Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Payudara


Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua
sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media.
Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara
wanita lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah lingkaran,
sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan
lemak dan dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium (Snell, 2006).
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan
glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi
kelenjar susu (lobus) dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang
meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Selain itu, payudara juga memiliki
aliran limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan dengan timbulnya kanker
maupun penyebaran (metastase) kanker payudara (Haryono dkk, 2011).
Menurut Saymor (2000) setiap payudara terdiri atas 15-20 lobus yang
tersusun radier dan berpusat pada papilla mamma. Saluran utama tiap lobus
memiliki ampulla yang membesar tepat sebelum ujungnya yang bermuara ke
papilla. Tiap papilla dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap yang
disebut areola mamma. Pada areola mamma, terdapat tonjolan-tonjolan halus
yang merupakan tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya.
Jika dilakukan perabaan pada payudara, akan terasa perbedaan di tempat
yang berlainan. Pada bagian lateral atas (dekat aksila), cenderung terasa
bergumpal-gumpal besar. Pada bagian bawah, akan terasa seperti pasir atau
kerikil. Sedangkan bagian di bawah puting susu, akan terasa seperti kumpulan biji
yang besar. Namun, perabaan ini dapat berbeda pada orang yang berbeda.
(Mangunkusumo, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Hoskins et, al (2005) Untuk mempermudah menyatakan letak
suatu kelainan, payudara dibagi menjadi lima regio, yaitu :
1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)
2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)
3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)
4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)
5. Regio puting susu (nipple)

klavikula

Costa Lymph
kedua Nodes

Otot
pectoralis
mayor

Kelenjar areola
mamma

Ampulla payudara

nipple
Gambar 2.1 Anatomi Payudara
ductus

lobulus

Sumber: Rosai, 2002.

2.2. Tumor Payudara


2.2.1. Definisi Tumor Payudara
Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang
terjadi secara terus menerus (Kumar dkk, 2007). Dalam klinik, istilah tumor
sering digunakan untuk semua tonjolan dan diartikan sebagai pembengkakan,
yang dapat disebabkan baik oleh neoplasma maupun oleh radang, atau
perdarahan. Neoplasma membentuk tonjolan, tetapi tidak semua tonjolan
disebabkan oleh neoplasma (Sukardja, 2000).

Universitas Sumatera Utara


2.2.2. Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut Rosjidi (2000) Sampai saat ini, penyebab pasti tumor payudara
belum diketahui. Namun, ada beberapa faktor resiko yang telah teridentifikasi,
yaitu :
a. Jenis kelamin
Wanita lebih beresiko menderita tumor payudara dibandingkan dengan pria.
Prevalensi tumor payudara pada pria hanya 1% dari seluruh tumor payudara.
b. Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara
beresiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
c. Faktor genetik
Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 dapat
meningkatkan resiko tumor payudara sampai 85%. Selain itu, gen p53,
BARD1, BRCA3, dan noey2 juga diduga meningkatkan resiko terjadinya
kanker payudara.
d. Faktor usia
Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia.
e. Faktor hormonal
Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak
diselingi oleh perubahan hormon akibat kehamilan, dapat meningkatkan
resiko terjadinya tumor payudara.
f. Usia saat kehamilan pertama
Hamil pertama pada usia 30 tahun beresiko dua kali lipat dibandingkan
dengan hamil pada usia kurang dari 20 tahun.
g. Terpapar radiasi
h. Intake alkohol
i. Pemakaian kontrasepsi oral
Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor payudara.
Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun beresiko lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan pada usia lebih tua.

Universitas Sumatera Utara


2.2.3 Klasifikasi Tumor Payudara.
Berdasarkan The World Health Organization (WHO) tahun 2003,
Klasifikasi histologik Tumor Payudara Sebagai Berikut :
Tabel 1. Klasifikasi histologik Tumor Payudara (http://www.Atlas of breast. Com)

