Bab 3 Pembahasan
Bab 3 Pembahasan
Oleh:
1. Angela 1660703001110
2. Ayu Wahyuni 1660703001110
3. Faris Cahyono 166070300111043
4. Ida Rahmawati 166070300111025
5. Iriene Kusuma W 166070300111052
6. Yanti Rosdiana 1660703001110
7. Yabani Azmi 1660703001110
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal,
berlebihan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap individu tersebut atau
orang lain. ( Suliswati, 2005). Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi dan
dapat dialami oleh setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-
ekonomi.
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat dikatakan
bahwagangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik
yangberhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.Keabnormalan tersebut dibagi ke
dalamdua golongan yaitugangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa(psikosa).
Keabnormalanterlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah
ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang
terpaksa(convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut dan pikiran-
pikiran buruk (Yosep, 2009).
Menurut Suliswati (2005), gangguan jiwa dapat disebabkan oleh berbagai faktor
berikut :
a. Suasana rumah antara lain (sering bertengkar, salah pengertian diantara anggota
keluarga, kurang kebahagiaan dan kepercayaan di antara anggota keluarga) sehingga
dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada seorang individu.
b. Pengalaman masa kanak-kanak. Kasih sayang yang cukup, bimbingan yang sesuai,
memberikan semangat dan disiplin merupakan hal yang penting untuk pertumbuhan
yang sehat dari seseorang.
c. Faktor keturunan. Pada beberapa kasus gangguan jiwa, kemungkinan didapatkan pula
anggota keluarga lainnya, yang menderita penyakit yang sama.
d. Perubahan dalam otak. Setiap perubahan dalam struktur/ fungsi otak, dapat
menyebabkan gangguan jiwa. Perubahan biokimiawi pada sel-sel adalah penyebab
yang banyak dari gangguan psikotik.
e. Faktor lain: Bila seorang individu tidak mendapat kesempatan yang cukup untuk
hidup sebagai anggota masyarakat yang diterima dan dihargai, kemiskinan,
pengangguran, ketidakadilan, ketidakamanan, persaingan yang berat dan diskriminasi
sosial dapat menimbulkan gangguan.
1. Perilaku kekerasan
2. Halusinasi
3. Menarik diri
4. Waham
5. Bunuh diri
1. Perilaku kekerasan
2. Risiko perilaku kekerasan
7. Isolasi social
Ada tiga tingkatan dalam sistem perawatan kesehatan : primer, sekunder, dan
tersier perawatan kesehatan primer berfungsi sebagai titik pertama pasien dari kontak
dengan seorang profesional kesehatan yang dapat memberikan perawatan medis rawat
jalan. Jika dokter umum tidak dapat mengatasi masalah pasien, maka pasien dirujuk
ke dokter spesialis. Spesialis perawatan kesehatan mental, yang termasuk ke
perawatan kesehatan sekunder, termasuk psikolog dan psikiater. Di Filipina, yang
paling psikiater dalam praktek swasta, meskipun beberapa pekerjaan di lembaga-
lembaga pemerintah seperti Pusat Nasional untuk Kesehatan Mental. Psikiater
menyediakan pasien dengan layanan seperti penilaian, konseling, dan / atau obat resep
jika diperlukan. Dalam perawatan kesehatan tersier, pasien akan dirujuk ke lembaga
jika penyakit mental membutuhkan perawatan khusus yang berada di luar kemampuan
spesialis.
2.3.2 Lembaga
The National Center for Mental Health (NCMH) , awalnya bernama Insular
Rumah Sakit psikopat, didirikan pada tahun 1925 di bawah Pekerjaan Umum Act
3258. Pada saat itu, Kota Sanitarium dan Rumah Sakit San Lazaro adalah satu-
satunya lembaga utama yang melayani kebutuhan sakit mental. Namun, karena
volume besar pasien berdatangan, ada kebutuhan untuk membangun lembaga lain
yang bisa menyediakan kebutuhan pasien sakit mental. Situs 64 hektar terletak di
Mandaluyong .
Lembaga ini resmi dibuka pada 17 Desember 1928, menerima 379 pasien
yang semuanya berkerumun di Rumah Sakit San Lazaro. Pada tahun 1930, kapasitas
tempat tidur meningkat menjadi 800, meskipun jumlah total pasien berada di 836.
Dua paviliun ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas tempat tidur untuk 1.600.
Pada tahun 1935, Kota Sanitarium ditutup, dan meninggalkan NCMH dengan 1.646
pasien untuk melayani.
Saat ini, NCMH memiliki kapasitas tempat tidur dari 4.600 dan melayani rata-
rata 3.000 di-pasien setiap hari, selain 56, 000 pasien rawat jalan per tahun.
Kebanyakan pasien datang dari Metro Manila dan daerah terdekat III dan IV. Mereka
juga melayani pasien dari daerah lain, sering kasus forensik disebut oleh pengadilan.
Subsidi untuk perawatan diberikan kepada 87% dari pasien rawat inap yang milik
kelas C dan D. Lembaga menerima nya ISO 9001: 2008 sertifikasi pada 2 Desember
2015.
Asosiasi resmi memperluas layanan kepada populasi orang dewasa pada tahun
1960.Saat ini mereka psikiatris, psikologis, dan konseling untuk semua sektor
masyarakat bawah CDS. Mereka juga meluncurkan Rehabilitasi Care Services pada
tahun 1962 untuk membantu dalam pemulihan dan reintegrasi pasien ke masyarakat.
Mereka memiliki dua pusat: Pusat Anak dan Remaja (CCY) dan Pusat Kerja Adult
(AWC). CCY menyediakan berbagai macam sesi terapi dan konseling bersama
dengan pendidikan khusus bagi mereka dengan gangguan belajar dan keterbelakangan
mental. The AWC memberikan program pelatihan keterampilan hidup dan keluarga
untuk membantu pasien kesehatan mental dalam pemulihan dan terapi mereka.
Di Kawasan Ibu Kota Nasional (NCR), sebagian besar rumah sakit besar (baik
negeri maupun swasta) memiliki departemen psikiatri yang melayani kebutuhan orang
dengan penyakit mental. Rumah Sakit meliputi Medical Kota , Rumah Sakit Umum
Filipina (PGH), Manila Rumah Sakit Dokter , dan University of East Ramon
Magsaysay Memorial Medical Center, Inc. (UERMMMC), untuk beberapa nama.
Webbline menyediakan daftar fasilitas perawatan kesehatan mental yang dapat
ditemukan di provinsi dan di NCR.
RUU Kesehatan Mental (House Bill 5347, Senat Bill 2910) mengusulkan
kebijakan kesehatan mental yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terpadu
kesehatan mental, promosi layanan kesehatan mental, perlindungan orang-orang yang
menggunakan layanan tersebut, dan pembentukan sebuah dewan kesehatan mental
Filipina, tujuan ini didasarkan pada standar HAM internasional.
Tujuan dari RUU ini adalah untuk menggabungkan layanan kesehatan mental
yang komprehensif dalam kesehatan nasional Filipina, untuk kesehatan mental yang
diakses terutama untuk yang miskin dan mereka yang berisiko tinggi.Hukum yang
diusulkan akan mandat Departemen Kesehatan, Komisi Hak Asasi Manusia,
Departemen Kehakiman , dan berbagai rumah sakit dalam mendukung mereka dengan
masalah kesehatan mental. Pelayanan kesehatan mental diusulkan untuk dapat diakses
dari rumah sakit berskala besar, turun ke barangay tingkat. Kesehatan dan program
kesehatan akan mencakup program wajib dalam kesehatan mental, sehingga untuk
sepenuhnya melengkapi profesional kesehatan.
Legislator Filipina di Kongres dan Senat juga telah mengajukan House Bill
No. 5347 dan inisiatif Senat Bill No 2910. Senat pada tindakan Kesehatan Mental
termasuk Senat Bill 2910, yang diajukan oleh Senator Pia Cayetano pada tahun 2015
dan Loren Legarda pada tahun 2014. Dalam Kongres, perwakilan Leni Gerona-
Robredo , Romero Quimbo , Ibarra Gutierrez, Walden Bello , Karlo Alexei Nograles,
Kaka Bag-ao dan Emmi de Jesus semua diperkenalkan House Bill 5347, sejalan
dengan Undang-Undang Kesehatan Filipina Mental, pada tahun 2015. Rancangan asli
menjalani 22 versi, setelah berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan, pasien
dan kelompok-kelompok keluarga.
Meskipun tidak ada yang ada hukum nasional yang berfokus pada kesehatan
mental, Filipina memiliki Program Nasional Kesehatan Mental atau Kebijakan
Kesehatan Mental (Orde Administrasi # 8 s.2001) ditandatangani oleh lalu-sekretaris
Departemen Kesehatan, Manuel Dayrit. Kebijakan ini bertujuan untuk
mempromosikan perawatan kesehatan mental yang berkualitas di negeri ini, untuk
mengurangi beban penyakit mental, dan untuk melindungi hak-hak orang yang
menderita penyakit mental. Program dari Departemen Kesehatan di bawah Kebijakan
Kesehatan Mental meliputi peningkatan mempromosikan pengetahuan kesehatan
mental, penyediaan nasional dan lokal layanan dan fasilitas mengenai pengobatan
kesehatan mental, dukungan pada penelitian dan pelatihan tentang kesehatan mental,
dan lainnya inisiatif. Komite Nasional Program Manajemen dan Pengembangan
Program dan tim manajemen yang diselenggarakan dalam rangka untuk mengawasi
dan mengelola pengembangan program dan untuk menciptakan protokol mengenai
kebijakan tertentu yang diterapkan.
Pemangku kepentingan lain atau mitra untuk program ini antara lain Filipina
Psychiatric Association (PPA), yang Pusat Nasional untuk Kesehatan Mental
(NCMH), Asosiasi Kesehatan Filipina Mental, dan Christoffel Blindenmission
(CBM), sebuah organisasi internasional yang melakukan advokasi untuk para
penyandang cacat di negara-negara miskin .Pemerintah Filipina menghabiskan sekitar
5% dari anggaran kesehatan pada kesehatan mental, sebagian besar pergi ke
pemeliharaan rumah sakit jiwa. Obat untuk penyakit mental yang disediakan di
lembaga-lembaga kesehatan mental yang dikelola pemerintah. asuransi sosial
mencakup masalah kesehatan mental, tapi hanya untuk rawat inap akut.
2.3.11 Kegunaan
Primary health care service merupakan salah satu pintu masuk utama pada
pelayanan kesehatan. lansia yang yang ditemukan memiliki masalah kesehatan mental
harus diatasi pada level ini. jika mereka memiliki masalah yang kompleks, mereaka
harus dirujuk ke seorang spesialis psikiatrik klinik. Berikut ini merupakan pelayanan
primary health care :
Kebijakan Kesehatan mental Filipina dirancang pada tahun 2001 dan ditandatangani oleh
Menteri Kesehatan, Manuel Dayrit. Ini memiliki pernyataan kebijakan berikut: (1)
kepemimpinan, (2) kolaborasi dankemitraan, (3) pemberdayaan dan partisipasi, (4) ekuitas,
(5) standar untuk kesehatan mental berkualitas jasa, (6) pengembangan sumber daya manusia,
(7) sistem pelayanan kesehatan, (8) perawatan kesehatan mental, (9) stabilitas dan
keberlanjutan, (10) sistem informasi, (11) undang-undang, dan (12) pemantauan dan
Evaluasi.
PEMBAHASAN
Masalah kesehatan jiwa saat ini telah menjadi permsalahan yang sangat penting dan
harus mendapatkan perhatian dengan sunggunh-sungguh di dunia. Gangguan jiwa berat dapat
diartikan sebagai suatu bentuk gangguan jiwa yang ditandai dengan terganggunya
kemampuan dalam menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang ditimbulkan
dalam gangguan jiwa berat antara lain berupa halusinasi, ilusi, wahan, gangguan proses pikir,
kemampuan berfikir, serta tingkah laku yang maladaptif misanya sikap agresivitas atau
katatonik. Masalah kesehatan jiwa di Indonesia sendiri prevalensi gangguan jiwa yang masuk
dalam kategori berat sejumlah 1,7 per mil penduduk Indonesia. Gangguan jiwa berat paling
banyak ditemukan di daerah DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah.
Sementara itu, proporsi dari rumah tangga dengan pasien gangguan jiwa yang pernah
memiliki riwayat melakukan pemasungan kepada pasien dengan gangguan jiwa berat yakni
sebanyak 14,3 % dan terbanyak dialami oleh penduduk yang tinggal di pedesaan sejumlah
18,2%. Sedangkan pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah
sejumlah 19,5% (Riskesdas, 2013).
Kondisi pasien dengan gangguan jiwa berat maupun pasien dengan gangguan
emosional ini dapat menjadi beban baik bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat. Hal ini
terjadi karena produktivitas pasien yang mengalami penurunan sehingga menghambat pasien
dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya yang pada akhirnya nanti situasi tersebut dapat
menimbulkan beban biaya yang besar baik bagi pasien dan keluarga. Sementara itu, jika
dianalisa dari sudut pandang pemerintah, maka gangguan ini akan menghabiskan biaya
pelayanan kesehatan dalam jumlah yang sangat besar. Hal ini sebagai akibat dari pengobatan
dan akses pelayanan kesehatan jiwa yang belum memadai khususnya di setting komunitas
yakni dalam hal ini yang berperan adalah puskesmas (WHO, 2007). Marchira (2011)
mengungkapkan bahwa pengobatan dan akses pelayanan kesehatan jiwa yang belum
memadai disebabkan karena kondisi geografis dari Indonesia itu sendiri yang mana terdapat
17.000 pulau di Indonesia dengan perbedaan kepadatan penduduk di setiap pulau.
Almeida, J. M. C., & Killaspy, H. 2011. Long-term mental health care for people with severe
mental disorders. Italy: Consortium.
Biro Statistik Australia. (2007) Survei Nasional Kesehatan Mental dan Kesejahteraan:.
Ringkasan hasil.No katalog 4.326,0 Canberra, ACT:. Biro Statistik Australia.
Dan Hiadayat. (2010). Penggunaan Metode Du Menit (M2M) dalam Menentukan Prevalensi
Gangguan Jiwa di Pelayanan Primer. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume : 60,
nomor 10, Oktober 2010.
Fatimah, Abdullah. (2013). Fungsi Keluarga dalam penjaagaan pesakit mental : kajian kes di
klinik kesehatan kg. Simee Ipoh, Perak Malaysia. Jurnal of psychology & human
development, bil 1, isu 1.
Haque, A. (2005). Mental Health Concepts and Program Development in Malaysia. Journal
of Mental Health. 14 (2). 183-195.
Imroatul Afifah - Tim eHealth. (2013). Kesehatan Jiwa Tidak Mematikn, tapi menimbulkan
Beban Penderita. http://dinkes.surabaya.go.id/portal/index.php/berita/kesehatan-jiwa-
tidak-mematikan-tapi-menimbulkan-beban-penderita/. Portal resmi Dinkes
SurabayaDiakses tanggal 6 November 2016
Ito, Hiroto, Setoya, Yutaro, & Suzuki, Yuriko. (2012). Lessons learned in developing
community mental health care in East and South East Asia. World Psychiatry, 11(3),
186-190.
Idaiani, S. (2010). Kesehatan Jiwa di Indonesia Mulai dari Deinstitusionalisasi Sampai
Desentralisasi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 5, April 2010.
Kessler, R.C.; Aguilar-Gaxiola, S.; Alonso, J. Chatterji, S.; Lee, S.; Ormel, J.; stn,
T.B and Wang, P.S (2009). The global burden of mental disorders: An update
from the WHO World Mental Health (WMH) Surveys. Social Psychiatry and
Psychiatric Epidemiology, 18(1): 233.
Marchira, C. R. 2011. Integrasi Kesehatan Jiwa pada Pelayanan Primer di Indonesia: Sebuah
Tantangan di Masa Sekarang. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 14 (3). 120
126.
Ministry of Health Malaysia. (2011). Psychiatric and mental Health Service Operational
Policy.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan RI: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Thong, D. (2011). Memanusiakan Manusia : Menata jiwa membangun bangsa : Prof. DR. Dr.
R, Kusumanto Setyonegoro, SpKJ, Bapak Psikiatri Indonesia. Jakarta: Penerbit
Gramedia.
"The NIH Almanac: National Institute of Mental Health (NIMH)" National Institutes of
HealthUS Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan. 14 September 2016.
Sheau Tsuey Chong, et al (2013). Pembangunan Kesehatan mental di Malaysia: Sejarah, Isu
sekarang. Asian Social Science;Vol.9, No. 6;2013. doi: 10,5539 / ass.v9n6p.
WHO. 2007. Mental Health Policy, Planning, and Service Development. Geneva: WHO.
Yusuf, A.H., Fityasari, R., & Nihayati, H.E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.