Anda di halaman 1dari 3

SARS DALAM SUDUT PANDANG EPIDEMIOLOGI

Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute
Respiratory Syndrome) masih merupakan berita utama di sebagian besar dunia. Dan bahkan
hari demi hari masyarakat semakin panik karena jumlah pasien yang terus bertambah,
sementara belum ada cara penanggulangannya. Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute
Respiratory Syndrome) SARS adalah sebuah jenis penyakit pneumonia. SARS pertama kali
muncul pada bulan November 2002 di ProvinsiGuangdong, Cina. SARS dengan cepat
menyebar ke Hongkong, Vietnam, dan Singapura sejak februari 2003. Pada bulan Maret 2003
WHO menyatakan ancaman global SARS dan mengeluarkan travel advisory. Pertimbangan
WHO menyatakan SARS sebagai ancaman global karena SARS merupakan penyakit baru
yang belum dikenal penyebabnya, SARS menyebar secara cepat melalui alat angkut antar
negara dan SARS terutama menyerang tenaga kesehatan di rumah sakit.
Secara nasional, wabah ini juga telah menimbulkan dampak negatif bagi aspek
ketenagakerjaan Indonesia, karena ribuan tenaga kerja Indonesia banyak yang bekerja
di negara-negara yang terjangkit wabah SARS. Pemerintah Indonesia, dalam hal
ini Departemen Kesehatan secara dini dan sejak awal pandemi SARS pada bulan Maret tahun
2003 melaksanakan Penanggulangan SARS dengan tujuan mencegah terjadinya kesakitan dan
kematian akibat SARS dan mencegah terjadinya penularan SARS di masyarakat (community
transmission) di Indonesia.
Severe acute respiratory syndrome (SARS) atau sindrom pernafasan akut berat adalah
sindrom akibat infeksi virus pada paru yang bersifat mendadak dan menunjukkan gejala
gangguan pernafasan pada pasien yang mempunyai riwayat kontak dengan pasien SARS. Pada
awalnya virus penyebab SARS diduga merupakan Paramxyo virus. Dalam perkembangan
selanjutnya, WHO kemudian menetapkan penyebab SARS adalah Coronavirus. Gejala-gejala
SARS antara lain sakit kepala, batuk, sesak napas seperti asma, bersin, demam dengan suhu
badan tinggi lebih dari 38 derajat Celcius, nyeri otot dan persendian serta sakit di dada terutama
saat bernapas. Gejala lainnya otot terasa kaku, diare yang tak kunjung henti, timbul bintik-
bintik merah pada kulit, dan badan lemas beberapa hari. Ini semua adalah gejala yang kasat
mata bisa dirasakan langsung oleh orang yang diduga menderita SARS itu. Tapi gejala itu tidak
cukup kuat jika belum ada kontak langsung dengan pasien.
Ada beberapa faktor yang memungkinkan untuk terjadinya SARS yaitu: factor host
atau penjamu yang memungkinkan terjadinya penyakit SARS antara lain dipengaruhi oleh
keadaan fisiologis tubuh seperti kelelahan, kehamilan, pubertas, stress, atau keadaan gizi yang
kurang. Keadaan imunologis (kekebalan) seseorang dalam menghadapi suatu penyakit yang
rendah sehingga penyakit mudah menyerang mekanisme pertahanan tubuh seseorang. Tingkah
laku atau gaya hidup yang tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Faktor
kedua adalah faktor agent atau pembawa penyakit. Walaupun sampai saat ini penyebab pasti
dari SARS belum diketahui, namun data laboratorium menunjukkan kemungkinan keterlibatan
metapneumovirus (sejenis Paramyxovirus) dan Coronavirus sebagai virus penyebab. Infeksi
Coronavirus pada manusia dapat menyebabkan penyakit saluran nafas bagian bawah yang berat
baik pada orang dewasa maupun anak-anak serta dapat menimbulkan necrotizing enterocolitis
(sejenis infeksi pada usus besar) pada bayi baru lahir. Penularan infeksi virus ini dapat terjadi
melalui inhalasi pernafasan dari pasien-pasien yang menderita SARS pada saat batuk atau
bersin, atau melalui kontaminasi tangan penderita. Faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit SARS antara lain peningkatan iklim global (global warming) yang
meningkatkan akselerasi keadaan panas bumi, dukungan ekosistem sebagai habitat dari
berbagai vector, peningkatan kepadatan populasi penduduk yang dijadikan hamparan kultur
biakan bagi berbagai macampenyakit serta dijadikan persemaian subur bagi virus sekaligus
sarana eksperimen rekayasa genetika. Mobilisasi penduduk yang memungkinkan ekspor-impor
penyakit yang tidak lagi mengenal batas wilayah administrasi, pencemaran lingkungan yang
cukup intens sebagai konsekuensi oleh eksplorasi, manipulasi, dan eksploitasi terhadap
lingkungan biologis, kimiawi, fisik dan social.
Proses terjadinya penyakit (penularan) SARS terjadi melalui droplet (batuk, bersin, atau
bicara) dari pasien yang telah terinfeksi virus. Selain itu, kontak erat dengan pasien juga dapat
menularkan penyakit dengan mekanisme yang belum diketahui secara pasti. Kontak erat
menurut WHO adalah mereka yang merawat, hidup bersama dengan pasien, atau kontak
langsung dengan secret pernafasan dan cairan tubuh pasien. Penularan melalui droplet dapat
terjadi bila jarak dengan pasien sekitar dua meter. Virus diketahui senang berada pada mukosa
saluran pernafasan. Upaya Pencegahan untuk mencegah terjadinya penyakit SARS antara lain
menggunakan masker penutup hidung dan mulut, yang kini sudah banyak dipakai orang di
banyak negara. Paling utama adalah dengan tidak mengunjungi ke wilayah yang sudah
terjangkiti SARS, seperti negara yang terkena wabah dan rumah sakit jika tidak perlu, karena
sebagian besar infeksi terjadi di sini. Sebisa mungkin hindari berdekatan dengan penderita
SARS atau penderita bergejala sama, dan apabila tidak memungkinkan gunakan selalu masker
serta sarung tangan. Pemakaian masker dan sarung tangan ditujukan untuk menghindari
penularan melalui cairan dan udara (debu). Namun yang terpenting dari semua ini adalah
menjaga kebersihan dan daya tahan tubuh, yakni dengan makan teratur, istirahat yang cukup,
berhenti merokok dan hidup secara sehat.

Referensi :
Bala Guris Health Care, Penyakit-Penyakit yang Meningkat Kasusnya Akibat Perubahan
Iklim Global dari http://www.dokterz.co.cc
Raharjo, Agus B. Pencegahan SARS yang Benar, http://www.mail-archive.com
Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.
Jakarta : Rineka Cipta. 2006

Anda mungkin juga menyukai