Anda di halaman 1dari 10

Korosi Atmosferik

Nama : Denny Karta


Indriani Debora
Muhammad Ainuddin
Risnawati
Kelas : 2A D3 Teknik Kimia
1. Definisi Korosi Atmosferik
Tanpa disadari, setiap hari kita berurusan dengan korosi atmosferik, misalnya karat pada
pagar, mobil, atau peralatan rumah tangga lainnya. Korosi atmosferik merupakan hasil interaksi
logam dengan atmosfer di sekitarnya, yang terjadi akibat kelembaban dan oksigen di udara, dan
diperparah dengan adanya polutan seperti gas-gas atau garam-garam yang terkandung di udara.
Atmosfer yang berpengaruh pada korosi atmosferik dapat dikategorikan menjadi :
Rural .
Daerah rural paling tidak korosif karena hanya mengandung sedikit polutan, dan lebih banyak
dipengaruhi oleh embun, oksigen dan CO2.
Urban.
Bahan korosif pada daerah urban adalah SOx dan NOx yang berasal dari emisi kendaraan bermotor
dan sedikit aktivitas industri.
Industri
Kondisi atmosfer daerah industri sangat berkaitan dengan polutan yang dihasilkan oleh industri,
seperti SO2, klorida, phospat dan nitrat.
Pantai/laut
Pantai/laut merupakan daerah paling korosif, karena atmosfernya mengandung partikel klorida
yang bersifat agresif dan mempercepat laju korosi. Peralatan industri minyak bumi (misalnya
anjungan produksi, kilang minyak, tangki timbun, sistem perpipaan, kapal tanker) umumnya
berada di daerah industri atau laut atau gabungan keduanya, di mana kondisi atmosfer mengandung
polutan-polutan yang korosif berupa sulfur dan klorida, sehingga peralatan tersebut sangat rawan
terhadap serangan korosi atmosferik. Apabila tidak dilakukan tindakan yang tepat, dampak korosi
atmosferik dapat berakibat mulai dari kegagalan peralatan hingga membahayakan keselamatan
pekerja, misalnya tiang anjungan produksi lepas pantai yang keropos, atau tangga tangki timbun
yang berkarat.
2. Contoh Logam yang Terkena Korosi Atmosferik

Korosi pada besi

Korosi Pada Pagar


Korosi Pada Mobil

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Korosi Atmosferik

Faktor Utama Korosi Atmosferik


Korosi atmosferik sangat dipengaruhi kondisi cuaca lokal, sehingga tidak ada dua tempat di
dunia ini yang memiliki karakteristik korosi atmosferik yang sama satu dengan yang lain.
Parameter atmosfer yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah kelembaban udara
relatif, temperatur, curah hujan, arah dan kecepatan angin, serta kandungan polutan dalam udara
ambien. Polutan yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah SO2 dan ion klorida,
sehingga kadar SO2 dan salinitas udara (kandungan klorida) di udara digunakan sebagai basis
dalam menentukan kategori korosivitas atmosfer pada suatu lokasi/lingkungan berdasarkan ISO
9223. SO2 berasal dari polusi industri, yang jika terlarut dalam larutan akuatik di permukaan
logam akan membentuk H2S dan/atau H2SO4 yang akan mempercepat laju korosi atmosferik. Ion
klorida dalam salinitas udara akan terlarut pada lapisan tipis air di permukaan air dan kemudian
menyerang logam, sehingga efeknya adalah peningkatan laju korosi di permukaan logam. Apabila
suatu lingkungan memiliki kadar SO2 dan ion klorida sangat tinggi, seperti daerah industri di tepi
laut, maka dapat diperkirakan daerah tersebut akan memiliki karakter atmosfer dengan laju korosi
atmosferik yang sangat tinggi.
4. Mekanisme Serangan Korosi Atmosferik
Korosi Atmosfer adalah proses elektrokimia, yang membutuhkan adanya elektrolit. Film
tipis "tak terlihat" elektrolit cenderung terbentuk pada permukaan logam di bawah kondisi korosi
atmosfir, ketika tingkat kelembaban kritis tertentu tercapai. Untuk besi, tingkat ini sekitar 60% ,
di atmosfer yang tidak tercemar. Tingkat kelembaban kritis bukanlah konstanta - itu tergantung
pada bahan korosi, sifat higroskopis produk korosi dan endapan permukaan dan adanya polutan
atmosfer.
Mekanisme reaksi korosi atmosferik dapat dilihat pada gambar dibawah ini .

