PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang tersebar di dunia dengan manusia sebagai
hospes insidentil. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Leptospira interrogans dari famili
Spirochaetaceae, yang mana bakteri patogen ini berbentuk spiral dan ramping. Saat ini terdapat
lebih dari 200 serotipe dan 23 serogrup yang sudah teridentifikasi dan hampir setengahnya terdapat
di Indonesia.1
Leptospirosis merupakan penyakit yang tersebar luas di dunia, terutama di area tropis dan
subtropis yang memiliki curah hujan tinggi. Prevalensi tinggi terjadinya leptospirosis dijumpai di
negara-negara berkembang. Hal tersebut dikarenakan perhatian akan kesehatan personal dan
terutama di wilayah Asia Tenggara (South-East Asia region). Kebanyakan negara-negara di Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, menjadi wilayah endemis untuk leptospirosis, terutama pada daerah-
daerah yang sering mengalami banjir. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia
sebagai negara dengan insiden leptospirosis tinggi dan dengan tingkat kematian penderita tertinggi
Di daerah dengan kejadian luar biasa leptospirosis ataupun pada daerah yang memiliki
faktor risiko tinggi terpapar leptospirosis, angka kejadian leptospirosis dapat mencapai lebih dari
100 per 100.000 per tahun. Di daerah tropis dengan kelembaban tinggi angka kejadian leptospirosis
berkisar antara 10-100 per 100.000 sedangkan di daerah subtropis angka kejadian berkisar antara
0,1-1 per 100.000 per tahun. Case fatality rate (CFR) leptospirosis di beberapa bagian dunia
dilaporkan berkisar antara <5% - 30%. Angka ini memang tidak terlalu reliabel mengingat masih
banyak daerah di dunia yang angka kejadian leptospirosisnya tidak terdokumentasi dengan baik.
Selain itu masih banyak kasus leptospirosis ringan belum didiagnosis secara tepat.1
Di Indonesia, penyakit ini tersebar luas di Pulau Jawa, Sumatera Selatan, Sumatera Barat,
Riau, Sumatera Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Barat. Kejadian Luar Biasa tercatat terjadi di Riau (1986), Jakarta (2002),
Bekasi (2002), dan Semarang (2003).Dinas Kesehatan Jawa Tengah mencatat jumlah kasus
Di beberapa negara, leptospirosis dikenal dengan nama rate-urin fever, yang mana
penyakit ini ditransmisikan melalui urin dari hewan yang terinfeksi atau kontak dengan tempat yang
terkena urin hewan terinfeksi yang masih lembab. Tikus dan binatang pengerat lain merupakan
hospes primer dari penyakit ini, akan tetapi binatang mamalia seperti anjing, rusa, kelinci, kerbau,
dan babi juga dapat mentransmisikan infeksi bakteri leptospira sebagai hospes sekundernya.
Manusia dapat terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air atau tanah yang sudah mengandung
urin hospes, selain itu bisa juga karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi
oleh urin hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Leptospirosis jarang ditularkan dari manusia ke
Infeksi leptospira terjadi karena masuknya bakteri melalui membran mukosa, konjungtiva
atau luka di kulit tanpa menimbulkan kelainan setempat. Selanjutnya bakteri masuk ke dalam darah
dan menimbulkan leptospiremia, akhirnya kuman masuk ke organ- organ tubuh yang lain. Penyakit
ini mengikuti pola bifasik, fase pertama menunjukkan leptospiremia. Fase ini ditandai oleh onset
mendadak demam tinggi, kaku otot, nyeri kepala, mialgia berat, nyeri tekan otot, conjunctival
suffusion, nyeri perut, mual, muntah, nyeri dada, ruam makulopapular, dan hemoptisis. Sedangkan
manifestasi klinis pada fase kedua, yaitu fase imun adalah rekurensi demam setelah 2-3 hari, nyeri
kepala, muntah, meningitis aseptik (demam Canicola), ikterus berat, gangguan ginjal, proteinuria,
dan ruam eritematosa yang meninggi di daerah pretibia (demam Fort Bragg). Leptospirosis
seringkali menunjukkan gejala klinis yang tidak spesifik, sehingga sulit untuk dibedakan dengan
penyakit infeksi tropis lain seperti malaria, demam dengue, demam berdarah dengue, dan demam
tifus.
B. RumusanMasalah
C. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
3.
b. Perbaikan dan penyediaan sarana sanitasi khususnya penanganan sampah dan air limbah
4.
BABII
Dari permasalahan tersebut yang menjadi perhatian utama adalah kejadian Leptospirosis. Kejadian
ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah diidentifikasi dalam permasalahan sebagai berikut:
1. Penataan pembuangan air kotor atau air limbah yang belum baik Sarana Pembuangan Air
Limbah merupakan tempat yang sering dijadikan tempat tinggal tikus. Hal ini dikarenakan
kondisi buangan air dari dalam rumah umumnya terdapat saluran yang terhubung dengan
selokan di lingkungan rumah. Media penularan penyakit Leptospirosis terjadi ketika air pada
Adanya kumpulan sampah disekitar rumah akan menjadi tempat yang disenangi tikus.
Keberadaan sampah terutama sampah sisa-sisa makanan yang diletakkan ditempat sampah
3. Banyak dijumpai tikus berkeliaran terutama pada malam hari Depkes RI (2008)
satunya adalah rodent (tikus). Untuk melihat keberadaan tikus bisa dilakukan dengan cara
pemeriksaan secara visual, yaitu dengan melihat adanya tanda-tanda keberadaan tikus
kaki tikus, sisa keratan pada pintu kayu, buku, kawat kasa yang
Bagian penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular adalah
memutuskan rantai penularan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghentikan kontak
pada penanggulangan risiko penyakit seperti lingkungan dan perilaku. Lingkungan yang
tidak bersih dan perilaku individu yang tidak bersih dapat mempermudah penularan
penyakit8 Depkes RI (2008) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya Leptospirosis yang dapat di lakukan individu adalah dengan menjaga kebersihan
individu yaitu dengan cara mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh yang lainnya dengan
sabun setelah pergi ke sawah dan setelah kontak dengan air banjir. Selain itu pencegahan
kesehatan sangat rendah. Pengetahuan adalah suatu faktor predisposisi seseorang atau
masyarakat terhadap kesehatan. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk
8 Pribadi yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang suatu penyakit maka kemungkinan besar
dapat menghindari atau mencegah terjadinya penyakit tersebut. Dari teori ini bisa dikatakan bahwa
Survei pengetahuan merupakan strategi umum untuk mengumpulkan informasi dan menilai praktek
kerja yang aman atau upaya pencegahan di antara populasi berisiko. Survei pengetahuan juga bisa
digunakan untuk mengevaluasi program yang ada dan untuk mengidentifikasi strategi yang efektif
6. Bekerja sebagai petani/buruh tani tanpa alat pelindung diri saat kontak dengan air
Sebaiknya bekerja dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat ingin kontak
dengan air genangan banjir, salah satunya dengan memakai alas kaki termasuk sepatu boot
kemungkinan masuknya bakteri Leptospira ke dalam tubuh akan semakin besar. Bakteri
Leptospira masuk tubuh melalui pori-pori tubuh terutama kulit kaki dan tangan, melalui
selaput lendir, tubuh yang lecet, dan melalui makanan yang terkontaminasi.
7. Promosi kesehatan
Seiring dengan meluasnya penyebaran penyakit leptospirosis maka harus dilakukan upaya-upaya
diperlukan suatu strategi promosi untuk menarik perhatian komunikan atau masyarakat.
Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah
upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara
Definisi di atas menekankan bahwa promosi kesehatan adalah suatu program perubahan perilaku
masyarakat yang menyeluruh dalam konteks masyarakatnya. Bukan hanya perubahan perilaku,
melainkan juga harus diikuti oleh perubahan lingkungannya. Artinya apabila perubahan perilaku
tanpa diikuti oleh perubahan lingkungan tidak akan efektif dan perilaku tersebut tidak akan bertahan
lama karena promosi kesehatan bukan sekedar mengubah perilaku saja tetapi juga mengupayakan
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik internal (dari dalam diri manusia)
maupun eksternal (dari luar diri manusia). Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi
10
kesehatan baik individu, kelompok masyarakat dikelompokkan menjadi 4 (Blum, 1974), yaitu:
1) Lingkungan (environment) yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi
dan sebagainya.
2) Perilaku(behavior)
4) Keturunan (heredity)
Tujuan promosi kesehatan adalah membuat orang lain mampu meningkatkan kontrol terhadap dan
memperbaiki kesehatan masyarakat dengan basis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri
sendiri (self emprofment). Menurut Notoatmodjo (2003: 54), ruang lingkup promosi kesehatan
1) Individu/keluarga
2) Masyarakat
3) Pemerintah/lintas sektor/politisi/swasta,
Sehubungan dengan hal itu, promosi kesehatan dihubungkan dengan bebeberapa tatanan, antara lain
tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan institusi kesehatan, tatanan tempat-tempat
umum. Agar lebih spesifik menurut Maulana (2009: 22), sasaran kesehatan dibagi menjadi tiga,
yaitu:17
1) Sasaran primer, adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau berperilaku
sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar dari perubahan perilaku tersebut.
2) Sasaran sekunder, adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh atau disegani oleh
sasaran primer. Sasaran sekunder diharapkan mampu mendukung pesan-pesan yang disampaikan
3) Sasaran tersier, adalah para pengembil kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak yang
Fish Bone
Scoring Menentukan Masalah
PARAMETER MASALAH
Kejadian
Puskesmas B
2. Serverity 5 5 3 5 4 5 5 3
3. Rate % 52 43 44 41 52 42 53 42
incarse
4. Degree of
unmeet
need
5. Social
benefit
6. Public
concern
14
7. Technical feasibility
study 3 4 4 2 3 2 3 5
8. Resource 5 - - - - - 2 3
Availlabilty
JUMLAH 34 29 25 26 30 28 32 31
RERATA (sesuai jumlah parameter) 4.25 4.15 3.57 3.7 4.14 4 4 3.87
15
C. Pembahasan
Leptospirosis terjadi secara sporadik, pada umumnya bersifat self-limited disease dan sulit
dikonfirmasi pada awal infeksi. Pengobatanharus dimulai segera pada fase awal penyakit. Secara
Tabel II.2. Manajemen kasus dan kemoprofilaksis leptospirosis berdasarkan Kriteria Diagnosis
atau
Leptospirosis ringan (mild illness / suspect
case)
Amoxicillin atau Ampicillin (kapsul) 2 gr/ hari selama
7hari
Leptospirosis berat (severe case/ probable Penicillin G (injeksi) 2 juta unit IV / 6 jam selama 7
case) hari
Ceftrioxine (injeksi) 1 gr IV/hari selama 7 hari
risiko terjadinya leptospirosis. Oleh karena itu pengendalian leptospirosis terdiri dari pencegahan
primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai
sasaran bisa terhindar dari leptospirosis, sehingga kegiatannya bersifat promotif, termasuk disini
proteksi spesifik dengan cara vaksinasi. Sedangkan pencegahan sekunder yang sasarannya adalah
orang yang sudah sakit leptospirosis, dicegah agar orang tersebut terhindar dari komplikasi yang
Prinsip kerja dari pencegahan primer adalah mengendalikan agar tidak terjadi kontak leptospira
Para pekerja yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi leptospira, misalnya pekerja irigasi, petani,
pekerja laboratorium, dokter hewan, harus memakai pakaian khusus yang dapat melindungi kontak
dengan air atau tanah yang terkontaminasi leptospira. Misalnya dengan menggunakan sepatu bot,
masker, sarung tangan. Membersihkan tempat-tempat yang nenjadi habitat atau sarang tikus dan
meniadakan akses tikus ke lingkungan manusia juga dapat dilakukan dalam upaya pengendalian
leptospirosis .
Dalam hal ini dilakukan pengelolaan air minum yang baik, dilakukan filtrasi dan deklorinai untuk
mencegah invasi leptospira. Pencegahan melalui jalur penularan dapat dilakukan dengan
mengurangi kontak dengan sumber infeksi seperti air tercemar Leptospira, satwa liar dan hewan
c. Pemberian vaksin
Vaksinasi diberikan sesuai dengan leptospira di tempat tersebut, akan memberikan manfaat cukup
poten dan aman sebagai pencegahan bagi pekerja risiko tinggi. Pencegahan dengan serum imun
spesifik telah terbukti melindungi pekerja laboratorium.Vaksinasi terhadap hewan peliharaan efektif
Roden yang diduga paling poten sebagai karier leptospira adalah tikus. Untuk itu dapat dilakukan
beberapa cara seperti penggunaan racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan bahan rodentisida,
f. Usaha promotif
Untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara edukasi, dimana antara daerah satu dengan
daerah yang lain mempunyai serovar dan epidemi leptospirosis yang berbeda. Untuk mendukung
usaha promotif ini diperlukan peningkatan kerja antar sektor yang dikoordinasikan oleh tim
penyuluhan kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan setempat. Petugas kesehatan yang menemukan
kasus dapat melaporkan langsung kepada dinas kesehatan setempat. Dan pasien leptospirosis
kemudian dirujuk ke fasilitas pelayanan sekunder yang memiliki fasilitas hemodialisis setelah
Pencegahan leptospirosis dan proses surveilans yang baik sangat diharapkan bisa membantu
mengurangi insidensi dan fatalitas kasus leptospirosis di suatu wilayah 14. Proses pencegahan
menjadi sulit karena adanya banyak inang dan serotipe dari leptospira. Perlindungan diri adalah hal
yang paling utama yang selayaknya disampaikan dan diingatkan secara berulang kepada kelompok
masyarakat yang berisiko terjangkit leptospirosis. Menggunakan alat pelindung diri adalah suatu
Pokok-pokok cara pengendalian leptospirosis juga memperhatikan hasil studi faktor risiko
terjadinya leptospirosis, antara lain usia, jenis kelamin, higiene perorangan seperti kebiasaan mandi,
riwayat ada luka, keadaan lingkungan yang tidak bersih, disamping pekerjaan, sosial ekonomi,
populasi tikus, dan lain-lain. Perlu diperhatikan bahwa leptospirosis lebih sering terjadi pada laki-
laki dewasa, mungkin disebabkan oleh paparan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari.
menderita leptospirosis. Salah satu hal yang menguntungkan dalam pengobatan ini ialah pengobatan
kausal tidak tergantung pada subgrup maupun serotipe leptospira. Untuk pengobatan Leptospirosis
ringan (mild illness/suspect case) dapat menggunakan Doxycycline(kapsul) 100 mg 2x/ hari selama
7 hari atau Amoxicillin atau Ampicillin (kapsul) 2 gr/ hari selama 7 hari. Sedangkan untuk
Leptospirosis berat ( severe case/ probable case ) dapat menggunakan Injeksi Penicillin G 2 juta
unit IV / 6 jam selama 7 hari; Injeksi Ceftrioxine 1 gr IV/ hari selama 7 hari.
Pengelolaan secara umum penderita leptospirosis sama dengan penyakit sistemik akut yang
lain. Rasa sakit diobati dengan analgetika, gelisah, dan cemas dikendalikan dengan sedatif, demam
diberi santipiretik, jika terjadi kejang pemberian sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi
yang timbul.13
Selain melindungi tubuh, melindungi bahan pangan juga tidak kalah pentingnya. Tikus gemar
mencari tempat penyimpanan bahan pangan, mulai gudang beras hingga hidangan di atas meja.
Masyarakat selayaknya diberikan kesadaran untuk selalu mengunci atau melindungi penyimpanan
bahan pangan dengan baik. Tidak lupa kebersihan diri, dan kewaspadaan masyarakat yang tinggal
di wilayah-wilayah yang potensi baik bagi kembang biak inang leptospira, dalam hal ini tikus.
20
A. Rencana Kegiatan
BAB III RENCANA PROGRAM
Untuk mempermudah penyelesaian masalah pada skenario diatas dapat menggunakan system
scoring. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penyelesaian masalah berdasarkan skala prioritas
No Kegiatan M I V C P = M x Ix V C
Keterangan:
M : Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi dilaksanakan (turunnya
21
Berdasarkan tabel perbaikan prioritas masalah yang dilakukan dengan metode scoring, maka
prioritas pertama penyelesaian masalah yang kami lakukan adalah meningkatkan daya
B. Rencana Program
Rencana program yang sesuai dengan prioritas masalah yang dipilih dengan menggunakan metode
22
Memilih
recheck
23
20 th door
prize
Memberikan
mencuci
24
25
A. Kesimpulan
Leptospirosis merupakan penyakit yang tersebar luas di dunia, terutama di area tropis dan subtropis
yang memiliki curah hujan tinggi. Prevalensi tinggi terjadinya leptospirosis dijumpai di negara-
negara berkembang. Hal tersebut dikarenakan perhatian akan kesehatan personal dan lingkungan di
negara berkembang sangat kurang. Penyakit ini ditransmisikan melalui urin dari hewan yang
terinfeksi atau kontak dengan tempat yang terkena urin hewan terinfeksi yang masih lembab.
Manusia dapat terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air atau tanah yang sudah mengandung
urin hospes, selain itu bisa juga karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi
oleh urin hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Leptospirosis jarang ditularkan dari manusia ke
diharapkanmasyarakatmenyadaridanmengetahuibagaimanacaramencegahtimbulny
apenyakitLeptospirosis.
26
B. Saran
Pencegahan atau pengendalian Leptospirosis dapat dilakukan dengan cara memutus siklus
penularan melalui pengobatan dan vaksinasi bagi ternak atau hewan kesayangan, mengurangi
populasi tikus, meningkatkan sanitasi lingkungan dengan mengenali dan menghindari air dan tanah
yang potensial terkontaminasi lalu menyediakan dan memperbaiki fasilitas pembuangan air limbah
Dalam upaya pencegahan leptospirosis pada manusia memerlukan aktivitas terintegrasi antara
dokter hewan dan dokter, dan peningkatan pengetahuan serta pemahaman masyarakat tentang
bahaya leptospirosis. Serta memberikan alat pelindung diri (APD) seperti boots, apron, sarung
tangan, pada pekerja-pekerja yang berada pada tempat yang riskan terkontaminasi.
27
DAFTAR PUSTAKA
2017)
3. Zein U. 2010. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Leptospirosis.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Vol 3.5 th ed. Jakarta: Interna Publishing.
5. Muliawan, Sylvia Y. 2008. Bakteri Spiral Patogen (Treponema, Leptospira, dan Borrelia).
7. Suratman. 2006. Analisis faktor risiko lingkungan dan Perilaku yang berpengaruh terhadap
28
Jakarta: Erlangga.
9. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
10.CDC. 2010. Leptospirosis Pre-decision Brief for Public Health Action. Centers for Disease
12.Bobby Setadi, Andi Setiawan, Daniel Effendi, Sri Rezeki S Hadinegoro. 2001. Petunjuk
praktis leptospirosis. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3, Desember: 163167. Available from:
14. World Health Organization (Regional Office for South-East Asia). 2009.
Leptospirosis.Available from:
http://www.searo.who.int/entity/emerging_diseases/topics/Communicable
29
30