Universitas Sumatera Utara


2.2.4. Diagnosis
Diagnosis tumor payudara dapat ditegakkan dengan berdasarkan anamnesis
yang baik, pemeriksaan fisik dasar dan pemeriksaan penunjang. Sedangkan
diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologi anatomi (Siregar, 2003).
1. Anamnesa meliputi: riwayat timbulnya tumor, adanya faktor resiko untuk
terjadinya tumor payudara dan adanya tanda-tanda penyebaran tumor.
2. Pemeriksaan fisik dari tumor payudara
Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
Menurut Djamaloeddin (2005), deteksi dini tumor payudara adalah suatu
usaha untuk menemukan adanya tumor yang belum lama tumbuh, masih
kecil, masih lokal, dan belum menimbulkan kerusakan yang berarti
sehingga masih dapat disembuhkan. Deteksi dini biasanya dilakukan pada
orang-orang yang kelihatannya sehat, asimptomatik, atau pada orang
yang beresiko tinggi menderita tumor. Wanita usia 20 tahun ke atas
sebaiknya melakukan SADARI sebulan sekali, yaitu 7-10 hari setelah
menstruasi. Pada saat itu, pengaruh hormon ovarium telah hilang sehingga
konsistensi payudara tidak lagi keras seperti menjelang menstruasi. Untuk
wanita yang telah menopause, SADARI sebaiknya dilakukan setiap
tanggal 1 setiap bulan agar lebih mudah diingat.
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan dalam tiga tahap,
yaitu :
a.Melihat payudara
b.Memijat payudara
c.Meraba payudara
Jika ditemukan benjolan maka yang akan dilakukan:
1) Lokasi tumor
2) Diskripsi tumor

Universitas Sumatera Utara


Menurut Soeprianto (2003) klinis jinak dan ganas memberikan gambaran
sebagai berikut:
klinis jinak memberikan gambaran
a. Bentuk bulat, teratur atau lonjong.
b. Permukaan rata
c. Konsistensi kenyal, lunak
d. Mudah digerakkan terhadap sekitar
e. Tidak nyeri tekan.
Klinis ganas memberikan gambaran
a. Permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol
b. Tepi tidak rata
c. Bentuk tidak teratur
d. Konsistensi keras, padat
e. Batas tidak tegas
f. Sulit digerakkan terhadap jaringan sekitar
g. Kadang nyerti tekan
3. Pemeriksaan penunjang
a. Mammography
b. Ultrasound (USG)
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
d. Biopsi
Terbuka : dilakukan dengan operasi seperti biasa dapat berupa
pengangkatan seluruh benjolannya (eksisi) atau sebagian saja (insisi).
Tertutup : biopsi aspirasi jarum halus (Djamaloeddin, 2005).

2.3. Biopsi aspirasi jarum halus


Biopsi aspirasi jarum halus merupakan alat diagnostik jaringan dengan
cara memeriksa sejumlah sel dari ekstra tumor atau nodul yang diambil dengan
mempergunkan jarum dan tabung suntik (Tambunan 1992).

Universitas Sumatera Utara


2.3.1. Keuntungan Bajah
Penggunaan biopsi aspirasi dalam diagnosis tumor mempunyai dampak
yang menguntungkan baik ditinjau dari segi manejemen tumor, pelayanan
onkologik rumah sakit maupun bagi pasien (Tambunan 1992).
1. Dampak dalam menejemen tumor
Ditinjau dari segi manejemen tumor, biopsi aspirasi memberi dampak
menguntungkan :
a. Menejemen tumor lebih sederhana.
b. Penggunaan alat canggih lebih selektif.
c. Tindakan biopsi yang tidak menguntungkan dapat dihindari.
d. Alternatif pengobatan dapat dilakukan segera.
2. Dampak terhadap pelayanan rumah sakit
Teknik dan peralatan biopsi aspirasi yang sederhana, murah dan cepat
memberi dampak yang menguntungkan bagi pengelolaan rumah sakit,
terutama rumah sakit pemerintah :
a. Pelayanan onkologik dapat ditingkatkan
b. Biaya operasional rumah sakit menurun
3. Dampak terhadap pasien
Teknik sederhana, murah, cepat dan tidak menimbulkan efek samping
yang berarti, memberi dampak yang menguntungkan sebagai berikut :
a. Biaya pemeriksaan lebih murah
b. Hasil pemeriksaan cepat, rasa cemas dan stres dipersingkat
c. Keinginan pasien konsultasi pada dokter meningkat dan
kesempatan menemukan kanker sedini mungkin lebih luas
d. Pasien mendapat pengobatan segera.
2.3.2. Keterbatasan Bajah
Harus disadari bahwa jangkauan sitologi biopsi aspirasi terbatas.
a. Luasnya invasi tumor tidak dapat ditentukan.
b. Subtipe kanker tidak selalu dapat diidentifikasi.
c. Dapat terjadi negatif palsu.
d. Harus ada kerja sama klinisi dengan patologis.

Universitas Sumatera Utara


2.3.3. Indikasi Bajah
Hampir semua tumor dapat dilakukan biopsi aspirasi, baik yang letaknya
superfisial palpable ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh
unpalpable dengan indikasi:
a. Membedakan tumor kistik, solid dan peradangan.
b. Diagnosis prabedah kanker sebagai pengganti diagnosis potong beku intra
operatif
c. Diagnosis pertama pada wanita muda (kurang dari 30 tahun) dan wanita
lanjut usia
d. Payudara yang telah dilakukan beberapa kali biopsi diagnostik
e. Penderita yang menolak operasi/anestesi
f. Nodul-nodul lokal atau regional setelah operasi mastektomi.
g. Kasus kanker payudara stadium lanjut yang sudah inoperabel.
h. Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian.

2.3.4. Tehnik Biopsi


Teknik biopsi aspirasi mencakup kegiatan mulai dari pendekatan pasien,
mempersiapkan peralatan, mengambil aspirat tumor dan membuat sediaan
(Tambunan, 1992).
a. Persiapan alat
Alat yang dipergunakan terdiri dari tabung suntik plastik ukuran 10 ml,
jarum halus, gagang pemegang tabung suntik, kaca objek dan desinfektan
alkohol atau betadin.
b. Pendekatan pasien
c. Dengan ramah pasien dianamnesis singkat. Wawancara singkat ini dibuat
sedemikian rupa, sehingga pasien tidak takut atau stres dan bersedia
menjalani biopsi aspirasi. Biopsi dilakukan dengan kelembutan hati dan
rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia.
d. Pengambilan aspirat tumor
1. Tumor dipegang lembut
2. Jarum diinsersi segera ke dalam tumor.

Universitas Sumatera Utara


3. Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal; tekanan di
dalam tabung menjadi negatif; jarum manuver mundur-maju. Dengan
cara demikian sejumlah sel massa tumor masuk ke dalam lumen jarum
suntik.
4. Piston dalam tabung dikembalikan pada posisi semula dengan cara
melepaskan pegangan.
5. Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus, dikeringkan di udara
dan dikirimkan ke laboratorium pusat pemeriksaan kanker.

Gambar 2.2.Teknik biopsi aspirasi jarum halus (BAJH) Tumor Payudara


Sumber: Lestadi,1999.

2.3.5. DIAGNOSIS SITOLOGIK BIOPSI ASPIRASI DAN NILAI KLINIK


Ketepatan diagnostik sitologi biopsi jarum halus (BAJH), apabila
dilakukan oleh ahli sitopatologi akan mendapatkan nilai lebih tinggi,
dibandingkan apabila dilakukan klinisi karena itu disarankan sedapat mungkin
penderita sebaiknya dirujuk ke laboratorium sitologi patologi anatomi untuk
pengambilan sampel bahan pemeriksaan atau paling sedikit sampel diambil oleh
dokter yang sudah biasa melakukan biopsi aspirasi (Lestadi. 1999).
Pada umumnya sensitivitas sitologi aspirasi jarum halus (positif dan
curiga) berkisar antara 77% sampai 98% untuk adanya kanker payudara dan nilai
spesifisitas berkisar antara 97,6% sampai 100% untuk absennya kanker payudara.
Ini memberikan bukti tingginya nilai diagnostik dari sitologi BAJH sebagai cara
diagnosis prabedah tumor payudara (Etta et al, 2002).

