Anda di halaman 1dari 23

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kerangka konsep penelitian ini
adalah:

Faktor Host

Pedagang Makanan
(food handler)

Faktor Lingkungan

Pemeriksaan Laboratorium Feses


secara Kualitatif dengan
Teknik Modifikasi Kato Katz

Angka Kejadian Infeksi Nematoda


Usus pada Pedagang Makanan
(Food Handler)

Keterangan gambar :
: variabel yang dilakukan penelitian
: variabel yang diamati dengan menggunakan
lembar observasi dan dinilai dengan lembar
kuisioner
Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Pedagang makanan (food handler)
Pedagang makanan adalah seorang tenaga kerja yang bertugas untuk
memproses bahan makanan untuk dimasak menjadi makanan (koki atau juru
masak) ataupun pedagang yang hanya berperan sebagai food handler untuk
menyajikan makanan kepada pembeli yang berjualan di lingkungan Fakultas
Kedokteran USU.
Batas-batas pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas
Kedokteran USU :
1. Kantin lama Fakultas Kedokteran USU
2. Kantin Internasional (kantin baru)
3. Kantin gedung Abdul Hakim
4. Pedagang kaki lima yang berjualan di depan Fakultas Kedokteran USU
dan di samping pintu 1 USU
5. Pedagang kaki lima yang berjualan di dekat gedung Abdul Hakim.

3.2.2. Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus pada Pedagang Makanan (Food
Handler)
Angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan adalah
jumlah kejadian infeksi cacing yang hidup dalam usus (nematoda usus) yang
menginfeksi pedagang makanan (food handler), yang berhubungan dengan
penularan melalui tangan dari pedagang makanan (food handler) ke pembeli yaitu
cacing Ascaris lumbricoides dan Trichiuris trichiura dibagi dengan jumlah
populasi pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas Kedokteran
USU.
Pada penelitian ini juga akan dipaparkan angka kejadian infeksi telur
hookworm pada pedagang makanan (food handler) walaupun infeksi hookworm
tidak dapat menginfeksi manusia melalui penularan dengan tangan.

Universitas Sumatera Utara


Pada penelitian ini, data infeksi nematoda usus diambil sebagai data
primer dengan melakukan pemeriksaan feses. Seorang pedagang makanan (food
handler) dinyatakan terinfeksi nematoda usus apabila ditemukan telur cacing
pada pemeriksaan feses.
Alat ukur : sampel feses
Cara ukur : pemeriksaan laboratorium feses dengan pemeriksaan
kualitatif dengan Teknik Modifikiasi Kato Katz
Skala pengukuran : ordinal
Hasil ukur : terinfeksi : jika ditemukan telur pada
pemeriksaan feses
tidak terinfeksi : jika tidak ditemukan telur pada
pemeriksaan feses
3.2.3. Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner
Observasi dan kuisioner dilakukan untuk memperoleh data pendukung
perihal kondisi perilaku dan lingkungan yang berpengaruh terhadap angka
kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan (food handler) di
lingkungan Fakultas Kedokteran USU.
Alat ukur : Lembar Observasi mencakup 8 item observasi dan
Lembar Kuisioner mencakup 6 pertanyaan yang
berhubungan dengan perilaku host dan faktor lingkungan.
Skor 1 untuk setiap jawaban Ya dan 0 untuk jawaban
Tidak, dengan total skor sebanyak 14 dari 14 item
observasi dan kuisioner.
Cara ukur : Observasi dan Kuisioner
Skala pengukuran : Ordinal
Hasil ukur :
Menurut Pratomo dikategorikan atas baik, sedang dan buruk, dengan definisi
sebagai berikut:
a. Baik, apabila skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi
b. Sedang, apabila skor jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi
c. Buruk, apabila skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan cross
sectional (potong lintang), dimana pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali
pada satu saat. Penelitian ini mendeskripsikan angka kejadian infeksi cacing
nematoda usus pada pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas
Kedokteran USU.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan September 2014 di lingkungan Fakultas
Kedokteran USU, Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua pedagang di lingkungan Fakultas
Kedokteran USU yang berjumlah 25 orang.

Kriteria inklusi penelitian adalah :


1. Pedagang makanan (food handler) yang berjualan di lingkungan Fakultas
Kedokteran USU.
2. Pedagang makanan (food handler) yang bersedia menjadi sampel penelitian
dengan menandatangani informed consent dan bersedia dilakukan pemeriksaan
feses.

Kriteria eksklusi penelitian adalah:


1. Pedagang makanan (food handler) yang loss to follow up.

Universitas Sumatera Utara


4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah seluruh anggota dari populasi penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (total sampling).

4.4. Metode Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, data infeksi nematoda usus pada pedagang makanan
diambil sebagai data primer melalui pemeriksaan laboratorium feses rutin.
Observasi juga dilakukan untuk memperoleh data pendukung perihal perilaku host
dan kondisi lingkungan di lokasi penelitian.

4.4.1. Metode Pengambilan Sampel


1. Pedagang makanan yang bersedia menjadi subjek penelitian menandatangani
informed consent dan diberikan botol plastik yang telah diberikan label sesuai
karakteristik pedagang (nama, usia, jenis kelamin).
2. Pemberitahuan kepada pedagang waktu pengumpulan spesimen (tinja) sehari
sebelumnya.
3. Pada waktu pengumpulan, pedagang mengembalikan botol yang telah berisi
tinja kepada peneliti.
4. Sampel yang dibawa dari subjek penelitian langsung dibawa ke laboratorium
Parasitologi Fakultas Kedokteran USU untuk diperiksa.
5. Sampel tinja kemudian di periksa dengan Metode Modifikasi Kato Katz.

4.4.2. Pemeriksaan Tinja dengan Metode Modifikasi Kato Katz

Alat dan bahan :


- sarung tangan - spidol
- objek gelas - objek glass
- mikroskop - selofan
- kertas saring/ tissue - botol kecil
- larutan kato - lidi atau tusuk gigi

Universitas Sumatera Utara


Cara kerja:
1. Pada setiap prosedur pemeriksaan harus menggunakan sarung tangan.
2. Tulislah nomor kode pada objek gelas dengan spidol sesuai dengan yang
tertulis di botol plastik.
3. Pada objek gelas yang bersih dan bebas lemak diletakkan tinja sebesar biji
kacang hijau, 50-100 mg dengan menggunakan aplikator.
4. Tinja tersebut ditutup dengan selofan yang sudah direndam di dalam larutan
kato.
5. Selofan ditekan-tekan perlahan-lahan dengan botol kecil sampai tinja tersebar
serata mungkin di bawah selofan.
6. Sebagai patokan, sediaan yang baik bila diletakkan di atas kertas yang
bertulisan, tulisan tersebut masih dapat dibaca.
7. Keringkan larutan yang berlebihan dengan kertas saring/tissue.
8. Diamkan selama 15 menit dalam suhu kamar.
9. Lalu, sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah 100 x
(obyektif 10 x dan okuler 10x), bila diperlukan dapat dibesarkan 400 x
(obyektif 40x dan okuler 10x).
10. Hasil pemeriksaan tinja berupa positif atau negatif tiap jenis telur cacing.
(Endrawati H., 2011)

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data


Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan analisis statistik dengan
menggunakan program SPSS versi 17,0. Rancangan analisis statistik yang akan
digunakan adalah analisis univariat. Analisis univariat dilakukan untuk
menampilkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel (Notoadmodjo,
2005 : 188).

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatera Utara (USU), yang berlokasi di Jl. Dr. Mansyur No.5
Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Medan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari pedagang makanan yang berada di
lingkungan Fakultas Kedokteran USU. Total sampel adalah 25 orang pedagang.
Sampel dipilih dengan teknik total sampling, di mana karakteristik sampel
disesuaikan dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian.

Karakteristik pedagang makanan dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin


dan usia.

5.1.2.1. Karakteristik Pedagang Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi pedagang makanan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU


tahun 2014 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Pedagang Makanan berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


Laki-laki 13 52
Perempuan 12 48
Total 25 100

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan tabel 5.1., distribusi jenis kelamin pedagang makanan
memperlihatkan laki-laki ditemukan lebih banyak daripada perempuan pada
penelitian ini. Dari 25 orang pedagang makanan, terdapat 13 orang (52%) laki-
laki dan 12 orang (48%) perempuan.

5.1.2.2. Karakteristik Pedagang Makanan Berdasarkan Usia

Distribusi pedagang makanan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU


tahun 2014 berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Pedagang Makanan berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase (%)


18-40 18 72
41-60 7 28
Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.2., didapati bahwa jumlah pedagang makanan yang


berjualan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU pada rentang usia 18-40 tahun
sebanyak 18 orang (72%), dan rentang usia 41-60 tahun sebanyak 7 orang (28%).

5.1.3. Hasil Analisis Data


5.1.3.1. Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus pada Pedagang Makanan di
Lingkungan Fakultas Kedokteran USU tahun 2014

Telah dilakukan pemeriksaan mikroskopis di Laboratorium Parasitologi


berdasarkan sampel feses yang didapat dari pedagang makanan di lingkungan
Fakutas Kedokteran USU dan didapati hasil sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan Infeksi Cacing
Nematoda Usus di lingkungan Fakultas Kedokteran USU pada Tahun 2014

Infeksi Nematoda Usus Frekuensi Persentase (%)


Positif 1 4
Negatif 24 96
Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.3., pedagang makanan yang terinfeksi nematoda usus


berjumlah 1 orang dari jumlah pedagang makanan di lingkungan Fakultas
Kedokteran USU adalah 25 orang. Pedagang makanan yang terinfeksi tersebut
berjenis kelamin perempuan, berada pada rentang usia 18-40 tahun. Jadi, angka
kejadian infeksi nematoda usus dapat di hitung sebagai berikut :

Angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan di lingkungan


Fakultas Kedoteran USU =

= Jumlah pedagang makanan yang terinfeksi nematoda usus (positif) x 100%


Jumlah seluruh pedagang makanan (total)

= 1/25 X 100%

=4%

5.1.3.2. Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan Jenis Cacing


Nematoda Usus

Distribusi frekuensi pedagang makanan berdasarkan jenis cacing


nematoda usus yang menginfeksi pedagang makanan di lingkungan Fakultas
Kedokteran USU pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan Jenis Cacing
Nematoda Usus

Jenis Cacing Frekuensi Persentase (%)


A.lumbricoides 1 4
T.trichiura - -
Hookworm - -
Tidak Terinfeksi 24 96
Total 25 100

Setelah dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis ditemukan jenis cacing


nematoda usus yang menginfeksi pedagang makanan tersebut adalah
A.lumbricoides (lihat gambar 5.1.), tidak ada yang terinfeksi T.trichiura, ataupun
Hookworm.

Gambar 5.1. Hasil Pemeriksaan Mikroskopis (perbesaran 10 X)


pada Pedagang Makanan yang Terinfeksi (Positif)

Universitas Sumatera Utara


5.1.3.3. Deskripsi Hasil Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner Pedagang
Makanan
5.1.3.3.1. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Tiap Item Observasi

Distribusi frekuensi jawaban dari tiap item observasi pada lembar


observasi tentang perilaku host dan faktor lingkungan pedagang makanan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Tiap Item Observasi pada Lembar
Observasi

No. Item Observasi Perilaku Host dan Ya Tidak


Faktor Lingkungan
F % F %
1. Mencuci tangan sebelum dan 17 68 8 32
sesudah menyentuh makanan
2. Menggunakan alat seperti sendok 25 100 0 0
atau sarung tangan sebelum
menyentuh makanan
3. Mencuci tangan setelah 22 88 3 12
membersihkan piring yang kotor,
sampah dan sisa makanan
4. Mencuci tangan setelah memegang 5 20 20 80
uang
5. Menyimpan makanan bersih dan 24 96 1 4
terpelihara yaitu dengan keadaan
tertutup, bebas dari debu, asap
ataupun serangga
6.. Melakukan pembersihan serta 18 72 7 28
desinfeksi pada peralatan makanan
sebelum dan setelah digunakan

Universitas Sumatera Utara


7. Tempat mencuci tangan 21 84 4 16
(maks.berjarak 10 meter) dari tempat
berjualan
8. Lokasi berjualan jauh dengan 17 68 8 32
sumber pencemaran misalnya tempat
pembuangan sampah, tempat
pembuangan limbah atau kondisi
tercemar lainnya.
Keterangan : F = Frekuensi

Berdasarkan tabel 5.5. pada item observasi perilaku host dan faktor
lingkungan pada pedagang makanan di Lingkungan Fakutas Kedokteran USU,
yang paling banyak dinilai dengan Ya yaitu item observasi nomor 2 sebanyak
100% diikuti nomor 5 yaitu sebanyak 96%. Sedangkan item observasi yang paling
banyak dinilai dengan Tidak yaitu item observasi nomor 4 yaitu sebanyak 80%.

Universitas Sumatera Utara


5.1.3.3.2. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Lembar Kuisioner

Distribusi frekuensi jawaban pada lembar kuisioner tentang perilaku host


dan faktor lingkungan pedagang makanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Lembar Kuisioner

No. Pertanyaan Ya Tidak

F % F %
1. Mencuci tangan dengan air bersih 17 68 8 32
dan mengalir
2. Mencuci tangan menggunakan sabun 14 56 11 44

3. Mencuci tangan dengan menggosok 12 48 13 52


telapak tangan dan membersihkan
sela sela jari
4. Menjaga kebersihan kuku dengan 16 64 9 36
memotong kuku jari secara rutin
5. Mencuci tangan setelah membuang 25 100 0 0
kotoran (BAB)
6. Tidak pernah mengalami infeksi 21 84 4 16
kecacingan sebelumnya
Keterangan : F = Frekuensi

Berdasarkan tabel 5.6. pada lembar kuisioner perilaku host dan faktor
lingkungan pada pedagang makanan di Lingkungan Fakutas Kedokteran USU,
yang paling banyak dijawab dengan Ya yaitu pertanyaan nomor 5 sebanyak
100%. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan Tidak yaitu
pertanyaan nomor 3 yaitu sebanyak 52%.

Universitas Sumatera Utara


5.1.3.3.3. Skor Hasil dari Lembar Observasi dan Lembar Kuisoner dan Kategori
Pedagang Makanan

Distribusi skor hasil dari lembar observasi dan lembar kuisioner dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.7. Skor Hasil dari Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner
Pedagang Makanan

Pedagang Skor Skor Total Kategori


Makanan Lembar Lembar
Observasi Kuisioner
1. 3 1 4 Buruk
2. 5 2 7 Sedang
3. 3 2 5 Buruk
4. 6 6 12 Baik
5. 7 6 13 Baik
6. 8 6 14 Baik
7. 7 6 13 Baik
8. 6 5 11 Baik
9. 6 5 11 Baik
10. 6 3 9 Sedang
11. 6 2 8 Sedang
12. 5 5 10 Sedang
13. 7 5 12 Baik
14. 6 5 11 Baik
15. 7 6 13 Baik
16. 7 5 12 Baik
17. 4 1 5 Buruk
18. 6 6 12 Baik
19. 4 2 6 Sedang
20. 7 5 12 Baik
21. 6 3 9 Sedang
22. 6 3 9 Sedang
23. 7 6 13 Baik
24. 8 6 14 Baik
25. 6 3 9 Buruk

Universitas Sumatera Utara


Adapun kategori perilaku pedagang makanan dan faktor lingkungan
tentang infeksi kecacingan dicantumkan pada Tabel 5.8 berikut ini.

Tabel 5.8 Kategori Perilaku Pedagang Makanan dan Faktor Lingkungan


berdasarkan Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner
Kategori N %
Baik 14 56
Sedang 8 32
Buruk 3 12
Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.8., perilaku host dan faktor lingkungan pedagang


makanan terhadap infeksi kecacingan, yaitu Baik sebanyak 14 orang (56%)
pedagang, perilaku Sedang sebanyak 8 orang (32%) pedagang dan perilaku Buruk
sebanyak 3 orang (12%) pedagang.

Tabel 5.9. Distribusi Tabulasi Silang Kategori Perilaku dan Faktor Lingkungan
Pedagang Makanan dengan Infeksi Kecacingan di Lingkungan Fakultas
Kedokteran USU tahun 2014

No. Kategori Infeksi Kecacingan Jumlah


Terinfeksi Tidak terinfeksi
F % F % F %
1. Baik 0 0 14 56 14 56
2. Sedang 0 0 8 32 8 32
3. Buruk 1 4 2 8 3 12
Total 1 4 24 96 25 100
Keterangan : F = Frekuensi

Universitas Sumatera Utara


5.1.3.3.4. Deskripsi Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner pada Pedagang
Makanan yang Terinfeksi

Hasil observasi pada lembar observasi yang dilakukan pada pedagang


makanan yang terinfeksi (positif) sebagai berikut.

Tabel 5.10. Deskripsi Hasil dari Lembar Observasi Perilaku Host dan Faktor
Lingkungan pada Pedagang Makanan yang Terinfeksi (Positif)

No. Item Observasi Perilaku Host dan Nilai


Faktor Lingkungan
Ya Tidak
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
menyentuh makanan
2. Menggunakan alat seperti sendok atau
sarung tangan sebelum menyentuh
makanan
3. Mencuci tangan setelah membersihkan
piring yang kotor, sampah dan sisa
makanan
4. Mencuci tangan setelah memegang
uang
5. Menyimpan makanan bersih dan
terpelihara yaitu dengan keadaan
tertutup, bebas dari debu, asap ataupun
serangga
6. Melakukan pembersihan serta
desinfeksi pada peralatan makanan
sebelum dan setelah digunakan
7. Tempat mencuci tangan
(maks.berjarak 10 meter) dari tempat
berjualan
8. Lokasi berjualan jauh dengan sumber

Universitas Sumatera Utara


pencemaran misalnya tempat
pembuangan sampah, tempat
pembuangan limbah atau kondisi
tercemar lainnya.

Tabel 5.11. Deskripsi Hasil dari Lembar Kuisioner Perilaku Host dan Faktor
Lingkungan pada Pedagang Makanan yang Terinfeksi (Positif)

No. Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak
1. Mencuci tangan dengan air bersih dan
mengalir
2. Mencuci tangan menggunakan sabun
3. Mencuci tangan dengan menggosok
telapak tangan dan membersihkan sela
sela jari
4. Menjaga kebersihan kuku dengan
memotong kuku jari secara rutin
5. Mencuci tangan setelah membuang
kotoran (BAB)
6. Tidak pernah mengalami infeksi
kecacingan sebelumnya

Dari penilaian berdasarkan lembar observasi dan lembar kuisioner di atas,


dapat disimpulkan bahwa pedagang makanan yang terinfeksi memiliki perilaku
host dan faktor lingkungan yang Buruk (skor total jawaban dari lembar observasi
dan lembar kuisioner = 5, < 40% dari nilai tertinggi).

Universitas Sumatera Utara


5.2. Pembahasan

5.2.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Parasitologi


Fakultas Kedokteran USU didapati bahwa pedagang makanan yang terinfeksi
berjumlah 1 orang (4%) sedangkan pada 24 orang (96%) pedagang makanan
lainnya tidak didapati infeksi nematoda usus. Hal ini menujukkan sebagian besar
pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas Kedokteran USU sudah
menjaga kesehatan dirinya dengan baik. Namun terdapat satu orang pedagang
makanan (food handler) yang terinfeksi nematoda usus, hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor seperti perilaku hidup sehat, sanitasi, pengelompokan rumah
tangga, tingkat kemiskinan, kondisi alam dan geografi, dan faktor faktor lain yang
juga berperan dalam kejadian infeksi kecacingan (Hotez et al., 2006).

Penyakit kecacingan mempunyai prevalensi yang tinggi dan semua umur


dapat terinfeksi cacing. Berdasarkan data penilitian pada bulan Agustus tahun
1999 di Kepulauan Seribu, yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan didapati
bahwa angka kejadian infeksi kecacingan di Indonesia pada usia dewasa adalah 40
60%. Pada penelitian ini didapati bahwa pedagang makanan yang terinfeksi
berjenis kelamin perempuan dan usia pedagang makanan yang terinfeksi adalah
18-40 tahun. Pada penelitian ini didapati juga jenis cacing yang menginfeksi
pedagang makanan adalah Ascaris lumbricoides.

Menurut Hotez et al. (2006), infeksi dengan Trichiuris trichiura dan


Ascaris lumbricoides secara tipikal diderita pada anak-anak berusia 5-10 tahun,
semakin bertambah usia akan menurun dan menetap pada usia dewasa. Hal ini
berbeda dengan infeksi Hookworm yang terjadi pada anak usia dini dan remaja
kemudian meningkat populasi dewasa, menetap dan menurun dari usia 40 tahun
atau lebih. Berdasarkan data infeksi kecacingan pada tahun 1970 di beberapa
provinsi di Indonesia seperti Bali, Irian jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Sulawesi Selatan pada usia dewasa didapati prevalensi infeksi Ascaris

Universitas Sumatera Utara


lumbricoides sebanyak 50,8%, Trichuris.trichiura sebanyak 56% dan Hookworm
sebanyak 65,9% (Margono, 2001).

Namun, perbedaan karakteristik infeksi STH berdasarkan usia, jenis


kelamin dan jenis cacing yang menginfeksi dapat diakibatkan oleh perbedaan dari
karakteristik sampel pada tiap penelitian.

5.2.2. Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner

Perilaku dan sanitasi lingkungan merupakan faktor penting terhadap


kejadian infeksi kecacingan. Perilaku merupakan reaksi seseorang terhadap
lingkungannya, sedangkan lingkungan merupakan suatu hal yang mempengaruhi
perkembangan dan perilaku individu. Jika lingkungan mendukung ke arah positif,
maka individu akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar tidak
kondusif, maka individu tersebut akan berperilaku kurang baik (Notoatmodjo,
2007).

Dari hasil lembar observasi perilaku host dan faktor lingkungan pada
pedagang makanan di Lingkungan Fakutas Kedokteran USU, yang paling banyak
dinilai dengan Ya yaitu item observasi nomor 2 sebanyak 100%, yaitu
menggunakan alat seperti sendok atau sarung tangan sebelum menyentuh
makanan. Dari item observasi tersebut dapat dilihat bahwa pedagang makanan
melakukan usaha pencegahan penularan infeksi secara lansung dari tangan
ataupun kuku yang terkontaminasi dengan telur cacing kepada pembeli
(Onggowaluyo, 2002) diikuti nomor 5 sebanyak 96% yaitu menyimpan makanan
bersih dan terpelihara yaitu dengan keadaan tertutup, bebas dari debu, asap
ataupun serangga, hal tersebut mendukung dalam pencegahan infeksi kecacingan
terutama yang transmisinya dibantu oleh vektor (serangga), dimana telur cacing
dapat menempel pada kaki vektor (serangga), begitu juga halnya dengan debu
yang transmisi infeksinya dibantu oleh angin (Brown, 1979). Sedangkan item
observasi yang paling banyak dinilai dengan Tidak yaitu item observasi nomor 4
sebanyak 80% yaitu mencuci tangan setelah memegang uang. Menurut Stephen
M. Golgfeld (2011), uang merupakan alat tukar yang dapat diterima secara umum

Universitas Sumatera Utara


dari satu orang ke orang lain sebagai alat pembayaran yang sah, dimana uang
paling sering terkontaminasi oleh bakteri, jamur dan parasit lainnya, sehingga
dapat membantu penularan infeksi.

Dari hasil lembar kuisioner perilaku host dan faktor lingkungan pada
pedagang makanan di Lingkungan Fakutas Kedokteran USU, yang paling banyak
dijawab dengan Ya pertanyaan nomor 5 sebanyak 100% yaitu mencuci tangan
setelah membuang kotoran (BAB). Sedangkan pertanyaan yang paling banyak
dijawab dengan Tidak yaitu pertanyaan nomor 3 sebanyak 52% yaitu mencuci
tangan dengan menggosok telapak tangan dan membersihkan sela sela jari. Dari
kedua pertanyaan diatas hal ini dapat membantu penyebaran infeksi melalui telur
cacing yang menempel pada permukaan tangan dan sela-sela jari (Onggowaluyo,
2002).

Berdasarkan lembar observasi dan lembar kuisioner perilaku pedagang


makanan dan faktor lingkungan didapati bahwa pedagang makanan memiliki
perilaku Baik tentang infeksi kecacingan, yaitu sebanyak 14 orang (56%), 8 orang
(32%) pedagang makanan berperilaku Sedang dan 3 orang (12%) pedagang
makanan berperilaku Buruk. Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa kategori
pedagang makanan yang Buruk dengan infeksi kecacingan (positif) mempunyai
persentase lebih tinggi. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan di
Kecamatan Blang, Mangat, Kota Lhokseumawe yang mendapati bahwa kategori
yang Buruk dengan infeksi positif mempunyai persentase yang lebih tinggi
(Jalaluddin, 2009). Namun, hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang pada bulan Agustus
2011, didapati yang mempunyai kategori yang Baik dengan infeksi positif
(54.5%) lebih banyak daripada kategori yang Sedang dan Buruk.

Perilaku dan faktor lingkungan pedagang makanan yang Buruk dalam


penelitian ini belum tentu terinfeksi cacing (positif), infeksi cacing dapat juga
pada pedagang makanan yang memiliki perilaku dan faktor lingkungan yang Baik
dan Sedang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti perilaku

Universitas Sumatera Utara


hidup sehat, sanitasi, pengelompokan rumah tangga, tingkat kemiskinan, kondisi
alam dan geografi, dan faktor faktor lain yang juga berperan dalam kejadian
infeksi kecacingan (Hotez et al., 2006). Selain itu, infeksi kecacingan juga
dipengaruhi oleh karakteristik penjamu seperti imunitas, status gizi, status
kesehatan, usia dan jenis kelamin. Di lokasi penelitian, peneliti melakukan
observasi di sekitar tempat berjualan didapati anak dari pedagang makanan
tersebut yang masih berusia sekolah dasar. Penularan infeksi kecacingan dapat
terjadi dari ibu ke anak tapi tidak tertutup kemungkinan dapat terjadi dari anak ke
ibu, hal ini dikarenakan apabila dalam satu rumah ada yang terinfeksi maka orang
lain dalam rumah tersebut dapat tertular infeksi akibat kontak yang terlalu kuat.
Namun, pedagang makanan yang terinfeksi cacing (positif) telah diberikan
pengobatan untuk pemberantasan infeksi dengan menggunakan mebendazole.
Walaupun mebendazole merupakan obat broad-spectrum, obat ini sangat efektif
terhadap ascariasis dengan pemberian dosis tunggal.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan di lingkungan


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah 4%. Pedagang yang
terinfeksi berjumlah 1 orang, berjenis kelamin perempuan dan berada pada
rentang usia 18-40 tahun.

2. Jenis nematoda usus yang menginfeksi pedagang makanan di lingkungan


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah Ascaris lumbricoides.

3. Dari 25 orang pedagang makanan berdasarkan lembar observasi perilaku


pedagang dan faktor lingkungan, terdapat perilaku Baik paling banyak yaitu
sebanyak 14 orang (56%).

4. Perilaku pedagang makanan yang terinfeksi nematoda usus adalah Buruk.

6.2. Saran

Selama proses pelaksanaan penelitian, penulis menemukan beberapa hal


yang perlu diperhatikan dan dibenahi untuk meningkatkan kualitas kesehatan,
pendidikan, serta penelitian. Berdasarkan hal tersebut, saran penulis adalah

1. Pedagang makanan di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara lebih membangun kesadaran untuk menjalankan hidup sehat, baik di dalam
rumah, lokasi berjualan maupun di lingkungan sekitar.

2. Sebagai mahasiswa kedokteran sebaiknya memberikan edukasi kesehatan


kepada pedagang makanan di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih baik
dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan variabel yang lebih bervariasi.

4. Dianjurkan lebih banyak penelitian yang berhubungan dengan infeksi


kecacingan pada dewasa karena data infeksi kecacingan pada dewasa sangat
minim.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai