Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.
Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to Stroke,
otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak mempunyai fungsi khusus.
Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat
berupa bergerak, merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang,berkhayal,membaca,menulis,
berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu,
misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut
hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang subaraknoid,
yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut
hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan dan merupakan
sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk
perdarahan subaraknoid.
Menurut WHO, stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa diseluruh
dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta
penderita pada tahun 2030.Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua
stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia. Setelah umur
55 tahun risiko stroke meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun (risiko relatif ).Pada pria
memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan wanita,
dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria lebih rawan dari pada wanita pada usia yang
lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda


klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.

Stroke hemoragikadalah Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah


ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui
penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan
sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak.
Stroke iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab
vaskular.Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih; pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.Stroke jenis ini
memiliki ciri khas onset defisit neurologis setempat yang tiba-tiba.Beberapa pasien
mengalami perkembangan gejala yang bertahap.Defisit neurologis yang lazim ditemukan
meliputi dysphasia, dysarthria, hemianopia, hemiparesis, ataxia, dan sensory loss.Gejala dan
tandanya biasanya satu sisi (unilateral).

2
2.2 Epidemiologi

Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di Negara negara industri setelah
penyakit jantung dan kanker.Prevalensi stroke pada populasi kulit putih berkisar antara 500-600
per 100.000 penduduk.Dilaporkan di Selandia baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445
per 100.000 penduduk.Rentang pada Negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China,
prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000 penduduk (WHO,
2006).

Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit dan penyebab
kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker.Setiap
tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi
secara keseluruhan adalah 750/ 100.000.Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua
umur adalah stroke (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk,
dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi
Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di
Papua (3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).

2.3 Anatomi Pembuluh Darah Otak

Menurut American Heart Association(AHA) dalam Family Guide to Stroke, otak


adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak mempunyai fungsi khusus.Otak
merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa
bergerak, merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis,
berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain.Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu,
misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu Otak membutuhkan
banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan seluruhnya, namun oksigen yang
dibutuhkan hampir mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari
darah. Pada keadaan normal, darah yang mengalir ke otak (CBF = cerebro blood flow) adalah
50-60 ml/100 g otak/menit.

3
Ada3 selaput yang melapisi otak, yaitu duramater, araknoid dan pia mater.Suplai darah
ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan dan kiri) dan arteri karotis
interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari
otak, sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan dan
area atas otak.Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu membentuk
sirkulus willisi.Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam kepala untuk mengimbangi
setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu pembuluh nadi leher mengalami
kegagalan.

Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan
hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri) berfungsi dalam mengendalikan
gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara, berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri
dextra (kanan) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan,
kemampuan seni, keterampilan dan orientasi.

2.4 Etiologi

Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian :

a. trombosis (bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher),

b. embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh lain),

c. iskemia (penurunan aliran darah ke area otak),

d. hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke jaringan


otak atau ruang sekitar otak).

Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara
atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi.

4
Perdarahan intraserebral,Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh
kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Ada beberapa Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala,
mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina,dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia atau hemiparese dan
dapat disertai kejang fokal atau umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit
sampai beberapa jam. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

5
2.5 Faktor Resiko

a. Usia

Usia adalah faktor risiko terpenting untuk terjadinya stroke terjadi pada usia 65 tahun
atau lebih. Faktor risiko meningkat dua kali lipat untuk setiap dekade setelah usia 55 tahun.

b.Hipertensi

hipertensi adalah faktor risiko stroke terkuat. Faktor risiko meningkat seiring dengan
peningkatan tekanan darah.Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik atau keduanya
mempercepat terjadinya aterosklerosis.

c.Jenis kelamin

Infark dan stroke terjadi 30% lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita.
Perbedaan ini terjadi terutama pada usia kurang dari 65 tahun.

d.Riwayat keluarga

Prevalensi stroke meningkat lima kali lipat pada kondisi kembar monozigot dibandingkan
dengan kembar dizigot yang secara genetik memiliki predisposisi terhadap stroke menunjukkan
peningkatan tiga kali lipat insidensi stroke pada orang yang ibunya meninggal karena stroke,
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat maternal seperti itu.

e.Diabetes Melitus
Diabetes meningkatkan risiko stroke tromboembolik sekitar dua hingga tiga kali lipat
dibandingkan dengan orang tanpa diabetes.Diabetes merupakan predisposisi terhadap iskemik
serebral dengan mempercepat aterosklerosis pada pembuluh darah besar seperti arteri koroner
atau karotis atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
f. Penyakit jantung
Seseorang dengan penyakit jantung mempunyai risiko lebih dari dua kali terkena stroke
dibandingkan dengan orang dengan fungsi jantung normal.Penyakit arteri koroner merupakan
indikator kuat keberadaan penyakit vaskular aterosklerotik dan berpotensi menjadi sumber

6
emboli.Penyakit jantung kongestif, Penyakit jantung hipertensi Berhubungan dengan
peningkatan stroke. Fibrilasi atrial berperan kuat dalam stroke emboli dan fibrilasi atrial
meningkatkan risiko stroke.
g.Merokok
Merokok meningkatkan risiko stroke pada semua usia dan kedua jenis kelamin. Derajat
resiko berkorelasi dengan jumlah komsumsi rokok.

h.Komsumsialkohol

Alkohol juga dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke hemoragik.Adanya
peningkatan resiko infark serebral dan perdarahan subaraknoid yang telah dihubungkan dengan
penyalahgunaan alkohol pada dewasa muda. Mekanisme etanol menyebabkan stroke dengan
pengaruh pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel darah merah.Di
samping itu, alkohol dapat menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan pada aliran
darah serebral.

2.6 Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kelainan patologis

A. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah
ke jaringan parenkim otak,ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya.
Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak
dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan
tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan
batang otak.

1. Perdarahan intra serebral


2. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

7
B. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau
hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik.Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala
dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang
terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga
menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan.Gejala neurologis yang
muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena.
1. Stroke akibat trombosis serebri
2. Emboli serebri
3. Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

a. Transient Ischemic Attack (TIA)


Terjadi akibat gangguan peredaran darah otak sepintas yang menimbulkan
gangguan fungsi otak sesaat dan membaik dalam waktu kurang dari 24 jam. Etiologi dari
TIA adalah berupa spasme pembuluh darah yang sudah aterosklerotik, mikro emboli
jantung, polisitemia, atau kelainan paru.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
d. Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

A. Sistem karotis

Motorik : hemiparese kontralateral, disartria


Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

8
B. Sistem vertebrobasiler

Motorik : hemiparese alternans, disartria


Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

2.7Patofisiologi

Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak adalah 5060 ml per 100
gram otak per menit.Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya antara 1200-
1400 gram adalah 700-840 ml per menit.Dari jumlah darah itu, satu pertiganya disalurkan
melalui tiap arteri karotis interna dan satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan
vertebrobasilar.Daerah otak tidak berfungsi bisa karena secara tiba-tiba tidak menerima suplai
darah lagi karena arteri yang memperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat.Penyumbatan
itu bisa terjadi secara mendadak atau secara berangsur-angsur.

Oklusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran darah ke regio
otak sesuai dengan kebutuhannya. Penurunan aliran ini akan berpengaruh pada aliran darah
kolateral dan ini sangat tergantung pada anatomi vaskular individual dan lokasi oklusi. Apabila
aliran darah serebral tidak ada sama sekali, akan terjadi kematian pada jaringan otak dalam 4
hingga 10 menit. Apabila aliran darah ke otak kurang dari 16-18 ml/ 100 gram jaringan otak per
menit maka akan menyebabkan infark dalam satu jam. Apabila kurang dari 20 ml/ 100 gram
jaringan otak per menit menyebabkan iskemik tanpa infark kecuali jika berlangsung selama
beberapa jam atau hari. Jika aliran darah dikembalikan dengan cepat sesuai dengan
kebutuhannya, sehingga jaringan otak dapat pulih penuh dan simptom pada pasien hanya
transien dan ini disebut transient ischemic attack (TIA).Tanda dan gejala TIA biasanya
berlangsung dalam 5-15 menit tetapi secara defenisi harus kurang dari 24 jam.

Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu:

1. jalur nekrosis di mana pemecahan sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat
pada kegagalan energi sel
2. Dan jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati. Iskemik menyebabkan nekrosis
karena sel-sel neuron mengalami kekurangan glukosa yang berakibat pada

9
kegagalanmitokondria dalam menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion pada membran
akan berhenti berfungsi dan neuron mengalami depolarisasi dan disertai dengan
peningkatan kalsium intraselular. Depolarisasi selular juga menyebabkan pelepasan
glutamat dari terminal sinapsis. Di samping itu, penurunan ATP akan menyebabkan
penumpukan asam laktat dan menyebabkan terjadinya asidosis selular . Radikal bebas
juga dihasilkan oleh degradasi membran lipid dan mitokondria yang mengalami
disfungsi. Radikal bebas ini menyebabkan kerusakan pada membran dan fungsi vital lain
sel. Di samping itu, demam akan memperparah iskemik begitu juga dengan
hiperglikemia, oleh karena itu demam dan hiperglikemia harus diatasi dan jika bisa
dicegah . Penurunan suhu setidaknya 2 3 0C dapat menurunkan kebutuhan metabolik
neuron dan meningkatkan toleransi terhadap hipoksia sebesar 25-30 %.

2.8 Gambaran klinis

Pada beberapa penderita serangan berlangsung lambat antara 24-48 jam, dan hematom
tidak besar sehingga tidak cukup untuk menimbulkan gangguan neurologik.Pada penderita
hipertensi berat, dalam keadaan sedang aktif atau emosional, mendadak mengeluh nyeri kepala
dan kemudian muntah, penderita tampak bingung dan koma dalam satu jam.
Perdarahan di daerah supratentorial akan menimbulkan deviasi kepala dan atau mata kea
rah hemisfer yang terkena. Dengan demikian ada gambaran sebagai berikut: kedua mata melirik
kea rah lesi serebral dan menjauhi anggota gerak yang mengalami kelumpuhan. Namun
demikian, kadang-kadang dijumpai keadaan yang terbalik. Kedua mata melirik ke sisi yang tidak
mengalami perdarahan: keadaan ini dapat terjadi pada perdarahan di thalamus atau hemisfer
serebri.
Apabila perdarahan terus berlangsung maka penderita dapat mencapai tahap terminal
dalam beberapa jam. Apabila proses stabil maka terjadilah persistent vegetative state. Secara
luas, perdarahan intraserebral dibagi menjadi dua kategori, yaitu : yang terkait dengan hipertensi
(perdarahan dalam) dan yang terkait dengan angiopati amyloid serebral (perdarahan lobar).

10
Perdarahan yang sering terjadi adalah:
1. Perdarahan lobar
Perdarahan lobar dapat dibedakan ke dalam 4 gejala klinik yang membedakan
letak perdarahan. Pada perdarahan oksipital, sefalgia dapat terbatas di mata ipsilateral
disertai heminopia dengan atau tanpa tanda-tanda minimal traktus kortikospinal pada
sisi yang sama dengan deficit medan penglihatan. Perdarahan temporal kiri dapat
mulai dengan nyeri telinga homolateral, disfasia lancar dengan pemahaman yang
buruk tetapi dengan repitisi yang baik, dan hemianopia atau
kuadrantanopia.Perdarahan frontal ditandai dengan hemiparesis kontralateral serta
sefalgia bifrontal.Ahirnya, perdarahan parietal ditandai dengan nyeri homolateral,
deficit sensorik kontralateral dan hemiparesis ringan.
2. Perdarahan thalamus
Perdarahan thalamus dihemisfer dominan dapat menimbulkan afasia, mirip
dengan afasia transkortikal. Prognosis tergantung ukuran lesi: bila lebih dari 3cm
maka biasanya bersifat fatal. Perdarahan thalamus diawali dengan contralateral
hemisensory loss.Apabila mengenaikapsula interna maka terjadi hemiparesis atau
hemiplegia kontralateral. Apabila meluas ketas (substansia alba) maka terjadi
hemianopia. Perluasan kearah medial melibatkan ventrikel III dan terjadilah
perdarahan intraventrikular. Perluasan ke bawah akan mengenai subtalamus dan
mesensefalon bagian dorsal, menyebabkan pupil mengecil dengan reaksi lambat
terhadap cahaya. Apabila daerah subtalamik diensefalik terkena maka bola mata
melirik kebawah dalam dengan paralisis gerakan keatas disertai posisi kedua bola
mata melihat ujung hidung.Variasi sindrom ini meliputi nistagmus retrak torius dan
mata juling.
3. Perdarahan putamen
Manifestasi awal adalah awitan yang sangta mendadak dengan hemiplegia,
disertai sefalgia, muntah dan penurunan kesadaran.Terdapat pula defek hemisensorik,
gangguan gerak bola mata, dan hemianopia homonim.Lesi di hemisferium dominan
sering disertai afasia, bergantung pada arah perluasan lesi.

11
4. Perdarahan mesensefalon
Perdarahan didaerah ini jarang sekali terjadi.Apabila terjadi maka muncullah
paralisis okulomotorius ipsilateral dengan tanda traktus kortikospinalis kontralateral
(sindrom weber).Apabila perdrahan membesar maka tanda-tanda tadi menjadi
bilateral.Teribatnya formasio retikularis menyebabkan koma, dan tersumbatnya
akuaduktus sylvii menimbulkan peningkatan tekanan intracranial secara mendadak.
5. Perdarahan pons
Pada sebagian kasus, perdarahan mulai di batas antara dasar pons dan tegmentum
di tingkat pertengahan pons.Perdarahan pons dicirikan oleh koma dalam yang
mendadak tanpa didahului peringatan atau nyeri kepala, dan kematian terjadi dalam
beberapa jam pertama.Seeingkali terjadi bihamiparesis dan rigiditas deserebrasi.Pada
tahap awal, hemiplegia kontralateral dapat diikuti oleh paralisis fasial homolateral
atau paralisis nervus cranialis lainnya.Kebalikan dengan lesi hemisferik, perdarahn
pons biasanya dicirikan oleh deviasi mata dan kepala secafa permanen, menjauhi sisi
yang terkena perdarahan disertai gangguan refleks bola mata.Apabila terjadi
perdarahan bilateral maka terjadi paralisis gerakan mata horizontal dengan gerakan
mata vertical secara spontan maupun atas serangan. Pada tahap lanjut muncul
prognosis buruk dengan faktor 5 P: paralysis, pulsus parvus, pint point pupils, dan
periodic respiration. Tanda-tanda tersebut begitu khas bagi perdarahan di pons.
6. Perdarahan medulla oblongata
Perdarahan jenis ini sangat jarang terjadi dan penderita segera meninggal dunia,
kecuali hematom subependinal, yang dapat terjadi sebagai suatu lesi massa terapi
biasanya pulih secara spontan tanpa gejala sisa.
7. Perdarahan serebelum
Diagnosis yang segera ditegakkan merupakan hal yang sangat esensial karena
tindakan operasi dapat menolong jiwa penderita. Klinis akan tampak gejala-gejala
pendesakan tumor di fosa posterior dan peningkatan tekanan intracranial. Ciri-ciri
lainnya adalah gangguan okulomotor, gangguan keseimbangan, nistagmus, muntah
terus menerus, atau singuitis.Tanda-tanda sereberal tidak nyata.Diagnosis didasarkan
atas kesadaran penderita dan CT-Scan.

12
Pada perdarahan serebelum tidak biasa dijumpai hemiparesis atau hemiplegia, bila
muncul gejala tadi maka diagnosisnya mengarah pada perdarahan putamen atau thalamus,
apabila terdapat gangguan pada medan penglihatan atau disfasia maka diagnosisnya kearah lesi
lesi supratentorial.
Gejala klinis yang juga sering ditimbulkan adalah:
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan
dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina dan
epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplagi/hemiparase dan
dapat disertai kejang fokal atau umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, reflek pergerakan
bola mata menghilang dan desebrasi.
Dapat dijumpai tanda-tanda peningkatan TIK.

13
2.9 Diagnosis
diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Tabel 1. Diagnosis perdarahan intraserebral


SH
Gejala Klinik NH
PIS PSA
Defisit lokal Berat Ringan Berat-ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Tidak ada,
Muntah pada
Sering Sering kecuali jika lesi
awalnya
di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak ada Sering kali
Penurunan
Ada Ada Tidak ada
Kesadaran
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Permulaan tidak
Hemiparesis Sering di awal Sering dari awal
ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering

Likuor Berdarah Berdarah Jernih


Paresis/
Tidak ada Bisa ada Tidak ada
gangguan N.III
Waktu serangan Lagi aktif Lagi aktif Bangun pagi
Kejang Umum Sering fokus Tidak ada
Tanda rangsang
+ + -
meningeal
Papil edema + + -
Perdarahan retina + + -

14
Kriteria diagnosis :
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang mengerti
tentang penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat
perjalanan penyakit, misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita, factor -faktor
risiko yang menyertai stroke.
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktivitas atau istirahat,
kesadaran baik atau terganggu, nyeri kepala atau tidak, muntah atau tidak, riwayat
hipertensi (faktor risiko stroke lainnya) lamanya (onset), serangan pertama atau ulang.
Pemeriksaan Fisik (neurologis dan umum)
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum (yaitu
pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan jantung),
pemeriksaan neurologis dan neurovaskuler.

15
1. Sistem skore Algoritma stroke Gajah mada

16
2.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke dan


subtipenya, untuk menidentifikasi penyebabab utamanya dan penyakit terkait lain, untuk
menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan
pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien.

a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke adalah Computerised
Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada kepala.Mesin CT dan MRI
masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet.Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah abnormal yang ada di
dalamnya. Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang digunakan
menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi
dengan panjang ke radiasi yang jauh lebih rendah.Pemeriksaan memerlukan waktu 15 20
menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi minimal kecuali pada wanita hamil.CT
sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi
stroke iskemik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif-
semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus
stroke iskemik.

sedangkan MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan


mengukur interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang
bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan
MRI biasanya berlangsung sekitar 30 menit.Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat
pacu jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh.Selain itu, orang bertubuh besar
mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan
ketakutan dalam ruangan tertutupdan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah mendapat
obat penenang.Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri.MRI
lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad stadium
dini.Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam mendeteksi perdarahan intrakranium
ringan.

17
b. Ultrasonografi

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara untuk


menciptakan citra.Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau
pembekuan di arteri utama.Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar
20-30 menit).

c. Angiografi otak

Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X
kedalam arteri-arteri otak.Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling
akurat mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau perubahan
patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki resiko kematian pada satu dari
setiap 200 orang yang diperiksa.

d. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai contoh,
tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga
dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu sekitar
10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.

e. EKG

EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau penyakit jantung
sebagai kemungkinan penyebab stroke.Prosedur EKG biasanya membutuhkan waktu hanya
beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.

18
f. Foto toraks

Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari kelainan dada,
termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan
petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan tidak
menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi pasien dari
pajanan radiasi yang tidak diperlukan .

g. Pemeriksaan darah dan urine

Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke dan untuk
menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.

2.11 Penatalaksanaan

Berikut ini beberapa macam obat yang digunakan pada stroke iskemik :
a. Obat untuk edema otak
Pada fase akut stroke dapat terjadi edema di otak. Bila edema ini berat akan mengganggu
sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan herniasi (peranjakan) jaringan otak.
Herniasi ini dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk atau dapat juga menyebabkan kematian.
Obat antiedema otak ialah cairan hiperosmolar (misalnya larutan Manitol 20%; larutan
gliserol 10%).Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga membantu mencegah bertambahnya
edema di otak.Obat dexametasone, suatu kortikosteroid, dapat pula digunakan.

b. Obat antiagregasi trombosit


Ada obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan dengan demikian
mencegah terbentuknya thrombus (gumpalan darah) yang dapat menyumbat pembuluh
darah.Obat demikian dapat digunakan pada stroke iskemik, misalnya pada TIA.Obat yang
banyak digunakan ialah asetosal (Aspirin). Dosis asetosal berkisar dari 40 mg sehari sampai 1,3
gram sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat tiklopidin untuk maksud yang sama, dengan
dosis 2 x 250 mg atau Klopidogrel dengan dosis 1 x 75 mg sehari. Pada TIA, untuk mencegah

19
kambuhnya, atau untuk mencegah terjadinya stroke yang lebih berat, lama pengobatan dengan
antiagregasi berlangsung 1 2 tahun atau lebih.

c. Antikoagulansia
Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi
thrombus.Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan
jantung yang dapat menimbulkan embolus.Obat yang digunakan ialah heparin, kumarin, sintrom.
d. Obat Trombolitik (obat yang dapat menghancurkan thrombus)
Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila sumbatan oleh thrombus
dapat segera dihilangkan atau dikurangi (rekanalisasi), maka sel-sel neuron yang sekarat dapat
ditolong.
Penelitian yang cukup besar, yang membuktikan efektivitas penggunaan rt-PA pada stroke
iskemik, ialah penelitian HINDS, yang melibatkan 624 penderita dan pengobatan dimulai dalam
kurun waktu 3 jam setelah mulainya stroke. Terjadinya perdarahan sebagai akibat pengobatan ini
cukup tinggi (6,4 % dibanding 0,6% pada kelompok tanpa trombolitik (plasebo). Namun
demikian, pasien yang dapat pergi pulang ke rumah lebih banyak pada kelompok yang mendapat
rt-PA, yaitu 48% dibanding 36% pada plasebo. Terapi trombolitik pada stroke iskemik
merupakan terapi yang poten, dan cukup berbahaya bila tidak dilakukan dengan seksama.

2.12 Prognosis
Prognosis penderita stroke dapat berakhir dengan kematian atau menimbulkan cacat
motorik, sensorik atau gangguan fungsi luhur. Namun dapat pula penderita stroke pulih dengan
sempurna. Jenis, ukuran, tempat lesi di otak, serta defisit neurologis yang mencerminkan
gambaran patologis lesi di otak perlu dipertimbangkan dalam menentukan lesi di otak.

20
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. L
Umur : 52 Tahun
Alamat : Dusun III danto desa tanjung bungo
Pekerjaan : TANI
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal di rawat : 29 november 2016

B. ANAMNESIS :autoanamnesis
I. Keluhan Utama:
Anggota gerak kanan tidak bisa digerakkan

II. Riwayat Penyakit Sekarang:


.Pasien datang dengan keluhan anggota gerak kanan tidak bisa digerakkan,istri
pasien mengatakan jam 05.00 wib subuh pasien mengeluh kepala nya pusing lalu pasien
tumbang dan merasa kaki sebelah kanan tidak bisa di gerakkan,mual dan muntah tidak
ada pasien juga tidak bisa diajak berbicara.

III. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasienmemiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu dan tidak rutin minum obat
serta memiliki riwayat stroke pada anggota gerak sebelah kiri 1 tahun yang lalu telah
dinyatakan sembuh dan tidak ada kelemahan yang dirasakan sampai saat ini.

21
IV. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Kakak pasien menderita stroke

V. Riwayat Pribadi dan Sosial:


- Pekerjaan : bekerja sebagai petani
- Pasien merokok biasanya merokok menghabiskan 1 bungkus perhari
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
GCS : E4M5Vafasia
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 56 kg
Tanda Vital
- Tekanan darah : 260/100 mmHg
- Frekuensi nadi : 96 x/menit, reguler.
- Frekuensi Pernafasan : 25 x/menit
- Suhu : 37,1oC
Rambut :Hitam, tidak mudah dicabut
Kelenjar Getah Bening
- Leher : Tidak ada pembesaran
- Aksila : Tidak ada pembesaran
- Inguinal : Tidak ada pembesaran
Kepala
Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, refleks pupil+/+
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-).
Mulut : Bibir kering (-).
Telinga : kelainan kongenital (-), keluar cairan dari telinga (-)
Leher : spasme otot-otot leher (-), spasme otot bahu (-), nyeri (-)
22
Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, bentuk dada normal.
Palpasi : Gerak dinding dada simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi :Ictus cordis teraba di linea midclavicularissinistra.
Perkusi :
- Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.
- Batas jantung kiri : SIC V 1 jari lateral linea midclavicula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & IIreguler, gallop (-), Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien
Perkusi : Timpani.

Korpus Vertebra
inspeksi : tidak tampak kelainan
palpasi : tidak teraba kelainan

23
II. Status Neurologis
A. Tanda Rangsang Selaput Otak:
Kaku Kuduk : Negatif
Brudzinski I : Negatif
Brudzinski II : Negatif
Kernig Sign : Negatif
Lasegue sign : Negatif

B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:


Pupil : Isokor
Refleks cahaya : +/+

C. Pemeriksaan Saraf Kranial:


N.I (N. Olfactorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subyektif Positif Positif
Obyektif dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.II (N. Optikus)


Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Normal Normal
Lapang pandang Tidak di lakukan Tidak di lakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

24
N.III (N. Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Normal Normal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/Endophtalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
Bentuk Normal Normal
Refleks cahaya Positif Positif
Rrefleks akomodasi Normal Normal

Refleks konvergensi Normal Normal

N. IV (N. Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada

25
N. V (N. Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik :
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakkan rahang Normal Normal
Menggigit Sulit di lakukan Sulit di lakukan

Mengunyah Sulit di lakukan Sulit di lakukan

Sensorik :
Divisi Optalmika
Refleks kornea Normal Normal
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Divisi Maksila
Refleks masseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Divisi Mandibula
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas

26
N. VI (N. Abduscen)
Kanan Kiri
Gerakan mata lateral Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Tidak dinilai Tidak dinilai

N. VII (N. Facialis)


Kanan Kiri
Raut wajah Tidak Simetris Simetris
Sekresi air mata Normal Normal
Fisura palpebral Normal Normal
Menggerakkan dahi Normal Normal

Menutup mata Normal Normal

Mencibir/bersiul Sulit di lakukan Sulit di lakukan


Memperlihatkan gigi Sulit di lakukan Sulit di lakukan
Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)


Kanan Kiri
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Scwabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Webber test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memanjang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memendek Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus : Tidak ada Tidak ada
Pendular Tidak ada Tidak ada
Vertikal Tidak ada Tidak ada

27
Siklikal Tidak ada Tidak ada
Hiperakusis Tidak ada tidak ada
N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Normal Normal
Refleks muntah/Gag reflek Normal Normal

N. X (N. Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Normal Normal
Uvula Normal Normal
Menelan Normal Normal
Artikulasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Suara Sulit dinilai Sulit dinilai
Nadi 96 x/menit 96 x/menit

N. XI (N. Assesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Normal Normal
Mengangkat bahu ke kanan Sulit di lakukan Normal
Mengangkat bahu ke kiri Sulit di lakukan Normal

28
N. XII (N. Hipoglossus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah di dalam Deviasi ke kanan Normal
Kedudukan lidah dijulurkan Sulit di lakukan Sulit di lakukan
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan Keseimbangan dan koordinasi


Keseimbangan Koordinasi
Cara berjalan Tidak dilakukan Tes jari - hidung Tidak dilakukan
Romberg test Tidak dilakukan Tes jari - jari Tidak dilakukan
Stepping tes Tidak dilakukan Tes tumit lutut tidak dilakukan
Tandem Walking tes Tidak dilakukan Disgrafia tidak dilakukan
Ataksia Tidak dilakukan Supinasi pronasi Tidak dilakukan
Rebound phenomen Tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri
Gerakan spontan Tidak ada Tidak ada

Tremor Tidak Ada Tidak Ada


Atetosis Tidak ada Tidak ada
Mioklonik Tidak ada Tidak ada
Khorea Tidak Ada Tidak Ada

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Lemah Normal Lemah normal
Kekuatan 111 555 111 555
Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Hipotonus Normotonus hipotonus Normotonus

29
E. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Sulit dinilai
Sensibilitas nyeri Sulit di nilai
Sensibilitas termis Tidak dinilai
Sensibilitas kortikal Tidak dinilai
Stereognosis Tidak dinilai
Pengenalan 2 titik Tidak dilakukan
Pengenalan rabaan Tidak dilakukan

F. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea Normal Normal
Berbangkis Tidak dinilai Tidak dinilai
Laring Normal Normal
Masseter Normal Normal
Dinding perut
Atas Normal Normal
Bawah Normal Normal
Tengah Normal Normal
Biseps Sulit dinilai Sulit dinilai
Triseps Sulit dinilai Sulit dinilai
APR Sulit dinilai Sulit dinilai
KPR Sulit dinilai Sulit dinilai
Bulbokavernosus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kremaster Tidak dilakukan
Sfingter Tidak dilakukan

30
Refleks Patologis Kanan Kiri
Lengan
Hoffman-Tromner Negatif Negatif

Tungkai
Babinski Positif Negatif
Chaddoks Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif


Schaeffer Negatif Negatif
Klonus kaki Negatif Negatif

3. Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal

4. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Sulit dinilai Reflek glabella Tidak ada
Fungsi intelek Sulit dinilai Reflek snout Tidak ada
Reaksi emosi Sulit dinilai Reflek menghisap Tidak ada
Reflek memegang Tidak ada
Refleks palmomental Tidak ada

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Rencana pemeriksaan tambahan :
Laboratorium tgl 29/11/2016
- Hb :15,1 gr%
- Leukosit :9800 103/mm3
- Trombosit :231.000 103/mm3
- Ht : 42,9%
- Ureum : 34 mg/dl
- Kreatinin : 1,0 mg/dl
- SGOT :30 U/L
- SGPT :9 U/L

31
- GDS :102 Mg/dl

E. MASALAH
Diagnosis
Diagnosis Klinis :penurunan kesadaran+hemiparesis dextra
Diagnosis Topik : subcortex
Diagnosis Etiologi : perdarahan intraserebral
Diagnosis Sekunder : intracerebral hemorrhage+Hemiparesis dextra+Hipertensi

F. PEMECAHAN MASALAH
Terapi
- Inj citicolin 500 mg 2x1
- Inj ranitidin 2x1
- Inj asam tranneksamat 6x16 gr
- Valesco 160 mg tab 1x1
- Ramipril 10 mg tab 1x1
- Amlodipine 10 mg Tab 1x1
Non-medikamentosa
Tidak ada
Edukasi
Diet rendah garam

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad malam

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Tn L usia52 tahun datang dengan kelemahan anggota gerak sebelah kanan dan penurunan
kesadaran, pasien dibawa ke Rumah Sakit oleh keluarganya. Selain kelemahan anggota gerak
dan penurunan kesadaran .Menurut keluarganya saat itu sedang bangun tidur dan tiba-tiba pasien
terjatuh karna merasa kepala nya pusing dan langsung merasakan tangan dan kaki sebelah kanan
nya lemah.BAB dan BAK dalam batas normal.
Tn L memiliki riwayat stroke ,dan hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi yang tidak
terkontrol merupakan faktor risiko utama yang bisa menyebabkan kejadian stroke hemoragik
(perdarahan intraserebral) dengan kemungkinan terserang stroke 5-10 kali dibandingkan individu
yang tidak memiliki riwayat hipertensi.Serta Tn L dulu juga pernah mengalami stroke, keadaan
pernah mendapat stroke merupakan faktor risiko yang kuat untuk terjadi nya stroke berulang.
Pada Tn L terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai sebelah kanan yang disebut dengan
hemiparesis. Stroke akan menyebabkan terjadinya hemiparesis yaitu terjadinya kelemahan pada
separuh anggota gerak. Hemiparesis terjadi karena adanya kerusakan pada daerah korteks
piramidalis satu sisi yang menimbulkan kelemahan pada upper motor neuron pada tubuh sisi
kontra lateral. Kerusakan pada korteks motorik primer akan mengganggu sistem piramidalis
dalam memberikan impuls gerak pada jaras kortikospinal dan kortikobulbar sehingga perintah
gerak tidak bisa dihasilkan oleh otot. Hemiparesis juga berarti kelemahan satu sisi tubuh
termasuk wajah, lengan, dan tungkai.

33
BAB V
KESIMPULAN
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologic fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih 24 jam atau
menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara
spontan (stroke perdarahan).
Stroke hemoragik adalah penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
yang menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang serebrospinal disekitar
otak atau kombinasi keduanya.Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak
melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada
jaringan sekitarnya. Peningkatan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak. Menurut klasifikasinya stroke hemoragik dibagi menjadi
perdarahan intraserebral dan subarachnoid.Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dari
perdarahan subarachnoid dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau kecacatan.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing S.M. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit UI. 2008.
2. Mardjono, Mahar. Neurologi Klinik Dasar: Balai Penerbit UI. Jakarta, 2007.
3. Mardjono, Mahar. Mekanisme Gangguan Vaskuler Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis
Dasar Edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006.
4. Budiman, Y. Pedoman Standar Pelayana Medik dan Standar Prosedur Operasional
Neurologi. 2013. Cetakan Kesatu. h. 15-23
5. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. 2011. Cetakan Kelima. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. h 85-91
6. Gofir, A. Et all. Manajemen Stroke. 2011. Edisi Dua. h 169-181
7. Ginsberg, L. Neurologi. 2007. Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga. h 89-98
8. Noerjanto M. Stroke Non Hemoragis dalam Stroke Pengelolaan Mutakhir.Semarang: Badan
Penerbit UNDIP.1992.
9. Noerjanto.M. Diagnosis Stroke dalam Simposium Penangan Stroke Secara Komprehensif
Menyongsong Milenium Baru.Semarang.2000.

35

Anda mungkin juga menyukai