Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DEGRADASI MORAL

BAB 1

PENDAHULUAN

Degradasi sering diartikan sebagai penurun suatu kualitas.Moral remaja dari tahun ketahun terus
mengalami penurunan kualitas atau degradasi. Dalam segala aspek moral, mulai dari tutur kata,
cara berpakaian dll. Degradasi moral ini seakan luput dari pengamatan dan dibiarkan terus
berkembang.

Faktor utama yang mengakibatkan degradasi moral remaja ialah perkembangan globalisasi yang
tidak seimbang. Virus globalisasi terus menggerogoti bangsa ini. Sayangnya kita seakan tidak
sadar, namun malah mengikutinya. Kita terus menuntut kemajuan di era global ini tanpa
memandang aspek kesantunan budaya negeri ini. Ketidak seimbangan itulah yang pada akhirnya
membuat moral semakin jatuh dan rusak.

Bangsa Indonesia mengalami degradasi moral dan akhlak. Ironisnya, kondisi ini juga mewabah
di kalangan intelektual,elit politik,para pemegang kekuasaan dan anak remaja.Saat ini bangsa
sedang mengalami degradasi moral dan akhlak,Sehingga perlu upaya membenahi keadaan ini
sebelum semakin parah.
Munculnya degradasi moral karena pendidikan agama, budi pekerti, etika terabaikan selama
ini.Padahal sebenarnya, itu mutlak diperlukan dalam pembentukan dan pembinaan karakter dan
moral bangsa.

Untuk memenuhi beberapa syarat-syarat dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi
Sebagai langkah lanjutan dalam mempelajari bidang study Ilmu Pengetahuan dan Teori Sosial
Budaya,serta menggali pengetahuan dan wawasan agar pengetahuan menjadi luas.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Adalah sebagai penurun suatu kualitas moral. Bangsa Indonesia mengalami degradasi moral dan
akhlak. Ironisnya, kondisi ini juga mewabah di kalangan intelektual dan elit politik serta para
pemegang kekuasaan. kaum terpelajar dan para elit ini harus segera diatasi.Globalisasi dan
kemajuan teknologi komunikasi,maupun lemahnya ketahanan budaya dan merosotnya
kepribadian nasional di kalangan pemuda di Indonesia menjadi faktor pemicu degradasi moral.
Sehingga memunculkan kebodohan yang akhirnya melahirkan kemiskinan dan pengangguran.

Munculnya degradasi moral itu, karena pendidikan agama, budi pekerti, etika terabaikan selama
ini,"katanya. Padahal sebenarnya, itu mutlak diperlukan dalam pembentukan dan pembinaan
karakter dan moral bangsa.Pendidikan lanjutnya, harus ditempatkan sebagai proses pembentukan
karakter dan peradaban serta meluhurkan kemanusiaan dengan cara memberinya prinsip-prinsip
moral dan ilmu pengetahuan.

Sehingga perlu upaya membenahi keadaan ini sebelum semakin parah, Moral remaja dari tahun
ketahun terus mengalami penurunan kualitas atau degradasi. Dalam segala aspek moral, mulai
dari tutur kata, cara berpakaian dll. Degradasi moral ini seakan luput dari pengamatan dan
dibiarkan terus berkembang.

Faktor utama yang mengakibatkan degradasi moral remaja ialah perkembangan globalisasi yang
tidak seimbang. Virus globalisasi terus menggerogoti bangsa ini. Sayangnya kita seakan tidak
sadar, namun malah mengikutinya. Kita terus menuntut kemajuan di era global ini tanpa
memandang (lagi) aspek kesantunan budaya negeri ini. Ketidak seimbangan itulah yang pada
akhirnya membuat moral semakin jatuh dan rusak.
Andai saja pemerintah tak sibuk (terus) mengurus tetek bengek masalah korupsi yang terjadi
akhir-akhir ini. Mungkin mereka para petinggi Negara memiliki sedikit waktu untuk mengamati
anak bangsanya yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Simbol kesantunan warga Indonesia-
pun mulai terkikis pada generasi muda, yaitu remaja.

Globalisasi yang terus menuntut kita untuk bermetamorfosa kadang memang membawa banyak
dampak baik. Tapi jangan salah, dampak buruk pun mengikutinya di belakang. Coba sejenak kita
amati foto-foto remaja tempo dulu. Kita nilai mereka dari aspek berpakaian. Sebagian besar
mereka kelebihan bahan (tertutup). Memang ada satu dua yang memilih pakaian terbuka di era
lalu, namun perbandingannya lebih banyak yang mengenakan pakaian tertutup. Kontras dengan
kenyataan di abad 20 ini. Kalau dulu yang berpakaian memancing kebanyakan para pelaku
entertainer, kalau sekarang tak peduli entertainer atau bukan sama saja.

Sebenarnya hati ini semakin miris melihatnya. Sebagai seorang remaja, saya sendiri berpikir mau
jadi apa bangsa ini kedepannya. Degradasi moral sudah tak dihiraukan lagi. Masih mending jika
yang mengalami degradasi mereka yang sudah dewasa. Sebab setidaknya usia produktif mereka
akan segera habis. Namun bila remaja yang mengalami degradasi? Bagaimana nanti saat dia
dewasa? Takutnya nanti malah semakin menjadi. Terus bagaimana jalan negeri ini bila dipimpin
oleh mereka yang kurang bermoral ?

Perlu diingat, yang menyerang moral remaja bukan hanya dalam cara berpakaian, namun masih
banyak lagi. Tapi, baru kita mengamati cara remaja kini berpenampilan saja sudah membuat
kepala jadi pusing. Belum jika kita melihat tingkah polahnya. Dunia narkoba, seks bebas, dan
lainnya belum kita singkap.Dunia narkoba dan seks bebas akhir-akhir ini memang sangat ngetren
di kalangan remaja. Ini tandanya ada bukti lagi bahwa moral remaja masa kini memang sudah
menurun. Kebudayaan timurnya sudah termakan oleh westernisasi jaman. Sangat
memprihatinkan.

Kita tengok ke kejadian beberapa waktu lalu.saat masa kelulusan siswa SMA. Di TV maupun
koran banyak sekali berita yang menginformasikan perayaan kelulusan yang tidak sewajarnya di
lakukan di Indonesia. Mungkin kalau di Negara barat hal seperti itu wajar. Coba tebak dengan
cara apa mereka anak ABG yang baru saja dinyatakan lulus memproklamirkan kelulusannya?
Gembar-gembor sepeda motor? Sudah biasa, dari jaman orang tua saya sudah begitu. Lantas
apa?? Inilah uniknya, merayakan kelulusan dengan melakukan sex party atau pesta sex, masih
ditambah acara nyabu bareng atau mabok bareng. Apa ini cerminan generasi baik untuk masa
depan?

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah ( dimensi ruang dan waktu ) . Menurut Edison A Jamli dalam buku
Kewarganegaraannya, menyebut globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan
yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai
pada satu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di dunia.
Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu
dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu semakin dipersingkat dalam
interaksi dan komunikasi pada skala dunia.

Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah
faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat
sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke
seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.

Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk
Indonesia. Pengaruh ini meliputi dua dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Globalisasi memang tidak hanya menawarkan kemajuan pembangunan dan menggeliatnya roda
perekonomian karena sekat-sekat pasar yang ada dihapuskan hingga terbukalah peluang pasar
tanpa batas.

Ketangguhan bangsa kita diuji di era ini, tidak hanya melalui persaingan usaha yang bebas dan
tak terbatas, namun bangsa kita juga diuji menghadapi teknologi maju ditengah keterbatasan
berpikir dan kultur budaya dan agama yang sedikit demi sedikit mulai memudar. Salah satu
dampak negatif juga terjadi di masyarakat, khususnya generasi muda.

Ancaman rusaknya satu generasi akibat globalisasi bisa saja terjadi ketika banyak anak muda
kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia, hal ini ditunjukkan dari gejala yang
muncul dari kehidupan sehari-hari anak muda. Mulai dari model pakaian yang dari waktu ke
waktu semakin minim serta perubahan gaya hidup yang berkiblat ke dunia barat dan
menyisihkan budaya luhur bangsa.

Kemajuan teknologi selain memberikan manfaat ternyata juga dampak negatif, seperti internet
dan handphone. Kedua barang hasil kemajuan teknologi ketika tidak dibarengi dengan
kematangan wawasan berpikir penggunanya akan menjadikan bumerang bagi penggunanya,
lantaran mereka tidak menggunakan untuk kegiatan yang bermanfaat namun cenderung
digunakan untuk kegiatan yang merusak mental, seperti menonton film biru/BF. Keberadaan
internet dan HP ( Handphone) ini secara tidak langsung melemahkan rasa sosial penggunanya
kepada masyarakat sekitar, namun juga membuat lemah kontrol sosial (Social Control ) di
sekelilingnya, lantaran penggunaan yang tanpa batas.

Kelompok anak dan remaja menjadi obyek sasaran yang paling rentan menjadi korban era
globalisasi. Berkurangnya perhatian, pengawasan orang tua kepada anak semakin memperparah
keadaan. Karena alasan ekonomi, orang tua secara tidak sengaja atau pun sengaja memposisikan
anaknya menjadi korban globalisasi.

Berbagai kasus asusila dan kriminalitas terjadi karena anak dan remaja terhimpit teknologi yang
tanpa batas dan ekonomi keluarga yang kurang.Satu demi satu peristiwa kriminalitas yang
berbau asusila hingga perdagangan manusia terjadi lantaran ketidakmampuan kita membendung
masuknya budaya luar yang sangat kontradiktif dengan kearifan budaya lokal.
Degradasi moral remaja merupakan salah satu masalah sosial yang sering terjadi di masyarakat.
Terlalu sibuknya pemerintah dengan berbagai masalah politik dan ekonomi yang terjadi dalam
negeri ini membuat pemerintah mengesampingkan masalah degradasi moral remaja yang hanya
menjadi bagian kecil dari masalah sosial. Akibat kelalaian dan kurangnya perhatian pemerintah
terhadap masalah degradasi moral remaja, sekarang moral remaja mengalami tingkat degradasi
yang tinggi.

