bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses
pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang
menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous, dan akhirnya terbentuk antrasit.
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak
di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan
batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur
Tersier Bawah dan Tersier Atas.
Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera,
sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
2. Prospeksi
Mengetahui sebaran Endapan batubara
Informasi yang harus di dapatkan :
- Pemetaaan Geologi 1 : 50.000
- Penampang stratigrafi
- Buat parit, Sumuran, Pemboran uji
- Percontohan, Analysis
- Eksplorasi Geofisika kalo di perlukan
3. Eksplorasi Pendahuluan
Membuat Gambaran Awal 3 Dimensi
Informasi yang harus didapatkan :
- Ketebalan lapisan
- Kuantitas
- Bentuk
- Struktur
- Sebaran
- Kualitas
- Korelasi
- Pemetaan Geologi 1 : 10.000
4. Eksplorasi Rincian
Kuantitas dan Kualitas serta model 3 dimensi Rinci
Informasi yang harus didapatkan
- Pemetaan Geologi 1 : 2000
- Logging
- Pengkajian Geohidrologi
- buat rencana Penambangan
http://geoenviron.blogspot.co.id/2011/12/batu-bara-minyak-bumi.html
Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini merupakan pekerjaan (tahap) lanjutan dari hasil Pemodelan
Sumberdaya Batubara. Pada tahapan ini mulai diterapkan (diidentifikasikan) batasan-batasan teknis maupun
ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya batubara yang telah diterapkan (dimodelkan)
sebelumnya.
Selain itu, pada tahapan Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini diharapkan telah dapat dikuantifikasi
jumlah batubara yang realistis dan layak yang dapat diperoleh melalui penambangan dengan metoda & sistem
penambangan yang dipilih sesuai dengan model sumberdaya yang telah diketahui.
Secara umum, aspek-aspek penting yang akan diuraikan & dipelajari dalam sesi (modul) ini adalah sebagai
berikut :
Beberapa pengertian/definisi dasar yang berhubungan dengan evaluasi cadangan batubara (diadopsi dari
: geological survey circular 891, 1983) adalah :
Coal (batubara) : suatu batuan yang dapat terbakar yang tersusun lebih dari 50% berat (lebih dari 70%
volume) material karbonan (carbonaceous), termasuk inherent moistureyang terbentuk material
(bagian) tumbuhan yang telah mengalami kompaksi, perubahan fisik-kimia oleh panas & tekanan dalam
skala waktu geologi.
Coal bed (seam) : seluruh lapisan (batubara dan parting) yang terdapat diantara batas roof(atap)
dan floor (lantai).
Bone coal (bone) : impure coal yang mengandung banyak lempung atau material-material detrital
berukuran halus dan kadang-kadang dikonotasikan dengan istilah silty coal ataushally coal atau sandy
coal.
Impure coal (coaly) : suatu batubara (coal) yang mengandung lebih dari 33% berat abu dan dapat
diasosiasikan sebagai parting dalam suatu lapisan (seam) batubara.
High ash coal : batubara yang mengandung lebih dari 15% abu dalam basis as-received.
High sulfur coal : batubara yang mengandung lebih dari 3% sulfur dalam basis as-received.
Recoverable coal : batubara yang dapat/bisa diekstrak dari suatu lapisan batubara pada saat
penambangan. Term Recoverable ini biasanya dikombinasikan dengan sumberdaya (resources) bukan
dengan cadangan (reserve).
Mineable coal : kapasitas (jumlah) cadangan batubara yang dapat ditambang (tertambang) pada kondisi
teknologi penambangan sekarang, dengan telah mempertimbangkan faktor lingkungan, hukum &
perundang-undangan serta peraturan yang berlaku (legalitas), serta kebijakan pemerintah yang
diterapkan.
Untuk ketebalan, penyebaran lapisan batubara, serta evaluasi cadangan, beberapa catatan khusus yang perlu
diperhatikan adalah :
a. Suatu penentuan ketebalan batubara belum dapat dikatakan komplit (valid) jika :
Pengukuran tebal dilakukan pada singkapan dimana batuan disekitarnya memperlihatkan gejala
slumping,
Pengukuran tebal dilakukan pada suatu singkapan batubara yang lapuk (tidak segar),
Pengukuran tebal dilakukan pada titik bor yang tidak menembus dengan baik roof & floor lapisan
batubara,
Pengukuran tebal dilakukan pada daerah yang diketahui mengalami erosi bidang pada roof/floor
lapisan batubara,
Pengukuran tebal dilakukan dengan cara membuat channel pada suatu lapisan batubara, namun
diketahui lapisan tersebut telah mengalami perubahan letak (perpindahan) atau pada bongkah.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa ketebalan lapisan batubara dan ketebalan tanah penutup
(overburden) merupakan faktor utama yang mengontrol kelayakan suatu pembukaan tambang batubara.
Pengetahuan jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan untuk
mendapatkan perunit batubara sesuai dengan metoda penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah
Kupas (Stripping Ratio). Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai Perbandingan jumlah
volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara.
Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam perumusan nilaiStripping Ratio.
Batubara dengan harga jual yang tinggi akan memberikan Nisbah Kupas yang lebih baik daripada batubara
dengan harga jual yang rendah.
Dalam pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan sebagai dasar untuk perhitungan (penaksiran)
jumlah cadangan batubara. Dalam Geological Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar yang
dapat dipahami, antara lain :
Untuk batubara antrasit & bituminous : ketebalan minimum adalah 70 cm dengan kedalaman
maksimum 300 m.
Untuk batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum
300 m.
Untuk lignit : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 150 m.
Kedalaman maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika penambangan diteruskan dengan
metoda penambangan bawah tanah.
b. Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan perhitungan cadangan, adalah :
c. Recovery factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara yang dapat ditambang (dengan metoda
stip mining, auger mining, atau underground mining) terhadap jumlah cadangan yang telah
diperhitungkan sebelumnya.
Konsep-konsep di atas perlu dipahami dengan tujuan konservasi sumberdaya batubara (alam), karena kalau
dalam pertimbangan ekonomis hanya dengan memperhatikan stripping ratio saja, maka jumlah cadangan yang
dapat diekstrak hanya terbatas, sedangkan sebagai follow-up perlu dipertimbangkan juga penggunaan metoda
auger-mining.
Beberapa parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping ratio yang masih ekonomis (Break
Even Stripping Ratio), adalah :
Biaya
Penambangan batubara, pengupasan tanah penutup, pengangkutan
produksi
batubara, pengolahan, lingkungan, gantirugi lahan, royalti.
batubara
Secara sederhana (Rule of thumb) penentuan harga Stripping Ratio yang masih ekonomis adalah sebagai
berikut :
Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan batubara ke stockpile.
Perkirakan unit cost transportasi batubara dari stock pile sampai ke pelabuhan.
Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan overburden ke waste dump.
Maka perbandingan nilai jual batubara terhadap total cost harus lebih besar daripada 1 (revenue > total cost).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan diperoleh cadangan tertambang 100%
dari cadangan insitu, dimana akan terjadi dilution sepanjang tahap penambangan. Sebelum mulai menghitung
suatu nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua) faktor utama yang harus dikuantifikasi, yaitu Faktor
Pembatas Cadangan dan Faktor Losses.
Minimum ketebalan lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan teknik penambangan & stripping
ratio.
Maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan nilai stripping ratio.
Maksimum stripping ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau tingkat kelayakan penambangan.
Maksimum kemiringan lapisan batubara, hal ini akan berhubungan dengan teknologi penambangan
dan nilai stripping ratio.
Minimum (%) yield proses untuk mendapatkan batubara bersih, yaitu kalau diperkirakan akan
dilakukan proses pencucian.
Maksimum kandungan abu, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
Maksimum kandungan sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
Batasan alamiah geografis, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan alam yang harus
diperhatikan, seperti adanya sungai besar, daerah konservasi alam, atau adanya jalan negara, atau
adanya suatu areal tertentu yang tidak mungkin dipindahkan.
Batasan alamiah geologi, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan geologi, seperti adanya sesar,
intrusi, dll.
b. Faktor Losses
Yaitu faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan geologi maupun akibat teknis
penambangan. Beberapa faktor losses adalah :
Geological Losses, yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada saat
pengkorelasian lapisan batubara.
Mining Losses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat, faktor safety,
dll.
Processing Losses, yaitu faktor kehilangan (recovey yield) akibat diterapkannya metoda pencucian
batubara atau kehilangan pada proses lanjut di Stockpile.
Faktor-faktor pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam penerapannya, faktor-faktor pembatas
tersebut akan menjadi Pit Limit dalam panambangan.
Sedangkan faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan cadangan, dan dapat dikuantifikasi
besar nilai losses tersebut. Berikut akan diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut.
Geological Losses
Namun dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan batubara, yaitu dengan bantuan
analisis statistik. Parameter statistik yang dapat digunakan adalah : standard deviasi, koefisien
variasi, atau standard error.
Koef. variasi =
Mining Losses
Secara umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining losses sebesar 10%, sedangkan untuk
tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metoda Long Wall
mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room & Pillar mempunyai Recovery 50-60%), untuk auger
mining digunakan mining losses sebesar 60-70% (atau Recovery 30-40% sesuai dengan spesifikasi
perlatannya).
Untuk metoda Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan lapisan
yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor. Jika ketebalan lapisan hanya 1
m, maka Mining Losses = 20%., sedangkan jika ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses =
10%., dan jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%.
Processing Losses (yield), sangat tergantung pada hasil uji ketercucian (washability test), dimana harga
perolehan (yield) ditentukan dari hasil uji tersebut.
http://artikelbiboer.blogspot.co.id/2009/12/evaluasi-dan-optimasi-cadangan-batubara.html
Dalam suatu perencanaan tambang, khususnya tambang bijih nikel terdapat dua pertimbangan
dasar yang perludiperhatikan, yaitu:3.1 Pertimbangan EkonomisPertimbangan ekonomis ini
menyangkut anggaran. Data untuk pertimbanganekonomis dalam melakukanperencanaan
tambang batubara,yaitu:1.
Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk berupa bijih nikel
diluar ongkosstripping.3.
Ultimate pit slope adalah kemiringan umum pada akhir operasi penambangan yang tidak
menyebabkankelongsoran atau jenjang masih dalam keadaan stabil. Untuk menentukan UPS
ada beberapa hal yang harusdiperhatikan yaitu:
Struktur Geologi
3.
Ukuran dan batas maksimum dari kedalaman tambang pada akhir operasi4.
Dimensi jenjang/benchCara-cara pebongkaran atau penggalian mempengaruhi ukuran jenjang.
Dimensi jenjang juga sangattergantung pada produksi yang diinginkan dan alat-alat yang
digunakan. Dimensi jenjang harus mampumenjamin kelancaran aktivitas alat mekanis dan
faktor keamanan. Dimensi jenjang ini meliputi tinggi, lebar,dan panjang jenjang.5.
Pemilihan sistem penirisan yang tergantung kondisi air tanah dan curah hujan daerah
penambangan.1.
Kondisi geometrik jalanKondisi geometrik jalan terdiri dari beberapa parameter antara lain
lebar jalan, kemiringan jalan, jumlahlajur, jari-jari belokan,superelevasi,cross slope, dan jarak
terdekat yang dapat dilalui oleh alat angkut.2.
Struktur geologiStruktur geologi ini terdiri atas lipatan, patahan, rekahan, perlapisan dan
gerakan-gerakan tektonis.
Penyebaran batuan
Kondisi air tanah terutama bila disertai oleh stratifikasi dan rekahan.Adanya air dalam massa ini
akanmenimbulkan tegangan air pori.
https://www.academia.edu/6849158/Konsep_Perencanaan_Tambang
https://www.academia.edu/9539316/MAKALAH_KEBIJAKAN_PEMERINTAH_INDONESIA_TERHADAP_IN
DUSTRI_TAMBANG_DAN_BATUBARA
Manfaat Batubara
Batubara menjadi salah satu sumber energi terbaik yang bisa didapatkan dengan sumber yang lebih
mudah. Selain itu ketersediaan batubara bersifat panjang dan bertahan dalam waktu lama sehingga
mendukung berbagai macam proyek industri dan juga ekonomi. Berikut ini adalah beberapa manfaat
batubara yang perlu kita ketahui.
Produksi baja mentah banyak memakai metalurgi batubara dari bahan batubara kokas. Produksi baja
melibatkan karbon dan bahan besi. Karbon diperlukan untuk memanaskan bahan besi dan mengolahnya
menjadi baja. Karbon dari batubara menghasilkan panas tinggi sehingga mendukung produksi batubara.
Seperti halnya manfaat tembaga dan manfaat bauksit, pemanfaatan batu bara pada produksi baja juga
akan menimbulkan efek samping.
9. Industri Farmasi
Batubara ternyata juga memiliki peran yang sangat penting dalam industri farmasi. Berbagai macam
produk kimia yang dihasilkan dari olahan sampingan batubara bisa menjadi bahan utama dalam produksi
obat-obatan. Berbagai macam bentuk bahan kimia telah melewati proses pemurnian dengan teknologi
canggih sehingga bisa dimanfaatkan menjadi obat-obatan. Industri ini telah melewati berbagai macam
sertifikasi sehingga sangat aman untuk mendukung produks farmasi.
http://manfaat.co.id/manfaat-batu-bara-dalam-kehidupan-sehari-hari
Dalam penerapannya, petrografi batubara antara lain dapat digunakan untuk hal hal sebagai berikut:
1. Penentuan rank batubara dapat dilakukan dengan cara mengukur reflektan vitrinite. Pemilihan vitrinite sebagai
maceral penentu rank batubara adalah karena maceral ini umumnya selalu hadir dalam betubara dengan proporsi
terbanyak dan memiliki perubahan reflektan dan relative linier terhadap pembatubaraan jika dibanding maceral
maceral lainnya. Metoda penggunaan reflektan vitrinite dalam menentukan rank batubara memiliki keunggulan
dibanding cara konvensional (analisa kimia) oleh karena : memiliki ketelitian tinggi dan akurat, tidak memerlukan
contoh dalam jumlah besar serta lebih mudah dan cepat.
2. Penentuan komposisi maceral batubara dan prediksi prilaku dan keteknikan dari batubara sehingga tersedia
karakteristik data yang sesuai dengan kebutuhan industri yang memerlukannya. Dengan demikian akan tercapai
efisiensi yang tinggi dan ekonomis bagi industri pemanfaatan batubara. Sebagai ilustrasi, beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa batubara dengan komposisi maceral yang berbeda (mis.batubara kaya liptinite dengan
batubara kaya intertinite) akan memiliki perbedaan dalam kecepatan pembakaran dan sisa pembakarannya pada
tanur pembakaran. Meskipun kedua batubara tersebut memiliki rank (nilai kalori) yang sama.
3. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batubara dapat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan
unsur organic yang terdapat dalam batuan induk (source rock) serta menentukan derajat kematangan batuan
tersebut. Berdasarkan penelitian dan penemuan minyak bumi yang dilakukan Indonesia dan Negara Negara
lainnya, telah diketahui bahwa batubara mempunyai peranan penting didalan pembentukan minyak dan gas bumi.
Optimasi Pemanfaatan Petrografi Batubara
Upaya pemanfaatan batubara sebagai sumber energi utama pengganti minyak bumi semakin intens diusahakan dan
dikembangkan. Berbagai penelitian untuk pengembangan pemanfaatan batubara yang efisien, bersih (berwawasan
lingkungan) dan ekonomis serta keaneka ragamannya terus diusahakn. Studi petrografitelah dilibatkan dalam usaha
usaha tersebut diatas dengan hasil yang memuaskan. Tidak dapat disangsikan bahwa petrografi batubara telah
memberi sumbangan pengetahuan bagi kemajuan industri batubara dan industri lainnya seperti industri petro kimia,
kimia dasar dan metalurgi.
Penelitian petrografi batubara di Indonesia telah cukup banyak dilakukan oleh oleh lembaga riset dan universitas,
tapi hasil penelitian ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pihak industri. Untuk lebih meningkatkan
peran petrografi batubara dalam industri diperlukan koordinasi dan kerjasama yang terpadu antar lembaga riset,
perguruan tinggi dan instansi terkait serta industri.
http://www.pusdiklat-minerba.esdm.go.id/index.php/pengumuman/item/66-peranan-petrografi-untuk-
pemanfaatan-batubara
Penelitian petrografi batubara memiliki manfaat yang cukup banyak, di antaranya adalah untuk membantu
memecahkan permasalahan geologi, seperti struktur geologi, korelasi lapisan batubara, sejarah termal,
penentuan lingkungan pengendapan dan masukan dalam pengklasifikasian batubara. Dalam penelitian ini
petrografi batubara hanya digunakan untuk menentukan peringkat (rank) dan lingkungan pengendapan
batubara, masing-masing menggunakan metode analisis reflektansi dan analisis komposisi maseral.
Penentuan peringkat batubara dengan metode analisis reflektansi maseral didasarkan pada konsep bahwa
pertambahan tingkat kematangan (peringkat) suatu lapisan batubara akan diikuti oleh peningkatan
reflektansi maseralnya, sehingga analisis reflektansi maseral (vitrinit) dapat digunakan untuk menentukan
peringkat batubara. Sedangkan penentuan lingkungan pengendapan batubara dengan metode analisis
komposisi maseral didasarkan pada konsep bahwa komposisi maseral di dalam suatu lapisan batubara erat
kaitannya dengan jenis tumbuhan asal dan kondisi lingkungan pengendapan pada saat pembentukan
batubara, atau dengan kata lain adanya perubahan lingkungan akan menyebabkan perbedaan tipe dan
maseral batubara, sehingga analisis komposisi maseral dapat digunakan untuk menentukan lingkungan
pengendapan batubara. Dari hasil analisis reflektansi vitrinit terhadap conto-conto batubara daerah Bukit
Kendi, Muara Enim, Sumatera Selatan, diperoleh nilai reflektansi batubara tersebut antara 0,30% - 1,88%
atau berperingkat lignite hingga low volatile bituminous. Data peringkat batubara di daerah penelitian
menunjukkan pola peringkat dari arah timur ke arah barat semakin tinggi, demikian juga dari bagian atas
(Lapisan Batubara Gantung) ke bagian bawah (Lapisan Batubara Kladi). Pola penyebaran peringkat batubara
tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh panas yang berasal dari intrusi di bawah permukaan, selain
dipengaruhi oleh faktor tekanan, gradien geotermal dan waktu. Berdasarkan hasil analisis komposisi
maseral dengan menggunakan model Diessel (1986) dan pengujian (cross check) melalui analisis struktur
sedimen dengan menggunakan model Allen (1985), disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan batubara
di daerah penelitian adalah lingkungan "dataran delta bagian atas" (upper delta plain).
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-edwinadara-34142
http://kampungminers.blogspot.co.id/2013/10/pengenalan-batubara.html
Pengklasifikasian batubara di dasarkan pada derajat dan kualitas dari batubara tersebut, yaitu :
1. Gambut / Peat
Golongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan bakar. Hal ini disebabkan
karena masih merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara. Endapan ini masih
memperlihatkan sifat awal dari bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan).
2. Lignite / Brown Coal
Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur kekar dan gejala pelapisan.
Apabila dikeringkan, maka gas dan airnya akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara terbatas
untuk kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas yang dikeluarkan sangat rendah.
3. Sub-Bituminous / Bitumen Menengah
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-hitaman dan sudah
mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan
temperatur yang tidak terlalu tinggi.
4. Bituminous
Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh (brittle) dengan membentuk
bongkah-bongkah prismatik. Berlapis dan tidak mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan
ini dapat digunakan antara lain untuk kepentingan transportasi dan industri.
5. Anthracite
Golongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya memperlihatkan pecahan chocoidal.
Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru dengan derajat pemanasan yang tinggi.
Digunakan untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi.
Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan
oksigen akan berkurang. Batubara bermutu rendah, seperti lignite dan sub-bituminous, memiliki
tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga energinya juga
rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya
akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar
karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
Ada 3 macam Klasifikasi yang dikenal untuk dapat memperoleh beda variasi kelas / mutu dari
batubara yaitu :
Untuk batubara dengan kandungan VM lebih kecil dari 31% maka klasifikasi didasarkan atas FC nya,
untuk ini dibagi menjadi 5 group, yaitu :
Untuk batubara dengan kandungan VM lebih besar dari 31%, maka klasifikasi didasarkan atas nilai
kalornya dengan basis mmmf.
3 group bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara 14.000 13.000 Btu/lb yaitu :
o High Volatile A Bituminuos coal (>14.000)
o High Volatile B Bituminuos coal (13.000-14.000)
o High Volatile C Bituminuos coal (<13.000)
3 group Sub-Bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara 13.000 8.300 Btu/lb yaitu :
o Sub-Bituminuos A coal (11.000-13.000)
o Sub-Bituminuos B coal (9.000-11.000)
o Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500)
Untuk batubara jenis Lignit
2 group Lignit coal dengan moist nilai kalor di bawah 8.300 Btu/lb yaitu :
o Lignit (8.300-6300)
o Brown Coal (<6.300)
2. Klasifikasi menurut National Coal Board (NCB)
Klasifikasi ini dikembangkan di Eropa pada tahun 1946 oleh suatu organisasi Fuel Research dari
departemen of Scientific and Industrial Research di Inggris.
Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara, dengan menggunakan parameter volatile matter (dry,
mineral matter free) dan cooking power yang ditentukan oleh pengujian Gray King. Dengan
menggunakan parameter VM saja NCB membagi batubara atas 4 macam :
Pembagian NCB menurut parameter VM
1. Volatile dibawah 9,1%, dmmmf dengan coal rank 100 yaitu Antrasit
2. Volatile diantara 9,1-19,5%,dmmmf dengan coal rank 200 yaitu Low Volatile/Steam Coal
3. Volatile diantara 19,5-32%,dmmf dengan coal rank 300 yaitu Medium Volatile Coal
4. Volatile lebih dari 32 %, dmmmf dengan coal rank 400-900 yaitu Haigh Volatile Coal
Masing masing pembagian di atas dibagi lagi menjadi beberapa sub berdasarkan tipe coke Gray King
atau pembagian kecil lagi dari kandungan VM.
Hard Coal
Di definisikan untuk batubara dengan gross calorific value lebih besar dari 10.260 Btu/lb atau 5.700
kcal/kg (moist, ash free).
International System dari hard coal dibagi atas 10 kelas menurut kandungan VM (daf). Kelas 0 sampai
5 mempunyai kandungan VM lebih kecil dari 33% dan kelas 6 sampai 9 dibedakan atyas nilai kalornya
(mmaf) dengan kandungan VM lebih dari 33%.
Masing-masing kelas dibagi atas4 group (0-3) menurut sifat cracking nya dintentukan dari Free
Swelling Index dan Roga Index. Masing group ini dibagi lagi atas sub group berdasarkan tipe dari
coke yang diperoleh pengujian Gray King dan Audibert-Arnu dilatometer test. Jadi pada International
klasifikasi ini akan terdapat 3 angka, angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua menunjukkan
group dan angka ketiga menunjukkan sub-group.
Sifat caking dan coking dari batubara dibedakan atas kelakuan serbuk batubara bila dipanaskan. Bila
laju kenaikan temperature relative lebih cepat menunjukkan sifat caking. Sedangkan sifat coking
ditunjukkan apabila laju kenaikan temperature lambat.
Brown Coal
International klasifikasi dari Brown coal dan lignit dibagi atas parameternya yaitu total moisture dan
low temperature Tar Yield (daf).
Pada klasifikasi ini batubara dibagi atas 6 kleas berdasarkan total moisture (ash free) yaitu :
1. Nomor kelas 10 dengan total moisture lebih dari 20%, ash free
2. Nomor kelas 11 dengan total moisture 20-30%, ash free
3. Nomor kelas 12 dengan total moisture 30-40%, ash free
4. Nomor kelas 13 dengan total moisture 40-50%, ash free
5. Nomor kelas 14 dengan total moisture 50-60%, ash free
6. Nomor kelas 15 dengan total moisture 60-70%, ash free
Kelas ini dibagi lagi atas group dalam 4 group yaitu :
1. No group 00 tar yield lebih rendah dari 10% daf
2. No group 10 tar yield antara 10-15 % daf
3. No group 20 tar yield antara 15-20 % daf
4. No group 30 tar yield antara 20-25 % daf
5. No group 40 tar yield lebih dari 25% daf
https://indah4din4t4.wordpress.com/category/batubara/