Universitas Sumatera Utara


1. Posisif maligna disebut Positif
2. Kelainan jinak disebut Negatif
3. Mencurigakan maligna disebut Suspek
4. Tidak dapat diinterpretasi disebut Inkonklusif
a. Sitologi positif merupakan "mandat" untuk melakukan tindakan
lebih lanjut antara lain survei metastasis, menentukan stadium,
memilih alat diagnostik lain bila diperlukan dan mendiskusikan
pola pengobatan.
b. Sitologi negatif atau kelainan jinak, belum dapat menyingkirkan
adanya kanker; perlu dipikirkan kemungkinan negatif palsu.
Negatif palsu dapat terjadi karena kesalahan teknis, sehingga
sejumlah sel tumor tidak terdapat pada sediaan. Bila terdapat
diskrepensi sitologi dan data klinik, alternatif tindakan terbaik
adalah biopsi bedah; akan tetapi, pada kasus sitologi negatif
dengan spesifikasi kelainan dan cocok dengan gambaran klinik,
maka pola pengobatan dapat ditentukan.
c. Sitologi suspek, mungkin memerlukan pemeriksaan lain sebelum
pengobatan antara lain pemeriksaan potongan beku ataupun
d. sitologi imprint atau kerokan durante operasional (Tambunan &
Lukito, 1992).
2.3.6 Penilaian sediaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada tumor
payudara
2.3.6.1. Sitologi Radang dan Lesi Menyerupai Tumor Payudara.

1. Peradangan
Peradangan biasanya menimbulkan nyeri spontan dan nyeri tekan di
bagian yang terkena. Contoh peradangan payudara adalah mastitis dan nekrosis
lemak traumatik. Peradangan tersebut dapat terjadi akibat proses infeksi maupun
bukan infeksi. Masitis merupakan kondisi radang akut yang nyeri, biasanya terjadi
pada minggu-minggu pertama setelah persalinan (menyusui) dengan
staphylococcus aureus sebagai penyebab terbanyak. Tempat masuk kuman
biasanya lewat luka pada papila, menyebabkan peradangan supuratif menyebar

Universitas Sumatera Utara


dari duktus kejaringan fibroadiposa di sekitarnya dan cenderung terbatas pada satu
segmen payudara menimbulkan pembengkakan setempat dan eritema (Grace,
2006). Sedangkan nekrosis lemak merupakan kelainan yang ditemukan sebagai
lesi yang berbatas jelas, akibat jaringan parut yang terbentuk maka terdapat daerah
yang konsistensinya padat (Mangunkusumo, 2006).
Gambaran sitologi sel radang umumnya terdiri atas sel lekosit PMN,
banyak sel histiosit bercampur fibrin dan debris seluler. Khususnya fagositosis
sel limfosit dan sel plasma sering ditemukan di dalam sediaan hapus, reaksi
fibroblas ditemukan dalam bentuk lembaran dengan infiltrasi sel radang dan sel
epitel duktus menunjukkan aktivitas dengan memperlihatkan inti-inti yang
membesar dan hiperkromatik, ukuran bervariasi dan mengandung nukleoli nyata
(Sander, 2004).

Gambar 2.3. Sitologi ulkus disebabkan oleh mastitis kronik Kistik Payudara

Sumber: Lestadi, 1999.


2.3.6.2. Sitologi Displasia Kistik Payudara
1. Perubahan Fibrokistik (mammary displasia)
Fibrokistik adalah kelainan akibat dari peningkatan dan distorsi
perubahan siklik payudara yang terjadi secara normal selama daur haid.
Penyakit fibrokistik pada umumnya terjadi pada wanita berusia 25-50 tahun
(>50%) (Kumar, 2007). Perubahan fibrokistik dibagi menjadi perubahan
nonproliferatif dan perubahan proliferatif, bermanifestasi dalam beberapa
bentuk yang biasanya melibatkan kombinasi dari 3 respon jaringan dasar,
proliferasi epitel (proliferatif), fibrosis dan pertumbuhan kista (nonproliferatif).
Proliferasi sel-sel epitel menyebabkan adenosis. Pada kasus-kasus lain fibrosis
lebih dominan dan kelainan proliferasi epitel kurang tampak (Berek, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2. galaktokele
galaktokele adalah dilatasi kistik suatu duktus yang tersumbat yang
terbentuk selama masa laktasi. Galaktokel merupakan lesi benigna yang luar
biasa pada payudara dan merupakan timbunan air susu yang dilapisi oleh epitel
(Kumar et, al, 2007).
3. ginekomasti
Ginekomasti adalah analog laki-laki untuk perubahan fibrokistik pada
perempuan. Penyebabnya ialah pengaruh estrogen yang berlebihan, biasanya
dari kelenjar adrenal (Kumar dkk, 2007).
Gambaran sitologi proliferasi epitel/hiperplasia epitel mempunyai inti biasanya
berbentuk bulat atau oval, membesar dengan ukuran bervariasi dan
hiperkromatik ringan sampai sedang, beberapa kelompok sel menunjukkan inti
pleomorfik berbentuk spindel, berbentuk seperti serabut atau memanjang
(Lestadi,1999).

Gambar 2.4. Sitologi Displasia Kistik Payudar

Sumber: Lestadi, 1999.


2.3.6.3. Sitologi Tumor Jinak Payudara.
1. Fibroadenoma mammae (FAM).
Adalah tumor jinak tersering pada payudara dan umumnya menyerang
para remaja dan wanita dengan usia 30an tahun. Berbatas tegas, konsistensi
padat kenyal, muncul sebagai nodus diskret, biasanya tunggal, mudah
digerakkan, dan diameter 1-10 cm. Fibroadenoma terdiri dari sel epitel dan
stroma (Britto, 2005). Gambaran sitologi sebagai berikut: sediaan apus
biasanya penuh sel (hiperseluler), sebagian besar sediaan apus mengandung

Universitas Sumatera Utara


sejumlah besar sel-sel epitel yang berbentuk lempengan bahkan menutupi
seluruh lapangan sediaan dibawah mikroskop. Lempengan sel menunjukkan
satu lapisan sel dengan ukuran sel yang bervariasi, tetapi kebanyakan epitel
berlapis dengan susunan kohesi sel yang kompak, menonjol seperti jari tangan
atau bangunan teratur. Inti telanjang, tidak diketahui pasti asalnya mungkin
berasal dari stroma atau sel duktus lapisan luar atau sel mioepitel apabila inti-
inti telanjang tersebut ukurannya kecil, bewarna hitam dan berbentuk spindel
dengan atau tanpa bipolar ( Lestadi, 1999).

Gambar 2.5. Sitologi Fibroadenoma Payudara

Sumber: Lestadi, 1999.

2. Tumor Philloides
Tumor Philloides disebut tumor mirip dengan fibroadenoma dengan
stroma seluler yang bertumbuh dengan cepat. Diperkirakan berasal dari stroma
intralobulus, jarang dari fibroadenoma yang sudah ada (Grace, 2006). Tumor
ini mungkin kecil (diameter 3 hingga 4 cm), stroma tumor ini sangat selular
dan padat, serta memperlihatkan aktivitas mitotik yang tinggi, tetapi sebagian
besar tumbuh hingga berukuran besar/masif sehingga payudara membesar
(Kumar dkk, 2007). Gambaran sitologi sel epitelial yang sama dengan
fibroadenoma, tetapi mengandung sel-sel spindel atipik yang menyerupai
fibrosarkoma. Sel-sel stroma membentuk susunan sel yang terlepas atau
longgar dengan sitoplasma yang banyak. Inti sel stroma adalah besar dan
pleiomorfik dengan nukleoli nyata (Miller, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6. Sitologi Tumor philloides jinak dan ganas
Sumber: Lestadi, 1999.
3. Papiloma Intraduktus
Adalah tumor jinak yang timbul pada wanita usia subur dengan usia
yang sedikit lebih tua daripada yang menderita fibroadenoma dan lebih muda
dari pada yang menderita karsinoma (Kumar, 2007). Gejala klinis berupa
keluarnya sekret serosa atau berdarah dari puting payudara, adanya tumor
subareola kecil, dan retraksi puting payudara (jarang terjadi), tumor ini
biasannya tunggal dengan garis tengah kurang dari 1 cm (Schrock, 2004).
Gambaran sitologi kelompok-kelompok besar sel dengan kohesi yang baik,
sering tersusun dalam pola papiler dengan bentuk memanjang, bulat, linear atau
tidak beraturan. Seringkali sel-sel yang terletak di perifer menunjukkan inti-
inti yang terdesak ke tepi dengan atau tanpa vakuolisasi. Sel-sel yang terletak
di tengah menunjukkan vakuolisasi dalam berbagai ukuran. Pada umumnya
inti-inti berbentuk bulat atau oval dengan kromatin granuler dan uniform
(Lestadi, 1999).