Peningkatan tingkat degradasi moral remaja disebabkan berbagai faktor, seperti pergaulan
bebas, proses sosialisasi yang kurang sempurna, pengaruh budaya barat, kurangnya pengawasan
dan perhatian orang tua, dan tingkat pendidikan yang rendah.
Degradasi moral remaja merupakan suatu keprihatinan yang sangat mendalam bagi suatu bangsa.
Dimana tulang punggung bangsa rapuh karena termakan hancurnya moral. Sedangkan, moral
adalah cerminan hidup bagi penegak bangsa.

Pemuda adalah harapan bangsa, di pundak merekalah masa depan bangsa dipertaruhkan. Jika
pemudanya hancur, maka hancurlah bangsa tersebut. Sering kita terlena akan timbulnya hal-hal
kecil yang dapat menyebabkan bangsa ini hancur. Keluar masuknya budaya asing pada suatu
bangsa menjadikan budaya sebelumnya tergantikan, dan terabaikan, sehingga budaya baru itu
membuat anak bangsa tidak mau lagi mengenal akan budaya lama dan menjadikan budaya baru
sebagai pedoman hidupnya.

Di zaman yang serba modern ini, anak-anak semakin lupa terhadap apa yang harus dilakukan
sebagai penerus bangsa, kewajiban seorang murid untuk belajar, patuh kepada guru terlebih lagi
kepada kedua orang tua kurang diperhatikan.

Para pemuda di zaman sekarang lebih mendahulukan berhura-hura daripada menjalankan


kewajiban. Mereka tidak lagi mempertimbangkan apa yang akan terjadi setelah apa yang mereka
lakukan. Padahal, selain merugikan diri mereka sendiri juga dapat merugikan bangsa tempat
dimana mereka tinggali. Hal inilah yang paling ditakuti, dimana moral bangsa terabaikan.
Banyak orangtua kurang memperhatikan kehidupan buah hatinya. Mereka cenderung memenuhi
kebutuhan fisik saja, sedangkan rohani mereka terabaikan.

Para orangtua sering sibuk dengan profesi mereka masing-masing. Sementara sang anak
dipercayakan kepada orang yang kurang berwenang terhadap dirinya. Dan, itulah yang
menyebabkan sang anak hidup dengan jalan mereka sendiri dengan tanpa arah. Mereka tidak
menyadari yang mereka lakukan adalah awal dari mulai hancurnya bangsa ini. Yang mereka tahu
hanyalah mencari kesenangan untuk menghibur hatinya dengan tidak mempedullikan halal
haramnya.

Sedangkan orangtua mereka tidak mengetahui sama sekali. Jika kebanyakan orangtua demikian,
maka nasib bangsa menjadi taruhannya. Jika moral bnagsa telah tercemar maka tiadalah damai
untuk ditempati sebagai sarana kelangsumgan hidup warganya. Dengan demikian, peranserta
orang tua sangatlah penting dalam pengawasan pertumbuhan moral bangsa melalui generasinya.
Lingkungan tempat hidup regenerasi juga sangat mempengaruhi berlangsungnya proses
sosialisasi dan interaksi sesama hidup yang ke depannya menentukan.
Kondisi suatu bangsa dicerminkan oleh keadaan moral para pemudanya. Moral para pemuda
yang hancur tidak mungkin dapat membangun bangsanya. Untuk itu,moral para pemuda
sekarang sangatlah perlu untuk dibenahi dan diperbaiki.Terlalu sibuknya pemerintah dengan
berbagai masalah Ekonomi,Politik dan Sosial,seperti kenaikan bbm,sembako,maraknya kasus
korupsi,kecelakaan lalu lintas,dan bencana alam,membuat pemerintah mengesampingkan
masalah mengenai degradasi moral remaja,sehingga moral para remaja mengalami tingkat
degradasi yang tinggi.

Era globalisasi telah membuat kehidupan mengalami perubahan yang signifikan, bahkan terjadi
degradasi moral dan sosial budaya yang cenderung kepada pola-pola perilakumenyimpang.Hal
ini sebagai dampak pengadopsian budaya luar secara berlebihan dan tak terkendali oleh sebagian
remaja kita. Persepsi budaya luar ditelan mentah-mentah tanpa mengenal lebih jauh nilai-nilai
budaya luar secara arif dan bertanggung jawab.

Tak dimungkiri pula, kehadiran teknologi yang serba digital dewasa ini banyak menjebak remaja
kita untuk mengikuti perubahan ini. Hal ini perlu didukung dan disikapi positif mengingat
kemampuan memahami pengetahuan dan teknologi adalah kebutuhan masa kini yang tidak bisa
terelakkan. Namun, filterisasi atas merebaknya informasi dan teknologi super canggih melalui
berbagai media komunikasi seringkali terlepas dari kontrol kita. Pola perilaku budaya luar (baca:
pengaruh era global), sering kali dianggap sebagai simbol kemajuan dan mendapat dukungan
berarti di kalangan remaja.

