Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.
Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal. Hematemesis
menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas ligamen Treitz). 4 Melena
menandakan darah telah berada dalam saluran cerna selama minimal 14 jam.
Sehingga lebih proksimal lokasi perdarahan, lebih mungkin terjadi melena. Tanda
lain dari perdarahan saluran cerna adalah hematochezia yaitu buang air besar
berwarna merah marun dan tanda-tanda kehilangan darah atau anemia, seperti
sinkope. Hematochezia biasanya menandakan perdarahan saluran cerna bagian
bawah, meskipun dapat ditemui pula pada lesi SCBA yang berdarah masif dimana
transit time dalam usus yang pendek.

Hematemesis melena merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai


di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi
karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum.4

Di Amerika Serikat, Peptic Ulcer Disease dijumpai pada 4,5 juta orang tahun
2011. Faktor risiko terjadinya ulkus peptikum meliputi infeksi Helicobacter pylori,
penggunaan NSAID, merokok, dan alkoholik. Gambaran klinik serta karakteristik
ulkus pada pemeriksaaan endoskopi memberikan informasi penting mengenai
prognostik. Sepertiga dari pasien dengan perdarahan aktif atau dengan pembuluh
darah yang tampak tidak berdarah dapat terjadi perdarahan yang akan membutuhkan
tindakan bedah darurat, jika pada pasien seperti ini dilakukan tindakan konservatif.
Pada keadaan ini dibutuhkan terapi bipolar elektrokoagulasi, heater probe, terapi
injeksi ( alcohol absolute 1:10.000 ) atau dengan klips. Terapi tersebut akan
mengurangi perdarahan, lama perawatan, angka kematian dan biaya.
Sebaliknya pasien dengan dasar ulkus yang bersih mempunyai risiko
perdarahan rendah. Jika tidak ada alasan untuk rawat inap, dapat di pulangkan pada
hari pertama, setelah keadaan stabil. Pasien tanpa dasar ulkus bersih tetap dirawat
untuk 3 hari, karena sebagian besar perdarahan berulang terjadi dalam 3 hari.

0
Sepertiga pasien dengan perdarahan ulkus akan kembali berdarah dalam 1-2 tahun
berikut. Pencegahan perdarahan berulang difokuskan pada 3 faktor utama
patogenesis terjadinya ulkus; H. Pylori, NSAID, dan asam. Eradikasi H. Pylori pada
pasien ulkus berdarah menurunkan risiko perdarahan ulang < 5%.

BAB II

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : I.W.D
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : Br. Wanadrasta, KTM
No. CM : 25-31-25
Tanggal Masuk RS : 31/10/2017
Bangsal : Cempaka

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis dengan pasien pada tanggal 1
November 2017 di ruangan Cempaka.
a) Keluhan Utama : muntah darah, BAB hitam
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
2 hari SMRS pasien mengeluh muntah darah dan berak hitam. Muntah
darah secara tiba-tiba, muntah darah bercampur dengan makanan, tiap
muntah banyaknya gelas, mual (-), muntahan bercampur makanan
(+), lendir (-), batuk (-), nyeri ulu hati (+). Pasien juga mengeluh berak
berwarna hitam, terasa keras dan sakit, BAK (normal), badan lemas dan
pusing.

c) Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : disangkal
Riwayat Hepatitis B : disangkal
Riwayat Asma : (-)
Riwayat Diabetes Melitus : (+)
Riwayat Hipertensi : (+)
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

2
Riwayat pengobatan : pernah MRS dengan
keluhan nyeri dada dan mengkonsumsi aspilet, clopidogrel, enoxaparin
dan putus obat.

d) Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit yang serupa di keluarga : disangkal
Riwayat Hepatitis B : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

e) Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol : disangkal

f) Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobt akan tetapi memiliki riwayat minum obat
penghilang rasa nyeri dalam jangka panjang. 3 bulan yang lalau pasien MRS
dengan keluhan nyeri dada dan diberikan obat aspilet, clopidogrel, enoxaparin
kemudian putus obat.
ANAMNESIS SISTEM
Kepala : Normohepali, alopesia (-)
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+) isokor, oedema palpebral (-/-)
THT : Tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-), sakit menelan (-),
suara serak (-), gatal (-)
Mulut : sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-
pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-).
Leher : JVP 5+2 H2O, PKGB (-)
Sistem respirasi : I: simetris, tidak ada dinding dada yang tertinggal
P: nyeri tekan (-),vocal premitus sama kiri dan kanan
P: sonor pada semua lapang paru
A: vesikuler pada semua lapang paru, ronchi dan wheezing (-)
Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri
dada (-), berdebar-debar (-), keringat dingin

3
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus Cordis teraba, melebar (-), thrill (-)
P: atas, ICS 2 LS sinistra
Pinggang ICS 3 LPS sinistra
Kanan ICS 5 LS dextra
Kiri ICS 5LMC sinistra
A: S1S2 tunggal regular, mur-mur (-)
Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah darah (+), nyeri ulu hati (+),
diare (-), berak hitam (+), nafsu makan menurun
(+), BB turun (+).
Sistem muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
Sistem genitourinaria : warna seperti teh (-),sering kencing (-), nyeri saat
kencing (-), keluar darah (-) berpasir (-) kencing nanah(-),
sulit memulai kencing (-), anyang-anyangan (-).
Ekstremitas atas : luka (-), kesemutan (-), kaku digerakan (-) bengkak (-)
sakit sendi (-) panas (+)
Ekstremitas bawah : luka (-), kesemutan (-) kaku digerakan (-) bengkak (-)
sakit sendi (-) panas (+)
Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-)
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
Sistem Integumentum : kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), bercak
merah kehitaman di dada, punggung, tangan dan kaki (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 September 2017
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang dan lemas
2. Kesadaran : composmentis
3. Tanda Vital
Tensi : 140/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan menurun
Respirasi : 18 x/menit,
Suhu : 36,8 C (axiller)

4
BB : 85
TB :170
IMT : 29,41
4. Kepala : bentuk normoocephal, rambut warna hitam, distribusi rambut
merata, tidak mudah dicabut
5. Mata: konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera kuning (-/-), mata cekung (-/-),
pupil isokor (diameter 3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), katarak (-/-)
6. Telinga : membran timpani intak (-/-), sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan
mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-) gangguan pendengaran (-/-)
7. Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), lidah
kotor tepi hiperemis (-), lidah tremor (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1,
kripte (-), gigi karies (-).
9. Leher : simetris, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar getah bening(-),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
10. Thoraks: normochest, simetris, retraksi supraternal (-) retraksi intercostalis (-)
sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-).

11. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), nyeri ketok costovertebra (-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, spider nevi (-),
sikatriks (-), striae (-)
Auskultasi: bising usus (+) meningkat
Perkusi : pekak alih (-), pekak sisi (-), tes undulasi (-), timpani di semua
kuadran abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, turgor kembali cepat

13. Ekstremitas
Superior Inferior

5
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
Reflek fisiologik (+/+) (+/+)
Reflek patologik (-/-) (-/-)
Capilary refill <2 <2
Kekuatan 555/555 555/555
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (1 September)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,4 g/dl 11,7 15,5
Lekosit 42.000 /mm3 3.600 11.000
Trombosit 408.000 /mm3 150.000 440.000
Hematokrit 30,0 % 35 47
Eosinofil 2,0 % 24
Basofil 0,1 % 01
N. segmen 78 % 50 70
Limfosit 12,2 % 25 40
Monosit 6,7 % 29
Eritrosit 3,59 juta/uL 3,8 5,2
MCV 84 Fl 80 100
MCH 26 pg 26 34
MCHC 31 % 32 66
HEMOSTASIS
PPT 14,4 11-15
PPT control 11,2 detik 9-14
INR 1,26
PTTK 28,9 detik 25-35
PTTK control 25,1 detik 23,5-31,7
KIMIA KLINIK
GDS 223 mg/dL 80-150
Ureum 38 mg/dL 10-50
V. Kreatinin 0,7 mg/dL 0,45-0,75
Albumin 3,71 g/dL 3,4 -4,8
Bilirubin Total 0,37 mg/dL
Bilirubin Direk 0,17 mg/dL 0 0,2
Bilirubin Indirek 0,20 mg/dL 0,1 0,7
SGOT 32 U/L 0 35
SGPT 23 U/L 0 35
DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis :
1. Muntah darah
2. Muntah darah secara tiba-tiba

6
3. Darah berwarna merah segar
4. Frekuesi dalam sehari 2 kali
5. Tiap muntah banyaknya -1 gelas kecil
6. Berbau amis
7. Mual setiap kali makan dan minum
8. Nyeri ulu hati
9. Berak hitam warna seperti petis
10. Berak hitam mrongkol-mrongkol
11. Terasa keras dan sakit
12. Badan terasa lemas
13. Kepala pusing
14. Riwayat Diabetes Melitus sejak 5 tahun yang lalu
15. Berat badannya semakin menurun
16. Makan mimumnya banyak,
17. Sering terbangun di malam hari untuk BAK.
18. Riwayat Gastritis (+)
19. Riwayat mengkonsumsi jamu/ obat anti nyeri (+) sering minum jamu pegel
linu
Pemeriksaan Fisik :
20. Keadaan umum lemas
21. Konjungtiva palpebra pucat
22. Bising usus meningkat
23. Nyeri tekan epigastrium
Pemeriksaan Penunjang :
24. Eritrosit (L) 3,59 juta/uL
25. Lekosit (H) 42.000/mm3
26. Hematokrit (L) 30,0 %
27. Hemoglobin (L) 9,4 g/dl
28. GDS (H) 223 mg/dL

ANALISIS DAN SINTESIS


Abnormalitas 1-13,18, 19, 20 -27 Hemetamesis Melena
Abnormalitas 12 -17, 28 Diabetes Mellitus Tipe 2

7
Abnormalitas 12,13,20,21,27 Anemia Normositik Normokromik

VI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem 1. Hematemesis Melena
Ass. Etiologi :
Non varises varises
Penggunaan obat NSAID dalam jangka Varises esofagus
waktu yang lama akibat hipertensi
Infeksi helicobacter pylory portal dan sirosis
Stres, konsumsi alhokol, konsumsi kafein hepatis.
Kelainan pada esofagus : esofagitis, ulkus
esofagus, sindroma Mallory-Weiss, kista
esofagus, keganasan.
Kelainan pada lambung-duodenum : Ulkus
peptikum, ulkus duodenum, Gastritis erosif,
Tumor gaster
Kelainan darah : DIC (disseminated
intravascular coagulation), leukemia,
trombositopenia
Ass. Faktor risiko : konsumsi obat NSAID, konsumsi alkohol, stress
Ass. Komplikasi : anemia, perforasi gaster, syok hipovolemik, aspirasi pneumonia
Ip Dx : EGD (esophagogastroduodenoscopy), foto rontgen thorak, USG abdomen
Ip Tx
Non medikamentosa :
1. Diit lunak
2. Hindari merokok, konsumsi alhokol, obat-obatan NSAID
3. Istirahat yang cukup
4. Hindari stres dan kecemasa
Medikamentosa :
1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
2. Injeksi Cefotaxim 3 x 1 gram
3. Injeksi Omeprazol 2 x 1 amp
4. Injeksi Asam Traneksamat 3 x 500 mg.
5. Injeksi vit K 1 amp
Ip Mx : keadaan umum, vital sign, lab darah rutin (Hb,Ht), tanda-tanda
perdarahan saluran cerna
Ip Ex : edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien dan untuk menghindari
faktor pencetus dan faktor yang dapat memperberat (hindari merokok, konsumsi
alhokol, kafein, obat-obatan NSAID).

Problem II. Diabetes Melitus

8
Ass. Etiologi : resistensi insulin
Ass. Faktor risiko: riwayat keturunan keluarga yang menderita DM, obesitas,
hipertensi, hiperlipidemia ( HDL >35 mg/dl), kurang aktivitas fisik dan olahraga.
Ass. Komplikasi :
a) Akut : hipoglikemi, ketoasidosis diabetik (KAD), Hiperosmolar Non Ketotik
(HONK), asidosis laktat.
b) Krosis: mikrovaskular (retinopati, nefropati, neuropati), makrovaskular
(penyakit jantung koroner, stroke), ulkus diabetikum
Ass. Penatalaksanaan : edukasi tentang penyakitnya, terapi gizi medis, latihan
jasmani dan farmakologi
Ip Dx :
a) Kadar gula darah puasa (126 mg/dl)
b) Kadar gula darah sewaktu (200 mg/ dl)
c) Kadar gula darah 2jam post pandrial ( 200 mg/dl)
Ip Tx :
Non medikamentosa:
1) Terapi gizi medis : prinsipnya menganjurkan makan gizi seimbang seperti
makan sehat empat sehat 5 sempurna, mengurangi makanan tinggi kalori,
lemak, dan gula, teratur dalam jumlah jadwal dan jenis makan, jumlah kalori
disesuaikan dengan : pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, kegiatan
jasmani.

2) Latihan jasmani
Medikamentosa: Metformin tab 500 mg 3x1
Ip Mx : monitoring keadaan umum, tanda vital, GDS
Ip Ex: menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita dan memberi
penjelasan tentang pentingnya menjaga pola makan dan olah raga secara teratur

Problem III. Anemia Normositik Normokromik


Ass. Etiologi :
1. Anemia akibat hemoragik (anemia pasca perdarahan akut, anemia akibat
perdarahan kronik)
2. Anemia akibat gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang:

9
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit (anemia defisiensi besi,
anemia defisiensi asam folat, anemia defisiensi vitamin B12)
b. Gangguan utilitas besi (anemia akibat penyakit kronik)
c. Kerusakan sumsum tulang (anemia aplastik, anemia mieplastik)
d. Anemia akibat kekurangan eritropoeitin (anemia pada GGK)
3. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular (gangguan membran eritrosit, enzim
eritrosit, hemoglobin)
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular (anemia hemolitik autoimun,
anemia hemolitik mikroangiopati)
Ass. Komplikasi : syok hipovolemik.
Ass. Faktor risiko : hemolisis, perdarahan, penekanan sumsum tulang, defisiensi
nutrient
Ip Dx:
- Tanda klinis, seperti: tampak pucat, konjungtiva palpebra anemis
- Pemeriksaan darah rutin ( Hb, Ht, Eritrosit), hapusan darah tepi
Ip Tx: asam folat 2 x 5 mg
Ip Mx: kondisi umum, vital sign, Hb
Ip Ex: menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien dan menganjurkan
makan yang bergizi

PROGRESS NOTE
Tanggal 3 September 2017
Subyektif
Keluhan Mual (+),muntah darah segar (+), berak hitam (-),badan lemas (+)
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tanda vital TD : 140/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 18 x/menit
T : 3640C (axiller)
Kepala Normochepal
Mata Konjungtiva pucat ( +/+ ), sklera kuning (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax Simetris, sela iga tak melebar

10
Cor Iktus kordis tak tampak, konfigurasi jantung dalam batas normal,
Bunyi Jantung I-II regular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
Suara Dasar Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen Permukaan datar, BU(+) normal, timpani, nyeri tekan (-),
hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas Dalam batas normal

Assesmant Obs. Hematemesis Melena, Diabetes Mellitus, Anemia


Normositik Normikromik

Plan Usul pemeriksaan : EGD (esophagogastroduodenoscopy), foto


rontgen thorak, USG abdomen
Terapi :
Infus NaCl 0,9% 20 tpm
Injeksi Cefotaxim 3 x 1 gram
Injeksi Omeprazol 2 x 1 amp
Injeksi Asam Traneksamat 3 x 500 mg.
Injeksi vit K 1 amp

Subyektif
Keluhan Mual (+), muntah darah sedar (-), berak hitam (-),badan lemas (+)
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tanda vital TD : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,4C (axiller)
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( +/+ ), sklera kuning (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax Simetris, sela iga tak melebar
Cor Iktus kordis tak tampak, konfigurasi jantung dalam batas normal,
Bunyi Jantung I-II regular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
Suara Dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (-/-)
Abdomen Permukaan datar, BU(+) normal, timpani, nyeri tekan (-),
hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas Dalam batas normal

Assesmant Obs. Hematemesis Melena, Diabetes Mellitus, Anemia

11
Normositik Normikromik

Plan Usul pemeriksaan : EGD (esophagogastroduodenoscopy


Terapi :
Infus NaCl 0,9% 20 tpm
Injeksi Cefotaxim 3 x 1 gram
Injeksi Omeprazol 2 x 1 amp
Injeksi Asam Traneksamat 3 x 500 mg.
Injeksi vit K 1 amp

BAB III
PEMBAHASAN

HEMATEMESIS MELENA

I. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi. Melena adalah
buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal. Hematemesis menandakan perdarahan
saluran cerna bagian atas (di atas ligamen Treitz). 4 Melena menandakan darah telah berada
dalam saluran cerna selama minimal 14 jam. Sehingga lebih proksimal lokasi perdarahan,
lebih mungkin terjadi melena. Tanda lain dari perdarahan saluran cerna adalah
hematochezia yaitu buang air besar berwarna merah marun dan tanda-tanda kehilangan
darah atau anemia, seperti sinkope. Hematochezia biasanya menandakan perdarahan saluran
cerna bagian bawah, meskipun dapat ditemui pula pada lesi SCBA yang berdarah masif
dimana transit time dalam usus yang pendek.

Hematemesis melena merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap
rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya
varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. 4

II. Epidemiologi

12
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia
adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran
cerna bagian atas, kemudian menyusul gastritis hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus
peptikum dengan 15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya. 4

III. Etiologi
Traumatik
Kelainan esofagus: varises, esofagitis, keganasan.
Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-
lain.
Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
Varises Esofagus

Perdarahan varises esophagus merupakan proses yang panjang dimulai dari peningkatan
tekanan vena portal, pembentukan kolateral yang kemudian menjadi varises, dilatasi
progresif dari varises, dan berakhir dengan rupture dan pendarahan. Pembentukan varises
memerlukan waktu yang lama, dengan insiden varises baru per tahun sebesar 5%.

Fakta-fakta diatas memberikan kesimpulan bahwa pengelolaan PVO merupakan bagian


yang terintegrasi dari penanganan penyakit sirosis dengan hipertensi portal. Penanganan
PVO meliputi pengenalan dini terhadap varises esophagus yang baru terbentuk, pencegahan
primer terhadap serangan perdarahan pertama, mengatasi perdarahan aktif, dan prevensi
perdarahan ulang setelah perdarahan pertama terjadi.

Ada beberapa klasifikasi varises esophagus yang dibuat untuk menentukan keparahan
varises yang terjadi dan memprediksi kemungkinan timbulnya perdarahan di kemudian hari.
Palmer dan Brick mengusulkan penggolongan varises menjadi ringan, sedang, dan berat
berdasarkan bentuk, warna, tekanan, dan panjang varises. Sementara itu Baker
mengusulkan untuk membagi varises menjadi 0, 1+, 2+, dan 3+. Akan tetapi kedua
klasifikasi diatas dibuat dengan menggunakan endoskopi kaku, sehingga dibuatlah
klasifikasi baru oleh Omed dengan menggunakan endoskopi fiber optic. Klasifikasi ini
didasarkan pada pengamatan besar dan bentuk varises. Bahkan persatuan peneliti hipertensi
portal di Jepang menambahkan variable warna, red color sign, lokasi, dan ada tidaknya

13
erosi. Untuk kemudahan penggolongan varises, konsensus Inggris dan Beveno I-III
menganjurkan penggunaan klasifikasi seperti berikut

o Tingkat 1 : varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus oleh udara
o Tingkat 2 : varises antara tingkat 1 dan 3
o Tingkat 3 : varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus
Gambaran perdarahan pada endoskopi dapat berupa oozing atau spurting, dimana
perdarahan terlihat nyata, atau dapat juga terlihat white nipple sebagai tanda perdarahan
baru. Batasan perdarahan varises adalah perdarahan dari varises esophagus atau lambung
yang tampak pada saat endoskopi, atau ditemukan adanya varises yang besar dengan darah
di lambung tanpa ditemukan sumber perdarahan lain. Perdarahan dikatakan bermakna bila
membutuhkan transfusi 2 unit dalam 24 jam disertai tekanan darah dibawah 100 mmHg,
atau penurunan tekanan darah > 20 mmHg dengan perubahan posisi, atau nadi > dari 100
x/mnt.

Gastritis Erosif
Gastritis yaitu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan
iritan lain.
Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam yang kuat.
Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan karena beberapa
penyebab. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh
Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir di lapisan
lambung). Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam
lambung yang bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam, berbagai
bakteri bisa tumbuh di lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap
atau gastritis sementara.
Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat, yang
disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-tiba.
Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung, seperti yang terjadi pada luka
bakar yang luas, operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hari yang berat,
septicemia atau cedera yang menyebabkan perdarahan hebat. Gambaran yang sama

14
tentang gasstritis ini disebut gastritis akut erosif. Kira-kira 90% pasien yang dirawat
di ruang intensif menderita gastritis akut erosif ini.
Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari bahan iritan seperti obat-
obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid lainnya, penyakit
Crohn, serta infeksi virus dan bakteri. Gastritis ini terjadi secara perlahan pada
orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau pembentukan ulkus
(borok, luka terbuka). Gastritis ini paling sering terjadi pada alkoholis.
Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan
rasa tidak nyaman di perut sebelah atas. Pada gastritis karena stres akut,
penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya menutupi
gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak.
Segera setelah cedera, timbul memar kecil di dalam lapisan lambung. Dalam
beberapa jam, memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan gastritis bisa
menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya. Bila penderita tetap
sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami perdarahan, biasanya dalam waktu
2-5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan menyebabkan tinja berwarna
kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat,
tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal. Pada sebagian
besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimptomatis. Keluhan itu misalnya
nyeri pada ulu hati yang biasanya ringan.
Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah
atas. Tetapi banyak penderita (misalnya pemakai aspirin jangka panjang) tidak
merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri
ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung,
gejalanya bisa berupa tinja berwarna kehitaman seperti aspal (melena), serta muntah
darah (hematemesis) atau makanan yang sebagian sudah dicerna, yang menyerupai
endapan kopi. Gejala lainnya dari gastritis kronik adalah anoreksia, mual-muntah,
diare, sakit epigastrik dan demam. Perdarahan saluran cerna yang tak terasa sakit
dapat terjadi setelah penggunaan aspirin.
Diet pada gastritis
Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung. Prinsip diet pada penyakit
lambung bersifat ad libitum, yang artinya adalah bahwa diet lambung dilaksanakan

15
berdasarkan kehendak pasien. Prinsip diet diantaranya pasien dianjurkan untuk
makan secara teratur, tidak terlalu kenyang dan tidak boleh berpuasa. Makanan yang
dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan protein (TKTP) namun kandungan
lemak/minyak, khususnya yang jenuh harus dikurangi. Makanan pada diet lambung
harus mudah dicernakan dan mengandung serat makanan yang halus (soluble
dietary fiber). Makanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang,
menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak secara berlebihan,
dan yang bersifat melekat. Selain itu, makanan tidak boleh terlalu panas atau dingin.

16
17
Beberapa makanan yang berpotensi menyebabkan gastritis antara lain garam,
alkohol, rokok, kafein yang dapat ditemukan dalam kopi, teh hitam, teh hijau,
beberapa minuman ringan (soft drinks), dan coklat. Beberapa macam jenis obat juga
dapat memicu terjadinya gastritis. Garam dapat mengiritasi lapisan lambung.
Beberapa penelitian menduga bahwa makanan begaram meningkatkan resiko
pertumbuhan infeksi Helicobacter pylori. Gastritis juga biasa terjadi pada alkoholik.
Perokok berat dan mengkonsumsi alkohol berlebihan diketahui menyebabkan
gastritis akut. Makanan yang diketahui sebagai iritan, korosif, makanan yang
bersifat asam dan kopi juga dapat mengiritasi mukosa labung.

Tukak Peptik
Tukak peptik adalah suatu penyakit terkait asam lambung yang dapat
menyebabkan luka hingga bagian muskularis mukosa lambung atau duodenum.

ETIOLOGI

Ada beberapa penyebab terjadinya tukak peptik, yaitu:

1. Infeksi Helicobacter pylori (HP)


2. Penggunaan NSAID

3. Hipersekresi Asam Lambung

4. Kondisi Stress-Related Erosive Syndrome (SRES)

FAKTOR RESIKO

1. Pasien dengan sejarah penyakit tukak peptik, pendarahan GI bagian atas, komplikasi
akibat NSAID, atau penggunaan ulcerogenic medications (seperti kortikosteroid) atau
antikoagulan yang meningkatkan risiko pendarahan (seperti warfarin dan clopidogrel)
berisiko besar menyebabkan tukak peptik.
2. Usia, kebiasaan merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular dapat meningkatkan
risiko komplikasi GI dengan NSAID.

3. Beberapa makanan seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol, susu, dan makanan
rempah dapat menaikkan sekresi asam lambung dan menyebabkan dispepsia.

4. Faktor genetik dapat berisiko menyebabkan tukak peptik, namun belum diketahui secara
jelas.

5. Penderita Zollinger-Ellisons syndrome (ZES)

PATOFISIOLOGI

18
Tukak petik terjadi akibat ketidakseimbangan faktor penyerang (asam lambung dan
pepsin) dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa (pertahanan dan perbaikan
mukosa).

Asam lambung (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal. Sel ini memiliki reseptor histamin,
gastrin, dan asetilkolin (ACh). Sekresi asam diukur dalam beberapa parameter: basal acid
output (BAO), maximal acid output (MAO), dan sekresi sebagai respon dari adanya
makanan. Rasio BAO:MAO merepresentasikan kelebihan sekresi asam lambung.
Pepsinogen, yang disekresi oleh chief cell, diaktifkan menjadi pepsin oleh produksi asam
(pH 1,8 3,5). Pepsin memiliki aktivitas proteolitik yang dapat mengakibatkan tukak.

Pertahanan mukosa meliputi sekresi mukus dan bikarbonat, pertahanan sel epitel
intrinsik, dan mucosal blood flow. Mukosa mengalami perbaikan setelah terjadi luka
dengan cara regenerasi. Kedua proses tersebut dibantu oleh prostaglandin (PG).

HP adalah bakteri aerofilik yang menempati ruang antara lapisan mukus dan permukaan
sel epitel. HP memproduksi urease dalam jumlah besar, yang menghidrolisis urea menjadi
amonia dan CO2 dalam lambung. Infeksi HP menigkatkan sekresi asam lambung melalui
mekanisme yang melibatkan sitokin (seperti TNF-).

NSAID menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna melalui dua mekanisme: iritasi
topikal, dan inhibisi sistemik sintesis PG. Siklooksigenase (COX) berperan dalam
pembentukan PG. COX terdapat dalam dua bentuk: COX-1 dan COX-2. COX-1
menghasilkan PG yang dapat melindungi mukosa saluran cerna, sedangkan COX-2
merupakan enzim yang merespon stimulus inflamasi dan menghasilkan PG yang
berhubungan dengan inflamasi. Penghambatan COX-1 dapat menyebabkan penurunan
agregasi platelet dan terjadinya pendarahan mukosa saluran cerna.

Komplikasi yang dapat terjadi dari tukak peptik adalah pendarahan akibat erosi bagian
ulkus hingga ke arteri, perforasi, penetrasi hingga ke struktur sekitar saluran cerna
(pankreas, empedu, hati), dan obstruksi akibat luka atau udem.

TANDA DAN GEJALA

Tanda-tanda dan gejala tukak peptik bervariasi, tergantung tingkat keparahan dan
komplikasi yang terjadi. Secara umum gejalanya berupa rasa sakit epigastrik, dan dapat
juga terjadi komplikasi akut pada saluran cerna bagian atas. Pada tukak duodenal, rasa
sakit dapat terjadi 1 hingga 3 jam setelah makan. Sedangkan pada tukak gastrik, rasa sakit
langsung terasa ketika makanan masuk. Dapat juga terjadi nyeri abdominal dan
dyspepsia.

Untuk tukak peptik kronis, tanda dan gejalanya yaitu:

1. Penurunan berat badan disertai mual, muntah, dan anoreksia.


2. Komplikasi meliputi pendarahan, perforasi, penetrasi, atau obstruksi.

3. Sakit abdominal (umumnya epigastrik) disertai perasaan terbakar, perut terasa penuh,
kram.

19
4. Sakit nokturnal yang dapat membangunkan penderita sekitar pukul 24.00 03.00

5. Periode ketidaknyamanan biasanya terjadi selama seminggu hingga beberapa minggu,


diikuti dengan periode bebas sakit (dapat bertahan berminggu-minggu hingga bertahun-
tahun). Tingkat keparahan rasa sakit tukak bervariasi pada setiap individu, dan dapat
terjadi musiman.

6. Perubahan karakteristik sakit yang dapat timbul akibat komplikasi.

7. Heartburn, sendawa, dan bloating saat sakit.

DIAGNOSIS

Diagnosis tukak peptik terdiri atas uji endoskopik dan non-endoskopik. Diagnosis infeksi
HP dapat dilakukan dengan beberapa pengujian, sedangkan untuk tukak peptik selain
akibat infeksi HP lebih sederhana.

Pengujian untuk HP, dapat dilakukan secara endoskopik maupun nonendoskopik.

Pada pengujian endoskopik, sampel jaringan diambil dari tiga lokasi dari lambung untuk
uji histologi, kultur, dan menganalisis aktivitas urease. Uji histologi dilakukan untuk
mengetahui klasifikasi keparahan gastritis, sedangkan kultur dilakukan untuk menentukan
terapi yang sesuai dan atau adanya resistensi antibiotik, dan uji aktivitas urease dilakukan
untuk mendeteksi adanya HP.

Pengujian non endoskopik meliputi uji deteksi antibodi serologi, urea breath test (UBT),
dan stool antigen test. Uji serologi mendeteksi antibodi yang dihasilkan akibat infeksi HP.
UBT didasarkan pada aktivitas urease dari HP, dimana pasien akan menghirup urea
yang kemudian diuraikan menjadi amonia dan bikarbonat. Bikarbonat yang dihasilkan
akan terabsorpsi ke dalam darah dan diekskresikan melalui nafas. Jumlah bikarbonat yang
dihasilkan kemudian dihitung. Stool antigen test dilakukan untuk mendeteksi antigen HP
pada feses.

Radiologi dan Endoskopi

Diagnosis tukak peptik dengan cara visualisasi luka tukak dapat dilakukan dengan
radiografi atau endoskopi. Radiografi digunakan sebagai prosedur diagnostik awal pada
pasien yang suspek tukak peptik karena metode ini lebih murah dan lebih aman. Tetapi,
jika terjadi komplikasi atau jika diinginkan diagnosis yang akurat, dapat dilakukan
endoskopi bagian atas.

Uji laboratorium

Uji laboratorium dapat mendukung diagnosis tukak peptik. Pengujian ini antara lain studi
sekresi asam lambung, konsentrasi gastrin serum puasa, nilai hematokrit dan hemoglobin
(umumnya rendah).

TERAPI NON FARMAKOLOGI

20
Pengaturan pola makan dan pola hidup

Langkah awal adalah dengan mengkonsumsi sedikit makanan tetapi berulang (sering).
Tukak dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan secara teratur. Pasien juga harus
menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dispepsia atau dapat merangsang
terjadinya tukak, misalnya makanan pedas, asam, kafein, dan alkohol. Pasien dianjurkan
cukup istirahat dan menghindari atau mengurangi stress.

Menghindari merokok

Merokok dapat memicu pengeluaran asetilkolin yang dapat mempengaruhi pelepasan


histamin di sel parietal sehingga meningkatkan sekresi asam lambung.

Pembedahan

Penderita yang tidak memberikan respon terhadap terapi medik atau mengalami
komplikasi lain seperti perforasi perdarahan atau obstruksi diobati secara pembedahan.

TERAPI FARMAKOLOGI

Pengobatan Akibat HP

Tujuan utama terapi HP adalah sepenuhnya membasmi organisme menggunakan


antibiotik yang efektif dengan beberapa regimen terapi. Umumnya menggunakan terapi
kombinasi, yaitu:

Regimen 2 obat: Klaritromisin + PPI / RBC (Ranitidin Bismuth Citrate), atau Amoksisilin
+ PPI

Regimen 3 obat: 2 Antibiotik + PPI atau 2 Antibiotik + RBC

Regimen 4 obat: 2 Antibiotik + BSS (Bismuth Subsalisilat) + PPI / H2RA.

Pengobatan Akibat Induksi NSAID

Sasaran terapi adalah menghilangkan nyeri tukak, mengobati ulkus, mencegah


kekambuhan dan mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan tukak.

Obat-obatan yang digunakan dalam terapi tukak peptik yaitu H2RA, PPI, kelator dan
senyawa kompleks, analog PG, antimuskarinik, dan antibiotik.

1. Antagonis Reseptor H2 (H2RA H2 Reseptor Antagonist)

Terapi menggunakan antagonis reseptor histamin H2 merupakan terapi yang digunakan


untuk mengurangi sekresi asam lambung berlebih. Mekanisme aksi obat golongan
antagonis reseptor histamin H2 yaitu dengan cara mem-blok kerja dari histamin atau
berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal
sehingga mengurangi sekresi asam lambung.

21
Ada 4 antagonis reseptor histamin H2 yang sering digunakan dalam pengobatan tukak
peptik, yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.

2. Penghambat pompa Proton (PPI Proton Pump Inhibitor)

Penghambat pompa proton mengurangi sekresi asam dengan jalan menghambat enzim
adenosin trifosfat hidrogen kalium (pompa proton) secara efektif dalam sel-sel parietal
lambung. Penghambat pompa proton merupakan pengobatan jangka pendek yang efektif
untuk tukak lambung dan duodenum. Selain itu penghambat pompa proton juga
digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik untuk eradikasi HP.

Contoh obat golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol, dan
esomeprazol.

3. Kelator dan senyawa kompleks

Sucralfat merupakan obat lain untuk tukak lambung dan usus. Mekanisme kerjanya
melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa ini merupakan kompleks
alumunium hidroksida dan sukrosa sulfat.

4. Analog Prostaglandin

Misoprostol merupakan suatu analog PG sintetik yang memiliki sifat antisekresi dan
proteksi, mempercepat penyembuhan tukak lambung dan duodenum. Senyawa ini dapat
mencegah terjadinya tukak karena NSAID. Penggunaanya sesuai untuk pasien lemah atau
lanjut usia, dimana penggunaan NSAID tidak dapat dihentikan.

5. Antimuskarinik

ACh dapat mempengaruhi pelepasan histamin di sel parietal sehingga meningkatkan


sekresi asam lambung. Pirenzepin adalah suatu obat antimuskarinik yang selektif yang
telah digunakan untuk mengobati tukak lambunng dan tukak duodenum. Pirenzepin akan
menghambat aktivitas asetilkolin yakni menghambat meningkatkan sekresi asam
lambung.

6. Antibiotik

Amoksisilin

Amoksisilin merupakan bakterisid turunan penisilin yang memiliki efek spektrum luas.
Mekanisme kerjanya yakni menghambat sintesis dinding sel bakteri. Sintesa dinding sel
terganggu sehingga dinding sel yang terbentuk kurang sempurna dan tidak tahan terhadap
tekanan osmotik dari plasma (dalam sel) sehingga akibatnya sel pecah dan bakteri akan
mati.

Tetrasiklin

22
Tetrasiklin merupakan bakteriotatik yang bekerja menghambat sintesa protein dengan
berikatan pada ribosomal subunit 30S sehingga menghambat ikatan aminoasil-tRNA ke
sisi A pada kompleks ribosomal. Hambatan ikatan ini menyebabkan hambatan sintesis
ikatan peptida.

Klaritromisin

Klaritromisin merupakam antibiotik golongan makrolida. Mekanisme kerjanya


menghambat sintesa protein pada subunit 50S ribosom.

Metronidazol

Metronidazol merupakan antimikroba yang memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap
bakteri anaerob dan protozoa. Mekanisme kerjanya yakni berinteraksi dengan DNA
bakteri menyebabkan perubahan struktur heliks DNA dan putusnya rantai sehingga
sintesa protein dihambat dan mengakibatkan kematian sel.

ALGORITMA

23
IV. Patofisiologi
Varises esofagus
terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang(pada sirosis hepatis Aliran
tersebut akan mencari jalanataupun gagal jantung kongestif) ke pembuluh
darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebihlain kecil dan lebih
mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan
kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah
(varises).

gastritis
inflamasi (pembengkakan) dari mukosa lambung termasuk gastritis erosiva yang
disebabkan oleh iritasi, refluks cairan kandung empedu dan pankreas, haemorrhagic
gastritis, infectious gastritis, dan atrofi mukosa lambung. Inflamasi ini
mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon

24
terjadinya kelainan pada bagian tersebut. Mekanisme kerusakan mukosa pada
gastritis diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara faktor-faktor pencernaan,
seperti asam lambung dan pepsin dengan produksi mukous, bikarbonat dan aliran
darah. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab gasttritis. Beberapa penyebab
utama dari gastritis adalah Infeksi, iritasi dan reaksi autoimun
V. Diagnosis
Anamnesis

Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit
hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat konsumsi NSAID, obat rematik, jamu,
alkohol, obat untuk penyakit jantung, stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit
ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan di tempat lainnya. Riwayat
muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan
sindroma Mallory-Weiss. Biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil
anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takaran yang
praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran cerna bagian atas yang perlu diperhatikan adalah
keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik
agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan
fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider
naevi, ginekomasti,eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites,
hepatosplenomegali dan edema tungkai.

Perdaraha Hemodinamik
n

<8% Stabil
8 15 % Hipotensi ortostatik
15 25 % Shock

25
25 40 % Shock + penurunan kesadaran
> 40 % Moribund

Pemeriksaan fisik lain yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati kronis
(ikterus, spider naevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai), massa
abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,
rematik, dll. Colok dubur untuk menilai warna feses memiliki nilai prognostik.

Warna aspirat NGT dapat membantu memprediksi mortalitas pasien. Aspirat


putih keruh meandakan perdarahan tidak aktif, aspirat merah marun menandakan
perdarahan masif, sangat mungkin perdarahan arteri. Namun sekitar 30 %
perdarahan tukak duodeni menunjukkan aspirat jernih pada NGT.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,sediaan


darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat
mengikuti perkembangan penderita.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah


esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal
esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin,
dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.

Pemeriksaan endoskopik

Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara


endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi
untuk pemeriksaan sitopatologik. Pemeriksaan endoskopi selain merupakan

26
prosedur diagnostik dapat dipakai juga untuk terapi, dan merupakan gold
standard untuk diagnostik perdarahan SCBA. Prosedur ini bukan prosedur
emergensi, dapat dilakukan dalam 12-24 jam setelah pasien masuk dan
hemodinamik stabil.

Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati
kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran cerna
bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatandan tenaga khusus yang sampai
sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

VI. Diagnosis Banding


Hemoptoe, hematoskezia

VII. Terapi
Tindakan umum :

Penilaian dan resusitasi ABC jika perlu. Untuk pasien risiko tinggi :

- IV line minimal 2, dengan kateter besar minimal no 18. Hal ini untuk
kepentingan transfusi.
- Pemasangan CVP
- Oksigen sungkup/kanul. Bila perlu intubasi.
- Monitor intake-output dengan kateter urine.
- Monitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan lain sesuai komorbid.
- Bilas lambung untuk mempermudah tindakan endoskopi.
- Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
- Vitamin K
- Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
- Terapi lain sesuai komorbid

Pemasangan pipa naso-gastrik

27
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah
lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan
aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti.
Kumbah lambung ini akan dilakukanberulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml
sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap
1-2 jam.Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi
lambung sudah jernih

Pemberian pitresin (vasopresin)

Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infusakan


mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena
porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa
pitresin dapat menrangsang ototpolos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit
jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik

Pemasangan balon SB Tube

Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat


pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan
kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat
tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan
selama pemasangan..

Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube inidalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnyavarises esofagus.
Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasidan ruptur esofagus, obstruksi
jalan napas tidak pernah dijumpai.

Pemakaian bahan sklerotik

Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %sebanyak 3 ml


dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikandipermukaan varises kemudian ditekan

28
dengan balon SB tube. Tindakan initidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang
beberapa kali. Carapengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu
pengobatanyang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas
yangdisebabkan pecahnya varises esofagus

Tindakan operasi

Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalandan perdarahan


tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .Tindakan operasi yang basa dilakukan
adalah : ligasi varises esofagus,transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif
dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hati membaik.

Varises Esofagus

Sama halnya dengan kasus kegawatan lainnya, hal yang pertama dilakukan
dalam menangani pasien PVO adalah memastikan patensi jalan nafas, mencegah
aspirasi, dan resusitasi cairan termasuk transfusi bila diperlukan. Perlu diingat
overtransfusi pada kasus PVO dapat meningkatkan tekanan porta dan perburukan
control perdarahan, sehingga transfusi harus dievaluasi secara cermat. Pemberian
antibiotic berspektrum luas ternyata secara bermakna mengurangi resiko infeksi
dan menurunkan mortalitas. Jika memungkinkan, dapat dilakukan endoskopi segera
untuk menentukan sumber perdarahan dan memberikan terapi secara tepat. Apabila
perdarahan masih berlangsung dan besar kecurigaan adanya hipertensi portal, dapat
diberikan obat vasopressin IV dalam dosis 0,1-1 U/menit ditambah nittrogliserin
IV 0,3 mg/mnt untuk mengurangi efek konstriksi pada jantung dan pembuluh darah
perifer. Octeotrid, suatu analog somatostatin, dapat menurunkan tekanan portal
tanpa menimbulkan efek samping seperti vasopressin. Obat ini diberikan secara
bolus IV 50-100 mcg dilanjutkan dengan drip 25-200 mcg/jam.

Penatalaksanaan definitive yang


utama adalah dengan ligasi varises
secara endoskopik (LVE). Apabila
LVE sulit dilakukan karena
perdarahan yang massif dan terus
berlangsung, atau teknik yang tidak

29
memungkinkan, maka dapat dilakukan skleroterapi endoskopik (STE). STE
adalah menyuntikan zat sklerosan (1,5% sodium tetradecyl sulfate atau 5%
ethanolamine oleat) ke daerah varises dengan harapan pembuluh darah yang
melebar tersebut tertutup dan perdarahan berhenti. Kondisi akan semakin sulit bila
pada endoskopi juga ditemukan varises gaster.

Apabila endoskopi tidak memungkinkan, maka obat-obat vasokonstriktor seperti


dijelaskan sebelumnya atau pemasangan balon tamponade (Sangestaken-
Blakemore tube) dapat dikerjakan sampai terapi definitive dapat dilakukan.

Balloning

Pada kasus-kasus dimana endoskopi


tidak dapat menghentikan perdarahan,
jalan terakhir adalah dilakukan tindakan
bedah

Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS).

Tindakan ini hampir


pasti dapat mengatasi
perdarahan, namun pada
penderita dengan penyakit
hati lanjut dan kegagalan
multiorgan dapat
menimbulkan bahaya
ensefalopati sampai
kematian

30
PROFILAKSIS PRIMER (MENCEGAH PERDARAHAN PERTAMA)
Pencegahan perdarahan varises merupakan tujuan utama pengelolaan
sirosis, seiring dengan data yang memperlihatkan peningkatan mortalitas
karena perdarahan aktif dan menurunnya survival secara progresif sesuai
dengan indeks perdarahan.
Apabila pada pasien sirosis ditemukan varises tingkat 3, pasien harus mendapatkan
profilaksis primer tanpa melihat beratnya gangguan faal hati. Pasien dengan varises tingkat
2 pun perlu mendapatkan profilaksis primer jika gangguan faal hatinya Child kelas B atau C.

Kategori 1 2 3

Ensefalopati - I/II III/IV

Asites - Ringan-sedang Berat

Bilirubin (mMol/l) < 34 34-51 >51

Albumin (g/l) >35 28-35 <28

INR <1,3 1,3-1,5 >1,5

Skor Child-Pugh. Kelas A= <6, Kelas B= 7-9, Kelas C= >10


Profilaksis primer dapat dilakukan dengan medikamentosa berupa beta
bloker (propranolol, atenolol, atau nadolol). Propranolol bekerja sebagai
vasokonstriktor arteriol mesenterika sehingga diharapkan dapat menurunkan
tekanan portal. Dosis dimulai dengan 2 x 40 mg/hari, kemudian dinaikan
menjadi 2 x 80 mg. penggunaan beta bloker long acting dapat memperbaiki
ketaatan. Pada kasus dimana beta bloker menjadi kontraindikasi, LVE
menjadi pilihan utama. Apabila beta bloker dan LVE tidak dapat digunakan,

31
maka dapat diberikan isosorbide mononitrat sebagai pilihan utama dengan
dosis 2 x 20 mg. terapi kombinasi antara beta bloker dengan isosorbide
mononitrate secara bermakna dapat menekan perdarahan lebih baik
dibandingkan dengan beta bloker tunggal, tetapi tidak berbeda dalam angka
mortalitas.

PROFILAKSIS SEKUNDER (MENCEGAH PERDARAHAN ULANG)


Terapi endoskopi (LVE dan STE) secara berkala dapat mengeradikasi
varises, menekan perdarahan ulang, dan memperbaiki survival pasien sirosis,
tetapi terbatas pada pasien dengan Child score A dan B. sementara pasien
dengan Child score C, saat ini belum ada pilihan pengobatan yang dapat
memperbaiki survival. Beberapa modalitas yang dapat digunakan sebagai
profilaksis sekunder adalah LVE, STE, beta bloker, isosorbide mononitrat,
dan terakhir adalah TIPS. Kombinasi terapi antara medikamentosa dengan
endoskopi, dalam beberapa penelitian terakhir, dikatakan lebih baik daripada
terapi tunggal. Tentunya pemilihan modalitas-modalitas diatas tetap
mempertimbangkan tersedianya sarana, tenaga ahli, dan kondisi pasien secara
keseluruhan.

Gastritis Erosif
Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid. Penderita sebaiknya
menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan non-
steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung.
Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena obat
anti peradangan non-steroid. Untuk meringankan penyumbatan di saluran
keluar lambung pada gastritis eosinofilik, bisa diberikan kortikosteroid atau
dilakukan pembedahan.

Untuk memprediksi perdarahan ulang serta mortalitas :

32
Variable Score

Age (y)
<60 0
60-79 1
>80 2
Shock
None 0
Tachycardia 1
Hypotension (SBP <100mmHg) 2
Comorbidity
None 0
CAD, CHF, other major 2
Renal failure, liver failure, malignancy 3
Diagnosis
Mallory-Weiss or no lesion observed 0
All other diagnoses 1
Malignant lesions 2
Stigmas of recent hemorrhage
None or spot in ulcer base 0
Blood in GIT, clot, visible or spurting vessel in ulcer base 2

Untuk pasien dengan skor >4 harus dilakukan penanganan secara tim melibatkan
IPD, Bedah, ICU, Radiologi dan laboratorium.

Pencegahan perdarahan ulang

1. Varises esofagus
- Terapi medikamentosa dengan betabloker nonselektif
- Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi
2. Tukak peptik

33
- Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
- Eradikasi helicobacter pylori
- Bila pasien perlu NSAID ganti dulu dengan analgetik, kemudian pilih
NSAID selektif + PPI atau misoprostol
Realimentasi tergantung hasil endoskopi. Pasien bukan risiko tinggi dapat diet
segera setelah endoskopi, pasien dengan risiko tinggi puasa antara 24-48 jam,
kemudian diberikan makanan secara bertahap.

Sebagian besar pasien pulang pada hari ke 1-4 perawatan. Bila tidak ada
komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil serta risiko
perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Perlu ditambahkan preparat Fe
bila pasien pulang dalam keadaan anemis.

VIII. Komplikasi
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut. sindrom hepatorenal
koma hepatikum, anemia karena perdarahan.

IX. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan
baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang
mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah
selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukan bahwa angka kematian
penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb
waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus,
ensefalopati dan golongan menurut kriteria Child. Mengingat tingginya angka kematian
dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu
dipertimbangkan tindakanyang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.

34
Daftar Pustaka

1. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 289-292
2. Banez, VP. Upper Gastrointestinal Bleeding. In : Ong WT, Ong ALR, Nicolasora
NP. Medicine Blue Book 5th Edition. Mandaluyong City : Cacho Hermanos Inc
2001. p 63-65.
3. Djumhana, HA. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. In : Course on
Medical Emergencies and Treatment. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/RSHS 2007. p 71-80.
4. Laine, L. Gastrointestinal Bleeding. In : Kasper DL, Braunwald E, et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York : McGraw-Hill
2005. p 235-238.
5. PAPDI. Panduan Pelayanan Medik, Hematemesis Melena. Jakarta : Interna
Publishing. 2009. hal 305-306
1. Perngaraben, Tarigan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 338-344
2. Mansjoer Arief. M, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 : 492 . Jakarta :
Media Ausculapius FKUI .
3. Sudoyo AW. 2009. Buku Ajar I Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta
: Interna Publishing.
4. Sujono, Hadi. 2002. Gastroenterologi. Bandung:Alumni.
5. Waleleng BJ, Abdullah Murdani. 2011. Perdarahan Saluran Cerna.
SetyoHadi B, et all ed. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (
Emergency in Internal Medicine ), Jakarta: Interna Publishing.

35

Anda mungkin juga menyukai