Anda di halaman 1dari 22

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan angka kejadian dan tingkat

keparahan neuropati perifer diabetik di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pingadi

Medan, dimana keparahan neuropati perifer diabetik dikategorikan menjadi

derajat 0, derajat 1, derajat 2, dan derajat 3

Skema 3.1. Kerangka konseptual angka kejadian dan tingkat keparahan


neuropati perifer diabetik

Ya :
Derajat 1
Derajat 2
Neuropati Derajat 3
Perifer
Diabetik
Tidak :
Derajat 0

2. Variabel penelitian dan Defenisi Operasional

Variabel penelitian dan defenisi operasional dalam penelitian ini dijabarkan pada

tabel di bawah ini :

44

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1 Tabel Defenisi Operasional Angka Kejadian dan Neuropati Perifer
Diabetik
No Variabel Defenisi Cara Hasil Ukur Skala
Operasional Pengukuran
1. Angka Jumlah responden Monofilamen Persentasi Nominal
kejadian yang mengalami disentuhkan responden
neuropati neuropati pada pada 10 titik neuropati
perifer salah satu maupun neuropati, terhadap
diabetik kedua kaki. masing masing seluruh
di plantar kiri
responden
dan kanan.
Responden yang penelitian
tidak sensitif
terhadap
minimal 1 titik
neuropati pada
salah satu atau
kedua kaki
digolongkan
sebagai
responden
neuropati.
2. Tingkat Derajat keparahan Monofilamen Derajat 0 Ordinal
keparahan neuropati perifer disentuhkan Derajat 1
neuropati diabetik terhadap 10 titik Derajat 2
perifer berdasarkan neuropati pada Derajat3
dibetik jumlah titik kaki, jika
neuropati yang responden
tidak dirasakan sensitif terhadap
saat pengukuran 10 titik neuropati
dengan semmes digolongkan
weinstein neuropati derajat,
monofilamen 5.07 tidak sensitif
(10 gr) pada 1-3 titik
digolongkan
neuropati derajat
1, tidak sensitif
terhadap 4-6 titik
digolongkan
derajat 2, tidak
sensitif pada 7-
10 titik
digolongkan
derajat 3

45

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional.

Menurut Polit&Beck (2003) Penelitian deskriptif bertujuan untuk mengobservasi

dan mendeskripsikan variabel-variabel penelitian. Sesuai dengan defenisi tersebut

tujuan penelitian ini adalah mengobservasi dan mendeskripsikan angka kejadian

dan tingkat keparahan neuropati perifer diabetik di Poliklinik Endokrin Rumah

Sakit Pirngadi Medan

2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh pasien diabetes mellitus di Poliklinik

Endokrin Rumah Sakit Pirngadi, Medan. Jumlah pasien diabetes mellitus di

Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan pada bulan April Mei 2013

adalah sebanyak 82 orang. Besar sampel pada penelitian yang akan dilakukan

diambil

menurut rumus Slovin N 82


n = = 68 orang
Nd2+1 82. (0.05)2+1
n = Besar sampel

N= Besar populasi

d = Taraf Signifikansi ( =0.05).

Cara pengambilan sampel adalah purposive (judgmental) sampling.

Menurut Polit& Beck (2003), Purposive sampling adalah teknik pengambilan

sampel yang didasarkan oleh keyakinan bahwa pengetahuan peneliti tentang

46

Universitas Sumatera Utara


populasi dapat digunakan untuk menentukan anggota sampel. Berdasarkan

defenisi tersebut, peneliti menentukan kriteria untuk menetapkan sampel. Kriteria

inklusi penelitian adalah (1) penderita diabetes mellitus di Poliklinik Endokrin

Rumah Sakit Pirngadi Medan dengan kondisi kedua plantar baik, (2) bersedia

menjadi responden, (3) Tidak memiliki riwayat maupun sedang menderita stroke.

3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi

Medan dengan pertimbangan bahwa di Rumah Sakit Pirngadi Medan terdapat

populasi dengan jumlah yang banyak untuk mendapatkan sampel yang

representatif pada penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada April-Mei 2013.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Fakultas

Keperawatan USU dan ijin dari Rumah Sakit Pirngadi Medan. Setelah mendapat

ijin dari Rumah Sakit Pirngadi, peneliti akan menunggu responden di Poliklinik

Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan dan menyerahkan lembar persetujuan bagi

responden yang ditemui. Responden yang menyatakan setuju sebagai partisipan

dalam penelitian akan mengisi lembar persetujuan menjadi responden (informed

consent). Informasi yang diperoleh dari responden dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti dengan tidak mencantumkan nama responden di lembar alat ukur peneliti

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data dan hasil penelitian

yang disajikan.

47

Universitas Sumatera Utara


5. Instrument Penelitian

Instrument penelitian ini adalah Semmes weinstein monofilament tipe 5.07

(10 gr), merupakan alat untuk mengevaluasi sensori taktil pada kaki penderita

diabetes mellitus. Alat ini berasal dari Amerika Serikat yang dibuat pada tahun

2008. Kaliberasi alat tidak dilakukan karena tidak menginterpretasikan angka

sebagai hasil pengukuran. Oleh karena instrumen penelitian yang digunakan

merupakan instrument baku maka tidak dilakukan uji validitas.

6. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas yang dilakukan adalah koefisien reliabilitas cohenns kappa

terhadap 2 rater dengan kesalahan standar sebesar 0,048. Uji reliabilitas dilakukan

oleh peneliti bersama satu orang rater lain terhadap 10 orang responden di Rumah

Sakit Pirngadi Medan. Responden untuk uji reliabilitas tidak termasuk responden

kedalam penelitian. Hasil uji menunjukkan nilai Kappa = 0.87 (memuaskan)

sehingga instrumen penelitian bersifat reliabel

7. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dimulai dengan mengajukan permohonan ijin

pelaksanaan penelitian ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Setelah

mendapatkan surat pengantar dari fakultas, peneliti mengirimkan surat tersebut ke

Rumah Sakit Pirngadi Medan. Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan

penelitian dari Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan, peneliti menunggu responden di

unit rawat jalan Rumah Sakit dr. Pirngadi medan dan mendatangi responden yang

memenuhi kriteria penelitian untuk menyerahkan lembar persetujuan menjadi

responden, menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur penelitian. Data yang

48

Universitas Sumatera Utara


dikumpulkan berupa data primer. Data dikumpulkan melalui pembagian

kuesioner untuk mendapatkan data demografi responden dan akan diisi oleh

responden. Setiap responden diberikan waktu 5 menit untuk mengisi seluruh

data demografi . Setelah responden selesai mengisi semua pernyataan, peneliti

memeriksa kembali kelengkapan jawaban responden dan menyesuaikannya

dengan jumlah kuesioner yang terkumpul. Setelah kuesioner terkumpul, untuk

mendapatkan data kejadian neuropati, dilakukan pengkajian sensori pada sepuluh

titik di plantar kaki kanan dan kiri responden dengan menggunakan alat Semmes

weinstein monofilament tipe 5.07 (10 gr) dan didokumentasikan dalam lembar

observasi. Setiap titik pada plantar kaki responden diukur selama 1 menit,

sehingga untuk kedua kaki dibutuhkan waktu 20 menit pada setiap responden.

8. Analisa Data

Untuk mengembangkan rencana penelitian, akan dilakukan analisa data.

Proses yang dilakukan untuk menganalisa data antara lain editing, coding,

klasifikasi dan tabulasi data sehingga dapat dianalisa. Editing dilakukan dengan

cara field editing dimana informasi yang kurang jelas dari kuesioner yang diisi

responden akan segera ditanyakan dan ditulis kembali oleh peneliti di tempat

penelitian setelah kuesioner selesai diisi. Coding dilakukan dengan memberikan

kode sebelum dilakukan kalkulasi statistik sehingga respon yang diperoleh dapat

dimasukkan kedalam kategori tertentu. Klasifikasi dilakukan berdasarkan atribut

responden. Analisa data variabel penelitian (kejadian neuropati perifer dan tingkat

keparahan) dilakukan dengan menggunakan analisa statistik univariat dengan

program SPSS versi 16.0.

49

Universitas Sumatera Utara


9. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari dari

satu variabel untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian. Pada penelitian ini

analisa data dengan metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa data

demografi, kejadian neuropati perifer dan tingkat keparahan neuropati perifer

diabetik. Data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.

50

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

angka kejadian dan tingkat keparahan neuropati perifer diabetik di Poliklinik

Endokrin Rumah Sakit Pirngadi, Medan sebagai berikut :

1.Hasil Penelitian

Penelitian tentang angka kejadian dan tingkat keparahan neuropati perifer

diabetik telah dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2013 di Poliklinik

Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan terhadap responden penelitian sebanyak

67 orang. Adapun data-data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1.1 Karakteristik Data Demografi Responden

Adapun deskripsi distribusi frekuensi karakteristik responden pada

penelitian ini mencakup jenis kelamin, usia, pendidikan, suku, status olahraga,

terapi yang digunakan, status pendidikan kesehatan, status merokok, lama

menderita diabetes mellitus, KGD terakhir dan terapi yang digunakan.

Karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel berikut ini:

51

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi Responden di
Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan April-Mei tahun 2013 (n=67)

Data Demografi Responden Frekuensi Persentase


(f) (%)
1. Jenis Kelamin :
Laki-laki 21 31,3
Perempuan 46 68,7
2. Usia Responden
45-50 tahun 4 6,0
51-60 tahun 15 22,4
61-70 tahun 38 56,7
71-80 tahun 10 14,9
3. Pendidikan
SD 9 13,4
SMP 10 14,9
SMA 29 43,3
D3 5 7,5
S1 12 17,9
S2 2 3,0
4. Suku
Batak toba 42 62,7
Karo 3 4,5
Simalungun 2 3,0
Mandailing 6 9,0
PakPak 1 1,5
Jawa 9 13,4
Makassar 1 1,5
Minang 2 3,0
Aceh 1 1,5
5. Status Olahraga
Teratur 28 41,8
Tidak teratur 39 58,2
6. Terapi yang Digunakan
Insulin 5 7,5
OHO 46 68,7
Insulin + OHO 13 19,4
Tidak memakai terapi 3 4,5
7.Status Edukasi
Pernah menerima penkes 52 77,6
Tidak pernah menerima penkes 15 22,4
8. Status Merokok
Merokok 6 9
Tidak Merokok 61 90,0
9. Lama Menderita Diabetes
0-5 tahun 20 29,9
6-10 tahun 14 20,9
11-15 tahun 16 23,9
16-20 tahun 5 7,5
21-25 tahun 4 6,0
26-30 tahun 7 10,4
> 30 tahun 1 1,5
10. KGD terakhir
< 200mg/dL 25 37,3
200 mg/dL 42 62,7

52

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel distribusi frekuensi dan

persentasi data demografi responden, didapatkan bahwa mayoritas responden

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 46 orang (68,7 %), mayoritas

kelompok umur berada dalam rentang 61-70 tahun yaitu sebanyak 38 orang

(56,7%), mayoritas responden berpendidikan terakhir di jenjang SMA yaitu

sebanyak 29 orang (43,3%), suku terbanyak adalah suku batak toba dengan

jumlah 42 orang (62,7%), mayoritas responden tidak teratur berolahraga yaitu

sebanyak 39 orang (58,2%), mayoritas responden menggunakan terapi obat

hiperglikemik oral (OHO) yaitu sebanyak 46 orang (68,7%), mayoritas responden

pernah menerima pendidikan kesehatan yaitu sebanyak 52 orang (77,6 %),

mayoritas responden tidak merokok yaitu sebanyak 61 (91,0%), mayoritas

resoponden telah menderita diabetes mellitus berada pada rentang 0-5 tahun yaitu

sebanyak 20 orang (29,9%) dan mayoritas kadar glukosa darah terakhir

200mg/dL yaitu sebanyak 42 orang (62,7%)

1.2 Karakteristik Klinis Neuropati Perifer Diabetik Responden dan Tingkat

Keparahannya.

Adapun sebaran distribusi dan frekuensi hasil pengukuran titik neuropati

pada penelitian tentang angka kejadian dan tingkat keparahan neuropati perifer

diabetik dapat dilihat pada tabel dibawah ini sebagai berikut :

Tabel 5.1.2 Kejadian Neuropati Perifer di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit


Pirngadi Medan April - Mei 2013 (n=67)

No Kejadian Neuropati Frekuensi Persentasi


Perifer Diabetik (f) (%)
1. Neuropati 56 83, 6
2. Tidak Neuropati 11 16,4

53

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.1.3 Tingkat Keparahan Neuropati Perifer Diabetik Pada Plantar
Responden di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan April-Mei
2013 (n=56)

Derajat Kaki Kanan Kaki Kiri


Neuropati
Frekuensi Persentasi Frekuensi Persentasi
(f) (%) (f) (%)

0 2 3,6 3 5,4
1 28 50,0 31 55,4
2 12 21,4 10 17,9
3 14 25,0 12 21,4

Tabel 5.1.4 Lokasi Neuropati Responden di Poliklinik Endokrin Rumah


Sakit Pirngadi Medan April-Mei 2013 (n=56)
Lokasi Kaki Kanan Kaki Kiri
Neuropati
Frekuensi Persentasi Frekuensi Persentasi
(f) (%) (f) (%)

Titik 1 18 32,1 17 30,4


Titik 2 24 42,9 16 28,6
Titik 3 18 32,1 20 35,7
Titik 4 22 39,3 19 33,9
Titik 5 20 35,7 23 41,1
Titik 6 28 50,0 26 46,4
Titik 7 22 39,3 24 42,9
Titik 8 14 25,0 14 25,0
Titik 9 22 39,3 20 35,7
Titik 10 45 80,4 44 78,6

Pada penelitian ini mayoritas responden yaitu sebanyak 56 dari 67 orang

(83,6%) menderita neuropati perifer diabetik. Mayoritas responden mengalami

neuropati derajat 1 pada kaki kanan yaitu sebanyak 28 orang (50% ) dan neuropati

derajat 1 pada kaki kiri yaitu sebanyak 31 orang (55,4%). Neuropati paling banyk

54

Universitas Sumatera Utara


terjadi pada titik 10 plantar kanan responden yaitu 45 orang (80,4) dan pada titik

10 plantar kiri yaitu sebanyak 44 (78,6%)

2. Pembahasan

2.1 Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus di Poliklinik Endokrin Rumah


Sakit Pirngadi Medan
2.1.1 Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan

dengan laki-laki yaitu 21 orang laki-laki dan 46 orang perempuan dengan

perbandingan 1 :2,1. Hal ini sejalan dengan penelitian Eko (2010) pada bulan

Agustus-Desember 2001 di RSUP Dokter Kariadi yang menyatakan bahwa

jumlah penderita diabetes mellitus perempuan lebih banyak dibanding dengan

laki-laki yaitu 17 orang laki-laki dan 24 orang perempuan. Penelitian Priyantono

(2005) di poliklinik penyakit dalam RSUP Dokter Kariadi selama Juli 2004-Maret

2005 menyatakan bahwa perbandingan laki-laki dan perempun penderita diabetes

mellitus adalah 1: 1,4. Ardiyanto (2006) dalam Eko (2010) menyatakan bahwa

secara statistik tidak ada perbedaan kejadian diabetes mellitus antara laki-laki dan

perempuan karena baik laki-laki maupun perempuan secara anatomi dan fisiologis

memiliki organ pankreas dan sesuai dengan kebutuhan. Menurut asumsi peneliti,

perbedaan kejadian diabetes mellitus antara laki-laki dan perempuan dalam

penelitian ini kemungkinan karena terbatasnya jumlah kasus yang menjadi

responden.

55

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Suku Bangsa

Dalam penelitian ini, mayoritas responden penelitian adalah suku batak

toba. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2006) dalam Junita (2009) di Rumah

Sakit Haji Medan tahun 2002-2004 dengan proporsi penderita diabetes mellitus

didominasi suku batak toba yaitu 52%. Dalam hal ini suku batak toba

kemungkinan merupakan penduduk mayoritas di kota medan.

2.1.3 Kelompok Umur dan Lama Menderita Diabetes Mellitus.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kelompok umur 61-70 tahun yaitu

sebanyak 38 orang (56,7%) diikuti oleh kelompok umur 51-60 tahun sebanyak 15

orang (22,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian Sihombing (2012) pada bulan

Mei 2012 di poliklinik DM RSUD Bandung yang menyatakan bahwa frekuensi

usia penderita diabetes mellitus memiliki persentasi terbesar pada rentang usia 55

tahun keatas.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa mayoritas responden telah

menderita diabetes mellitus dalam rentang 0-5 tahun yaitu sebanyak 20 orang. Hal

ini sesuai dengan penelitian Priyantono (2005) yang menyatakan bahwa kasus

neuropati diabetik sudah ditemukan pada 65 orang dari 85 penderita diabetes

mellitus yang menderita diabetes selama 1-10 tahun. Smeltzer & Bare (2002) dan

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease/ NIDDK (2009)

menyatakan bahwa prevalensi neuropati meningkat bersamaan dengan usia

penderita dan lamanya menderita penyakit diabetes mellitus. Lama menderita

diabetes mellitus dapat menimbulkan neuropati diabetik karena hiperglikemia

yang berkepanjangan. Menurut Echeverry (2001) penuaan menjadi faktor resiko

56

Universitas Sumatera Utara


neuropati karena perubahan anatomi dan fisiologis semua sistem dalam tubuh

termasuk pada saraf tepi dimana perubahan umumya dimulai pada umur

petengahan. Mihardja (2009) menyatakan bahwa semakin lanjut usia maka

pengeluaran insulin oleh pankreas juga semakin berkurang.

2.1.4 Kadar Glukosa Darah

Mayoritas kadar glukosa darah terakhir > 200mg/dL yaitu sebanyak 42

orang (62,7%). Menurut Kumar (2009), kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dL

merupakan kondisi hiperglikemia. Subekti (2009) menyatakan bahwa patogenesis

neuropati diabetik adalah hiperglikemia berkepanjangan. Kondisi hiperglikemia

berakibat terjadi peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation

end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C.

Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga

aliran darah ke saraf menurun dan mengakibatkan neuropati diabetik. Penelitian

Subiyantoro (2002) menyatakan bahwa hanya dengan melihat status pengendalian

glukosa darah sekali saja tidak dapat memperkirakan tingginya neuropati pada

penderita diabetes mellitus.

2.1.5 Status merokok

Dalam penelitian ini, mayoritas responden tidak merokok yaitu sebanyak

61 orang (91%) orang. Menurut teori, merokok merupakan salah satu faktor

mayor dalam mengkibatkan aterosklerosis. Marieb (2013) menyatakan bahwa

nikotin dalam tembakau merupakan racun kuat yang dapat menyebabkan

vasokonstriksi yang dengan merangsang neuron simpatis postganglionik secara

langsung dan merusak tunica intima yang berfungsi dalam pengaturan diameter

57

Universitas Sumatera Utara


arteriolar. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan

merusak fungsi saraf, menurunkan terjadinya regenerasi saraf dan kerusakan

struktur saraf. Andreassen (2006) menyatakan bahwa merokok, jenis kelamin

wanita dan tinggi badan merupakan faktor independen dalam perkembangan

neuropati perifer diabetik. Penelitian Priyantono (2005) menyatakan bahwa

merokok, tidak menunjukkan peranan sebagai faktor resiko terjadinya neuropati

diabetika. Menurut asumsi peneliti, kejadian diabetes mellitus dan neuropati

diabetik yang ditemukan dalam penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh

rendahnya kebiasaan merokok saja namun hasil interaksi faktor-faktor lainnya

seperti aktivitas dan usia responden.

2.1.6. Status Olahraga, Edukasi dan Penggunaan terapi.

Mayoritas responden tidak teratur berolahraga yaitu sebanyak 39 orang

(58,2%). Penelitian Eko (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif

yang kuat antara aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah, artinya gula darah

akan menurun jika responden melakukan aktivitas lebih. National Diabetes

Service Scheme (2012), latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes

karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah, meningkatkan sirkulasi

darah, meningkatkan efisiensi insulin, meningkatkan rasa nyaman, penurunan

berat badan dan meratanya distribusi lemak. Dengan demikian, kondisi mayoritas

responden yang tidak berolahraga dapat meningkatan kadar glukosa darah dan

memicu timbulnya neuropati diabetik.

Mayoritas responden pernah menerima pendidikan kesehatan yaitu

sebanyak 52 orang (77,6%). Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikannya,

58

Universitas Sumatera Utara


mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir SMA yaitu 29 orang (43,3%).

Bila ditinjau dari data demografi, sebahagian besar responden berpendidikan

menegah kebawah yaitu pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Penelitian Mihardja

(2009) menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus di perkotaan di Indonesia

pada kategori pendidikan rendah cukup tinggi yaitu 56,3%. Hal ini perlu

mendapat perhatian karena karena pengetahuan dan kepatuhan penderita diabetes

mellitus terhadap pengendalian glukosa darah harus ditingkatkan. Edukasi tentang

pengendalian glukosa darah dan bahaya hiperglikemia dapat diberikan dengan

mengikutsertakan keluarga.

Mayoritas responden pada penelitian ini menggunakan terapi obat

hiperglikemik oral, yaitu sebanyak 46 orang (68,7%) dilanjutkan dengan

kombinasi pemakaian OHO dan insulin sebanyak 13 orang (19,4%) dan insulin

sebanyak 5 orang (7,5%). Responden yang tidak menggunakan terapi sebanyak 3

orang (4,5%). Konsensus pengelolaan diabetes mellitus (2011) menyatakan bahwa

obat hiperglikemik oral (OHO) merupakan agen farmakologis awal yang

digunakan untuk penderita diabetes mellitus khususnya diabetes mellitus tipe 2

yang diikuti dengan kendali glukosa darah dengan diet dan latihan fisik sedangkan

penggunaan insulin dipertimbangkan untuk kondisi hiperglikemik berat,

penurunan berat badan yang cepat, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia

hiperosmolar nonketotik, hipergllikemia dengan asidosis laktat, wanita hamil

dengan diabetes mellitus, stress berat,maupun alergi terhadap OHO dan adanya

kerusakan ginjal dan hati. Bila sasaran glukosa darah belum tercapai diberikan

kombinasi OHO dan insulin. Penggunaan terapi farmakologis disesuaikan dengan

59

Universitas Sumatera Utara


kebutuhan penderita diabetes mellitus. Menurut asumsi peneliti kondisi

hiperglikemia yang ditemukan dalam penelitian ini diakibatkan oleh kurangnya

aktivitas fisik (olahraga) responden.

2.2 Karakteristik Neuropati dan Tingkat Keparahan Neuropati Diabetik

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 56 dari 67 orang responden (83,6%)

menderita neuropati perifer diabetik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Boulton

(2004), bahwa neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi diabetes

mellitus yang umum terjadi dan prevalensinya dapat mencapai hingga 50%. Hal

ini didukung oleh Davies (2006) yang menyatakan bahwa neuropati perifer

diabetik merupakan komplikasi diabetes mellitus yang paling sering terjadi baik

pada penderita diabetes mellitus tipe 1 maupun tipe 2.

Smeltzer&Bare (2008) menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus

meningkat sejalan dengan usia penderita diabetes mellitus, lama menderita

diabetes mellitus dan kemungkinan meningkat menjadi 50% pada penderita yang

telah mengidap diabetes mellitus > 25 tahun. Etiologi neuropati diabetik meliputi

peningkatan kadar glukosa darah selama beberapa tahun. Patogenesis neuropati

dapat dihubungkan dengan mekanisme vaskular, metabolik maupun keduanya.

Penebalan membran kapiler bagian bawah, dan penutupan kapiler dapat terjadi.

Demyelinisasi saraf juga dapat terjadi berhubung dengan hiperglikemia. Konduksi

saraf terjadi jika ada gangguan pada selaput myelin. Bila dilihat dari karakteristik

responden, mayoritas responden berusia 61-70 tahun, tidak teratur berolahraga

dengan kadar glukosa darah > 200mg/dL. Hal ini merupakan faktor-faktor yang

dapat meningkatkan prevalensi neuropati diabetik.

60

Universitas Sumatera Utara


Mayoritas responden mengalami tingkat keparahan neuropati perifer derajat

1 baik pada kaki kanan maupun pada kaki kiri yaitu 28 orang (50% ) pada kaki

kanan dan sebanyak 31 orang (55,4%). Menurut Fenderson (2009), neuropati

derajat 1 merupakan neuropati ringan dengan kerusakan sensasi taktil pada 1-2

titik neuropati. Ditinjau dari data demografi, mayoritas responden telah menderita

diabetes mellitus pada dalam rentang 0-5 tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Fischer W Dkk (1991) dalam Priyantono (2005) bahwa neuropati ditemukan pada

pasien dengan lama meenderita diabetes mellitus rata-rata 5 tahun. Penelitian

Priyantono (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

lamanya menderita DM dengan timbulnya polineuropati diabetik, semakin lama

menderita DM maka risiko timbulnya polineuropati 1,15 kali dibanding penderita

diabetes mellitus yang belum lama. Janghorbani (2006) bahwa neuropati dapat

ditemukan sejak pertama kali terdiagnosa diabetes mellitus dan akan bertambah

hingga mencapai 50% pada penderita diabetes mellitus dengan lama menderita 25

tahun.

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease/ NIDDK

(2009) menyatakan bahwa penderita diabetes mellitus dapat mengalami

perkembangan kerusakan pada saraf setiap waktu, namun resiko bertambah

sehubungan dengan lama menderita diabetes mellitus. Kerusakan fungsi saraf

akibat diabetes mellitus dapat diturunkan dengan mengontrol glukosa darah,

menjaga berat badan dalam rentang ideal, berhenti merokok dan menjalankan

olahraga dengan teratur.

61

Universitas Sumatera Utara


Mayoritas responden mengalami neuropati di titik 10 baik pada kaki kanan

yakni sebanyak 45 orang (80,4% ) dan neuropati derajat 1 pada kaki kiri yaitu

sebanyak 44 orang (78,6%). Bila ditinjau dari posisi anatomis tubuh, titik 10

(tumit) merupakan bagian tubuh paling distal. Subiyantoro (2002) menyatakan

bahwa proses patologis pada polineuropati diabetik adalah degenerasi aksonal,

terutama pada bagian distal pada saraf perifer. Biasanya penurunan kecepatan

hantaran saraf tersebut kurang dari 40% harga normal. Marieb (2013) juga

menyatakan bahwa pembentukan keratin terjadi lebih cepat pada daerah kaki.

Keratinisasi menyebabkan penebalan stratum korneum yang menjadi lapisan

terluar epidermis. Lapisan ini berfungsi untuk proteksi terluar dan umumnya tidak

sensitif terhadap rangsangan fisik, biologik, maupun kimiawi dari luar. Menurut

asumsi peneliti, titik 10 berada pada bagian calcaneus dengan lapisan kulit yang

paling ditebal di bagian plantar kaki.

Menurut Smeltzer&Bare (2008) resiko terjadinya luka neuropati berada

pada titik tekan di area dengan penurunan sensasi pada neuropati diabetik. Karena

nyeri tidak muncul, luka dapat terjadi tanpa disadari. Pasien dengan kaki yang

tidak sensitif tidak merasakan cedera yang kemungkinan dapat terjadi karena suhu

(memakai bantalan pemanas, tidak bersepatu dan berkaus kaki di tempat yang

panas, mencoba air panas dengan kaki), faktor kimia ( memakai bahan yang tajam

dan membakar kulit pada kalus dan bunion) maupun karena traumatik (cedera

pada kulit ketika menggunting kuku, tidak meyadari adanya benda asing di dalam

sepatu dan kaus kaki). Mayoritas responden yang mengalami neuropati tidak

sensitif di titik 10 menunjukkan bahwa responden lebih banyak mengalami

62

Universitas Sumatera Utara


tekanan di bagian ini. Insensitivitas pada titik ini menunjukkan resiko luka

diabetik pada kaki di bagian tumit.

63

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan

bahwa neuropati perifer diabetik ditemukan pada penderita diabetes mellitus di

Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan sebanyak 83,6% dengan tingkat

keparahan yang bervariasi yaitu derajat 0, derajat 1, derajat 2, dan derajat 3.

Tingkat keparahan yang paling banyak ditemukan adalah derajat 1.

2. Saran

2.1 Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam asuhan

keperawatan di bidang penatalaksanaan diabetes mellitus. Dalam memberikan

asuhan keperawatan terhadap penderita diabetes mellitus, perawat sebaiknya

mengkaji neuropati perifer diabetik, memberikan edukasi terkait dengan neuropati

perifer diabetik, bahayanya serta kendali kadar glukosa darah sehingga dapat

mengurangi angka kejadian dan tingkat keparahan neuropati perifer diabetik.

2.2 Bagi penelitian selanjutnya

Jika penelitian ini dilanjutkan, disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk

mengkaji pola makan, berat badan, kepatuhan dalam menjalankan terapi diabetes

untuk mendapatkan gambaran kontrol glukosa darah responden dan kaitannya

dengan neuropati diabetik. Selain itu peneliti perlu mendapatkan data tentang

gejala awal yang dirasakan maupun tidak dirasakan oleh penderita diabetes

mellitus sehingga diperoleh gambaran bahwa neuropati perifer diabetik dapat

64

Universitas Sumatera Utara


muncul baik dengan adanya gejala awal maupun tanpa gejala awal, pemeriksaan

bandingan selain menggunakan semmes weinstein monofilament juga perlu

dilakukan untuk mengurangi subjektivitas pengukuran, uji reliabilitas sebaiknya

dilakukan oleh rater dengan waktu yang berbeda dari rater lainnya.

2.3 Bagi Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa tingkat keparahan neuropati perifer

terbanyak adalah derajat 1, berdasarkan teori neuropati pada derajat ini masih

reversibel jika kendali glukosa dan sirkulasi penderita baik sehingga diharapkan

bagi petugas kesehatan di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Pirngadi Medan untuk

meningkatkan edukasi tentang pencegahan neuropati perifer bagi penderita

diabetes mellitus dan pencegahan terhadap perkembangan tingkat keparahan

neuropati perifer diabetik dengan meningkatkan kendali kadar glukosa darah

sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya kaki diabetik pada penderita

diabetes mellitus.

65

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai