Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Acne vulgaris adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh inflamasi kronik dari unit
pilosebasea yang ditandai oleh pembentukan komedo, papul, pustul, nodul, dan pada beberapa
kasus disertai jaringan parut, dengan predileksi diwajah, leher, lengan atas, dada dan punggung.
Umumnya terjadi pada remaja dan dapat sembuh sendiri. Pada orang awam, akne dikenal dengan
jerawat.

2.2. KLASIFIKASI

Berdasarkan keparahan klinis akne vulgaris dibagi menjadi ringan, sedang dan berat.
Klasifikasi dari bagian Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo
sebagai berikut : (Djuanda, 2007).

a. Ringan, bila:
beberapa lesi tidak beradang pada 1 predileksi
sedikit lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi
sedikit tempat beradang pada 1 predileksi
b. Sedang, bila:
banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi
beberapa lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi
beberapa lesi beradang pada 1 predileksi.
c. berat, bila:
banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi
banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.

Dalam klasifikasi ini dikatakan sedikit apabila jumlah < 5, beberapa 5- 10 dan banyak >10 lesi.
Tak beradang meliputi komedo putih, komedo hitam dan papul. Sedangkan beradang meliputi
pustul, nodus dan kista.

Gambar 1. Acne Vulgaris derajat ringan (Rook, et al., 2010)


Gambar 2. Acne Vulgaris derajat sedang (Rook, et al., 2010)

Gambar 3. Acne Vulgaris derajat berat (Rook, et al., 2010)

Tabel 1. Pillsbury (1963) dalam Djuanda (2010) membuat gradasi sebagai berikut :

Gradasi Keterangan gradasi Acne Vulgaris


1 Komedo di muka
2 Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka
3 Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada, dan
punggung
4 Acne Konglobata
Klasifikasi lainnya yang dinyatakan oleh Plewig dan Kligman (1975) dalam Djuanda 2010,
yang mengelompokkan Acne Vulgaris menjadi :

1. Acne komedonal
a. Grade 1: Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah
b. Grade 2: 10-25 komedo pada tiap sisi wajah
c. Grade 3: 25-50 komedo pada tiap sisi wajah
d. Grade 4: Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah
2. Acne papulopustul
a. Grade 1: Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah
b. Grade 2: 10-20 lesi pada tiap sisi wajah
c. Grade 3: 20-30 lesi pada tiap sisi wajah
d. Grade 4: Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah
3. Acne konglobata
Klasifikasi ASEAN menurut Plewig dan Kligman (1975) dalam buku Acne Morphogenesis and
Treatment dalam Djuanda (2010) acne diklasifikasikan atas tiga bagian yaitu:
1. Acne Vulgaris dan variannya yaitu acne tropikalis, acne fulminan, pioderma fasiale, acne
mekanika dan lainnya.
2. Acne Venenata akibat kontaktan eksternal dan variannya yaitu acne kosmetika, acne
pomade, acne klor, acne akibat kerja, dan acne diterjen.
3. Acne komedonal akibat agen fisik dan variannya yaitu solar comedones dan acne radiasi
(sinar X, kobal)

Klasifikasi ASEAN grading Lehmann yang mengelompokkan acne menjadi tiga kategori, yaitu
sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi ASEAN grading Lehmann 2003 (Wasitaatmadja, 2010).

Derajat Komedo Papul/pustul Nodul


Ringan <20 <15 Tidak ada
Sedang 20-100 15-50 <5
Berat >100 >50 >5

2.3. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian acne vulgaris pada remaja merupakan angka kejadian terbesar acne
vulgaris,bahkan Prof. Kligman pernah menuliskan angka 100% yang berarti tidak ada seorangpun
yang melewati masa remaja tanpa mengalami jerawat. Acne vulgaris umumnya terjadi pada usia
remaja, bervariasi antara 30 66% dengan puncak insiden yaitu 14 17 tahun pada wanita dan
16 19 tahun pada pria12 walaupun kadang menetap sampai dekade 3 atau usia yang lebih
tua13.

Acne dapat terjadi pada remaja putra maupun remaja putri dengan insidens perbandingan
yang hampir sama. Seharusnya remaja putra mempunyai kemungkinan lebih tinggi (akibat faktor
hormonal, kegiatan fisik, makanan) karena biasanya remaja putri lebih peduli pada penampilan
serta lebih sering menggunakan kosmetika. Prevalensi acne vulgaris menurun setelah melewati
masa remaja atau sekitar usia 20 an. Setelah menopause wanita dapat juga terserang acne
dikarenakan produksi hormon estrogen yang berkurang.

Diketahui pula bahwa ras oriental (Jepang, Cina , Korea) lebih jarang menderita acne vulgaris
dibanding ras Kauskasia (Eropa, Amerika) dan lebih sering terjadi nodulo kistik pada kulit putih
daripada negro. Acne vulgaris mungkin familial tetapi karena tingginya prevalensi penyakit, ini
sukar dibuktikan. Frekuensi penyakit ini cukup tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

2.4. ETIOLOGI

Etiologi dan faktor resiko Acne vulgaris ada bermacam-macam, antara lain :

1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Produksi sebum yang
meningkat menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab
lesi akne.
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium acnes,
Staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini, yang
terpenting yakni Propionibacterium acnes, yang bekerja secara tak langsung.
3. Hormon
Hormon androgen, hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar sebasea
sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea
bertambah besar dan produksi sebum meningkat. Hormon-hormon dari kelenjar hipofisis.
Pada kegagalan dari kelenjar hipofisis, sekresi sebum lebih rendah dibandingkan dengan
orang normal. Penurunan sebum diduga disebabkan oleh adanya suatu hormon
sebotropik yang berasal dari baga tengah ( lobus intermediet ) kelenjar hipofisis.
4. Psikis
Stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne, hal ini akan
meningkatkan produksi sebum baik secara langsung atau melalui rangsangan terhadap
kelenjar hipofisis.
5. Kosmetik
Pemakaian bahan kosmetik tertentu, secara terus menerus dalam waktu lama, dapat
menyebabkan suatu bentuk akne ringan terutama terdiri dari komedo tertutup dengan
beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu. Bahan yang sering menyebabkan akne
ini terdapat pada berbagai krim muka seperti bedak dasar (foundation), pelembab
(moisturizer), tabir surya (sunscreen) dan krim malam (night cream) yang mengandung
bahan-bahan seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan, dan bahan-bahan
kimia murni (butil stearat, lauril alkohol, dan asam oleic).
6. Diet
Diet sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya akne masih diperdebatkan. Secara
umum dikatakan bahwa diet yang mengandung banyak lemak, pedas, coklat, susu,
kacang-kacangan, keju, alkohol dan sejenisnya dapat merangsang kambuhnya jerawat.
Lemak yang tinggi pada makanan akan meningkatkan komposisi sebum, sedangkan
makanan dengan kadar karbohidrat tinggi dapat meningkatkan susunan lemak pada
permukaan kulit.
7. Genetik
Pada 60% pasien, riwayat akne juga didapatkan pada satu atau kedua orang tuanya.
Penderita akne yang berat mempunyai riwayat keluarga yang positif. Diduga faktor
genetik berperan dalam gambaran klinik, penyebaran lesi, dan lamanya kemungkinan
mendapat akne terutama genotip XYY.
8. Iklim.
Cuaca yang panas dan lembab dapat memperparah acne. Hidrasi pada stratum koreneum
epidermis dapat merangsang 17 terjadinya acne dan pajanan sinar matahari yang
berlebihan dapat memperburuk acne.
9. Lingkungan
Acne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan
pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan.

2.5. PATOGENESIS

Belum dijumpai kesepakatan tentang etiologi Acne vulgaris, tetapi banyak peneliti sependapat
bahwa patogenesis Acne vulgaris adalah multifaktorial. Berdasarkan hipotesis ada 4 faktor yang
berhubungan dengan terjadinya acne vulgaris, yaitu :
1. Meningkatnya produksi sebum

Acne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea membesar
dan mengeluarkan sebum lebih banyak dari sebelumnya. Terdapat korelasi antara keparahan
acne dengan produksi sebum. Pertumbuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum berada di
bawah pengaruh hormon androgen.

Pada penderita acne terdapat peningkatan konversi hormon androgen yang normal
beredar dalam darah (testoteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5>alfa
dehidrotestoteron). Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya
menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.

Meningkatnya produksi sebum pada penderita acne disebabkan oleh respon organ akhir
yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal
androgen dalam darah, sehingga terjadi peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik
sebagai penyebab terjadinya acne. Terbukti bahwa pada kebanyakan penderita, lesi acne
hanya ditemukan di beberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea.

2. Hiperkeratinisasi dari duktus pilosebaseous

Penyebab dari hiperkeratosis ini belum jelas.26 Diduga hormon androgen berpengaruh
terhadap proses keratinisasi. Penurunan kadar asam linoleat mempunyai korelasi terbalik
dengan sekresi sebum. Penurunan kadar asam linoleat ini akan menyebabkan defisiensi asam
lemak esensial lokal epitelium folikular yang menginduksi timbulnya hiperkeratosis folikuler
dan penurunan fungsi barier epitel dari duktus pilosebasea. Adanya perubahan pola
keratinisasi dalam folikel sebasea ini merupakan faktor yang berperan dalam timbulnya acne.

Perubahan pola keratinisasi ini menyebabkan sel tanduk dari stratum korneum bagian
dalam dari duktus pilosebasea menjadi lebih tebal dan lebih melekat dan akhirnya
menimbulkan sumbatan dari saluran folikuler oleh masa keratin. Bila aliran sebum ke
permukaan kulit terhalang oleh masa keratin akan terbentuk mikrokomedo. Mikrokomedo ini
merupakan suatu proses awal dari pembentukan lesi acne. Mikrokomedo dapat berkembang
menjadi lesi non inflamasi (komedo tertutup/terbuka) atau lesi inflamasi.

3. Proliferasi mikrobial (Propionibacterium acnes)

Kelompok mikroorganisme dari folikel pilosebasea yang berperan dalam patogenesis acne
adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari
ketiga macam mikroorganisme ini yang paling besar perannya untuk kejadian acne adalah
P.acnes. P.acnes mengeluarkan enzim lipase, protease, hialuronidase dan faktor kemotaktik.
Lipase berperan dalam menghidrolisir trigliserid sebum menjadi asam lemak bebas. Asam
lemak bebas ini menyebabkan hiperkeratosis retensi dan pembentukan mikrokomedo

4. Adanya proses inflamasi

Beberapa hipotesis menyatakan peran P.acnes dalam terbentuknya acne. Kerusakan


jaringan kulit dapat merupakan akibat dari enzim bakteri yang memiliki sifat degradasi, dan
mempengaruhi integritas sel epidermis kulit dan fungsi barier dinding folikuler folikel
sebaseus. Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin pro inflamasi dari keratinosit, yang akan
berdifusi ke dermis dan memicu inflamasi.

Terdapat dua macam respon inflamasi yang terjadi, yaitu :


1. Rupturnya epitel komedo.
Komedo yang mengandung korneosit, rambut, sebum, dan campuran debris seluler
akan memasuki dermis, dan memicu terjadinya reaksi inflamasi.
2. Netrofil berakumulasi di sekeliling komedo yang intak yangmana dinding epitelnya
bersifat spongiotik.
Hal ini menyebabkan terjadinya kebocoran substansi yang dapat berdifusi dari
komedo. Pada saat ini, imunoglobulin seperti IgG, dan komplemen seperti C3, dapat
dideteksi pada pembuluh darah di sekitar komedo. Adanya faktor kemotaktik dengan
berat molekul yang kecil, memungkinkan terjadinya difusi dari folikel yang intak
menuju ke dermis, sehingga akan menarik netrofil. Setelah terjadi fagositosis, netrofil
akan melepaskan enzim lisosomal dan Reactive Oxygen Species (ROS), yang akan
menyebabkan kerusakan epitel folikuler, yang kemudian lebih lanjut akan mengawali
terjadinya inflamasi. Selain itu, diketahui pula bahwa P. acnes merupakan aktivator
komplemen jalur klasik dan alternatif yang poten. Aktivasi komplemen akan
menyebabkan semakin banyaknya netrofil. Keseluruhan hal ini akan menyebabkan
terjadinya inflamasi.

Anda mungkin juga menyukai