Kemajuan informasi dan teknologi telah membawa ke arah perubahan konsep hidup dan
perilaku sosial. Pengenalan dan penerimaan informasi dan teknologi tumbuh pesat bahkan
menjadi kebutuhan hidup.Kita mesti prihatin, sekaligus menaruh perhatian lebih bila mengamati
dan menjumpai sebagian dari remaja kita makin gandrung menikmati dan menghabiskan masa
remajanya dengan kegiatan yang kurang berfaedah bahkan sama sekali tak berguna demi masa
depannya.

Sungguh ironis, kala daya tarik pendidikan dan pengetahuan yang mestinya wajib didapatkan
oleh para remaja, malah justru menjadi momok yang menakutkan dan memicu kebencian.

Menurut James W.van der Zanden,penyimpangan sosial merupakan perilaku yang oleh sejumlah
besar orang dianggap sebagai suatu hal yang tercela dan di luar batas toleransi.penyimpangan
sosial umumnya disebabkan oleh proses sosialisasi yang kurang sempurna. Retaknya sebuah
rumah tangga menjadikan seorang anak tidak mengenal disiplin dan sopan santun.Hal ini di
sebabkan karena orang tua sebagai agen sosialisasi tidak melakukan peran yang semestinya.

Kota merupakan tempat pusat segala aktifitas,keluar masuknya budaya asing menjadikan
munculnya budaya-budaya baru dan menghapus budaya- budaya lama merasuknya budaya-
budaya asing dalam kehidupan suatu bangsa membawa banyak sekali perubahan walaupun
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi budaya asing membawa dampak positif namun
dalam bidang pergaulan budaya asing membawa dampak yang negatif masuknya budaya
clubing,minum-minuman keras,juga juga narkotika sekarang menjadi budaya baru di kota-kota
besar,tidak hanya remaja yang hidup dikota-kota besar yang mengalami tingkat degradasi moral
yang tingi bahkan remaja yang tinggal di pedesaan yang mengenal adat istiadat yang kuat pun
ikut terpengaruh budaya asing dan mengalami tingkat degradasi moral yang tinggi.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya mendorong para laki-laki untuk terjun
kedalamnya bahkan para perempuan pun merasa memili hak yang sama untuk ikut terjun
kedalamnya sehingga dalam sebuah rumah tangga seorang anak kurang mendapat pengawasan
dan perhatian dari orang tua mereka ,akibatnya banyakdari mereka mncari kebahagiaan yang
salah,seperti clumbing,minum-minuman keras dan menghilangkan stres gengan obat-obatan.

Crow and crow menegaskan; learning is a modification of accompanying growth processes that
are brougt about trought adjusment to sensions initieted though sensory stimulation(Laster D.
crow.Alice D .crow 1956:215) artinya:belajar adalah perubah tingkah laku yang menyertai
proses pertumbuhan yang semua itu di sebabkan melalui penyesuaian terhadap keadaan yang
diawali lewat rangsangan panca indra.

Kurangnya pendidikan dan kemampuan diri dalam pergaulan dapat membuat seseorang keliru
dalam mengambil jalan hidupnya,sehingga mereka mudah terpengaruh degan hal-hal baru
seiring proses sosialisasi yang mereka alami.Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting
dalam proses sosialisasi,karena pendidikan menjadi landasan perilaku seseorang.Kurangnya
pendidikan mengakibatkan proses sosialisasi kurang seimbang.

Ada berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat,tingginya tingkat kemiskinan
mengakibatkan berbagai masalah sosial,seperti meningkatnya jumlah kriminalitas,kurangnya
pendidikan,dan banyaknya jumlah penduduk yang kelaparan serta kurang gizi.

Hal tersebut menarik sebagian besar perhatian pemerintah sehingga masalah mengenai degradasi
moral remaja di kesampingkan.Kurangnya perhatian lembaga sosial terhadap moral remaja
mengakibatkan tingkat degradasi moral yang tinggi.Penerapan penerapan norma dan sanksi
yang kurang mengikat dari lembaga sosial mengakibatkan para pemuda mengabaikan aturan-
aturan tersebut.

Kemajuan IPTEK melahirkan berbagai macam media yang mutakhir seperti televisi,handpone,
internet dan lain-lain.Banyaknya informasi yang bisa di peroleh dari media tersebut
menyebabkan banyak para remaja menyalahgunakan media tersebut .Banyaknya tayangan-
tayangan yang tidak seharusnya di tampilkan oleh media masa seperti adegan-adegan kekerasan
dan romantis yang sering di tayangkan oleh media masa membuat para remaja meniru adegan-
adegan tersebut.

Tayangan media masa yang sering mereka lihat dijadikan kebudayaan baru yang dianggap sesuai
dengan kemajuan zaman.Rasa tidak ingin ketinggalan zaman dari orang lain membuat para
remaja melakukan kebiasaan baru yang sudah menjadi kebudayaan atau sering mereka jumpai
seperti tayangan televisi dan lingkungan sosialisasi.

Yang pertama adalah Aspek pendidikan formal/lingkungan sekolah. Pendidikan yang lebih
menekankan kepada bimbingan dan pembinaan perilaku konstruktif, mandiri dan kreatif menjadi
faktor penting, karena melatih integritas mental dan moral remaja menuju terbentuknya pribadi
yang memiliki daya ketahanan pribadi dan sosial dalam menghadapi benturan- benturan nilai-
niai (clash of value) yang berlaku dalam lingkungan remaja itu sendiri berikut lingkungan
sosialnya.

Kedua, aspek lingkungan keluarga, jelas memberi andil yang signifikan terhadap berkembangnya
pola perilaku menyimpang para remaja, karena proses penanaman nilai-nilai bermula dari
dinamika kehidupan dalam keluarga itu sendiri dan akan terus berlangsung sampai remaja dapat
menemukan identitas diri dan aktualisasi pribadinya secara utuh. Remaja akan menentukan
perilaku sosialnya seiring dengan maraknya perilaku remaja seusianya yang notabene mendapat
penerimaan secara utuh oleh kalangannya. Oleh karenanya, peranan orang tua termasuk sanak
keluarga lebih dominan di dalam mendidik, membimbing, dan mengawasi serta memberikan
perhatian lebih sedini mungkin terhadap perkembangan perilaku remajanya.

Ketiga, aspek lingkungan pergaulan seringkali menuntut dan memaksa remaja harus dapat
menerima pola perilaku yang dikembangkan remaja. Hal ini sebagai kompensasi pengakuan
keberadaan remaja dalam kelompok. Maka, perlu diciptakan lingkungan pergaulan yang
kondusif, agar situasi dan kondisi pergaulan dan hubungan sosial yang saling memberi pengaruh
dan nilai-nilai positif bagi aktifitas remaja dapat terwujud.

Keempat, aspek penegakan hukum/sanksi. Ketegasan penerapan sanksi mungkin dapat menjadi
shock teraphy (terapi kejut) bagi remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang.
Dan ini dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, kepolisian dan lembaga lainnya.

Terakhir, aspek sosial kemasyarakat. Terciptanya relasi-relasi sosial yang baik dan serasi di
antara warga masyarakat sekitar, akan memberi implikasi terhadap tumbuh dan berkembangnya
kontak-kontak sosial yang dinamis, sehingga muncul sikap saling memahami, memperhatikan
sekaligus mengawasi tindak perilaku warga terutama remaja di lingkungannya. Hal ini tentu
sangat mendukung terjalinnya hubungan dan aktifitas remaja yang terkontrol.

Tahap tahap perkembangan moral manusia ditinjau melalui pendekatan kognitif Piaget dalam
Haricahyono (1995) adalah terkait dengan aspek mental dan kognitif. Tentang tahap
perkembangan moral sendiri, Piaget mengemukakan adanya dua tahap yang harus dilewati setiap
individu.

Yang pertama disebut tahap Heteronomous atau Realisme Moral. Dalam tahap ini anak
cenderung menerima begitu saja aturan aturan yang diberikan oleh orang orang yang
dianggap kompeten.

Tahap yang kedua disebut Autonomous Morality atau Independensi Moral. Dalam tahap ini anak
sudah mempunyai pemikiran akan perlunya memodifikasi aturan aturan untuk disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang ada.Tahap perkembangan moral Bull (Daroeso, 1986:29 30)
menyimpulkan empat tahapan perkembangan moral yaitu:

Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri. Artinya,
pertimbangan moral didasarkan pada pandangannya secara individual tanpa menghiraukan
rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat.Pada tingkat prakonvensional ini terdiri dari
dua tahap.

1). Orientasi hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini tingkah laku anak didasarkan kepada
konsekuensi fisik yang akan terjadi. Artinya, anak hanya berpikir bahwa tingkah laku yang benar
itu adalah tingkah laku yang tidak mengakibatkan hukuman. Dengan demikian, setiap peraturan
harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negatif.

2). Orientasi instrumental relative Pada tahap ini tingkah laku anak didasarkan kepada rasa
adil berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang
membalas tingkah laku kita yang anggap baik. Dengan demikian tingkah laku itu didasarkan
kepada saling menolong dan saling memberi.

b. Tingkat konvensional

Pada tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu masyarakat.
Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa tingkah laku itu harus sesuai dengan norma
norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, pemecahan masalah itu sesuai
dengan norma masyarakat atau tidak. Pada tingkat konvensional itu mempunyai dua tahap
sebagai lanjutan dari tahap yang ada pada tingkat prakonvensional, yaitu tahap keselarasan
interpersonal serta tahap sistem sosial dan kata hati.

1). Keselarasan interpersonal

Pada tahap ini ditandai dengan setiap tingkah laku yang ditampilkan individu didorong oleh
keinginan untuk memenuhi harapan orang lain. Kesadaran individu mulai tumbuh bahwa ada
orang lain di luar dirinya untuk bertingkah laku sesuai dengan harapannya. Artinya, anak sadar
bahwa ada hubungan antara dirinya dengan orang lain. Dan, hubungan itu tidak boleh dirusak.

2). Sistem sosial dan kata hati

Pada tahap ini tingkah laku individu bukan didasarkan pada dorongan untuk memenuhi harapan
orang lain yang dihormatinya, akan tetapi didasarkan pada tuntutan dan harapan masyarakat. Ini
berarti telah terjadi pergeseran dari kesadaran individu kepada kesadaran sosial. Artinya, anak
sudah menerima adanya sistem social yang mengatur tingkah laku individu.

c. Tingkat postkonvensional

Pada tingkat ini tingkah laku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma norma
masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai nilai
yang dimilikinya secara individu. Seperti pada tingkat sebelumnya, pada tingkat ini juga terdiri
dua tahap:

1). Kontrak sosial


Pada tahap ini tingkah laku individu didasarkan pada kebenaran kebenaran yang diakui oleh
masyarakat.kesadaran individu untuk bertingkah laku tumbuh karena kesadaran untuk
menerapkan prinsip prinsip sosial.Dengan demikian, kewajiban moral dipandang sebagai
kontrak sosial yang harus dipatuhi, bukan sekadar pemenuhan sistem nilai.

2). Prinsip etis yang universal aturan aturan

Pada tahap terakhir, tingkah laku manusia didasarkan pada prinsip prinsip universal. Segala
macam tindakan bukan hanya didasarkan sebagai kontrak social yang harus dipatuhi, akan tetapi
didasarkan pada suatu kewajiban sebagai manusia. Setiap individu wajib menolong orang lain,
apakah orang itu sebagai orang yang kita benci atau tidak, orang yang kita suka atau
tidak.Pertolongan yang diberikan bukan didasarkan pada alas an subjektif, akan tetapi didasarkan
pada kesadaran yang bersifat universal.

Metode konvensioanal adalah metode atau cara dalam mendidik siswa/siswi di sekolah dengan
menggunakan cara arif namun bersifat tradisional. Metode ini dipraktekkan pada era sepuluh
atau dua puluh tahun yang lalu. Metode konvensional ini telah banyak ditinggalkan seiring
perkembangan zaman, dan adopsi pada sistem pendidikan ala barat.

Padahal sifat dan tabiat orang timur sangat jauh berbeda dengan tabiat siswa-siswi di negara-
negara barat. Akan lebih arif apabila Indonesia masih menggunakan sistem pendidikan yang
sampai sekarang dipraktekkan di Cina, Jepang, India, Malaysia, dan Negara-negara di Timur
tengah. Negara-negara tersebut, meskipun mereka mendidik siswanya dengan menggunakan
metode disiplin yang cukup tinggi, dan masih menggunakan hukuman fisik dalam pengajaran,
namun out put yang dikeluarkan sangat bagus.

Hal ini membuktikan, budaya ketimuran hanya cocok menggunakan sistem pendidikan ala
ketimuran juga.Berikut adalah cir-ciri pendidikan konvensional yang dahulu pernah diterapkan
di Indonesia:

sudah mulai pudar dan tidak banyak lagi dipraktekkan di kelas. Padahal secara tidak langsung,
cium tangan guru menandakan bakti dan rasa hormat kepada guru.SD, saat itu ada tugas untuk
menghafal nama-nama mentri kabinet pembangunan di era Soeharto, ketika ada yang salah
dalam menyebutkan menteri, maka guru akan memberikan hukuman cubit di perut. Tetapi,
cubitan itu hanya sebatas mendidik tidak untuk menganiaya, hasilnya sampai sekarang saya
masih mampu menyebutkan nama-nama menteri era Soeharto. Tetapi sekarang, saya yakin
hanya segelintir siswa yang mampu menghapal nama-nama menteri.

No. Jinis pelanggaran 2003-2004 2004-2005 2005-2006


1. Alpa 63 145 80
2. Bolos 16 85 49
3. Merokok 9 12 4
4. Berkelahi 10 38 5
5. Berjudi 25 19 14
6. Remidiasi 16 36 7
7. Keluarga 4 6 3
8. Ekonomi 9 12 15
9. Kesulitan belajar 12 58 35
10. Pribadi 8 27 16
Jumlah 172 438 228

Pendidikan di Indonesia sekarang bukanlah pendidikan dengan pendekatan budaya dan tradisi
Indonesia, melainkan pendidikan dengan pendekatan model barat atau lebih kerennya
Westernisasi. Kalau sudah seperti ini tidak ada gunanya memakai slogan pendidikan "Ing Ngarso
Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani".

Slogan pendidikan ini adalah cerminan bagaimana para founding Father Pendidikan Indonesia
sangat mengutamakan pentingnya Etika dan Moral bagi para generasiHYPERLINK
"http://zonainfosemua.blogspot.com/2010/10/degradasi-moral-generasi-muda-bangsa.html"
HYPERLINK "http://zonainfosemua.blogspot.com/2010/10/degradasi-moral-generasi-muda-
bangsa.html"muda sebagai pilar utama Pendidikan dan membangun Jati diri Bangsa.maka moral
bangsa indonesia harus diperhatikan dan dibenahi,agar tidak terjadi lagi degradasi moral
diindonesia ini.

