114 227 1 SM
114 227 1 SM
Abstrak
Abstract
Kangaroo Mother Care is more effective to satisfy LBW infants basic need that is
warmth, mothers milk, infection protection, stimulation, safety, and affection
than the conventional care. The purpose of this mini thesis was to describe LBW
infants treatment with Kangaroo Mother Care at The Perinatology Room of Dr.
Kariadi Public Hospital. The research used quantitative research with descriptive
research design. There were 10 LBW infants respondents, used consecutive
sampling method and 14 nurse respondents, used total sampling method. The
result showed that 57% of nurse respondents had not run Kangaroo Mother Care
prescribed by the procedure, 82% factor of LBW infants predisposition with
Kangaroo Mother Care was caused by mother, 100% LBW infants respondents
did not raise energy improvement, 100% LBW infants respondents did not
indicate immunological immaturity, 80% LBW infants respondents get mothers
milk. 100% LBW infants respondents moved more actively and gained weight
after Kangaroo Mother Care. According to the research it is recommended to
apply Kangaroo Mother Care for LBW infants at Perinatology Room prescribed
by the procedure, conduct training and socializing Kangaroo Mother Care to
doctors and nurses, parents, and expand duration of Kangaroo Mother Care.
Key words : LBW Infants Treatment, Kangaroo Mother Care, The Effect for
LBW Infants
PENDAHULUAN
Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada 2005 menyebutkan bahwa di
Indonesia terdapat 38,85% kematian neonatus yang disebabkan oleh BBLR.
Berdasarkan rekap data kelahiran hidup di kota Semarang bulan Januari-
September 2011, jumlah bayi lahir dengan BBLR sebanyak 129 dan bayi
prematur sebanyak 34 dengan angka kematian bayi BBLR sejumlah 24 dan bayi
prematur sejumlah 20, berarti angka kematian BBLR sebanyak 18,6% dan bayi
prematur sebanyak 58,8% (Dinkes Semarang, 2011). Di ruang Perinatologi RSUP
Dr. Kariadi Semarang, BBLR menjadi penyebab kedua kematian neonatus
setelah asfiksia. Pada 2010 didapatkan data bayi lahir dengan BBLR sebanyak
130 dan 47 yang meninggal selama menjalani perawatan, berarti sebanyak
36,15% kematian neonatus di ruang perinatologi disebabkan oleh BBLR
(Perinatologi RSDK, 2011).
METODOLOGI
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, dengan desain
penelitian deskriptif. Jumlah sampel sebanyak 10 bayi BBLR dengan
pengambilan sampel secara consecutive sampling dan 14 perawat dengan
pengambilan sampel secara total sampling. Penelitian dilakukan di ruang
Perinatologi RSUP Dr. Kariadi Semarang. Alat pengumpulan data dengan
menggunakan lembar observasi. Data dianalisis secara univariat, yaitu dengan
menggunakan ukuran pemusatan mean, median, dan modus serta ukuran
penyebaran nilai minimum, maksimum, dan standar deviasi untuk data numerik,
sedangkan data kategorik dengan menggunakan frekuensi dan rasio.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian terhadap pelaksanaan PMK oleh responden perawat sesuai
prosedur tetap dinilai berdasarkan 34 variabel seperti tercantum pada tabel 1, lalu
dilakukan skoring dan didapatkan nilai minimal 29, maksimal 34, median 32. Cut
off point yang digunakan nilai median karena data berdistribusi tidak normal. Pada
pengujian data dengan Saphiro Wilks didapatkan signifikan pada 0,006 (p<0,05).
Jika nilai yang didapatkan responden > 32 dikategorikan pelaksanaan PMK baik
sesuai prosedur tetap dan jika 32 dikategorikan pelaksanaan PMK kurang baik.
Dari keempat belas responden diperoleh hasil nilai > 32 ada 6 orang (43%) dan
32 ada 8 orang (57%).