Proses terjadinya korosi atmosferik dimulai dari pengembunan uap air di permukaan logam
yang membentuk lapisan tipis (lapisan film elektrolit). Lapisan tipis air ini kemudian melarutkan
partikel-partikel dan gas dari udara, dan bertindak sebagai elektrolit tempat terjadinya reaksi
korosi.
Dengan adanya elektrolit film tipis, hasil korosi atmosfir dengan menyeimbangkan reaksi
anodik dan katodik. Reaksi oksidasi anodik melibatkan pelarutan logam dalam elektrolit,
sedangkan reaksi katodik sering diasumsikan sebagai reaksi reduksi oksigen. Oksigen dari
atmosfer mudah disuplai ke elektrolit, di bawah kondisi korosi film tipis. Ketebalan dan
konduktivitas listrik film akan sangat bergantung pada kelembaban relatif , sifat kontaminan
permukaan , dan banyak faktor lainnya seperti suhu, paparan sinar matahari, dll. Beberapa
kontaminan permukaan bisa sangat higroskopis , yang berarti akan mengurangi tingkat
Kelembaban menyebabkan terbentuknya film elektrolit dan sangat meningkatkan lamanya basah
pada permukaan yang berkarat..
Oksigen dapat bereaksi dengan hampir semua logam pada kondisi tertentu sehingga
membentuk oksida logam. Maka salah jika dikatakan logam lain (selain besi) tidak terserang
korosi. Hanya saja lapisan pertama yang terbentuk pada logam lain mampu menghalangi
kerakusan oksigen sehingga membuat logam menjadi lapuk, berbeda dengan yang terjadi pada
besi. Hampir semua logam kecuali emas semuanya dapat terserang oksidasi oleh oksigen.
Mungkin karena sifatnya yang tahan korosi, langka dan warnanya yang unik menjadikan emas
banyak dicari orang dan dijual mahal.
Struktur besi yang terlihat kuat ternyata tidak mampu menahan serangan dari
oksigen. Seperti yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Karat yang terbentuk pada besi
cenderung rapuh dan rompal sehingga membuka peluang besi lain untuk menjadi giliran yang
terserang karat.

5. Reaksi Korosi di Atmosferik


6. Pengendalian Korosi Atmosferik

Hanya ada 2 metoda yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan korosi atmosferik, yaitu
coating dan pemilihan material yang sesuai, atau gabungan keduanya.

6.1 Pelapisan Organik atau Organic Coating

Coating merupakan lapisan tipis yang dibuat untuk melapisi bahan makanan. Bahan ini
digunakan di atas atau di antara produk dengan cara membungkus, merendam, menyikat atau
menyemprot, untuk memberikan tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air, serta
memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis. (Baldwin dkk, 2012)
Merupakan suatu metode perlindungan korosi dengan jalan mengisolasi material dari
lingkungannya, dengan membentuk lapisan pelindung pada permukaan material yang akan
dilindungi. Ketebalan coating yang dibuat pada permukaan material disesuaikan dengan
lingkungan kerja material yang dilindungi, sebagai contoh lambung kapal dicoating dengan
ketebalan 250 mikron sedangkan kaleng dicoating dengan ketebalan 5 mikron.
6.1.1 Bahan bahan penyusun organic coating terdiri dari :
Resin / film forming substances
Merupakan zat yang tidak mudah menguap yang dapat berasal dari alam maupun sintetik. Bahan
ini apabila telah mengering akan membentuk lapisan pelindung yang tipis yang kontinyu pada
permukaan material yang dilindungi.
Dyes / pigments : Perbedaan antara dyes dan pigment adalah :
Dyes akan larut pada resin
Pigment tidak larut pada resin.
Solvents
Merupakan suatu zat yang digunakan sebagai pelarut resin sehingga akan mempercepat
proses pengeringan dari coating yang dilakukan serta mengurangi viskositas dari resin.
Plasticizer
Merupakan zat yang ditambahkan untuk meningkatkan elastisitas dari lapisan coating.

6.1.2 Berdasarkan cara pembuatannya zat coating dapat dibedakan menjadi :


Varnishes
merupakan resin yang dilarutkan dalam suatu solvent yang bila mengering akan membentuk
lapisan yang mengkilap pada permukaan yang dilapisi.
Paints
Diperoleh dengan cara menggabungkan pigment, filler dan plasticizers pada resin yang dilarutkan
dengan menggunakan solvent.
Enamel
Dibuat dengan mencampurkan pigment dengan varnishes, enamels memiliki perbedaan dengan
paints dimana enamels mengandung lebih sedikit filler, serta warna dan kilau yang lebih baik.

6.1.3 Berdasarkan fungsinya lapisan coating / painting dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
Primer Coat : Berfungsi sebagai :
adhesi pada permukaan material;
pembentuk ikatan dengan intermediate coat;
isolasi dari lingkungan;
Intermediate Coat : Berfungsi untuk :
penebalan untuk peningkatan proteksi;
ketahanan kimia;
ketahanan terhadap uap air;
meningkatkan tahanan listrik lapisan coating;
adhesi antara lapisan primer dan top coat.
Top coat : Berfungsi sebagai :
penghalang awal terhadap lingkungan;
ketahanan terhadap reaksi kimia, air dan cuaca;
ketangguhan dan ketahanan aus bagi permukaan;
estetika.

6.1.4 Mekanisme proteksi dari lapisan coating / painting :


Barrier : mencegah kandungan air dan O2 mencapai permukaan material.
Inhibisi : menghambat proses korosi elektrokimia.
Sacrificial : komponen coating akan terkorosi menggantikan material yang dilindungi.
6.1.5 Sistem pemberian coating / painting :
Surface preparation : Dilakukan untuk menghilangkan pengotor (oil, grease, soil, etc) dari
permukaan material yang akan dilindungi. Surface preparation ini dapat dilakukan dengan
teknik : solvent / chemical washing, steam cleaning, hand tool cleaning, power tool
cleaning, water blasting dan abrasive blast cleaning.
Coating application : Dilakukan untuk membentuk lapisan coating pada permukaan
material yang akan dilindungi. Coating application dilakukan dengan teknik :

Brushing
Dilakukan dengan menggunakan kuas sehingga pengerjaan relatif lambat. Proses ini biasa
dilakukan untuk pemberian lapisan primer untuk pengerjaan benda yang kecil, bagian benda yang
kompleks, atau pada bagian dimana bila dilakukan spraying yang berlabihan dapat menimbulkan
masalah.
Keuntungan : coating dapat mengisi pori dan ketidakseragaman permukaan. Kerugian : lapisan
yang terbentuk tebalnya tidak seragam.
Rolling
Paling banyak digunakan untuk permukaan yang luas dan datar yang tidak memerlukan kehalusan
dan keseragaman. Kurang baik bila dilakukan untuk membentuk lapisan primer.
Spray painting
menghasilkan permukaan coating yang lebih halus, seragam dibandingkan brushing dan rolling.
Degradasi dan Mekanisme Kegagalan Lapisan Coating
Ada beberapa mekanisme kimia yang memungkinkan terjadinya degradasi dari hasil proses
coating. Semua degradasi ini terjadi karena adanya penetrasi air, oksigen, SO2, dan elektrolit
lainnya ke dalam lapisan coating. Secara umum ada dua jenis penyebab terjadinya degradasi ini,
yaitu :
Cathodic Disbondment (Pelepasan ikatan katoda)
Pada pengujian pada lingkungan garam, terbentuk hidroksida pada reduksi katodik dalam oksigen
terlarut, berdasarkan reaksi :
O2 + 2H2O + e > 4OH
cacat yang terjadi berdasarkan pengamatan baik mikro maupun makro menunjukan adanya cacat
berupa pinhole, void dan goresan mekanis. Keberadaan cacat cacat ini memungkinkan
lingkungan untuk berpenetrasi ke dalam lapisan coating dan bereaksi dengan material yang
dilindungi. Sementara reaksi anodik :
Fe > Fe2+ + 2e
Terjadi pada cacat coating. Basa yang terbentuk pada reaksi katodik akan bereaksi dengan coating
yang akan merusak interfece coating dan material pada cacat (lihat gambar).
Oxide Lifting (Pengangkatan Oksida)
Kegagalan terjadi ketika produk korosi anodik terakumulasi di bawah coating. Proses
pengangkatan oksida yang terkompaksi terjadi hanya selama proses wetting dan drying, bukan
selama pencelupan secara kontinyu (continuous immersion). Mekanisme yang terjadi untuk proses
ini sebenarnya belum terlalu jelas dan masih terus diselidiki.

Pengamatan Korosi Atmosferik


Korosi atmosferik pada dasarnya diamati dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu
dengan mengukur parameter atmosferik, serta exposure test menggunakan sampel logam. Data
parameter atmosferik, seperti kelembaban udara relatif, temperatur ambien, curah hujan, dan kadar
polutan (misalnya kadar SO2 dan ion klorida di udara) dapat diperoleh melalui pengukuran di
udara ambien. Selanjutnya laju korosi untuk masing-masing logam diketahui dengan
mengidentifikasi data exposure test dari masing-masing lingkungan (rural, laut/pantai, industri).
Dari hasil pengamatan tersebut, dapat diketahui jenis logam yang sesuai untuk lingkungan tertentu.
Lebih jauh lagi, dapat diturunkan suatu persamaan matematis antara parameter atmosferik dengan
laju korosi logam yang terukur saat exposure test. Salah satu metode yang umum digunakan untuk
pengamatan korosi atmosferik adalah metode mengikuti standar ISO. Dari hasil pengamatan yang
dilakukan sesuai standar ISO 9225 dan 9226, dapat dilakukan klasifikasi korosi di lingkungan
sesuai standar ISO 9223 dan selanjutnya dapat menentukan material yang cocok dengan kondisi
atmosferik setempat serta menentukan metode pengendalian korosi yang sesuai. Metode lain yang
dapat juga digunakan untuk pengamatan korosi atmosferik adalah PACER LIME, yang
dikembangkan untuk manajemen perawatan sistem struktur pesawat terbang. Jika tidak tersedia
korelasi antara laju korosi atmosferik dengan parameter atmosferik (karena umumnya korelasi atau
data korosi berdasarkan atmosferik jarang dijumpai), maka kerusakan akibat korosi atmosferik
harus diperkirakan dengan pengukuran langsung. Cara termudah untuk melakukan pengukuran
korosi atmosferik adalah dengan metode kupon. Dari hasil paparan, dapat dianalisa untuk
kehilangan berat, densitas dan kedalaman pit, dan analisa-analisa lain. Tipe kupon yang biasa
digunakan adalah kupon panel datar yang dipaparkan pada rak paparan. Jenis spesimen lain yang
biasa digunakan juga adalah U-bend atau C-ring untuk mempelajari SCC pada lingkungan
atmosferik yang diamati. Kelemahan untuk metode kupon yang konvensional adalah memerlukan
waktu paparan yang sangat panjang untuk memperoleh data yang sah; tidak jarang waktu paparan
dapat mencapai 20 tahun atau lebih. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan beberapa variasi
spesimen kupon, seperti helical coil (sesuai dengan ISO 9226). Kelebihan dari helical coil adalah
rasio luas berbanding berat yang lebih tinggi daripada kupon panel akan memberikan sensitivitas
pengukuran laju korosi yang lebih baik. Jenis spesimen lain yang dapat digunakan adalah bimetalic
specimen, di mana kawat dililitkan pada sekrup dari jenis logam yang berbeda. Spesimen ini
digunakan pada uji CLIMAT (Classify Industrial and Marine Atmosphere) dan akan memberikan
sensitivitas pengukuran yang lebih baik. Umumnya spesimen yang digunakan adalah kawat
aluminium yang dililitkan pada sekrup tembaga dan baja, karena kombinasi logam-logam ini
memberikan sensitivitas pengukuran tertinggi untuk lingkungan industri dan laut/pantai. Pada tes
ini, indeks korosivitas atmosferik ditentukan sebagai persen kehilangan massa pada kawat
aluminium.

Kesimpulan
Korosi atmosferik merupakan fenomena korosi yang ditemukan sehari-hari, namun apabila tidak
ditangani secara tepat, dampaknya dapat berakibat fatal, mulai dari kegagalan peralatan hingga
masalah keselamatan kerja. Pengamatan korosi atmosferik dilakukan untuk menentukan
karakteristik atmosfer dan laju korosinya, yang kemudian digunakan sebagai dasar menentukan
jenis material atau coating yang sesuai untuk menangani masalah korosi atmosferik di lokasi
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai