RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO - BATU
DAFTAR ISI
ii
6.4.Yang harus dilakukan bila mengalami kecelakaan ........................................ 49
BAB VII. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT ....................................... 58
7.1.Latar belakang................................................................................................ 58
7.2.Definisi........................................................................................................... 58
7.3.Klasifikasi sampah Medis .............................................................................. 59
7.4.Standar ........................................................................................................... 60
7.5.Kebijakan ....................................................................................................... 60
BAB VIII. PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI LAUNDRY ............ 63
8.1.Latar Belakang ............................................................................................... 63
8.2.Definisi........................................................................................................... 63
8.3.Pengelolaan Linen.......................................................................................... 63
8.4.Prosedur di Laundry....................................................................................... 65
BAB IX. PEMBERSIHAN DESINFEKSI LINGKUNGAN .................................... 68
9.1.Latar Belakang ............................................................................................... 68
9.2.Definisi........................................................................................................... 69
9.3.Standar ........................................................................................................... 69
9.4.Pelaksananan Pembersihan (cleaning) ........................................................... 69
9.5.Desinfeksi ...................................................................................................... 74
9.6.Referensi ........................................................................................................ 75
BAB X. STERILISASI DAN DESINFEKSI ............................................................ 76
10.1.Pendahuluan ................................................................................................... 76
10.2.Definisi........................................................................................................... 76
10.3.Kebijakan ....................................................................................................... 76
10.4.Pelaksanaan Sterilisasi dan desinfeksi ........................................................... 80
10.5.Metode Sterilisasi .......................................................................................... 81
BAB XI. PANDUAN PENGENDALIAN INFEKSI DI INSTALASI GIZI ............ 85
11.1.Pengertian ...................................................................................................... 85
11.2.Standar ........................................................................................................... 85
11.3.Kebersihan ..................................................................................................... 85
11.4.Pembersihan dan Desinfeksi .......................................................................... 86
11.5.Penyimpanan Bahan Makanan dan Makanan Jadi ........................................ 87
11.6.Bahan Makanan dan makanan Jadi................................................................ 87
iii
11.7.Penyajian / Distribusi Makanan ..................................................................... 87
11.8.Edukasi Staff .................................................................................................. 88
11.9.Pasien Isolasi / Dengan Penyakit Menular .................................................... 88
11.10. Kesehatan Staff ......................................................................................... 88
iv
LEMBAR PENGESAHAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Infeksi nosokomial dapat terjadi karena adanya mata rantai penularan penyakit
yaitu Pelayanan pengendalian infeksi dapat efektif dan berhasil jika setiap pemberi
layanan atau petugas kesehatan menyadari dan melaksanakan pedoman
pengendalian infeksi yang telah ditetapkan dalam melaksanakan tugasnya.
1.2. TUJUAN
1) Umum
a. Memutus mata rantai penularan mikroorganisme
b. Terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan
dan menjamin pencegahan infeksi nosokomial serta membantu proses
pengobatan, penyembuhan pasien sehingga rumah sakit dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
c. Menurunkan angka kejadian infeksi dengan membuat standar maksimal
nilai dari angka kejadian infeksi
d. Membantu upaya pemerintah menekan biaya pelayanan kesehatan yang
terus meningkat dari tahun ke tahun akibat penyakit infeksi yang timbul
di Rumah
2) Khusus
a. Mempunyai kebijakan yang mengatur tentang pengendalian infeksi di
Rumah Sakit Baptis Batu
b. Memiliki pedoman pengendalian infeksi di Rumah Sakit Baptis
Batuyang selalu diperbaiki terus menerus sesuai hasil riset dan survey
c. Mencegah infeksi nosokomial terhadap penggunaan alat-alat medik
seperti penggunaan ventilator, pemasangan urine kateter, IV kateter
perifer dan central
d. Mencegah penularan infeksi melalui kontak,droplet dan airborne
1.3. KEBIJAKAN
1. Pegawai rumah sakit Baptis Batu wajib menerapkan cuci tangan sesuai
prosedur dan five moment cuci tangan
2. Pegawai rumah sakit wajib memakai APD bila melakukan kegiatan yang
beresiko terjadi paparan
2
3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai prosedur
berdasarkan kriteria Spaulding
4. Peralatan single use yang di re use harus memenuhi ketetapan sebagai
berikut
Material peralatan bisa di re use
Maksimum pemakaian ulang sesuai ketentuan
Tidak di re use bila alat sudah rusak
Proses pembersihan sesuai SPO
5. Pasien yang menggunakan peralatan single use yang di re use wajib
dijelaskan dan dimintai persetujuan
6. Pasien yang menggunakan peralatan single use yang di re use harus di
lakukan pengumpulan data untuk dianalisis resiko infeksi dari pemakaian
alat tsb
7. Pembersihan dan desinfeksi lingkungan harus dilakukan sesuai prosedur
8. Pengelolaan linen dilakukan sesuai prinsip pengendalian infeksi
9. Pegawai yang bekerja di ruang beresiko penularan penyakit wajib dilakukan
pemantauan kesehatan oleh rumah sakit
10. Pasien yang diduga atau diketahui menderita penyakit menular harus di
isolasi
11. Pasien yang menderita penyakit menular harus dipisahkan dari pasien lain
yang rentan karena immunosuppressed atau sebab lain, dan pegawai rumah
sakit
12. Pengelolaan benda tajam dan limbah medis harus sesuai prosedur
13. Praktek menyuntik harus memperhatikan prinsip keamanan
14. Pengelolaan makanan harus memperhatikan prinsip pengendalian infeksi
15. Pegawai rumah sakit wajib menerapkan etika batuk saat batuk atau bersin
16. Petugas rumah sakit wajib menerapkan kewaspadaan tambahan pada saat
merawat pasien yang menular melaui udara, droplet maupun kontak
17. Pasien yang terpasang alat invasif wajib dilakukan pencegahan dan
dimonitoring untuk kejadian infeksi
18. Pasien yang dilakukan tindakan operasi wajib dilakukan pencegahan dan
dimonitoring untuk kejadian infeksi
3
1.4. CAKUPAN KEGIATAN
1. Pencegahan infeksi nosokomial
a. Review prosedur yang terkait pengendalian infeksi
b. Audit pelaksanaan pengendalian infeksi di semua unit
2. Surveilans
3. Penggunaaan antibiotika
4. Pendidikan dan pelatihan
5. Survey infeksi : ILI & phlebitis, dekubitus, ILO, pola kuman, VAP, ISK
6. Audit pelaksanaan pengendalian infeksi di semua unit
7. Manajemen KLB
8. Membuat pengaturan tentang : ketentuan sterilisasi, penggunaan
desinfektan, penggunaan antibiotika
9. Penanganan paparan benda tajam
10. Renovasi dan pembuatan gedung baru
11. Kesehatan staff
12. Pembuatan Pola Kuman RS
4
4. Pendidikan dan Pelatihan Presentasi,simulasi Semua Staff RSBB
Diskusi Pengunjung RS dan
pasien
5 Surveilens Infeksi Nosokomial Audit ,Survei, Analisa Pasien yang dirawat
a. Sehubungan dengan data di RS dan pasien yang
pemakaian alat kesehatan Rekomendasi, Tindak menggunakan alat
ILI,UTI,VAP lanjut kesehatan selam
b. Infeksi Luka Operasi dirawat di rumah sakit
c. Infeksi Nosokomial
6 Audit Pelaksanaan Audit,observasi,wawan Petugas RS.
pengendalian Infeksi di RS cara
7 Managemen KLB Diskusi, Presentasi, Rumah Sakit
problem solving ,survei
8 Membuat pengaturan tentang : Observasi , Farmasi, Kamar steril,
ketentuan sterilisasi, Surveilens,audit Keperawatan,
penggunaan desinfektan, Penunjang Medik
penggunaan antibiotika
5
BAB II
PENGERTIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
1.1.DEFINISI
Infeksi adalah adanya organisme dalam jaringan tubuh atau cairan tubuh yang
disertai efek samping klinik (baik lokal atau sistemik) pada host. Infeksi harus
dibedakan dengan kolonisasi, dimana adanya organisme pada kulit, dalam jaringan
tubuh atau dalam cairan tubuh tetapi tanpa disertai efek samping klinik, dan
peradangan, kondisi tersebut akibat dari respon jaringan terhadap injuri atau
rangsangan oleh agen noninfeksius.
Infeksi yang terjadi selama hospitalisasi tetapi pasien tidak infeksi atau tidak pada
masa inkubasi ketika masuk rumah sakit didefinisikan sebagai nosokomial
4. Diagnosa infeksi oleh dokter yang merawat atau dokter bedah, yang didapat
dari observasi langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan
prosedur diagnosa lainnya, atau juga dari pemeriksaan klinis merupakan
kriteria yang dapat diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang tidak
mendukung.
6
5. Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika
masuk rumah sakit.
Kode : UTI-SUTI
7
- nikuria (anyang-anyangan)
- polakuria
- disuria
- atau nyeri supra pubik
dan
salah satu dari hal-hal sebagai berikut:
1) Tes carik celup (dipstik) positif untuk lekosit esterase
dan atau nitrit
2) Piuria (terdapat 10 leukosit per ml atau terdapat 3
leukosit per LPB dari urin yang tidak dipusing
3) Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin
yang tidak dipusing
4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman gram
negatif atau S.saphrophyticus) dengan jumlah > 100
koloni kuman per ml urin yang diambil dengan
kateter.
5) Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen
(kuman gram negatif atau S.Saphrophyticus) dengan
jumlah > 105 per ml pada penderita yang telah
mendapatkan pengobatan antimikroba yang sesuai
6) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat
7) Telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang
sesuai oleh dokter yang merawat.
8
- bradikardia < 100 X/menit
- letargi
- muntah-muntah
dan
hasil biakan urin 105 kuman/ ml urin dengan tidak lebih
dari dua jenis kuman.
9
dengan jumlah > 105 per ml pada penderita yang
telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang
sesuai
6) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat
7) Telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang
sesuai oleh dokter yang merawat.
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi
clean cath atau kateterisasi.
Pada anak kecil biakan urine harus diambil dengan kateterisasi buli-buli
atau aspirasi suprapubik; biakan kuman positif dari spesimen dari
kantung urine tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan
spesimen yang diambil secara aseptik dengan kateterisasi atau aspirasi
suprapubik
Dan
ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin
10
dengan jenis kuman maksimal 2 spesies
dan
tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu
(>38C), nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria,
dan nyeri suprapubik
dan
biakan kuman 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih
dari 2 jenis kuman yamg sama dengan jumlah <105 per
ml
dan
Tidak terdapat gejala-gejala Ditemukan paling sedikit dua
dari tanda-tanda dan gejala-gejala atau keluhan demam,
suhu (>38C), nikuria (anyang-anyangan), polakisuria,
disuria, dan nyeri suprapubik
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
Biakan kuman urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti
koleksi clean catch atau kateterisasi
3. ISK lain
Letak infeksi : ISK lain (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan
sekitar retro- retro-peritoneal atau rongga perinefrik)
11
Definisi : ISK yang lain harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut ini
Kriteria 2 : Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat,
baik secara pemeriksaan langsung, selama pembedahan
atau melalui pemeriksaan histopatologis.
dan
Paling sedikit satu dari berikut ini :
1) keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang
dicurigai terinfeksi
2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai
dengan tempat yang dicurigai
3) Pemeriksaan radiologi, mis ultrasound, CT scan,
MRI, radiolabel scan (gallioum, technetium)
abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.
4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang merawat
5) Dokter yang merawat memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai.
12
- hipotermia (< 37 C)
- apnea
- bradikardia < 100 X/menit
- letargi
- muntah-muntah
dan
paling sedikit satu dari berikut :
1) keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang
dicurigai terinfeksi
2) Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai
dengan tempat yang dicurigai
3) Pemeriksaan radiologi, mis ultrasound, CT scan,
MRI, radiolabel scan (gallioum, technetium)
abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.
4) Didiagnosa infeksi oleh dokter yang merawat
5) Dokter yang merawat memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai.
Kriteria 1 : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari
paska bedah
13
dan
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas
fascia
dan
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang
dipasang diatas fascia
2) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari
luka atau jaringan yang diambil secara aseptik
3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling
sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut
: nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal)
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
Kode : SSI-(ST)
Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari
paska bedah atau sampai satu tahun paska bedah (bila ada
implant berupa non human derived implant yang dipasang
permanen)
14
dan
meliputi jaringan lunak yang dalam (mis lapisan fascia dan
otot) dari insisi
dan
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan beasal
dari komponen organ/rongga dari daerah
pembedahan.
2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens
atau dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah bila
pasien mempunyai paling sedikit satu dari tanda-
tanda atau gejala-gejala berikut : demam (>38C)
atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif.
3) Ditemukan abses atau bukti alain adanya infeksi
yang mengenai insisi dalam pada pemeriksaan
langsung, waktu pembedahan ulang, atau dengan
pemeriksaan histopatologis atau radiologis
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
3. Organ / rongga
Letak infeksi : Infeksi luka operasi organ/rongga
15
harus digunakan untuk membedakan ILO organ/rongga.
Sebagai contoh : appensictomi yang diikuti dengan abses
subdiafragmatika, yang harus dilaporkan sebagai organ
ILO organ/rongga pada tempat spesifik intraabdomen
(SSI-IAB)
Suatu ILO organ/rongga harus memenuhi paling kriteria
berikut ini :
c. PNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPB)
Letak infeksi : pneumonia
16
Kode : PNEU-PNEU
dan
salah satu diantara keadaan berikut :
1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
terjadi perubahan sifat sputum
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
dan
salah satu diantara keadaan berikut:
1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
terjadi perubahan sifat sputum
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas,
5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 X lipat dalam
2 kali pemeriksaan
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
17
histopatologis
dan
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
terjadi perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis
dan
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
18
terjadi perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis
Catatan :
Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia
tetapi mungkin membantu mengidentifikasi kuman etiologik dan
memberikan data seseptabilitas antimikrobial.
Penemuan dari pemeriksaan sinar x dada serial mungkin lebih membantu
dari pada pemeriksaan tunggal.
Definisi : Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang
timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai
sebagai sumber infeksi.
Kriteria 1 : Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau
lebih biakan darah
dan
biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi
di tempat lain.
19
Kriteria 2 : Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab
lain :
- demam
- menggigil
- hipotensi
dan
paling sedikit satu dari berikut :
1) Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus
sp., porionibacterium sp., coagulase negative
staphylococci atau micrococci) ditemukan dari dua
kali lebih biakan darah yang diambil dari waktu yang
berbeda
2) Kontaminan kulit biasa (mis. DiptheroidsBacillus sp.,
porionibacterium sp., coagulase negative
staphylococci atau micrococci) ditemukan dari paling
sedikit satu biakan darah dari pasien dengan saluran
intravaskuler, dan dokter memberikan terapi
antimikrobial yang sesuai.
3) Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S.
Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B
Streptococcus)
dan
tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif
yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain.
20
- hipotermi (< 37 C)
- apnea
- atau bradicardi
dan
1) Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus
sp., porionibacterium sp., coagulase negative
staphylococci atau micrococci) ditemukan dari dua
kali lebih biakan darah yang diambil dari waktu yang
berbeda
2) Kontaminan kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp.,
porionibacterium sp., coagulase negative
staphylococci atau micrococci) ditemukan dari paling
sedikit satu biakan darah dari pasien dengan saluran
intravaskuler, dan dokter memberikan terapi
antimikrobial yang sesuai.
3) Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S.
Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B
Streptococcus)
dan
tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif
tidak berhubungan dengan satu infeksi di tempat lain.
Kode : BSI-CSEP
Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
21
Kriteria 1 : Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab
lain :
- Suhu >38 C, bertahan minimal 24 jam
dengan atau tanpa pemeberian antipiretika
- Hipotensi (sistolik 90 mmHg)
- Oliguri dengan jumlah urin (< 20 ml/jam atau
< 0,5 cc/kgBB/jam)
dan
semua gejala/tanda yang disebutkan dibawah ini :
1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan
kuman atau antigen dalam darah.
2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ditempat lain
3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.
dan
semua gejala/tanda di bawah ini :
1) biakan darah tidak dilakukan atau tidak diketemukan
kuman atau antigen dalam darah
2) tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain
3) diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
22
Kode : CVS-VASC
Kriteria 1 : Terdapat kuman yang dibiakkan dari arteri atau vena yang
diambil pada waktu pembedahan
dan
biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman
dari biakan darah.
Kriteria 2 : Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada
waktu pembedahan atau pemeriksaan histopatologis.
dan
lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
semikuantitatif
dan
biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman
dari biakan darah.
23
Kriteria 4 : Pasien menderita drainase purulen pada daerah vaskuler
yang terkena
dan
biakan darah tidak dilakukan atau didapatkan kuman dari
biakan darah.
dan
lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
semikuantitatif
dan
biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman
dari biakan darah.
g. GASTROENTRITIS
Letak infeksi : Gastroentritis
Kode : GI-GE
24
Kriteria 1 : Pasien mendapat serangan akut diare (berak cair selama
lebih dari 12 jam) dengan atau tanpa muntah atau demam
(>38 C) dan tampaknya penyebab bukan noninfeksius (mis.
Tes diagnostik, regimen terapeutik, eksaserbasi akut dari
keadaan kronis, atau stres psikologis).
Untuk neonatus
Dikatakan menderita gastroentritis apabila :
1) Hipertermi suhu > 38 C, rektal atau hipotermi suhu <
37 , rektal
25
2) Kembung
3) Bising usus meningkat atau menurun
4) Muntah
5) Pemeriksaan tinja mikroskopis ditemukan > 5
perlapang pandang, eritrosit > 2 per lapang pandang
besar.
h. EPISIOTOMI
Letak Episiotomi
infeksi :
REPR-EPIS
Kode :
Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari
Definisi : kriteria berikut :
i. VAGINAL CUFF
Letak infeksi : Vaginal cuff
Kode : REPR-VCUF
Definisi : Infeksi vaginal cuff harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :
26
Kriteria 1 : Pasien paska hysterectomy mengalami drainase purulen dari
vaginal cuff
j. ULCUS DECUBITUS
Letak infeksi : Decubitus ulcer, termasuk superfisial dan profunda (dalam)
Kode : DECU
k. LUKA BAKAR
Letak infeksi : Luka bakar (burn)
27
Kode : SST-BURN
dan
pemeriksaan histologis dari biopsi luka bakar menunjukkan
invasi kuman ke dalam jaringan berdekatan yang sehat
dan
paling sedikit satu dari berikut ini :
1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat
infeksi lain.
2) Dapat diisolasi virus herples simplex, identifikasi
histologis dari inclusions dengan cara mikroskopi
cahaya (light microscopy) atau tempat partikel-partikel
virus dengan mikroskop elektron dari biopsi kerokan
lesi.
28
- Hipotermia (<36 C)
- Hipotensi
- Oliguria (< 20 ml /jam)
- Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level yang
sebelumnya dapat ditolerir dengan mental confusion
dan
paling sedikit satu dari berikut ini :
1) terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat
infeksi lain
2) kuman dari biakan darah
3) dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi
histologis dari inclusions dengan cara mikroskopi
cahaya (light microscopy) atau tempat partikel-partikel
virus dengan mikroskop elektron dari biopsi kerokan
lesi.
Referensi :
DepKes RI DirJen Pelayanan medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial.
Jakarta
29
BAB III
SURVEILANS
3.1. PENDAHULUAN
Kegiatan surveilans merupakan komponen penunjang penting dalam
program pengendalian infeksi nosokomial. Hasil dari surveilans dapat menjadi
dasar dalam membuat perencanaan dan merupakan tolak ukur keefektifan
program pengendalian infeksi nosokomial.
Kegiatan surveilans akan dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi
Nosokomial untuk mengukur insiden infeksi nosokomial dan melakukan
tindakan untuk mengurangi angka insiden tersebut jika memungkinkan.
Pengumpulan data akan dilakukan oleh seorang IPCN (surveyor) yang telah
ditunjuk untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian infeksi nosokomial
pada periode-periode tertentu. Adapun kegiatan surveylans yang akan dilakukan
adalah
1. Infeksi Luka Operasi
2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis
3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine
4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator
5. Pola Kuman
3.2. TUJUAN
1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial
2. Sebagai system kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar
biasa (KLB)
3. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang
dapat dipakai sebagai sarana meningkatkan mutu pelayanan
4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi
nosokomial
30
3.3. DEFINISI OPERASIONAL
1. Infeksi luka operasi superficial incisional (ILO Superficial incisional) untuk
operasi bersih
Definisi : Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit
satu kriteria berikut ini :
Kriteria 1 : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari
paska bedah
dan
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia
dan
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang
diatas fascia
2) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka
atau jaringan yang diambil secara aseptik
3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling
sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut :
nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal)
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
31
Eritema dan nekrosis kulit sepanjang cateter (vasofix) atau ada exudates purulen
dari subkutan.
Infeksi tunnel :
Eritema, keras dan bengkak diatas kateter dan > 2 cm dari lokasi penusukan
32
5) Isolasi kuman positif pada biakan darah
6) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
33
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
7) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
8) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
terjadi perubahan sifat sputum
9) Isolasi kuman positif pada biakan darah
10) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
11) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
12) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis
34
3.4. METODE.
Metode surveilans yang akan dilaksanakan adalah surveilans infeksi nosokomial
periodic dan surveilans komprehensif. Surveilans Infeksi Luka Operasi, Infeksi
Luka Infus atau phlebitis, Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter
urine dan Pneumonia akibat pemasangan ventilator merupakan surveilans
terbatas & periodic sedangkan surveilans pola kuman & resistensinya dan
antibiotik merupakan surveilans komprehensif. Surveilans periodik &
komperhensif akan dilaksanakan setiap bulan selama 1 tahun
35
BAB IV
CUCI TANGAN
36
b. Cuci tangan biasa dilakukan jika : tangan terlihat kotor atau terkontaminasi
cairan tubuh, sebelum makan dan setelah dari kamar mandi/toilet, terpapar
bacillus anthracis (suspect maupun confirm)
c. Cara mencuci tangan biasa dapat dilihat pada SOP cuci tangan biasa.
37
Referensi :
CDC- MMWR, October 25th 2002. Guidelines for Hand Hygiene in Health Care
Setting. Washington DC.
38
BAB V
PENCEGAHAN INFEKSIPADA INTRAVENA KATETER PERIFER
5.2. PENCEGAHAN.
1) Petugas
Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan invasive yang merusak
pertahanan tubuh manusia sehingga pemasangan infus ini dapat menjadi salah
satu pintu masuknya kuman dan pasien beresiko terkena infeksi nosokomial.
Oleh karena itu setiap petugas kesehatan yang akan memasang infus mempunyai
tanggung jawab melaksanakan kebijakan-kebijakan dibawah ini untuk mencegah
infeksi luka infuse dan petugas harus terlatih/sudah mengikuti pelatihan
pemasangan intravena kateter.
2) Survey
1. Daerah penusukan harus dimonitor baik visual maupun palpasi secara rutin
dengan form (PIVAS/perifer intravenous Assessment Score) setiap shift.
2. Setiap pemasangan kanul intravena dengan skor PIVAS 2 atau lebih harus
didokumentasikan atau di dicatat pada catatan klinik pasien :
a. Formulir Lembar Pengumpul Data Pemakaian alat Kesehatan pada
bagian Pemakian Intravena Kateter Perifer
39
b. Tindakan yang dilakukan seperti melepas dan mengganti lokasi,
menginformasikan ke dokter, melakukan treatment.
3. Beri tanggal dan waktu pemasangan pada penutup (cover) daerah insersi.
4. Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) dan penanggung jawab
pasien yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit
PIVAS pasien tiap shift
5. Tidak perlu dilakukan kultur kanul dari intravena secara rutin
6. Survey angka infeksi luka infus harus dilakukan untuk menentukan rata-rata
infeksi memonitor angka standar dan untuk membantu mengidentifikasi
penyebab dari infeksi ini
3) Cuci tangan
Cuci tangan sebelum dan setelah : melakukan penusukan, palpasi daerah
penusukan, memperbaiki posisi, mengganti balutan atau penutup.
4) Teknik aseptik
1. Aseptik teknik harus digunakan saat memasang atau merawat infus
2. Tidak diperkenankan melakukan palpasi daerah penusukkan setelah
didesinfeksi
3. Gunakan sarung tangan bersih saat memasang infus pada vena perifer atau
mengganti balutan atau penutup insersi.
5) Lokasi penusukan
Antiseptik kulit
1. Desinfeksi kulit atau lokasi penusukan dengan alcohol swab 70% atau
betadine solution 10 % sebelum melakukan penusukan. Penusukkan
dilakukan jika alcohol sudah mengering dengan sendirinya
2. Jika menggunakan betadin maka penusukkan dilakukan setelah 2 menit
Penutup/fiksasi kateter intravena
1. Penutup yang digunakan harus steril, transparan dan semipermeabble
2. Jika pasien diaporesis, atau daerah penusukan terjadi perdarahan maka kasa
steril dapat dipergunakan sebelum penutup transparan.
3. Jika penutup tampak kotor, basah atau terdapat rembesan cairan tubuh atau
darah maka penutup harus diganti baik kasa (jika digunakan) maupun
transparan tip.
40
4. Tidak diperkenankan menggunakan salep antibotik topical atau salep
antiseptik pada daerah penusukan karena dapat mendorong timbulnya jamur
dan resistensi antibiotik.
5. Daerah penusukan tidak boleh kena air. Mandi di shower diperbolehkan jika
yakin bahwa penutup yang dipakai dapat melindungi dari masuknya air
kedaerah penusukan.
41
6) Infus set dan cairan parenteral
1. Set infus, three way atau peralatan disposible lainnya harus diganti tiap 3
hari sekali,atau bila dicurigai terinfeksi.
2. Blood set, dan infus set untuk pemberian lipid (yang dikombinasikan dengan
asam amino dan glucose atau terpisah) harus diganti setiap 24 jam dari awal
pemakaian.
3. Usahakan pemberian lipid (parenteral nutrisi) maksimal habis dalam 24
jam/plabot/botol
4. Usahakan pemberian darah atau produk darah maksimal habis dalam 4
jam/kantong.
5. Pertahankan sistem tertutup,tidak melakukan tindakan melepas dan atau
memasang slang Infus ataupun stopper/plug setiap saat.
6. Bila slang infus atau stopper/plug dilepas dari IV kateter maka ganti dengan
yang baru bila akan dipasang ke pasien kembali.
7. Gunakan slang infus sesuai dengan jenis cairan parenteral yang diberikan
kepada pasien, Blood set infusion digunakan pada pasien yang akan
mendapatkan transfusi darah sedangkan untuk jenis cairan parenteral biasa
gunakan set infusion .
8. Hindari penggunaan jarum pembebas udara yang tidak steril untuk botol
infus tertentu yang membutuhkan pembebas udara, sebaiknya gunakan
infusion set yang memiliki fasilitas pembebas udara.
7) Port injeksi
1. Port injeksi harus didisenfeksi dengan alcohol 70% sebelum dipergunakan.
2. Penutup port injeksi harus dalam keadaan tertutup
8) Pencampuran cairan intravena
1. Usahakan menggunakan single dose vial untuk pemberian terapi intravena,
jika tidak memungkinkan ikuti petunjuk dari pabrik obat tersebut.
2. Pada penggunaan jenis Antibiotik yang memiliki pH 5 sampai 10 dilarutkan
dalam 100 cc cairan aquadest atau normal saline , sedangkan pH 3.5 sampai
6 dilarutkan dalam 150 cc cairan aquadest atau normal saline. Lihat table
pencampuran pada penggunaan antibiotik
3. Tidak diperkenankan menggunakan kembali sisa cairan dari single use vial.
42
4. Ketika melakukan pencampuran, prinsip kesterilan harus diperhatikan
5. Jika multidose vial yang dipergunakan :
a. Masukkan kedalam frizer sisa obat dari multidose vial jika
direkomendasikan oleh pabrik obat tersebut
b. Desinfeksi dengan alcohol 70% multidose vial yang akan dipergunakan
kembali.
Obat pH Range
Minimallarutan(mL)
Amikacin (Amikin) 4.5
150
Amphotericin B (Fungizole) 5-7
100
Cimetidine (Tagamet) 3.8-6
150
Doxycycline (Vibramycin) 2.6
200
Dopamine (Dopast) 3.0-4.5
200
Cefazolin (Ancef) 4.5-5.5
150
Gentamicin (Garamycin) 3.0-5.5
150
Morphine 3.-6.0
150
Nafcillin (Unipen) 6.0-6.5
100
Norepinephrine (Levophed) 3.0-4.5
200
43
Sumber : Harrigan,C.A (1984).A cost-effective guide for prevention of chemical
phlebitis caused by the pH of pharmaceutical agents. Journal if Intravenous
Nursing,7,478-482.
44
Assesori cephalica Dengan vena kecil
Median antebrachial
Median basilio
Median Cubital
0.6 24 G Pasien pediatrik ; bayi atau manula terutama
dengan kondisi vena yang rapuh
Ukuran IV
Vena Lokasi kanula Pertimbangan
Gunakan spalk dari spatel lidah untuk fiksasi
Lateral dan
untuk cairan isotonik tanpa tambahan obat lain
Digital dorsal
karena resiko inflitrasi
pada jari tangan
20-22 kanula
Dorsum pada Baik untuk awal therapy,biasanya mudah terlihat
tangan Hindari penggunaan infus antibiotik,potassium
Metacarpal 20-22 kanula
punggung chloride atau agen khemotherapy
tangan
45
Ulnar pada
lengan bawah
Basilic dan sampai pada 18-22 kanula lokasi yang sulit untuk pemasangan
tulang vena besar,palpasi mudah,tapi mudah
Ulnar bergerak
fiksasi
cabang dari vena vena berukuran sedang sampai besar dan
cephalic 18-22 kanula mudah
Asesori distabilkan, kemungkinan sulit palpasi krn
Cephalica jumlah jaringan lemak.
Radial pada
aspek lengan 16 - 20 kanula Sulit terlihat,sangat bait untuk pasien gelisah
Cephalica Atas
atas bawah siku (psn cenderung menarik Infus)
lengan bawah
Median
bagian dalam 18-22 kanula Banyak terdapat syaraf dan harus dihindari
antebrachial
inflitrasi sering mudah terjadi
Ulnar pada
Median basilic lengan 18-22 kanula tempat yang baik untuk IV Therapy
Radial dari
lengan;melewati
diatas
Median Cubital
arteri brachial
pada lokasi 18-22 kanula tempat yang baik untuk IV Therapy
antecubital
daerah lekukan semua ukuran Untuk pengambilan pemeriksaan darah ,dan
siku khusus khusus kasus emergensi. Tepat tidak nyaman,
Antecubital
16-18 sulit untuk difiksasi dengan bidai. Bila
digunakan digunakan untuk emergency segera lepas
46
pada selama 24 jam.
midline
catheters dan
pheripherally
inserted
central
catheter
Refference : Manual of IV Therapeutics,second edition, Lynn Dianne Phillips,1997
47
BAB VI
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PAPARAN PADA TENAGA
KESEHATAN
6.1. Definisi.
1. Staf atau tenaga kesehatan adalah :
Seseorang (seperti POS, Perawat, dokter, petugas laboratorium,
phisiotherapis) yang bekerja sebagai pemberi pelayanan kesehatan langsung
kepada pasien (kontak dengan pasien , darah dan cairan tubuh pasien) di
Rumah Sakit Baptis Batu
2. Paparan adalah :
Suatu kondisi dimana staff mempunyai resiko terkena infeksi akibat kontak
dengan darah atau cairan tubuh pasien saat staff sedang bekerja sehingga
memerlukan tindak lanjut untuk profilaxis paska paparan ( jenis paparan
yang beresiko terinfeksi misalnya adalah tertusuk atau terpotong benda
tajam, membran mucosa ata kulit yang terluka )
6.2. Tujuan.
1. Mengurangi terjadinya kecelakaan tertusuk jarum dan mencegah terjadinya
penularan penyakit.
2. Memastikan bahwa staff Rumah Sakit mengetahui cara penatalaksanaan bila
terjadi kecelakaan tertutuk jarum/terkena darah dan cairan tubuh
48
6. Kenakan alat pelindung, jika melakukan tindakan dimana kemungkinan
terpecik darah atau cairan tubuh.
7. Tangani semua peralatan yang telah terkontaminasi oleh darah/cairan tubuh
dengan baik sesuai SOP.
8. Cucilah selalu tangan anda setiap selesai kontak dengan darah/cairan tubuh.
9. Selalu menggunakan sarung tangan saat anda melakukan tindakan yang
kemungkinan tersentuh dengan cairan tubuh seperti : pasang IV line, ukur
urine,ganti balutan, dll.
49
tersebut, maka harus segera dilakukan pemeriksaan atau nilai tingkat resiko
dari sumber.
4) Lakukan tes (status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) untuk staff yang
mengalami kecelakaan :
a. HIV pada saat kejadian, kemudian 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan
b. Hepatitis C pada saat kejadian, kemudian 3 bulan dan 6 bulan
c. Hepatitis B pada saat kejadian, 3 bulan dan 6 bulan.
5) Penanganan yang disarankan adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Paska Paparan HIV :
SUMBER (PASIEN)
STAF
Tidak di test / tidak
Positif HIV Negatif HIV
diketahui
50
b. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B
STAF Pengobatan / Tindakan
Sumber (pasien) Sumber (pasien) Sumber (pasien) tidak di test /
BHSAg Positif BHSAg Negatif tidak diketahui
Belum HBIG 2X dan Segera Berikan Segera berikan serial vaksin HB.
divaksin segera diberi serial serial vaksin HB.
vaksin HB
Pernah Tidak ada Tidak ada Tidak ada pengobatan
divaksin dan pengobatan pengobatan
diketahui
titernya cukup.
Pernah HBIG 2X dan Tidak ada Jika sumber (pasien) merupakan
divaksin tetapi segera diberi pengobatan orang yang mempunyai resiko
tidak 3 series vaksinasi ulang (*) tinggi, maka pengobatan seperti
dan diketahui (*).
titernya tidak
cukup.
Pernah HBIG 2X (**) Tidak ada Sumber merupakan orang yang
divaksin pengobatan resiko tinggi, maka pengobatan
lengkap 3 seperti (**)
series, tetapi
titernya tidak
cukup.
Pernah Tes anti HBs bagi Tidak ada Tes anti HBs bagi staf yang
divaksin tetapi staf yang terpapar: pengobatan terpapar :
respon Bila titer cukup, 1. Bila titer cukup, tak perlu
antibody tak perlu pangobatan.
belum pengobatan. 2. Bila titer tidak cukup berikan
diketahui Bila titer tidak vaksin booster dan cek
cukup berikan kembali titernya dalam
HBIG 1X dan waktu 1-2 bulan.
vaksin booster.
51
(*) HBIG (hepatitis B Immunoglobulin) dosis dewasa 400 unit.
(**) Titer (antidody) yang sudah cukup berada pada level 10 ml U/mml, sama dengan
10 sample ratio unit (RSU) dengan ratio-immuno-assay (RIA) atau positif dengan
enzym-immuno assay (EIA). Departemen of Human Services-Victoria. 1996.
Referensi :
1. CDC Recommendation and report, Updated U.S. Public Health Service Guidelines
for the Management of Occupational Exposures to HBV, HCV and HIV and
Recommendations for Posttexposure Prophylaxis, 2001.
2. Infection Control Manual in Fremantle Hospital Australia, Needlestick injury and
exposure to blood and fluid, MIP 019, Reveiwed version 3 : 23/05/2002.
52
Lampiran 1
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B
PENGOBATAN/TINDAKAN
Sumber (pasien) Sumber (pasien) Sumber (pasien)
PETUGAS
HBSAg Positif HBSAg Negatif tidak ditest/ tidak diketahui
Belum divaksin HBIG 1x dan segera Segera berikan Segera berikan serial vaksin HB
diberi serial vaksin serial
HB vaksin HB
Pernah divaksin , Tidak ada pengobatan Tidak ada Tidak ada pengobatan
diketahui titernya pengobatan
cukup
Pernah divaksin HBIG 1x dan segera Tidak ada Jika sumber (pasien) merupakan
tetapi tidak lengkap diberikan vaksinasi pengobatan orang yang mempunyai risiko
3 series dan ulang (*) tinggi, maka pengobatan seperti
diketahui titernya (*)
tidak cukup
Pernah divaksin HBIG 2 X (**) Tidak ada Sumber merupakan orang yang
lengkap 3 series, pengobatan risiko tinggi, maka pengobatan
tetapi titernya tidak seperti (**)
cukup
Pernah divaksin Tes anti HBs bagi Tidak ada Tes anti HBs bagi staf yang
tetapi respon staf yang terpapar: pengobatan terpapar:
antibody belum Bila titer Bila titer cukup, tak perlu
diketahui cukup, tak perlu pengobatan
pengobatan Bila titer tidak cukup berikan
Bila titer vaksin booster dan cek kembali
Tidak cukup titernya dalam waktu1-2 bulan
berikan HBIG 1
X dan vaksin
booster
53
a. HBIG ( Hepatitis B Immunoglobulin) dosis dewasa 400 unit
b. b.Titer (antibody) yang sudah cukup berada pada level 10mlU/mml, sama dengan 10
sample ratio unit (SRU) dengan pemeriksaan ratio-immuno-assay (RIA) atau positif
dengan enzyme-immuno assay (EIA). Department of Human services-Victoria,
1996
Lampiran 2
Penatalaksanaan Paska Paparan HIV
SUMBER (PASIEN)
PETUGAS Positif HIV Negatif HIV Tdk Ditest/tdk
diketahui
HIV negatif 1. Setelah kejadian diketahui dari pasien Tidak ada Jika pasien berisiko
HIVpositif, staff harus segera pengobatan tinggi untuk HIV, maka
dikonsulkan kepada dokter SpPD harus dikonsulkan ke
2. Jika diperlukan dirujuk ke RS yang dokter spesialis
menangani pasien HIV penyakit dalam
3. Petugas wajib melaporkan hasil (Internis) .
pengobatan/rekomendasi dokter SpPD
ke IPCN
Lampiran 3
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C
SUMBER (PASIEN)
PETUGAS Anti HCV Positif Anti HCV Tdk Ditest/Tdk diketahui
Negatif
Anti HCV 1. Periksa anti HCV dan LFT (Liver Tidak perlu Jika pasien berisiko tinggi
Negatif Fuction Test) pengobatan untuk Hepatitis C, maka
2. Pemeriksaan lanjutan untuk anti dikonsultasikan kepada
HCV dan LFT 3 dan 6 bulan dokter SpPD
kemudian.
54
Lampiran 4
FORMULIR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAMDAN SUBSTANSI TUBUH
BAGIAN A (Diisi oleh petugas/staff yang terpapar)
SUMBER (PASIEN)
Nama pasien : No MR :. Ruang rawat :
Status infeksius : Hepatitis B Hepatitis C HIV
Tidak diketahui (+).. Tidak diketahui( - )
PENATALAKSANAAN
HIV : Rujuk ke RSUD
FOLLOW UP
55
3 Bulan 6 Bulan
HBSAg : HBSAg :
SARAN
IPCN
( .)
Lampiran 5
ALUR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM INFEKSIUS
(UNTUK PETUGAS)
56
Lampiran 6
ALUR PENANGANAN PAPARAN BENDA TAJAM INFEKSIUS
1. Resiko tinggi
(UNTUK IPCN/SUPERVISOR)
Paparan darah, cairan
Laporan incident tertusuk benda tubuh dan jaringan
tajam infeksius pada kulit tidak utuh
(kulit yang pecah-
pecah, terkelupas, atau
Pengisian form paparan oleh petugas
yang tertusuk benda tajam infeksius menderita dermatitis)
57
BAB VII
PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT
7.2. DEFINISI.
1. Benda berbahaya : Setiap unsur.peralatan,bahan,atau proses yang mampu atau
berpotensi menyebabkan kerusakan
2. Benda-benda tajam : Jarum suntik jarum jahit, Bedah pisau
skalpel,gunting,benang kawat,pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk
atau melukai.
3. Insinerasi : Pembakaran sampah padat,cair atau gas mudah dibakar yang
terkontrol untuk menghasilkan gas atau sisa yang tidak atau tinggal sedikit
mengandung bahan bakar mudah dibakar. (Tietjen,2004) pembakaran yang
aman untuk dibuang ke TPA sampah.
4. Kontaminasi : Keadaan secara potensial atau telah terjadi kontak
denganmikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi ataupenyakit.
5. Sampah Infeksius : Bagaian dari sampah medis yang dapat
menyebabkanpenyakit infeksi
6. Pengelolaan sampah ; Semua kegiatan,baik administratif maupun oprasional,
58
termasuk kegiatan transportasi ,melibatkan penanganan,perawatan,dan
pembuangan sampah (Tietjen,2004)
PENAMPUNGAN
PENGANGKUTAN
PENGUMPULAN
59
7.4. STNDAR.
1. Petugas kesehatan dan petugas CSO (Cleaning Service Outsourcing) yang
bekerja dirumah sakit harus sudah mendapatkan pelatihan tentang manegemen
sampah,serta kebijakannya
2. Syarat tempat sampah : bahan tidak mudah berkarat, kedap air, tertutup, mudah
dibersihkan, mudah diangkat & dipindahkan.
3. Syarat kontainer benda tajam adalah antibocor dan aman.
4. Tempat sampah medik dan rumah tangga harus diletakkan dekat lokasi
terjadinya sampah dan mudah dicapai si pemakai.
7.5. KEBIJAKAN.
1. PENAMPUNGAN
a. Sampah umum/rumah tangga
1) Buang sampah rumah tangga ditempat sampah dengan plastik warna
hitam
2) Isi penampungan sampah tidak diperkenankan melebihi kapasitas atau
bagian.
3) Plastik sampah yang telah penuh dikumpulkan dalam tempat sampah
besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau pemusnahan.
b. Sampah Medis
1) Buang darah atau cairan tubuh lainnya ke saluran air di ruang spoel hoek
dan gunakan APD untuk mencegah terkena percikan.
2) Buang kelompok A,C,D dan kelompok E barang disposible yang
terkontaminasi seperti underpad,popok, kantong urine, kantong drain dan
lain-lain ketempat sampah dengan plastik warna kuning.
3) Buang kelompok B kedalam kontainer khusus (sharp container) yang
anti bocor dan benda tajam segera setelah dipergunakan.
4) Plastik sampah dan kontainer yang telah penuh dikumpulkan dalam
tempat sampah besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau
pemusnahan.
60
2. PENGANGKUTAN
Pengangkutan sampah dimulai dari pengambilan sampah dari setiap ruangan
sampai dibawa ketempat pembuangan akhir di rumah sakit.
1) Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
sampah.
2) Petugas CS harus menggunakan APD saat mengambil sampah disetiap
ruangan.
3) Trolley pengangkut sampah harus tertutup rapat dan anti bocor
4) Trolley/tempat pengangkut sampah harus dibersihkan dengan lap
basah,detergen dan air setelah habis pakai.
5) Tempat sampah atau kontainer benda tajam yang telah terisi bagian
harus dibuang dan diganti dengan plastik atau kontainer yang baru.
6) Tidak diperkenankan memanipulasi kantong sampah yang akan diangkut
(seperti menginjak-injak sampah, mengorek sampah).
7) Sampah disetiap ruangan diangkut ketempat pembuangan akhir ruang
sakit minimal 2 kali sehari.
b. Pemusnahan ( Incenerator )
1) petugas pemeliharaan sarana rumah sakit pada pukul 14.00 15.30 (
Senin Sabtu Petugas yang menangani pemusnahan sampah medik
harus menggunakan APD ( Sepatu tebal, masker dan sarung tangan
rumah tangga )
61
2) Jenis sampah yang dimusnakan menggunakan incenerator dengan suhu
1000C - 1200C adalah sampah medik ( kantong plastik kuning ) dan
kontainer benda tajam.
3) Pembakaran dilakukan oleh petugas BPS
REFERENSI
Ayliffe et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities.
Atlanta : U.S. Departement of Health and Human services.
Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
62
BAB VIII
PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI LAUNDRY
8.2. DEFINISI.
1. Deterjen : bahan pembersih yang menghilangkan mikroba
2. Linen : bahan-bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas perawatan
kesehatan.
3. Linen kotor : Linen dari berbagai sumber di rumah sakit yang dikumpulkan
dan dibawa ke laundry untuk diproses.
4. Pemilihan : proses pemeriksaan dan pengeluaran benda-benda asing atau non
linen
63
c. Masukkan linen kotor ke dalam kantong plastic bening atau kantong yang
tak tembus air, dan dicatat jumlah dan jenisnya.
d. Benda-benda yang bukan linen (seperti sarung tangan, penutup infuse, tissue,
underpad dll) terutama benda tajam tidak diperkenankan dimasukkan
kedalam kantong linen kotor.
e. Linen kotor tidak diperkenankan dihitung ulang di ruang perawatan
sebelum dikirim ke Laundry
f. Linen kotor infeksius (salmonella, disentri, hep. A, B atau C, TB, HIV,
MRSA, dan penyakit infeksi lain yang telah didiagnosa oleh dokter yang
merawat) atau linen yang berasal dari ruang isolasi menggunakan kantong
plastic berwarna kuning.
b. Petugas Laundry
1) Petugas Laundry harus menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD)
seperti sarung tangan rumah tangga , apron plastik, masker bedah
64
dan sepatu boot ketika menangani linen kotor atau saat melakukan
pemilahan linen
2) Petugas Laundry akan mengambil kantong linen kotor di rawat inap dan
rawat jalan, pemilahan dan penghitungan linen dilakukan di laundry
3) Tidak diperkenankan menimbulkan aerosol (dikibaskan) pada saat
melakukan pemilahan linen.
4) Trolley untuk menampung linen kotor harus mempunyai bentuk atau
warna yang berbeda dengan trolley linen bersih.
5) Petugas Laundry tidak diperkenankan menghilangkan noda pada linen
yang kotor.
6) Perhatikan linen kotor yang infeksius dan tangani dengan hati-hati secara
khusus.
65
e. Mesin cuci atau pengering tidak perlu didesinfeksi sepanjang kotoran yang
tampak dibersihkan sebelum melakukan pencucian atau pengeringan.
f. APD yang reusable harus dibersihkan dan didesinfeksi setelah pemakaian.
3. Proses Laundry
a. Linen kotor yang infeksius dimasukkan langsung ke dalam mesin cuci.
b. Proses pencucian menggunakan air panas 71C dengan detergen selama
25 mnt
c. Ikuti petunjuk dari pabrik pada setiap proses pencucian dan pengeringan
d. Pilih kosentrasi bahan kimia yang sesuai pada pencucian dengan suhu rendah
(< 71C )
e. Pertahankan keutuhan dari matras atau bantal pada proses pencucian dan
pengeringan, jika terjadi kerusakan segera diperbaiki
66
Tabel 1. Peralatan Perlindungan Diri yang harus digunakan saat pemrosesan
linen.
A. REFERENSI
Ayliffe et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities.
Atlanta : U.S. Departement of Health and Human services.
Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
67
BAB IX
PEMBERSIHAN-DESINFEKSI LINGKUNGAN
68
9.2. DEFINISI.
1. Cleaning : Suatu aktivitas untuk menghilangkan secara fisik microorganisme
dan material organik pada benda.
2. Desinfeksi : suatu proses penghancuran dan penghilangan mikroorganisme yang
hidup termasuk spora bakteri
3. Deterjen : Bahan pembersih yang membantu menghilangkan kotoran, debu
atau mikroorganisme dari tangan atau benda.
4. Desinfektan : Bahan kimia yang membunuh atau menginaktivasi mikroorganisme
9.3. STANDAR.
1. Petugas melakukan pembersihan-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan
sudah dilatih tentang pengendalian infeksi
2. Proses pembersihan dilakukan sebelum proses desinfeksi ruangan
3. Pembersihan mulai dari yang kurang kotor ke arah yang kotor
4. Metode pembersihan adalah mesin scrub basah dan kain lap basah (dust attracting
mop manual)
5. Peralatan pembersih (cleaning) harus disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan
69
5) Botol atau kontainer yang dipergunakan sebagai tempat cairan pembersih
harus bersih dan kering, gunakan botol yang tidak menimbulkan aerosol saat
menuangkan cairan pembersih.
6) Lap atau sikat yang akan dipergunakan untuk membersihkan harus bersih dan
kering.
7) Penyimpanan peralatan cleaning harus dipisahkan antara yang bersih dan kotor
serta memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi.
8) Berikan waktu cairan pembersih mempenetrasi kotoran pada permukaan
benda, tetapi ingat bahwa acid dan alkaline yang kuat dapat merusak
permukaan jika terlalu lama dibiarkan kemudian bilas dengan air bersih.
9) Buang cairan pembersih yang sudah tak digunakan di ruang spoel hook.
Dilarang membuangnya di wastafel untuk cuci tangan.
10) Peralatan cleaning harus dipindahkan segera dari area pasien setelah
dipergunakan.
11) Lepaskan alat pelindung termasuk sarung tangan sebelum keluar dari kamar
pasien.
12) Ganti sarung tangan sebelum melakukan prosedur lainnya atau kamar lainnya.
* Dikutip dari Ayliffe (2001) : The Hospital Infection Research Laboratory, City
Hospital, Birmingham.
70
PEDOMAN CLEANING LINGKUNGAN
Dinding, jendela, pintu, Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap
termasuk pegangan pintu hari.
Kursi, lampu-lampu, meja Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap
pasien, tempat tidur, hari.
pinggiran tempat tidur,
konter perawat, alat
monitor tiang infus
Wastafel, tempat cuci Bersihkan dengan sikat atau alat khusus dan cairan
pembersih desinfektan dan bilas dengan air bersih
minimal 2X sehari (atau sesering mungkin, jika
dibutuhkan).
Stetoskop dan pengukur Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap
tekanan darah hari. (oleh perawat)
Trolley (GV, EKG, linen, Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan
dll) chlorin 0,5 % atau lap alcohol disposible setelah
71
satu kali pemakaian.
Cuci dengan detergen sewaktu-waktu jika tampak
kotor
Bantal (inner slyp) Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan larutan
detergen jika tampak kotor dicuci di Laundry
Tirai gorden Ganti dan cuci tirai sesuai jadual atau jika tampak
kotor atau terpercik cairan tubuh
72
Kamar pasien Bersihkan setiap hari dan sewaktu pasien pulang.
Minimal 30 menit setelah pembersihan selesai
kamar dapat diisi oleh pasien lainnya.
2. Cleaning ruang isolasi dan ruang khusus atau area berisiko tinggi
(ICU, OK, ISOLASI)
1) Perhatian tanda-tanda khusus pada papan daftar pasien, sebelum masuk
ke kamar pasien.
2) Peralatan cleaning:
a. Ikuti pedoman cleaning lingkungan
b. Mop, kain lap harus dipisahkan dari ruangan atau kamar lain, jika tidak
memungkinkan dekontaminasi atau kirim ke laundry sebagai linen
infeksius setelah satu kali pemakaian atau gunakan disposible.
c. Hindari menggunakan mesin untuk cleaning ruangan ini, jika tetap
menggunakan mesin maka sikat atau alat yang dipergunakan harus
disterilisasi dengan desinfeksi termal atau autoclave sebelum digunakan di
tempat lain
d. Bagian luar dari mesin harus dibersihkan dengan lap yang telah direndam
dengan desinfektan seperti clhorine setelah digunakan.
73
e. Scrubbing mesin dengan tangki dilarang digunakan untuk membersihkan
area yang beresiko tinggi karena sulit untuk didekontaminasi.
3) Petugas CS harus melepaskan semua PPD sebelum keluar dari ruang isolasi
dan ruang khusus atau area berisiko tinggi.
9.5. DESINFEKSI.
1. Setiap deterjen dan desinfektan yang dipergunakan untuk cleaning ruangan
harus diketahui komposisi dan dilakukan kultur mikrobiologis.
2. Pilih desinfektan memenuhi standar untuk rumah sakit (seperti chlorine/
sodium hypochlorite)
3. Tidak diperkenankan menggunakan desinfektan tingkat tinggi untuk
membersihkan permukaan-permukaan benda non kritikal atau peralatan non
kritikal.
4. Ikuti petunjuk pemeliharaan dan cleaning peralatan medik nonkritikal yang
diberikan oleh pabrik
5. Jika tak ada petunjuk dari pabrik, ikuti prosedur dibawah ini:
a. Bersihkan permukaan peralatan medik nonkritikal dengan detergen atau
desinfektan.
b. Tidak diperkenankan menggunakan alcohol untuk mendesinfeksi
permukaan benda yang luas atau besar
c. Gunakan Alat perlindungan diri (APD) saat membersihkan permukaan
benda-benda yang:
1) sering tersentuh tangan (dengan sarung tangan) selama memberikan
perawatan pada pasien seperti tombol-tombol monitor pasien, tiang
infus, bed side table,bed side rail, dan lain-lain.
2) terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien
3) sulit untuk dibersihkan seperti keyboard komputer.
6. Tidak diperkenankan menggunakan disinfectant fogging (spray) di area
perawatan pasien
7. Tidak diperkenankan menggunakan UV light untuk mendesinfeksi ruangan
pasien kecuali setelah digunakan oleh pasien dengan penyakit infeksi melalui
udara (Ayliffe/2001, Gruendemann & Mangum/2001)
74
8. Saat menggunakan desinfektan untuk membersihkan permukaan-permukaan
benda di ruang bayi, hindari terpaparnya bayi terhadap residu desinfektan.
9.6. REFERENSI.
1. CDC (2003). Guidelines for environmental Infection Control in Health Care
Facilities. Atlanta : U.S. Departement of Health and Human services.
2. Gruendemann & Mangum (2001). Infection Prevention in Surgical Setting. USA :
W.B. Saunders Company.
3. Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk
fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
75
BAB X
STERILISASI DAN DESINFEKSI
10.1. PENDAHULUAN.
Cleaning, desinfeksi dan sterilisasi merupakan proses yang merusak
(membunuh) micro organisme yang terdapat pada alat-alat, permukaan
lingkungan dan kulit. Dimana proses tersebut tergantung dari risiko yang
berkaitan dengan penggunaanya masing-masing, target micro organismenya dan
kemampuan untuk bertahan terhadap proses dekontaminasi.
10.2. DEFINISI.
1. Sterilisasi : Suatu proses fisikal dan kemikal yang menghilangkan dan
membunuh semua bentuk mikro organisme,termasuk bakteri endospora.
2. Disinfeksi : Suatu proses menghilangkan dan membunuh mikroorganisme
pathogen pada benda benda mati yang tidak bergerak,termasuk
spora.Metoda disinfeksi dibagi menjadi 3 :
a. pembersihan
b. dipanaskan
c. kimiawi
10.3. KEBIJAKAN.
Sterilisasi harus dilakukan untuk semua instrumen/alat/bahan yang kontak
langsung dengan aliran darah atau jaringan normal steril.
Disinfeksi digunakan bila alat/bahan/instrumen yang digunakan tidak dapat
dilakukan sterilisasi dengan alat karena akan merubah bentuk dan fungsi dari
alat/bahan/instrumen tersebut
1. Sterilisasi
a. Panas
Digunakan untuk peralatan tahan panas :
Sterilisasi Steam seperti autoclave
Sterilisasi panas kering
(lihat lampiran 1)
76
b. Kemikal : Ethylene Oxide Sterilisasi
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas. Ikuti petunjuk dari
pabrik pembuatnya tentang Kelembaban,tekanan dan temperatur
2.. Disinfeksi
a. Panas
Merebus dengan suhu 100C selama 20 menit hanya digunakan pada
instrumen/alat yang tahan panas dan tidak digunakan pada prosedur
invansive.
b. Kimia
Aldehyde ( 2 % Glutaraldehyde )
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas seperti
gastroscopes dan bronchoscopes.
- Cuci dan bilas instrumen bebas dari material organik.
- Aliri dengan air yang banyak.
- Rendam selama 20 menit.
- Angkat dan bilas dengan air steril.
- Keringkan dengan handuk steril dan gantung dalam kondisi
kering
Sodium Hypochlorite (tidak digunakan pada stainless steel karena
korosive)
Sodium Hypochlorite tidak efektif dan harus disimpan jauh dari
cahaya dan panas. Efektivitas dari chlorine tergantung dari jumlah
organik yang ada seperti pus, darah. Pencampuran harus disiapkan
pada saat akan digunakan seperti dibawah ini : (lihat lampiran 2)
Sodium Dischloroisocyanurate (Na DCC) seperti Presept
Pengenceran harus baru dan digunakan tidak lebih dari 24 jam.
Presept diencerkan sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang
membuatnya, bentuk tablet. (lihat lampiran 3)
Alkohol 70 % (ethanol atau isopropyl)
Dapat digunakan dengan atau tanpa antiseptik ( seperti
chlorhexidine). Karena penetrasi dalam materialorganik kurang baik,
77
maka dapat digunakan hanya untuk membersihkan permukaan.
Rendam selama 10 30 menit.
Phenolics
Aktif agen yang memiliki tingkat yang luas pada bakteri termasuk
bacilii dan beberapa virus. Biasanya digunakan untuk membersihkan
lingkungan sebagai disinfeksi karena sediannnya dicampur dengan
detergen. Hindari kontak langsung dengan kulit.
LAMPIRAN 1
78
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
Penggunaan PRESEPT TABLET
Konsentrasi Derajat pengenceran
Chlorine
Tujuan Disinfeksi
yang 0,5 gr 2,5 gr 5,0 gr
dibutuhkan tablet tablet tablet
18 tablet 9 tablet
7 tablet
Darah 10.000 ppm 0,5 liter 2,5 liter
1 liter air
air air
9 tablet 9 tablet 9 tablet
Tempat pipet 2.500 ppm
1 liter air 5 liter air 10 liter air
Laboratorium/ 4 tablet 4 tablet 3,5 tablet
1.000 ppm
lingkungannya 1 liter air 5 liter air 10 liter air
79
1 tablet 1 tablet 1 tablet
Alat makan&pecah belah 140 ppm
2 liter air 10 liter air 20 liter air
Linen bekas pakai/linen 1 tablet 1 tablet 1 tablet
140 ppm
terinfeksi 2 liter air 10 liter air 20 liter air
Area
1 tablet 1 tablet 1 tablet
perawatan/lemari,lantai,tempat 140 ppm
2 liter air 10 liter air 20 liter air
tidur
1 tablet
1 tablet 1 tablet
Lap,sikat,pel lantai 60 ppm 4,6 liter
23 liter air 46 liter air
air
80
b. indikator biologi
c. indikator Mekanik
d. Bowie Dick test
9. Penyimpanan alat/instrument atau benda lainnya yang sudah di lakukan
proses sterilisasi disimpan dalam ruang tertutup dengan suhu 18 C 22 C
dengan kelembaban 35 % - 68 %.
10. Penyimpanan alat instrumen steril berjarak 19-24 cm dari lantai dan 43 cm
dari langit-langit serta 5 cm dari dinding
81
Thermometer oral Cairan desinfektan
atau rectal intermediet level Ethyl or isopropyl
(dipaparkan ke alat alcohol (70%-90%)
selama < 10 menit
82
(Cidex) (2-4%) 25C Cidex jika kotor atau
hasil test strip
jelek
83
dipergunakan.
Referensi :
The Association for Professional in Infection Control and Epidemiology (APIC), 1996.
Disinfection and Sterilization Principles. Washington, DC.
84
BAB XI
PANDUAN PENGENDALIAN INFEKSI DI INSTALASI GIZI
11.1. PENGERTIAN.
Infeksi Nosokomial tidak hanya dijumpai pada pasien yang dirawat di area
perawatan tapi juga dapat ditemui di sarana pendukung yang terdapat di rumah sakit
contohnya seperti makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Pasien yang dirawat di
rumah sakit memiliki kekebalan tubuh yang menurun dibandingkan dengan orang
sehat oleh karena itu penularan yang disebabkan oleh makanan yang tidak dikelola
atau ditangani dengan benar dapat mengakibatkan penyakit tambahan bagi pasien
yang disebut juga infeksi nosokomial .
Dalam hal ini pengendalian infeksi di dapur rumah sakit juga harus diperhatikan.
Pedoman pengendalian infeksi membuat standar pencegahan berdasarkan hasil audit
yang telah dilakukan oleh Infection Control Nurse dan ditemukan bahwa masih
banyak kegiatan/aktivitas di dapur yang dilakukan oleh staff dapat mengakibatkan
terjadinya kontaminasi terhadap makanan. Untuk itu dibuat standar penerapan
pengendalian infeksi di dapur seperti yang tertulis dibawah ini
11.2. STANDAR
Makanan harus disiapakan dan disajikan dalam aturan yang benar
11.3. KEBERSIHAN
1. Cuci tangan
Fasilitas cuci tangan seperti wastafel harus tersedia di area pengolahan dan
penyajian makanan dan wastafel cuci tangan harus dibersihkan setiap waktu.
Staff harus cuci tangan pada saat :
a. sebelum menyiapkan makanan
b. setelah menangani makanan /bahan makanan mentah
c. setelah menangani makanan sisa
d. setelah dari toilet atau pada kebersihan diri seperti bersin
85
2. Pemakaian Alat Perlindungan Diri
a. Penutup kepala
Digunakan pada saat mengelola makanan dari bahan mentah sampai siap saji
alasannya untuk mencegah rambut atau ketombe rontok dan jatuh kedalam
makanan yang akan disajikan ke pasien. Penutup kepala dilepas setelah
selesai melakukan aktivitas pengolahan dan penyajian makanan. Penutup
kepala dicuci setiap kali digunakan.
b. Sarung tangan
Digunakan pada saat menyiapkan makanan siap santap dalam tempat makan
pasien dan pada saat membersihkan peralatan makan.
c. Apron
Digunakan pada saat melakukan aktivitas membersihkan peralatan makan
dan mengolah makanan dari bahan mentah ke makanan siap saji. Apron
harus dilepas dan ganti setiap selesai aktivitas. Apron dicuci setiap kali
setelah digunakan
86
3. Meja persiapan makan mentah dan makanan matang/siap saji
Permukaan meja dibersihkan setiap kali tampak kotor dan basah. Meja persiapan
makanan mentah dan makanan Siap saji harus selalu dalam kondisi bersih dan
kering .
4. Pest Control
Penanggulangan terhadap serangga atau hama yang menyebabkan kontaminsai
terhadap makanan seperti tikus , lalat , kecoa, dan serangga lainnya harus
dilakukan secara rutin .
87
11.8.Edukasi Staff.
Edukasi dilakukan terhadap seluruh staff dapur mengenai kebersihan dapur dan
prinsip pengendalian infeksi di unit dapur secara rutin yang dikoordinir oleh kepala
instalasi, PPI dan diklat.
Referensi :
1. Pencegahan Infeksi Nosokomial seri 11.
2. Hospital-acquired Infection Principle and prevention Third Edition, GAJ
AYLIFFE,JR BABB, LYNDA J TAYLOR,2001.
88