisa swasembada kedelai. Tapi pola pikir pengambil kebijakan dan sebagian besar
para petani terbalik. Mereka ingin agar sawahnya, ditanam padi selama 1 tahun.
Bahkan kalau bisa menjadi IP 400. agar swasembada padi berkelanjutan. Pola
pikir terbalik juga terdapat pada SL PTT padi dan kedelai. Di daerah tertentu
dengan SL PTT padi, kadang poktan diberikan benih yang lama seperti Ciherang
(2000). Padahal, di daerah tsb sudah ada yang tanamin padi.
Demikian pula dengan kedelai. Ada daerah tertentu yang mendapatkan SL PTT
kedelai. Yang didapat varietas anjasmoro, padahal ada varietas lain seperti
grobogan yang jelas-jelas di daerah tsb sudah terbukti unggul. Akibatnya yaitu
hasil padi yang digadang-gadang malah hasilnya kurang. Jumlah air yang
dibutuhkan banyak. Hama dan penyakit padi meningkat. Dan banyak kerugian
lagi yang didapatkan. Bila ada contoh dari daerah tertentu seperti Grobogan.
Harusnya daerah lain mencontoh. Dan tugas pemerintah menyebarkan
keberhasilan daerah yang sudah bagus dalam hal ini penanganan kedelai.
5. Program Berkelanjutan
Pertama, mulai dari penciptaan kedelai lokal yang sesuai pasar. Memberi insentif
bagi para pemulia tanaman kedelai. Kedua, membuat sekolah khusus yang
berkaitan dengan kedelai. Didik tenaga-tenaga muda yang akan menjadi ahl-ahli
kedelai. Buat sekolah yang dibiayai oleh pemerintah. Ketiga, menciptakan
penangkar-penangkar benih kedelai. Dari adanya penangkar-penangkar inilah
akan tercipta ribuan tenaga kerja. Belum lagi, di kebun pangkar perlu pupuk
organik, pupuk kimia dll. Dari pupuk organik, akan tercipta ribuan tenagakerja
baru. Dari mulai proses distribusi akan ada tenaga kerja baru yang tercipta dst dst.
Keempat, menciptakan daerah unggul kedelai. Untuk jagung, provinsi Gorontalo
sudah menjadi pelopornya. Kelima, memetakan daerah-daerah yang lahannya
terlantar. Lahan-lahan ini bisa dijadikan lahan kedelai.
Faktor lain yang tak kalah penting, yaitu ketergantungan Indonesia terhadap
kedelai impor menjadikan industri pengguna kedelai terbelenggu oleh harga
komoditas ini di pasar global. Maklum, hampir 90% kebutuhan kedelai dalam
negeri masih harus dipasok dari beberapa negara, terutama Amerika Serikat (AS)
dan Amerika Selatan. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun
2011, total produksi kedelai produksi dalam negeri hanya mencapai 851.286 ton
atau memasok 29% dari total kebutuhan dalam negeri yang mencapai hampir 2,6
juta ton (lihat tabel).
Alhasil, sisa kebutuhan ditutup oleh kedelai impor yang mencapai 2,09 juta ton.
Hampir 80% di antaranya berasal dari AS (1,85 juta ton). Oleh karena itu, kondisi
di negara penghasil kedelai sangat berpengaruh pada pasokan dan harga. Tren
kenaikan harga kedelai saat ini, misalnya, dipicu oleh kekeringan di sebagian
wilayah AS, termasuk di sebagian setra pertanian. Departemen Pertanian AS
menyatakan, 1.300 kota di 29 negara bagian mengalami kekeringan sehingga
mengakibatkan kondisi lahan berada pada level terburuk sejak 1988. Saat itu,
produksi kedelai negara itu anjlok 20% dibanding tahun sebelumnya.
Aksi mogok para produsen tempe dan tahu selama tiga hari sampai akhir pekan
lalu memaksa pemerintah bergerak. Menjawab aspirasi para produsen tempe tahu
yang mengeluhkan harga kedelai yang makin tinggi sejak Mei 2012 lalu, lewat
Kementerian Perdagangan (Kemendag), pemerintah member solusi.
Meski pemerintah berharap solusi jangka pendek itu begitu manjur, para pelaku
industri kedelai menganggap kebijakan ini kurang efektif. Menurut Sutaryo,
Ketua Umum Induk Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Inkopti),
penghapusan bea masuk tak serta-merta bisa dinikmati oleh para perajin tempe
dan tahu. Sebab, kebijakan itu baru berlaku untuk kedelai impor yang masuk
mulai 1 Agustus 2012. Pengaruhnya ke harga baru bisa dirasakan pada
September atau Oktober nanti, tuturnya.
Sejatinya, tujuan para perajin tempe dan tahu mogok hanya satu: meminta agar
harga kedelai lebih stabil. Sutaryo yakin, jika komoditas kedelai diserahkan
sepenuhnya ke mekanisme pasar, sangat susah menciptakan stabilitas harga.
Alhasil, perlu ada pembenahan tata niaga yang mampu mengimbangi dominasi
importir besar supaya harga lebih stabil. Tapi, dia pesimistis, mengubah tata niaga
juga tak akan berumur lama. Setiap ganti pejabat dan pemerintahan, muncul
kebijakan baru. Karena itu, yang paling penting, pemerintah fokus menjalankan
strategi jangka panjang untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Tak
cukup menggembar-gemborkan target swasembada, tapi perlu ada program yang
nyata dan terarah. Salah satunya adalah mencari solusi untuk ketersediaan lahan
penanaman kedelai dalam jumlah besar. Sampai tahun lalu, lahan produksi kedelai
hanya 630.000 hektare. Indonesia butuh minimal 1,2 juta hektare tambahan lahan
untuk mencapai swasembada kedelai, ujar Benny A. Kusbini, Ketua Umum
Dewan Kedelai Nasional.
Selain itu, produktivitas tanaman kedelai lokal juga harus ditingkatkan. Sebagai
contoh, tingkat produktivitas pertanian kedelai di AS bisa mencapai 2,6 juta ton
per hektare. Sementara, rata-rata produktivitas tanaman kedelai di Indonesia baru
mencapai 800 kilogram (kg) hingga 1 ton per hektare. Kualitas hasil panen
kedelai juga perlu jadi perhatian. Menurut Rachmat Hidayat, Direktur Urusan
Perusahaan PT Cargill Indonesia, para produsen makanan lebih menyukai kedelai
impor asal AS lantaran warnanya putih dengan ukuran yang lebih besar dan
seragam. Beda dengan kedelai lokal yang ukurannya lebih kecil. Kedelai lokal
banyak diserap oleh produsen pakan ternak, katanya
Berdasarkan paparan ini kita bisa melihat bahwa krisis tahu tempe, makanan yang
sering dianggap sepele ternyata solusinya tidak sepele. Selain itu, solusi masalah
ini akan menyelesaikan permasalahan lain di dalam sektor pertanian maupun
industri secara umum di Indonesia.
POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH
Di Indonesia areal lahan sawah yang beririgasi mempunyai posisi yang sangat
strategis. Sebagian besar produksi padi dihasilkan dari areal yang strategis ini,
yang diperkirakan mencapai 6,7 juta hektar. Apabila areal ini berkurang dalam
jumlah besar , akan mempunyai dampak buruk terhadap produksi beras nasional
(Berita Indonesia, 2007). Areal padi sawah memiliki peranan penting untuk
menentukan keamanan pangan. Lebih dari 90% beras yang dikonsumsi di
Indonesia adalah produksi sendiri dan sekitar 95% dari produksi ini dihasilkan
dari lahan sawah (Ginting, 2005).
Hamparan lahan sawah memiliki berbagai peran yang sangat strategis. Ditinjau
dari segi ekologi dapat sebagai media hidup hewan air tawar, penghasil O2, untuk
konservasi tanah dan air, mencegah atau mengurangi terjadinya banjir. Lahan
sawah dapat juga sebagai obyek agrowisata. Potensi ingi sangat penting untuk
menjamin kelangsungan hidup manusia.
Data Menteri Pertanian menunjukkan bahwa dari tahun 1982 sampai tahun 1985
dan dari tahun 1998 sampai tahun 1999 diperkirakan terjadi alih fungsi lahan
sawah ken non padi atau areal pertanian mencapai 246.000 ha. Konversi ini
diperuntukkan untuk perumahan 30 %, industri 7%, lahan kering 20%,
perkebunan 25%, kolam 3% dan penggunaan lainnya 15 %. Dalam periode 5
tahun seperti yang disebutkan diatas jelas ditunjukkan bahwa laju konversi hampir
50.000 ha per tahunnya. Sangat disayangkan, sebagian besar lahan sawah yang
mengalami alih fungsi lahan sekitar 90% terjadi di Jawa (Jawa Barat, Jojakarta
dan Jawa Timur) yang diperkirakan 60% dari produksi padi nasional (Suprapto,
2000). Selanjutnya disebutkan pula bahwa untuk menutupi atau mengganti lahan
subur yang hilang di Jawa dengan mengembangkan lahan baru di luar Jawa,
ternyata tidak mudah.Tambahan pula terkait dengan masalah biaya,dan
kebanyakan lahan yang ada di luar jawa tidak seproduktif tanah atau lahan yang
ada di Jawa.
Produksi atau persediaan beras merupakan sumber utama untuk kebutuhan dan
terpenuhinya kebutuhan menunjukkan tingkat ketahanan pangan beras itu sendiri.
Apabila persediaan lebih rendah dari kebutuhan maka ketahanan lemah, untuk
menutupi kebutuhan harus ada impor. Apabila persediaan sama dengan kebutuhan
ketahanan pangan khususnya beras masih dalamkondisi berimbang atau pas-
pasan, belum stabil sehingga impor masih perlu dilakukan. Apabila persediaan
melebihi dari kebutuhan, apalagi surplusnya itu banyak dan berkelanjutan
misalnya sampai bisa mengekspor beras, berarti ketahanan pangan beras mantap
dan kuat. Sebenarnya situasi ini yang diinginkan oleh Negara. Indonesia terkait
dengan ketahanan pangan beras situasinya belum mantap, impor beras masih
sangat sering dilakukan. Sebagai gambaran mengenai keseimbangan antara
produksi dan kebutuhan beras di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Selama empat tahun dari tahun 2001 2004 terjadi defisit beras. Hal ini berarti
untuk memenuhi kebutuhan mau tidak mau harus dilakukan impor paling tidak
sejumlah defisit untuk setiap tahun yang bersangkutan (Tabel 1). Dari sumber lain
juga didapatkan bahwa pada tahun berikutnya yaitu tahun 2005 masih terjadi
impor beras 16 ribu ton, tahun 2006 impor 150 ribu ton dan tahun 2007 mencapai
500 ribu ton. Pada tahun 2008 tidak terjadi impor dan pada tahun 2009 sudah
memancangkan bendera swasembada beras (Anon, 2011). Namun pada tahun
2010 kembali terjadi impor beras sebanyak 1,2 juta ton dan pada tahun 2011
diperkirakan impor meningkat deiroyeksikan menjadi 1,75 juta ton. Sejumlah
Lembaga Internasional menyatakan Indonesia bakal menjadi Importir beras ke
empat terbesar di Dunia (RMOL, 2011).
Jenis data di antaranya berupa luas panen, produktivitas, dan produksi beras
periode tahun 2006-2010. Selain itu, data jumlah penduduk dibutuhkan untuk
konsumsi beras pada periode tahun yang sama. Asumsiasumsi yang digunakan
untuk membantu perhitungan berturut-turut diantaranya adalah rata-rata laju
pertumbuhan penduduk 2,0%/tahun, ratarata konsumsi beras 135 kg/jiwa/tahun,
dan rendemen beras 55% dari bobot gabah berat kering giling (GKG).
Selanjutnya, dibuat proyeksi melalui perbandingan antara produksi dengan
konsumsi beras serta menghitung keseimbangannya selama periode 2006-2010.
Nilai proyeksi perbandingan produksi dengan konsumsi beras (p:k) > 1 berarti
terjadi surplus beras dan situasi ini yang senantiasa selalu diharapkan; apabila
nilai p:k=1 berarti terjadi keseimbangan; dan p: k < 1 berarti defisit. Hasil
perhitungan keseimbangan produksi dan konsumsi beras daerah Bali periode
2006-2010 ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Keseimbangan Produksi dan Konsumsi Beras di Daerah Bali Tahun 2006
2010
Pada tahun 2006, Bali masih mengalami surplus beras sekitar 6 ribu ton (Tabel 2).
Namun, tahun-tahun berikutnya terjadi defisit pada kisaran 700 - 32.000
ton/tahun. Berdasarkan pendekatan demikian, dapat dikatakan bahwa Bali
mengalami defisit beras sejak tahun 2007, yang berarti persediaan beras untuk
Bali harus didukung oleh Provinsi lain.
Fakta menunjukkan, bahwa alih fungsi lahan sawah memang terus berlangsung.
Ironi memang disatu pihak negara harus memiliki ketahanan pangan bahkan
kedaulan pangan, namun disisi laini alih fungsi lahan lahan sawah terus
berlangsung. Situasi ini jelas dapat mengancam ketahanan pangan sekaligus
kedaulatan pangan beras. Oleh karena itu memang sangat perlu adanya regulasi
untuk melindungi lahan sawah sehingga ada lahan sawah abadi untuk
mengasilkan beras secara berkelanjutan. Adanya perencanaan tata ruang wilayah
yang mantap baik regional maupun nasional yang memposisikan lahan sawah
sebagai ruang yang abadi akan sangat mendukung kebijakan ini.
Disadari bahwa belakangan ini kondisi sumbedaya air semakin terbatas, akibat
perubahan prilaku iklim,terjadinya anomali iklim seperti peristiwa El Nino yaitu
iklim kering yang lebih kering dari normalnya (Boer, 2003), serta perubahan
kondisi wilayah tangkapan air. Di pihak lain, keberlanjutan program
pembangunan, menuntut adanya dukungan persediaan sumberdaya air yang
semakin meningkat. Oleh karena itu, semua pihak yaitu sektor-sektor pengguna
air termasuk masyarakat petani dihadapkan pada permasalahan ketersediaan
sumberdaya air yang semakin terbatas. Atas dasar permasalahan ini, maka konsep
pembangunan pertanian ke depan tidak cukup hanya menekankan pada
peningkatan produksi, tetapi juga sekaligus menyangkut upaya pengaturan dan
pemakaian air yang hemat serta melakukan konservasi terhadap sumberdaya air.
Oleh karena konservasi terhadap sumberdaya air merupakan kunci utama untuk
keamanan pangan secara berkelanjutan (Santosa, 2008).
Dalam usaha untuk meningkatkan produksi beras sering pula terkendala oleh
adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Seperti contoh di Bali tahun
2007, OPT yang menyerang tanaman padi terdiri dari 14 jenis hama dan 7 jenis
penyakit, diantaranya yang dominan serangannya adalah penggerek batang (1.799
ha), Tikus (739 ha), penyakit Tungro (1.304.50ha), Ulat Grayak (270 ha) dan
Hama putih palsu/HPP (128 ha)(BPS Bali,2010). Dalam tahun-tahun berikutnya
serangan OPT ini berpeluang serangannya semakin meningkat. Oleh karena itu,
usaha pengendalian hendaknya diprogram lebih mantap atas dasar Pengendalian
Hama Penyakit Terpadu.
Solusi yang lain, dianjurkan untuk melakukan diversifikasi bahan pangan (non
beras) lebih intensif seperti jagung, kedelai, kacang tanah, umbiumbian dan
mengerjakan lahan kering lebih intesif, terutama untuk bahan pangan ini. Seperti
disebutkan di atas di Indonesia lahan kering jauh lebih luas dibanding lahan
sawah. Lahan kering meliputi 87,16 juta hektar (Utomo, 2002) sementara lahan
sawah hanya 7,78 juta hektar (BPS Indonesia, 2002). Oleh karena itu lahan kering
memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan ke depan.
Ginting, M.2005. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Alih Fungsi Lahan
Pertanian Padi Sawah Terhadap Pendapaan Petani (Studi Kasus di Desa Munte
Kabupaten Karo).Tesis.Program Pascasarjana Sumatera Utara.
Salama, S.H.2010. Alih Fungsi lahan dan Krisis Pangan. Metro News.
http//metronews. fajar.co.id/read/84302/19/alih-fungsi-lahan-dan-kri
Santosa, I G.N., Menaka Adnyana, G., Kartha Dinata, K. dan Alit Gunadi, I G.
2009. Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Tehadap Pemanfaatan Sumberdaya Air
Untuk Menunjang Ketahanan Pangan. Laporan Penelitian Hibah Penelitian
Strategis Nasional Tahun 2009. Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Sumarno dan U.G. Kartasasmita. 2008. Kemelaratan Bagi Petani kecil di Balik
Kenaikan Produktivitas Padi. Sinar Tani. http//www.sinartani.com/agriwicana.