Gambar 2.7. Sitologi papiloma intraduktus


Sumber: Lestadi, 1999

Universitas Sumatera Utara


2.3.6.4. Sitologi Karsinoma
Karsinoma payudara dibagi menjadi karsinoma yang belum menembus
membran basal (noninvasif) dan kanker yang sudah (invasif). Bentuk utama
karsinoma payudara diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Noninvasif
1. Karsinoma duktus in situ
2. Karsinoma lobulus in situ

B. Invasif
1. karsinoma duktus invasif
2. karsinoma lobular invasif
3. karsinoma medularis
4. karsinoma koloid
5. karsinoma tubulus.
Dalam menilai keganasan karsinoma dibedakan dua macam kriteria yaitu
kriteria keganasan utama dan kriteria keganasan sekunder. Kriteria keganasan
utama adalah parameter morfologik yang menjadi dasar diagnosis keganasan
definitif sedangkan kriteria keganasan sekunder adalah parameter morfologik
yang apabila ditemukan dapat memberi bantuan yang penting dalam diagnosis dan
bukan dibutuhkan untuk membuktikan keganasan. Adapula tanda-tanda atau pola
gambaran sel yang lain disebut kriteria indirek, dimana ia dapat bermanfaat dalam
membedakan lesi jinak dari lesi ganas (lestadi, 1999).
Menurut Lestadi (1999) Gambaran sitologi karsinoma sebagai berikut :
A. Gambaran keganasan pada sel tunggal
Kriteria utama :
1. Gambaran inti
a. Tipe kromatin
Inti sebagian besar terdiri atas kromatin yang menggumpal kasar atau
granuler kasar atau granuler halus, tersebar didalam inti dengan
nukleoli kecil yang tidak nyata.

Universitas Sumatera Utara


b. Tipe nukleolar
Inti mengandung nukleoli yang nyata mencolok dengan kromatin
granuler yang tersebar longgar.
c. Tipe ground glass
Homogen dengan gambaran ground glass ( kaca susu).
2. Gambaran kromatin
Berupa granuler kasar, menggumpal, granuler atau granuler halus, tetapi
granuler halus jarang dijumpai. Kromatin menggumpal dapat bekembang
menjadi bulat atau bentuk anguler. Distribusi kromatin mungkin rata atau
tidak (Hoskin & Robert, 2005).

Gambar 2.8. Sitologi karsinoma lobuler invasive payudara

Sumber: Lestadi, 1999.


1. Hiperkromasi
Sebagian inti sel yang terpulas lebih gelap secara optimal yang dilihat
dibawah mikroskop cahaya, mengindikasikan meningkatnya kuantitas
DNA, terutama peningkatan substansi basofilik.
2. Batas inti reguler
Ketebalan batas inti atau dinding inti ireguler menunjukkan pengerutan
yang banyak dan penting dalam mendiagnosis keganasan.
3. Bentuk inti dengan pleomorfik
Pleomorfik ditandai khas batas inti yang ireguler yaitu anguler, lobuler,
pipih (rata) dan mengerut seperti daun

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9. Sitologi karsinoma papiler payudara
Sumber: Lestadi, 1999.
4. Lokasi inti marginal
Inti-inti sel ganas sering terletak eksentrik atau marginal. Khususnya untuk
adenokarsinoma itu merupakan kriteria diagnostik.
5. Multinukleoli ireguler (nukleoli abnormal)
Nukleoli pada umumnya merupakan gambaran yang tidak konsisten dan
tidak dapat dipercaya untuk diagnosis karsinoma. Inti besar mungkin
ditemukan pada sel karsinoma, demikian pula pada setiap sel aktif dan sel
berproliferasi (kehamilan, menyusui).
6. Mitosis reguler
Mitosis adalah parameter yang inkonklusif untuk mendiagnosis keganasan.
Mitosis dapat ditemukan pada penyakit proliferatif jinak dan pada tumor
jinak (fibroadenoma, papiloma), tetapi gambaran mitosis ireguler menjadi
lebih sering pada keganasan dan jarang ditemukan pada tumor jinak.
7. Vakuol sitoplasma bentuk tertentu
Vakuolisasi dalam sitoplasma pada sel karsinoma adalah hal yang biasa.
Khususnya 2 tipe vakuolisasi sitoplasma dinyatakan sebagai tanda
diagnostik untuk karsinoma

