Flebitis 1 PDF
Flebitis 1 PDF
ARTIKEL ILMIAH
Oleh :
HARTATI
NIM: ST. 14 027
ABSTRAK
Salah satu komplikasi pemberian terapi intravena adalah terjadinya phlebitis.
Perawat profesional yang bertugas dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak terlepas
dari kepatuhan perilaku perawat dalam setiap tindakan prosedural yang bersifat invasif
seperti halnya pemasangan infus. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan tingkat
pengetahuan perawat tentang plebitis dengan kepatuhan melaksanakan standar prosedur
operasional pemasangan infus pada BBLR.
Metode deskriptif korelasional dengan pendekatan case control. Waktu penelitian
bulan Oktober 2015 di Ruang Perinatologi. Jumlah sampel 18 responden dengan teknik
total sampling. Alat analisis dengan analisis chi-square (X2).
Hasil penelitian: Karakteristik responden rata-rata umur 33 tahun, berjenis kelamin
perempuan (100%), berpendidikan D-3 Keperawatan (88,9%), dan lama bekerja 9 tahun;
sebagian besar perawat mempunyai tingkat pengetahuan tinggi (83,3%); kepatuhan dalam
pelaksanaan SPO pemasangan infus tergolong patuh (94,4%); dan ada hubungan
signifikan tingkat pengetahuan perawat tentang plebitis dengan kepatuhan melaksanakan
standar prosedur operasional pemasangan infus pada BBLR (p-value = 0,021 < 0,05),
adapun tingkat hubungan tergolong sedang.
Kesimpulan : ada hubungan signifikan tingkat pengetahuan perawat tentang
plebitis dengan kepatuhan melaksanakan standar prosedur operasional pemasangan infus
pada BBLR.
Kata kunci: Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan, SPO Pemasangan Infus, Plebitis, BBLR
This research used descriptive correlational method with case control approach.
It was conducted in October 2015 at perinatology suites of dr. Soediran Mangun
Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri. Samples of 18 respondents were taken
with total sampling technique. The data were later analyzed using chi-square (X2)
analysis.
2
perilaku individu yang bersangkutan untuk pengetahuan perawat yang tinggi diikuti
mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga dengan tingkat kepatuhan yang tinggi pula.
SPO pemasangan infus tergantung dari dilakukan di RSUD dr. Soediran Mangun
perilaku perawat itu sendiri. Menurut Green Soemarso Wonogiri menemukan bahwa
(1980) dalam Notoatmodjo (2010) perilaku pada tahun 2014-2015 terdapat 155 kasus
seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor bayi dengan BBLR dan 139 kasus yang
utama yaitu : faktor-faktor predisposisi diinfus, selain itu ditemukan juga kejadian
(predisposing factors), mencakup pengeta- phlebitis dari pasien yang telah dipasang
huan dan sikap, tradisi dan kepercayaan infus terdapat 27 pasien yang mengalami
masyarakat, sistem budaya, tingkat phlebitis dari 139 pasien yang terpasang
pendidikan dan tingkat sosial ekonomi, infus atau sekitar 18,6% yang sudah
(enabling factors), mencakup sarana dan seperti bengkak disekitar tusukan jarum
(reinforcing factor) meliputi sikap tokoh vena. Hasil observasi terhadap 5 perawat
kesehatan, undang-undang dan peraturan- dan 2 perawat (40%) cenderung tidak patuh.
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan kurang mematuhi Standar Prosesdur
penginderaan terhadap suatu objek tertentu Operasional pemasangan infus karena lupa,
tional dengan pendekatan case-control. seseorang akan lebih matang dalam berpikir
Sampelnya seluruh perawat yang bekerja di dan bekerja. Karena dengan bertambahnya
Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran umur seseorang maka kematangan dalam
Total Sampling. Teknik analisis data terdiri dalam melayani pasien secara profesional.
dari analisis univariate dan bivariat. Analisis Hal ini sejalan dengan penelitan yang
variabel yang diteliti, adapun analisis sebagian besar perawat yang diteliti adalah
bivariate dengan menggunakan analisis chi- usia 21-40 tahun, dengan usia yang masih
square (2). Penelitian ini dilakukan pada muda tersebut dilihat dari pengalaman-
sakit lebih matang. Biasanya orang muda Tingkat pendidikan perawat dengan
pemikirannya radikal sedangkan orang rasio akademik lebih banyak akan
dewasa lebih moderat. memudahkan dalam menerima serta
2. Jenis Kelamin mengembangkan pengetahuan dan
teknologi. Hasil ini diperkuat oleh penelitian
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin yang dilakukan oleh Purwadi dan Sofiana
Jumlah (%)
Laki-laki 0 0,0 (2006) yang membuktikan bahwa perawat
Perempuan 18 100,0 dengan pendidikan minimal Diploma (D3)
Jumlah 18 100,0
dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
Sumber : Data yang diolah, 2015
mempunyai efisiensi kerja dan penampilan
Tabel 2. menunjukkan bahwa semua
kerja yang lebih baik dari pada perawat
responden mempunyai jenis kelamin
dengan pendidikan SPK. Oleh karena itu,
perempuan yaitu sebanyak 18 responden
pendidikan seseorang merupakan faktor
(100%).
yang penting sehingga kinerja perawat
3. Pendidikan akhir
dalam memberikan asuhan keperawatan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan
kepada pasien agar mendapatkan hasil yang
Pendidikan Jumlah (%) maksimal.
D-3 Keperawatan 16 88,9 4. Lama Bekerja
S1-Keperawatan 2 11,1 Tabel 4. Karakteristik Responden menurut
Jumlah 18 100,0 Lama Bekerja
Sumber : Data yang diolah, 2015
Keterangan Mean Min Max SD
Tabel 3. menunjukkan bahwa sebagian
Lama Bekerja 8,78 4 21 4,47
besar responden mempunyai tingkat
Sumber : Data yang diolah, 2015
pendidikan D-3 Keperawatan yaitu sebanyak
Tabel 4. menunjukkan bahwa rata-rata
16 responden (88,9%).
lama bekerja responden 9 tahun dengan
Di samping itu, menurut hasil
standar deviasi sebesar 4,47 tahun.
observasi diketahui bahwa syarat minimal
Hal ini juga didukung hasil observasi
saat ini sebagai syarat tenaga perawat
bahwa sebagian besar responden mem-
profesional yang disyaratkan oleh rumah
punyai masa kerja kurang dari 10 tahun,
sakit minimal memiliki tingkat pendidikan
namun juga ada beberapa responden
D-3 Keperawatan.
mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun.
7
merupakan faktor penting dalam seseorang yang menjelaskan bahwa rata-rata perawat
mengambil keputusan namun tidak memiliki pengetahuan yang tinggi tentang
selamanya pengetahuan seseorang bisa infeksi nosokomial. Hasil ini menunjukkan
menghindarkan dirinya dari kejadian yang bahwa dengan latar belakang pendidikan
tidak diinginkannya, misalnya perawat yang yang didominasi oleh D-3 keperawatan,
tingkat pengetahuannya baik tidak perawat tetap memiliki pengetahuan tentang
selamanya melaksanakan keselamatan infeksi nosokomial dalam kategori tinggi
pasien dengan baik karena segala tindakan berkaitan dengan penerapan prinsip steril
yang akan dilakukan beresiko untuk terjadi pada pemasangan infus yang dilakukan oleh
kesalahan( Notoatmodjo, 2010). perawat.
Lamanya responden bekerja juga Kepatuhan Perawat
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan Tabel 6. Kepatuhan Perawat
perawat. Dalam penelitian ini responden Kepatuhan Perawat Frekuensi Persentase
(%)
sebagian besar bekerja antara 5-10 tahun.
Kurang patuh 1 5,6
Masa kerja adalah (lama kerja) adalah Patuh 17 94,4
merupakan pengalaman individu yang akan Jumlah 18 100,0
Sumber: Data yang diolah, 2015.
menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan
dan jabatan. Masa kerja yang lama akan Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa
cenderung membuat seseorang betah dalam kepatuhan perawat dalam melaksanakan
sebuah organisasi hal ini disebabkan karena Standar Prosedur Operasional (SPO)
telah beradaptasi dengan lingkungan yang Pemasangan Infus di Ruang Perinatologi
cukup lama sehingga akan merasa nyaman RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
dalam pekerjaannya (Saragih, 2009). Wonogiri sebagian besar patuh terhadap
Hasil penelitian ini didukung oleh SPO pemasangan infus yaitu sebanyak 17
penelitian yang dilakukan oleh Trianiza orang (94,4%). Hal ini disebabkan sebagian
(2014) yang menjelaskan bahwa perawat besar perawat melakukan pengkajian tentang
sebagian besar mempunyai pengetahuan pemasangan infus yang berdampak pada
baik (55%), dengan lama bekerja sebanyak terjadinya plebitis pada pasien hanya
68 orang atau 94 % bekerja 10 tahun. berdasarkan usia, keterbatasan mobilisasi
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh dan terpasangnya infus/iv ataupun kateter.
penelitian yang dilakukan oleh Mada (2012) Kepatuhan merupakan ketaatan seseorang
9
pada tujuan yang telah ditetapkan. terhadap semua aspek asuhan yang
Kepatuhan merupakan masalah utama berkualitas tinggi (Simamora, 2012).
kedisiplinan dalam pelayanan perawatan di Hasil penelitian ini juga sejalan
rumah sakit. dengan penelitian yang dilakukan oleh
Menurut Setyarini, dkk (2013), bahwa Pamuji, dkk (2014) yang meneliti tentang
perawat yang sudah mendapatkan sosialisasi kepatuhan perawat melaksanakan standar
atau memahami terkait dengan pengkajian prosedur operasional pelayanan
pemasangan infus dan dampaknya terhadap keperawatan, hasil penelitian menyebutkan
plebitis cenderung lebih baik dalam bahwa sebagian besar tingkat kepatuhan
melakukan pengkajian resiko jatuh perawat dalam pelaksanaan SPO profesi
dibandingkan dengan perawat yang belum pelayanan tergolong patuh yaitu 24 orang
memahami dan mendapat sosialisasi SPO (92,3%) namun demikian masih adanya
pemasangan infus, selain itu umur juga responden yang mempunyai tingkat
mempengaruhi kepatuhan perawat dalam kepatuhannya rendah, hal ini disebabkan
SPO pemasangan infus. Seseorang yang oleh kurangnya pengetahuan karena kurang
dikatakan senior lebih cenderung memiliki adanya penyegaran maupun pelatihan.
sikap yang kurang dalam pengkajian SPO Selain itu juga akibat kurangnya perawat
pemasangan infus. Mereka lebih sering mengikuti berbagai seminar. Pelatihan dan
menggunakan penilaian berdasarkan seminar pada program pengembangan staf
ketergantungan pasien (Setyarini, dkk, keperawatan sebagian besar pelatihan
2013). bersifat untuk peningkatan spiritual dan
Sebagaimana dijelaskan dalam suatu kepribadian. Sedangkan untuk pelatihan dan
penelitian yang dilakukan Triwidyawati penyegaran tentang standar prosedur
(2013) bahwa kepatuhan perawat dalam operasional pelayanan keperawatan belum
menjalan SOP pemasangan infus sebagian pernah dilakukan.
besar termasuk dalam kategori patuh Namun demikian, penelitan ini kurang
(70,3%). Dijelaskan pula bahwa dalam didukung oleh penelitian yang dilakukan
pelayanan keperawatan, kepatuhan terhadap oleh Muspita (2014) yang meneliti tentang
standar sangat membantu perawat untuk kepatuhan perawat dalam melaksanakan
mencapai asuhan yang berkualitas, sehingga standar operasional prosedur pemasangan
perawat dan bidan harus berpikir realitis infus, hasil penelitian menjelaskan bahwa
tentang pentingnya evaluasi sistematis kepatuhan perawat terhadap SPO
10
Square (2) untuk mengetahui hubungan yang sedang, karena nilai coeficient
antara pengetahuan perawat tentang plebitis contingency (CC) = 0,477 yang berada
BBLR. Berikut hasil analisis yang telah diuji pengetahuan dengan kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan Standar Prosedur
yang tersajikan dalam tabel 7.
Operasional dalam melaksanakan
Tabel 7. Hasil Crostab dan analisis Uji Chi-
Square (2) pemasangan infus dapat diasumsikan bahwa
Kepatuhan seseorang yang memiliki tingkat
Tingkat Krng Patuh Total 2hit p
Pengetahuan Patuh pengetahuan yang tinggi cenderung lebih
f 1 2 3
Sedang
% 33.3 66.7 100 baik dalam melakukan pengkajian
f 0 15 15 5,29 0,021 pemasangan infus dan kejadian plebitis lebih
Tinggi
% 0.0 100 100
f 1 17 18 baik dibandingkan dengan perawat yang
Total
% 5.6 94.4 100
memiliki tingkat pengetahuan rendah.
11
Pengetahuan yang baik sebagian besar hasil penelitian ini adalah penelitian yang
dimiliki oleh perawat berpendidikan sarjana dilakukan oleh Mada, dkk (2012), yang
dibandingkan D3. Tingkat pendidikan yang menjelaskan bahwa ada hubungan yang
tinggi akan lebih mempermudah seseorang bermakna antara pengetahuan perawat
dalam melakukan sesuatu (Pamuji I, dkk, tentang infeksi nosokomial dengan
2008). penerapan prinsip steril pada pemasangan
Depkes RI (2008) menjelaskan bahwa infus di RS Kristen Lende Moripa, Sumba
kepatuhan dalam melaksanakan SPO Barat.
pengkajian pemasangan infus dan kejadian Penelitian lain yang dilakukan oleh
plebitis. Pengetahuan perawat yang baik Wayunah (2012) yang menjelaskan bahwa
akan mempengaruhi tingkat kepatuhan ada hubungan yang signifikan antara
perawat sehingga mengurangi resiko pengetahuan perawat tentang terapi infus
komplikasi pada pasien. Pengkajian dengan kejadian plebitis (p<0.01), dan ada
pemasangan infus dan kejadian plebitis ini hubungan yang signifikan antara
telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai pengetahuan perawat tentang terapi infus
mendaftar, yaitu dengan menggunakan skala dengan kenyamanan (p<0.01).
jatuh. Pengalaman, pengetahuan dan sumber
informasi merupakan hal yang SIMPULAN
mempengaruhi kejelian perawat dalam 1. Karakteristik responden diketahui
melakukan pengkajian pemasangan infus sebagian besar rerata umur 33 tahun,
kejadian plebitis. Sumber informasi di sini berjenis kelamin perempuan (100%),
didapat dalam pelatihanpelatihan, seminar berpendidikan D-3 Keperawatan (88,9%),
ataupun workshop tentang resiko jatuh dan rerata lama bekerja 9 tahun.
pasien. Dalam pelatihan-pelatihan perawat 2. Sebagian besar perawat mempunyai
dibekali ilmu, skill dan pengalaman terkait tingkat pengetahuan tentang plebitis
pasien safety (Anwar, 2012). tergolong tinggi yaitu sebanyak 15 orang
Hasil penelitian ini didukung oleh (83,3%).
penelitian yang dilakukan oleh 3. Sebagian besar perawat mempunyai
INS. (2006). Setting the Standard for Infusion Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan
Care. Diperoleh tanggal 2 Juli 2015, dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
dari http://www.ins1.org. Rineka Cipta.
Jayant D, Phalke DB, Bangal BV, Peeyuusha Pamuji I, Asrin, Kamaludin A. 2008.
D, Sushen B. (2011). Maternal risk Hubungan Pengetahuan Perawat
factor for low birth weight neonates: a tentang SPO dengan Kepatuhan
hospital based case-control study in Perawat terhadap Pelaksanaan SPO
rural area of Western Maharshtra, Profesi Pelayanan Keperawatan.
India. Natl J Community Med. Jurnal Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing),
Kemenkes RI. (2013). Hasil Riskesdas 2013. Volume 3 No.1 Maret 2008.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Pasaribu. 2008. Analisis Pelaksanaan Standar
Mada MD, Susilo CB, Nekada CY. (2013). Operasional Prosedur Pemasangan
Hubungan Pengetahuan Perawat Infus terhadap Kejadian Phlebitis di
tentang Infeksi Nosokomial dengan Ruang Rawat Inap RS Haji Medan.
Penerapan Prinsip Steril pada Jurnal Keperawatan. Medan: USU.
Pemasangan Infus di RS Kristen
Lende Moripa, Sumba Barat. Perry dan Potter. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan Konsep,
Mayunah, (2012). Hubungan Pengetahuan Proses dan Praktek. Edisi 4. Alih
Perawat tentang Terapi Infus dengan bahasa Renata Komalasari. Jakarta :
Kejadian Plebitis dan Kenyamanan EGC.
Pasien di Ruang Rawat Inap di RSUD
Indramayu. Jurnal Kebidanan dan Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S.
Keperawatan, Vol. 8 No. 1, Juni 2012: (2010). BBLR : Berat Badan Lahir
90-99. Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Mulyani. 2011. Tinjauan Pelaksanaan Standar Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk.
Operasional Prosedur (SOP) (2010). Pedoman Pelayanan Medis
Pemasangan Infus Pada Pasien Di Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS IDAI.
PKU Muhammadiyah Gombong. Pujasari, Hening. (2007). Angka kejadian
Jurnal Keperawatan. Gombong. phlebitis dan tingkat keparahanya di
ruang penyakit dalam RSCM Jakarta,
Muspita, M J. 2014. Gambaran Kepatuhan diakses dari http:/Pujasari pada tanggal
Perawat dalam Melaksanakan Standar 20 Juni 2015.
Operasional Prosedur Pemasangan
Infus di RS PKU Muhammadiyah Purwanto. (2006). Pengantar Perilaku
Gombong. Naskah Publikasi. Manusia Untuk Keperawatan, Jakarta:
Yogyakarta: PPS UNY. Buku Kedokteran.
Nassaji, M dan Ghorbani R. (2007). Peripheral Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G,
Intravenous Catheter Re;ated Phlebitis (2005), Buku Ajar Keperawatan
and Related Risk Factors. Singapore Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
Medicine Journal 48 (8): 733. (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo(dkk), Jakarta: EGC.
14