Tabel 1
Pelaksanaan PMK sesuai Protap (Responden Perawat)
NO KOMPONEN PMK f %
1. PERALATAN YANG DIBUTUHKAN
1. Baju kanguru untuk perlekatan 14 100
2. Topi dan diapers untuk bayi 14 100
3. Baju kimono/ hem besar/jas pelindung untuk ibu 14 100
4. Timbangan bayi 14 100
5. Termometer 14 100
6. Peralatan emergensi (oksigen, saturasi oksigen, isap lendir, alat untuk 14 100
pemeriksaan GDS, stetoskop, alat resusitasi) 14 100
7. Kursi yang nyaman untuk PMK 14 100
8. Wastafel 14 100
2. PERSIAPAN PASIEN
1. Kesiapan Ibu
a. Komunikasi Edukasi tentang PMK 14 100
b. Adaptasi ibu pada bayi 13 93
c. Personal hygiene baik 13 93
2. Kesiapan bayi
a. Kondisi bayi telah stabil 14 100
b. Hemodinamik stabil 14 100
Frekuensi jantung, perfusi jaringan, frekuensi nafas, suhu tubuh
normal
3. Kesiapan Perawat
a. Pengetahuan tentang PMK 14 100
b. Pengalaman memberikan PMK 12 86
c. Menyediakan waktu 13 93
d. Observasi efek PMK 13 93
3. PROSEDUR PMK
1. Jelaskan pada orang tua/informed consent 14 100
2. Kebersihan diri dan cuci tangan 14 100
3. Baju bayi dilepaskan, bayi hanya mengenakan diapers dan topi. Lalu 14 100
kenakan baju kanguru
4. Pegang belakang leher dan punggung bayi, tangan mencegah leher fleksi 14 100
atau hiperekstensi, tangan lain memegang bokong
5. Baju ibu bagian atas juga dilepas (anjurkan ibu untuk mengenakan 14 100
pakaian atasan dan bawahan)
6. Lekatkan/posisikan bayi didada ibu diantara kedua payudaranya dengan 14 100
posisi kepala menoleh ke kanan/kiri dan cegah leher fleksi atau
hiperekstensi
7. Lekatkan baju kanguru agar melekat kuat pada ibu sehingga bayi tidak 14 100
jatuh
8. Ibu kemudian mengenakan baju atasan/hem yang besar atau jas 14 100
pelindung/kimono
9. Selama PMK anjurkan ibu untuk menyusui bayinya, memberikan stimulus 13 93
atau rangsangan suara maupun sentuhan pada bayinya
10. Ajarkan ibu untuk mengenali tanda-tanda bahaya selama PMK dan segera
melaporkannya ke perawat atau dokter 14 100
Sebanyak 82% faktor predisposisi BBLR yang dilakukan PMK disebabkan oleh
faktor ibu, seperti terdapat dalam tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2
Faktor Predisposisi BBLR yang Dilakukan PMK
Faktor predisposisi Faktor ibu Faktor janin Faktor plasenta Faktor lingkungan
f % f % f % f %
Golongan sosial ekonomi rendah 6 35 0 0 0 0 0 0
Usia ibu > 35 tahun 2 12 0 0 0 0 0 0
Preeklamsia/Eklamsia 4 23 0 0 0 0 0 0
Ketuban pecah dini 0 0 0 0 2 12 0 0
Kehamilan kembar 0 0 1 6 0 0 0 0
Perkawinan tidak sah 1 6 0 0 0 0 0 0
Aktivitas fisik berlebihan 1 6 0 0 0 0 0 0
100% responden BBLR tidak mengalami peningkatan energi, terdapat pada tabel
3,4. 100% tidak menunjukkan peningkatan imaturitas imunologis, terdapat pada
tabel 5. 100% pergerakannya lebih aktif dan berat badannya meningkat setelah
dilakukan PMK, 80% responden mendapatkan nutrisi ASI dan 20% mendapat
ASI dan formula. Seperti terdapat pada tabel 6, 7, dan gambar 1.
Tabel 3
Kestabilan Suhu, RR, HR BBLR yang Dilakukan PMK (n=10)
Mean Median Modus Min Max SD
Suhu 36,89 36,92 36,64 36,64 37,14 0,196
RR 48,80 49,70 42,8 42,8 52 2,863
HR 139,70 139,80 122,4 122,4 149,4 7,650
Tabel 4
BBLR yang Mengalami Periodik Apneu
No Periodik Apneu f %
1 Mengalami periodik apneu 0 0
2 Tidak mengalami periodik apneu 10 100
Total 10 100
Tabel 5
Nilai Laboratorium BBLR yang Dilakukan PMK (n=10)
Mean Median Modus Min Max SD
Hemoglobin 12,26 11,75 9,23 9,23 15,60 2,299
Leukosit 12,57 9,66 7,08 7,08 31,10 7,573
Trombosit 238,20 237,50 92,0 92,0 418,0 101,57
Natrium 135,00 134,50 134 129 148 5,228
Kalium 4,23 4,15 4,1 3,4 4,9 0,488
Klorida 103,70 102,50 100 97 114 5,498
GDS 89,70 78,00 54 54 157 35,790
Tabel 6
Status Nutrisi BBLR yang dilakukan PMK
No Status Nutrisi f %
1 ASI 8 80
2 Susu formula 0 0
3 ASI dan susu formula 2 80
Total 10 100
Tabel 7
Aktivitas BBLR yang Dilakukan PMK
No Aktivitas f %
1 Bayi lebih aktif 10 100
2 Bayi kurang aktif 0 0
Total 10 100
Gambar 1
Diagram Peningkatan Berat Badan BBLR
2000
1500
1000
500
0
resp1 resp2 resp3 resp4 resp5 resp6 resp7 resp8 resp9 resp10
Keadaan sosial ekonomi meliputi kondisi ekonomi sosial ibu yang rendah,
aktivitas fisik yang berlebihan, dan perkawinan tidak sah. Ada 6 responden BBLR
dengan faktor predisposisi sosial ekonomi ibu yang rendah. Proverawati (2010)
menyebutkan golongan sosial ekonomi rendah merupakan kejadian tertinggi
karena keadaan sosial ekonomi, karena pada ibu dengan sosial ekonomi yang
rendah menyebabkan ibu kurang memperhatikan kesejahteraan janinnya selama
kehamilan, keadaan gizi yang kurang baik, dan pengawasan antenatal yang kurang
sehingga menimbulkan masalah kehamilan seperti preeklamsi, ketuban pecah
dini, ataupun perdarahan antenatal. Kejadian prematuritas pada bayi yang lahir
dari perkawinan yang tidak sah ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi yang lahir dari perkawinan sah (Proverawati, 2010).
PENUTUP
Penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebanyak 8 responden perawat
(57%) belum melaksanakan PMK sesuai prosedur tetap pelaksanaan PMK di
ruang Perinatologi RSUP Dr. Kariadi Semarang dan hanya 6 responden (43%)
yang telah melaksanakannya sesuai prosedur tetap, 82% faktor predisposisi BBLR
yang dilakukan PMK, tertinggi diakibatkan oleh faktor ibu dengan penyebab
terbanyak karena sosial ekonomi ibu yang rendah (35%) dan preeklamsi/eklamsi
(23%), semua responden BBLR (100%) tidak mengalami peningkatan kebutuhan
energi, pergerakannya lebih aktif, dan mengalami peningkatan berat badan setelah
PMK, semua responden (100%) tidak menunjukkan imaturitas imunologis yang
meningkat berdasarkan hasil laboratorium karena hanya kadar kalium, klorida,
dan gula darah sewaktu yang mengalami nilai normal setelah PMK, sebagian
besar responden BBLR (80%) yang dilakukan PMK hanya mendapatkan ASI
tanpa tambahan susu formula.
1.
Nuniek Wulansari : Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas
Muhammadiyah Semarang.
2.
Amin Samiasih, SKp, M.Si.Med : Dosen Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah
Semarang.
3.
Ns. Pawestri, S.Kep, M.Kes : Dosen Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah
Semarang
KEPUSTAKAAN
Alimul A.,A. (2003). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Badan Pusat Statistik. (2005). Survei Sosial dan Ekonomi Nasional. Jakarta: BPS.
Conde-Aguedelo A., Diaz-Rozello J.L., Belizan J.M. (2007). Kangaroo Mother
Care to Reduce Morbidity and Mortality in Low Birth Weight Infant.
Cochrane Collaboration Library.
Depkes RI. (2008). Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Metode
Kanguru. Jakarta:Health Technology Assessment Indonesia. Depkes RI.
Indrasanto Eriyati, dkk. (2008). Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK): Asuhan Neonatal Esensial. Jakarta:
JNPK-KR, IDAI, POGI.
Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. (2010). BBLR : Berat Badan Lahir
Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.