BAB 11I
PEMBAHASAN

DEGRADASI MORAL WARGA KAMPUS

Kampus masih jadi harapan untuk memotret masa depan manusia Indonesia. Kampus dianggap
oase di tengah iklim kering dan wajah kusam dunia pendidikan negeri ini.Bagaimana warga
kampus memosisikan diri di tengah badai korupsi, arus konflik elite politik, degradasi moral,
virus penjiplakan, hingga kesenjangan teori dan praktik yang selama ini dipelajari?

Di dunia pendidikan negeri ini, universitas jadi bagian dari deretan panjang lembaga
pembelajaran yang mencetak insan profesional masa depan. Kampus setidaknya menjadi ruang
produksi kreativitas, softskill, dan moral bagi jutaan manusia yang mewarnai langkah negeri ini
pada masa depan. Harapan akan profesionalitas tak sebanding dengan nilai moral sebagai basis
dasar tokoh di berbagai bidang.

Ribuan elite politik negeri ini kebanyakan merupakan hasil didikan kampus dengan segala sistem
dan tradisinya. Jika hari ini kita melihat deretan kasus yang melibatkan elite politik dengan
skandal rumit yang mencerminkan kerapuhan basis moral, tentu kita patut bertanya bagaimana
pendidikan moral yang dipraktikkan.

Selama ini, sistem pembelajaran di kampus jarang sekali yang menyentuh sisi etika, norma, dan
moral. Penguatan moralitas di kampus seolah diterjemahkan secara sempit: pengekangan hasrat
dengan pendisiplinan dan kekerasan. Penyemaian nilai moral hanya dipandang dari keketatan
sistem dan pengukuhan tradisi kekerasan untuk meredam mahasiswa. Pengekangan mahasiswa
untuk meredam demonstrasi dengan segenap aturan hanya akan menimbun dendam dan
menanam benih kekerasan.

Lalu, bagaimana mencipta basis moral yang kukuh di ka-wah candradimuka berupa kampus?
Bagaimana mencetak manusia yang mandiri, cerdas, kreatif, profesional, tanpa kehilangan basis
moral sebagai pengontrol sikap hidup? Tentu harus ada perubahan mendasar bila kita ingin
melihat wajah Indonesia puluhan tahun mendatang tidak diwakili politikus, makelar kasus,
hingga penegak hukum ber mental dan moral remuk.

Tradisi Kekerasan Dalam realitas kehidupan, budaya kekerasan makin mengimpit, seakan jadi
kenyataan pahit peradaban bangsa. Berita kriminal yang disajikan media elektronik jadi santapan
sehari-hari yang memengaruhi watak masyarakat. Wajah kehidupan negeri ini menampilkan
potret suram, rakyat ke-cil makin terjerat krisis ekonomi dan tragedi kekerasan.

Pemerintah dan pejabat elite seakan sibuk dengan beragam lobi politik, pemberantasan korupsi
tak kunjung menemukan titik cerah, dan kebijakan politik hanya menghasilkan resistensi
antarelite. Kesucian nurani dan pikiran logis seakan terkikis, digantikan budaya kekerasan yang
antihumanis.

Budaya kekerasan makin menggeliat dan muncul dengan wajah baru yang menyeramkan,
meminggirkan kearifan yang selama ini jadi identitas warga negeri ini. Wajah-wajah manusia
Indonesia yang sebelumnya ramah, tertutupi topeng korupsi dan topeng kekerasan. Dunia
pendidikan yang seharusnya menghasilkan manusia cerdas, peka terhadap kondisi sosial dan
bermoral positif, digempur budaya kekerasan dan antihumanisme yang membelenggu proses
kreatif.

Budaya kekerasan yang terus tumbuh jadi tantangan kemajuan bangsa. Masa depan bangsa ini
terancam dengan kekukuhan kekerasan. Tak ada lagi ruang kreatif yang melahirkan pemikiran
jernih dan ide segar yang berguna bagi pembangunan bangsa. Justru yang muncul tindak
kekerasan, yang menjadi kecenderungan perilaku sosial manusia.

Kekerasan seakan jadi satu-satunya pemecahan ketika masalah menghantui. Dalam analisis
Sindhunata (2000), bangsa ini telah menjadi bang-sa linglung, yang bingung dengan orientasi
hidup dan perencanaan masa depan. Masyarakat tak sadar dengan segala tindakan negatif yang
dilakukan. Yang jadi hasrat hanyalah bagaimana mengekspresikan emosi yang meledak. Namun
kekerasan lahir dari manusia, maka sejelek-jeleknya kekerasan, ia juga masih punya sisi
kebaikan manusia.

Pendisiplinan Budaya kekerasan di dunia pendidikan tidak serta merta jadi bagian dari sistem
pembelajaran. Pendisiplinan bukan jalan utama untuk mencipta generasi patuh dan bermoral,
justru sebaliknya mengha-dirkan energi merusak. Jejak kekerasan muncul dari keinginan patuh
dan aturan disiplin yang membelenggu. Demi tujuan kerapian, dikembangkan teknik
pendisiplinan. Sasaran teknik itu adalah kepatuhan.

Dalam pandangan Foucault (1975), disiplin tubuh itu mengoreksi, tetapi tak mendidik: ia
mencipta tragedi. Agar teknik pendisiplinan efektif, tubuh menjadi objek utama untuk diatur.
Semua orang mau menghindari rasa sakit. Maka, sistem pembelajaran yang mendasarkan pada
hukuman-imbalan bisa berjalan bila mengandalkan kepatuhan tubuh.

Kekerasan atau hukuman fisik untuk mendapat kepatuhan tubuh merupakan teknik pendisiplinan
dan pedagogi paling kasar dan primitif. Dari perspektif hubungan kekuasa-an, budaya kekerasan
fisik menunjukkan kekuasaan tidak efektif. Hukuman fisik atas kesalahan atau pelanggaran
menjadi sama jahat, bahkan lebih jahat daripada pelanggaran itu sendiri. Padahal, ke-kuasaan
yang efektif justru kian tak membutuhkan kehadiran fisik. Aktualitas pelaksanaannya kian tak
diperlukan, tetapi efeknya terasakan.

Kekerasan lahir dari emosi yang meletup dan membutuhkan aktualisasi, pemuasan diri, dan
hasrat destruktif. Meminjam bahasa Daniel B Calne (1999), emosi memberi motivasi karena
emosi menimbulkan keperluan yang haus pemuasan. Nafsu pemuasan yang merusak itulah jadi
pelecut kelahiran kekerasan.
Kedisiplinan sebaiknya bukan karena keterpaksaan, melainkan hendaknya lahir dari kesadaran
diri dan suara hati yang menginginkan kepatuhan serta sistem pendidikan yang mengagungkan
humanisme dan bermoral positif. Budaya kekerasan hendaknya disingkirkan dari sistem
pembelajaran di negeri ini. Namun yang penting untuk diaktualisasikan dalam sistem belajar di
kampus adalah penguatan basis moral.

Elite kampus bisa menengok, antara lain, ke bilik-bilik pesantren sebagai penyemaian moral.
Bukan ke pesantren yang jadi sarang teroris, melainkan pesantren yang selama ini mengajarkan
kitab berisi pranata moral dan sikap keteladanan versi kiai-santri. Pesantren tak sekadar
mengajarkan ilmu tekstual (ilm al-maqaal), tetapi juga ilmu tentang sikap hidup (ilm al-mahaal).

Itulah yang tak dimiliki kampus. Mahasiswa susah mencerap ilmu sikap dari dosen, guru besar,
atau dari rektor. Walau unggul di bidang moral, ada juga kekurangan pesantren. Tentu tidak pada
tempatnya membandingkan pesantren dan kampus. Meski strategi penguatan moral di pesantren
dapat diadopsi, dengan penyesuaian, di kampus.

Nilai-nilai moral perlu diaktualisaskan dan diintegrasikan lewat mata kuliah, diklat, dan asrama
kampus. Aktualisasi nilai moral bukan untuk mencipta ceramah dan khotbah jumat di ruang
kuliah, melainkan untuk mencipta manusia Indonesia yang cerdas dan kreatif serta punya basis
moral dan keberanian untuk mendengarkan suara nurani. (53)

BAB 1V

PENUTUP

Faktor utama yang mengakibatkan degradasi moral ialah perkembangan globalisasi yang tidak
seimbang. Virus globalisasi terus menggerogoti bangsa ini. Sayangnya kita seakan tidak sadar,
namun malah mengikutinya.

Kita terus menuntut kemajuan di era global ini tanpa memandang (lagi) aspek kesantunan
budaya negeri ini. Ketidak seimbangan itulah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh
dan rusak.

Bangsa Indonesia mengalami degradasi moral dan akhlak.kondisi ini juga mewabah di kalangan
intelektual,elit politik,para pemegang kekuasaan dan anak remaja.Saat ini bangsa sedang
mengalami degradasi moral dan akhlak,Sehingga perlu upaya membenahi keadaan ini sebelum
semakin parah.
Munculnya degradasi moral karena pendidikan agama, budi pekerti, etika terabaikan selama
ini.Padahal sebenarnya, itu mutlak diperlukan dalam pembentukan dan pembinaan karakter dan
moral bangsa.

Agar tidak terjadi degradasi moral kita harus mengevaluasi dari diri kita sendiri apakah moral
dan akhlak kita sudah dinilai baik atau belum oleh banyak orang dan juga diperlukan dalam
pembentukan dan pembinaan karakter dan moral bangsa agar tidak terjadi degradasi moral lagi
dan kita jangan terpengaruh dengan globalisasi sekarang ini.

Daftar Pustaka

kurnia,http://sosbud.kompasiana.com/2010/06/30/degradasi-moral-remaja-masa-kini/diakses
tanggal 6 oktober 2010

Semarang: Aneka Ilmu

IKIP Semarang Press

Rosdakarya

KLIK DOWNLOAD UNTUK MENGUNDUH FILENYA

ziddu

Anda mungkin juga menyukai