Kriteria sekunder

1. Ukuran inti
Sebagai Patokan inti sel karsinoma adalah lebih besar dari pada inti sel

Universitas Sumatera Utara


2. Inti banyak
Multinukleasi jarang ditemukan pada sel-sel karsinoma payudara, kecuali
pada tumor-tumor tipe sel besar atau tipe datia (giant cell), biasanya dapat
dilihat pada karsinoma duktal berdiferensiasi buruk.
3. Struktur sitoplasma dan konfigurasi
a. Jumlah sitoplasma
Pada karsinoma payudara jumlah sitoplasma dapat berbeda banyak
sekali. Ia tidak menunjukkan diagnosis yang bermakna untuk
keganasan, tetapi sitoplasmanya sedikit atau sitoplasma yang hampir
tidak ada.
b. Struktur sitoplasma
Sitoplasma sel ganas sering kali menunjukkan struktur padat, kadang-
kadang dalam kombinasi dengan granulasi eosinofilik longgar dan
berwarna basofilik (Lale et al, 2011).
c. Bentuk sitoplasma
Sitoplasma dari sel-sel yang tersendiri seringkali berbentuk tringuler
dan dapat merupakan gambaran khas dari keganasan.

Gambar 2.10. Sitologi karsinoma sel skuamosa pada payudara

Sumber: Lestadi,1999.

d. Batas sel
Batas sitoplasma yang tajam, tegas, tebal, dan reguler biasanya
ditemukan pada keduanya yaitu pada karsinoma dan sel duktus jinak

Universitas Sumatera Utara


B. Gambaran keganasan pada kelompok sel
Kriteria utama :
1. Kelompok sel tiga dimensi yang kompak, dengan batas sel yang licin.
2. Kumpulan kelompok sel dengan ukuran dan bentuk inti bervariasi.
3. Sel di dalam sel dengan inti hiperkromatik. Satu sel berada di dalam
vakuola sitoplasma dari sel epitelial lain.
4. Susunan sel khusus
a. Susunan sel menyerupai rantai
b. Formasi asiner
c. Formasi roset
Kriteria sekunder
1. Jumlah sel banyak
Biopsi aspirasi jarum halus menghasilkan sediaan apus yang penuh
mengandung sel, lebih jelas pada keganasan dari pada lesi jinak, hal ini
disebabkan oleh hilangnya daya kohesi antar sel pada tumor ganas.
2. Disosiasi sel
Disosiasi sel dan banyak sel epitel dengan sitoplasma triangular sangat
mencurigakan neoplasia ganas, walaupun dalam sediaan apus papiloma,
banyak sel yang tersendiri dengan sitoplasma silindrik dapat ditemukan.
3. Kelompok sel berlapis banyak dengan inti penuh dan saling bertumpuk.
Kelompok sel memperlihatkan gambaran seperti dapat bermanfaat dalam
membantu diagnosis keganasan, apabila tidak ditemukan sel-sel mioepitel
didalam kelompokkan sel-sel tersebut.
4. Lokasi inti ireguler
Sel-sel ganas dapat tersusun secara tidak teratur, menunjukkan inti seperti
papan, saling bertumpuk pada satu sisi atau berlokasi di perifer.

Universitas Sumatera Utara


Kriteria indirek
1. Nekrosis
Jaringan nekrotik biasanya polimorf dan kasar berwarna sianofilik atau
eosinofilik.
2. Mukus ekstraseluler dalam jumlah besar
Jumlah mukus ekstraseluler yang berlebihan seharusnya diperiksa dengan
seksama untuk mencari elemen epitelial yang mencurigakan adanya
karsinoma musinus
3. Tidak ditemukannya sel apokrin metaplastik
4. Tidak ditemukan sel mioepitel
5. Tidak dijumpai sel busah.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai