Anda di halaman 1dari 15

0

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PLEBITIS


DENGAN KEPATUHAN MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS PADA BBLR DI
RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI

ARTIKEL ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :

HARTATI
NIM: ST. 14 027

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
1

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PLEBITIS


DENGAN KEPATUHAN MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS PADA BBLR DI
RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
Hartati1), Happy Indri Hapsari 2), Ika Subekti Wulandari 3)
1)
Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
2) 3)
Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK
Salah satu komplikasi pemberian terapi intravena adalah terjadinya phlebitis.
Perawat profesional yang bertugas dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak terlepas
dari kepatuhan perilaku perawat dalam setiap tindakan prosedural yang bersifat invasif
seperti halnya pemasangan infus. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan tingkat
pengetahuan perawat tentang plebitis dengan kepatuhan melaksanakan standar prosedur
operasional pemasangan infus pada BBLR.
Metode deskriptif korelasional dengan pendekatan case control. Waktu penelitian
bulan Oktober 2015 di Ruang Perinatologi. Jumlah sampel 18 responden dengan teknik
total sampling. Alat analisis dengan analisis chi-square (X2).
Hasil penelitian: Karakteristik responden rata-rata umur 33 tahun, berjenis kelamin
perempuan (100%), berpendidikan D-3 Keperawatan (88,9%), dan lama bekerja 9 tahun;
sebagian besar perawat mempunyai tingkat pengetahuan tinggi (83,3%); kepatuhan dalam
pelaksanaan SPO pemasangan infus tergolong patuh (94,4%); dan ada hubungan
signifikan tingkat pengetahuan perawat tentang plebitis dengan kepatuhan melaksanakan
standar prosedur operasional pemasangan infus pada BBLR (p-value = 0,021 < 0,05),
adapun tingkat hubungan tergolong sedang.
Kesimpulan : ada hubungan signifikan tingkat pengetahuan perawat tentang
plebitis dengan kepatuhan melaksanakan standar prosedur operasional pemasangan infus
pada BBLR.
Kata kunci: Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan, SPO Pemasangan Infus, Plebitis, BBLR

The Relationship between Knowledge Levels of Nurses on Phlebitis and Their


Standard Operating Procedure Obedience when Setting Up IV fluid infusion for
Low Birth Weight Infants at dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public
Hospital of Wonogiri
ABSTRACT
One of intravenous therapy complications is known as phlebitis. A professional
nurse serving as a health care service provider requires their obedience in every invasive
procedural care, one of which is procedure to set up IV fluid infusion. The aim of the
research is to analyze the relationship between knowledge levels of nurses on phlebitis
and their standard operating procedure obedience when setting up IV fluid infusion for
low birth weight infants.

This research used descriptive correlational method with case control approach.
It was conducted in October 2015 at perinatology suites of dr. Soediran Mangun
Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri. Samples of 18 respondents were taken
with total sampling technique. The data were later analyzed using chi-square (X2)
analysis.
2

The research findings indicate that 1) Respondents are characterized by average


ages of 33 years, feminine gender (100%), educational background of three year nursing
diploma (88.9%), and average length of work experience of 9 years; 2) Most nurses
possess high level of knowledge (83.3%); 3) Most nurses (94.4%) are proven to be
obedient when setting up IV fluid infusion; 4) there exists a significant relationship
between knowledge levels of nurses on phlebitis and their standard operating procedure
obedience when setting up IV fluid infusion for low birth weight infants (with p-value of
0.021 < 0.05) which is considered as moderate relationship.

In conclusion, there is a significant relationship between knowledge levels of


nurses on phlebitis and their standard operating procedure obedience when setting up IV
fluid infusion for low birth weight infants.

Keywords : knowledge levels, obedience, SOP when setting up IV fluid infusion,


phlebitis, low birth weight infants
.
PENDAHULUAN secara tidak merata antara satu provinsi
Prevalensi bayi dengan Berat Badan dengan provinsi lainya dengan prevalensi
Lahir Rendah (BBLR) secara global hingga tertinggi berada di Provinsi Nusa Tenggara
saat ini masih tetap berada di kisaran 10- Timur sekitar 19.2%, dan terendah berada di
20% dari seluruh bayi yang lahir hidup Provinsi Sumatera Barat yakni 6,0%
setiap tahunya (Sulani, 2014). World Health (Kemenkes RI, 2013).
Organisation (WHO) (2011) memperkira- Berdasarkan profil kesehatan provinsi
kan sekitar 25 juta bayi mengalami BBLR Jawa Tengah jumlah bayi dengan BBLR di
setiap tahun dan hampir 5% terjadi di negara Jawa Tengah pada tahun 2013 sebanyak
maju sedangkan 95% terjadi di negara 16.303 (2,81%) meningkat bila dibandingan
berkembang. Prevalensi BBLR di India tahun 2012 sebesar 11.865 (2.08,%).
mencapai 26%, dan di Amerika Serikat Banyaknya BBLR yang ditangani oleh
mencapai 7%. Kematian bayi di seluruh tenaga kesehatan secara keseluruhan di
dunia adalah 20 kali lebih besar pada bayi tingkat Provinsi Jawa Tengah, cakupannya
yang mengalami BBLR dibandingkan tidak selalu mengalami peningkatan. Pada
dengan yang tidak BBLR (Jayant, 2011). tahun 2011 sebesar 92,77% dan pada tahun
Menurut Hasil Riskedas (2013), di 2012 sebesar 99,67 % sedang pada tahun
Indonesia prevalensi bayi dengan BBLR 2013 bayi BBLR yang ditangani sebesar
mencapai 2.103 bayi dari 18.948 bayi 96,67% (Dinkes Jateng, 2014).
(11,1%) yang ditimbang dalam kurun waktu Menurut Profil Kesehatan Kabupaten
6-48 jam setelah melahirkan, ini menyebar Wonogiri (2013), di Kabupaten Wonogiri
3

ditemukan angka kejadian BBLR sebanyak Akibat yang ditimbulkan dari


133 kasus dari 17.296 bayi lahir hidup komplikasi plebitis pada pasien adalah
(0,77%) dan jumlah ini meningkat meningkatkan hari rawat di rumah sakit,
dibandingkan tahun 2007 yaitu 94 kasus dari menambah lama terapi, dan meningkatkan
16.976 bayi lahir hidup (0,55%). tanggung jawab perawat serta dapat
Bayi dengan BBLR berisiko untuk menyebabkan pasien mendapatkan risiko
hipotermia, apnue, hipoksemia, sepsis, masalah kesehatan lain, sehingga untuk
intoleransi minum dan enterokolitis mencegah terjadinya plebitis diperlukan
nekrotikan, semakin kecil bayi semakin kepatuhan perawat dalam melaksanakan
tinggi resikonya. Salah satu tatalaksana bayi pemasangan infus sesuai dengan standar
dengan BBLR adalah dengan pemberian prosedur operational (Alexander at al, 2010)
cairan intravena yang bertujuan untuk Perawat profesional yang bertugas
mensuplai cairan, elektrolit, nutrisi dan obat. dalam memberikan pelayanan kesehatan
Salah satu komplikasi pemberian terapi tidak terlepas dari kepatuhan perilaku
intravena adalah terjadinya phlebitis. Bayi perawat dalam setiap tindakan prosedural
dengan BBLR risiko tinggi terjadinya yang bersifat invasif seperti halnya
phlebitis karena bayi dengan BBLR pemasangan infus. Pemasangan infus
memiliki sistem imun yang belum aktif dilakukan oleh setiap perawat. Semua
selama beberapa bulan kehidupan, sehingga perawat dituntut memiliki kemampuan dan
menyebabkan rentan terhadap berbagai keterampilan mengenai pemasangan infus
infeksi dan alergi, walaupun struktur kulit yang sesuai Standar Prosedur Operasional
bayi sudah terbentuk saat lahir tetapi belum (SPO) (Hinlay, 2009). Hasil penelitian
matang. Andares (2009), menunjukkan bahwa
Epidermis dan dermis tidak terikat perawat kurang memperhatikan kesterilan
dengan baik dan sangat tipis, kulit bayi luka pada pemasangan infus. Perawat
sangat sensitif dan dapat rusak dengan biasanya langsung memasang infus tanpa
mudah, kulit sering terlihat bercak-bercak, memperhatikan tersedianya bahan-bahan
terutama di daerah sekitar ekstremitas, yang diperlukan dalam prosedur tindakan
tangan dan kaki terlihat sedikit sianotik tersebut, tidak tersedia handscoen, kain kasa
(IDAI, 2014). steril, alkohol, dan pemakaian yang berulang
pada selang infus yang tidak steril. Hasil
4

penelitian Pasaribu (2008), yang melakukan tentang hubungan pengetahuan perawat


analisa pelaksanaan pemasangan infus tentang Standar Prosedur Operasional
diruang rawat inap Rumah Sakit Haji Medan dengan kepatuhan perawat terhadap
menunjukkan bahwa pelaksanaan pemasa- pelaksanaan SPO profesi pelayanan
ngan infus yang sesuai Standar Prosedur keperawatan, hasil penelitian menjelaskan
Operasional katagori baik 27 %, sedang bahwa ada hubungan antara pengetahuan

40% dan buruk 33 %. SPO dengan kepatuhan pelaksanaan SPO

Kepatuhan merupakan bagian dari yang bersifat positip yaitu tingkat

perilaku individu yang bersangkutan untuk pengetahuan perawat yang tinggi diikuti

mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga dengan tingkat kepatuhan yang tinggi pula.

kepatuhan perawat dalam melaksanakan Hasil studi pendahuluan yang

SPO pemasangan infus tergantung dari dilakukan di RSUD dr. Soediran Mangun

perilaku perawat itu sendiri. Menurut Green Soemarso Wonogiri menemukan bahwa

(1980) dalam Notoatmodjo (2010) perilaku pada tahun 2014-2015 terdapat 155 kasus

seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor bayi dengan BBLR dan 139 kasus yang

utama yaitu : faktor-faktor predisposisi diinfus, selain itu ditemukan juga kejadian

(predisposing factors), mencakup pengeta- phlebitis dari pasien yang telah dipasang

huan dan sikap, tradisi dan kepercayaan infus terdapat 27 pasien yang mengalami

masyarakat, sistem budaya, tingkat phlebitis dari 139 pasien yang terpasang

pendidikan dan tingkat sosial ekonomi, infus atau sekitar 18,6% yang sudah

faktor-faktor pemungkin/pendukung menampakan adanya tanda-tanda plebitis

(enabling factors), mencakup sarana dan seperti bengkak disekitar tusukan jarum

prasarana/fasilitas, faktor-faktor penguat infus, kemerahan dan nyeri disepanjang

(reinforcing factor) meliputi sikap tokoh vena. Hasil observasi terhadap 5 perawat

masyarakat, tokoh agama, petugas menunjukkan bahwa 3 perawat patuh (60%)

kesehatan, undang-undang dan peraturan- dan 2 perawat (40%) cenderung tidak patuh.

peraturan. Hasil wawancara terhadap perawat yang

Pengetahuan merupakan hasil dari tidak patuh menyatakan bahwa mereka

tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan kurang mematuhi Standar Prosesdur

penginderaan terhadap suatu objek tertentu Operasional pemasangan infus karena lupa,

(Notoatmodjo, 2010),. Penelitian yang repot, terlalu formal dan situasional.

dilakukan oleh Pamuji (2008) yang meneliti


5

Tujuan penelitian ini untuk Tabel 1. menunjukkan bahwa rata-rata


mengetahui hubungan tingkat pengetahuan umur responden 33 tahun dengan standar
perawat tentang plebitis dengan kepatuhan deviasi sebesar 6,16 tahun.
melaksanakan standar prosedur operasional Hal ini menunjukkan bahwa
pemasangan infus pada BBLR di Ruang responden memiliki usia yang matang dalam
Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun
berfikir dan bekerja atau masih dalam usia
Soemarso Wonogiri.
produktif. Sejalan dengan pendapat

METODE PENELITIAN Nursalam (2007) bahwa semakin cukup

Desain penelitian deskriptif korela- umur, tingkat kematangan dan kekuatan

tional dengan pendekatan case-control. seseorang akan lebih matang dalam berpikir

Sampelnya seluruh perawat yang bekerja di dan bekerja. Karena dengan bertambahnya

Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran umur seseorang maka kematangan dalam

Mangun Soemarso Wonogiri sebanyak 18 berpikir semakin baik sehingga akan

orang. Teknik samplingnya menggunakan termotivasi setiap melakukan pekerjaan

Total Sampling. Teknik analisis data terdiri dalam melayani pasien secara profesional.

dari analisis univariate dan bivariat. Analisis Hal ini sejalan dengan penelitan yang

univariate menjelaskan masing-masing dilakukan oleh Triwidyawati (2013) bahwa

variabel yang diteliti, adapun analisis sebagian besar perawat yang diteliti adalah

bivariate dengan menggunakan analisis chi- usia 21-40 tahun, dengan usia yang masih

square (2). Penelitian ini dilakukan pada muda tersebut dilihat dari pengalaman-

bulan Oktober 2015. pengalaman yang didapat dari tindakan SPO


pemasangan infus belum banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN dibandingkan dengan perawat yang sudah

Karakteristik Responden berusia lebih tua. Hal ini diungkapkan oleh

1. Umur Potter dan Perry (2005) bahwa usia akan

Tabel 1. Karakteristik Responden menurut mempengaruhi jiwa seseorang yang


Umur menerima untuk mengolah kembali
Keterangan Mean Min Max SD
pengertian-pengertian atau tanggapan,
Umur 33,3 26 49 6,16
sehingga dapat dilihat bahwa semakin tinggi
Sumber : Data yang diolah, 2015
usia seseorang, maka proses pemikirannya
untuk bekerja melakukan tindakan di rumah
6

sakit lebih matang. Biasanya orang muda Tingkat pendidikan perawat dengan
pemikirannya radikal sedangkan orang rasio akademik lebih banyak akan
dewasa lebih moderat. memudahkan dalam menerima serta
2. Jenis Kelamin mengembangkan pengetahuan dan
teknologi. Hasil ini diperkuat oleh penelitian
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin yang dilakukan oleh Purwadi dan Sofiana
Jumlah (%)
Laki-laki 0 0,0 (2006) yang membuktikan bahwa perawat
Perempuan 18 100,0 dengan pendidikan minimal Diploma (D3)
Jumlah 18 100,0
dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
Sumber : Data yang diolah, 2015
mempunyai efisiensi kerja dan penampilan
Tabel 2. menunjukkan bahwa semua
kerja yang lebih baik dari pada perawat
responden mempunyai jenis kelamin
dengan pendidikan SPK. Oleh karena itu,
perempuan yaitu sebanyak 18 responden
pendidikan seseorang merupakan faktor
(100%).
yang penting sehingga kinerja perawat
3. Pendidikan akhir
dalam memberikan asuhan keperawatan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan
kepada pasien agar mendapatkan hasil yang
Pendidikan Jumlah (%) maksimal.
D-3 Keperawatan 16 88,9 4. Lama Bekerja
S1-Keperawatan 2 11,1 Tabel 4. Karakteristik Responden menurut
Jumlah 18 100,0 Lama Bekerja
Sumber : Data yang diolah, 2015
Keterangan Mean Min Max SD
Tabel 3. menunjukkan bahwa sebagian
Lama Bekerja 8,78 4 21 4,47
besar responden mempunyai tingkat
Sumber : Data yang diolah, 2015
pendidikan D-3 Keperawatan yaitu sebanyak
Tabel 4. menunjukkan bahwa rata-rata
16 responden (88,9%).
lama bekerja responden 9 tahun dengan
Di samping itu, menurut hasil
standar deviasi sebesar 4,47 tahun.
observasi diketahui bahwa syarat minimal
Hal ini juga didukung hasil observasi
saat ini sebagai syarat tenaga perawat
bahwa sebagian besar responden mem-
profesional yang disyaratkan oleh rumah
punyai masa kerja kurang dari 10 tahun,
sakit minimal memiliki tingkat pendidikan
namun juga ada beberapa responden
D-3 Keperawatan.
mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun.
7

Hal ini didukung oleh penelitian yang Tingkat Pengetahuan


dilakukan oleh Pamuji dkk (2008) bahwa Tabel 5. Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan F %
hasil penelitian menunjukkan sebagian besar Kurang 0 0,0
responden mempunyai masa kerja antara 1-5 Cukup 3 16,7
Baik 15 83,3
tahun (61,5%). Jumlah 18 100,0
Sumber: Data yang diolah, 2015.
Pada awal bekerja, perawat memiliki
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
kepuasan kerja yang lebih, dan semakin
distribusi data tentang tentang tingkat
menurun seiring bertambahnya waktu secara
pengetahuan tentang plebitis pada perawat
bertahap lima atau delapan tahun dan
di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran
meningkat kembali setelah masa lebih dari
Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar
delapan tahun, dengan semakin lama
mempunyai pengetahuan tinggi yaitu
seseorang dalam bekerja, akan semakin
sebanyak 15 orang (83,3%).
terampil dalam melaksanakan pekerjaan
Pengetahuan responden tergolong
(Hariandja, 2008). Seseorang yang sudah
tinggi disebabkan oleh tingkat pendidikan
lama mengabdi kepada organisasi memiliki
yang dimiliki responden, berdasarkan hasil
tingkat kepuasan yang tinggi. Hal ini juga
penelitian diketahui bahwa mayoritas
dinyatakan oleh Sastrohadiworjo (2005),
responden berpendidikan D3-Keperawatan
bahwa semakin lama seseorang bekerja
dan ada juga yang mempunyai pendidikan
semakin banyak kasus yang ditanganinya
S1-Keperawatan namun belum ada perawat
sehingga semakin meningkat pengalaman-
yang mempunyai pendidikan profesi (Ners).
nya, sebaliknya semakin singkat orang
Tingkat pendidikan merupakan salah
bekerja maka semakin sedikit kasus yang
satu faktor yang mempengaruhi tingkat
ditanganinya. Pengalaman bekerja banyak
pengetahuan perawat, dalam kesehariannya,
memberikan kesadaran pada seseorang
pendidikan seseorang berhubungan dengan
perawat untuk melakukan suatu tindakan
kehidupan sosial dan perilakunya. Semakin
sesuai dengan prosedur yang telah
tinggi pendidikan seseorang maka perilaku
ditetapkan, hal ini sesuai dengan penelitian
seseorang itu akan semakin baik, oleh sebab
yang dilakukan oleh Arfianti (2010) yang
itu perawat yang memiliki tingkat pendidik-
menyatakan pengalaman merupakan salah
an tinggi cenderung memiliki tingkat
satu faktor dari kepatuhan.
pengetahuan yang baik. Pengetahuan
8

merupakan faktor penting dalam seseorang yang menjelaskan bahwa rata-rata perawat
mengambil keputusan namun tidak memiliki pengetahuan yang tinggi tentang
selamanya pengetahuan seseorang bisa infeksi nosokomial. Hasil ini menunjukkan
menghindarkan dirinya dari kejadian yang bahwa dengan latar belakang pendidikan
tidak diinginkannya, misalnya perawat yang yang didominasi oleh D-3 keperawatan,
tingkat pengetahuannya baik tidak perawat tetap memiliki pengetahuan tentang
selamanya melaksanakan keselamatan infeksi nosokomial dalam kategori tinggi
pasien dengan baik karena segala tindakan berkaitan dengan penerapan prinsip steril
yang akan dilakukan beresiko untuk terjadi pada pemasangan infus yang dilakukan oleh
kesalahan( Notoatmodjo, 2010). perawat.
Lamanya responden bekerja juga Kepatuhan Perawat
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan Tabel 6. Kepatuhan Perawat
perawat. Dalam penelitian ini responden Kepatuhan Perawat Frekuensi Persentase
(%)
sebagian besar bekerja antara 5-10 tahun.
Kurang patuh 1 5,6
Masa kerja adalah (lama kerja) adalah Patuh 17 94,4
merupakan pengalaman individu yang akan Jumlah 18 100,0
Sumber: Data yang diolah, 2015.
menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan
dan jabatan. Masa kerja yang lama akan Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa
cenderung membuat seseorang betah dalam kepatuhan perawat dalam melaksanakan
sebuah organisasi hal ini disebabkan karena Standar Prosedur Operasional (SPO)
telah beradaptasi dengan lingkungan yang Pemasangan Infus di Ruang Perinatologi
cukup lama sehingga akan merasa nyaman RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
dalam pekerjaannya (Saragih, 2009). Wonogiri sebagian besar patuh terhadap
Hasil penelitian ini didukung oleh SPO pemasangan infus yaitu sebanyak 17
penelitian yang dilakukan oleh Trianiza orang (94,4%). Hal ini disebabkan sebagian
(2014) yang menjelaskan bahwa perawat besar perawat melakukan pengkajian tentang
sebagian besar mempunyai pengetahuan pemasangan infus yang berdampak pada
baik (55%), dengan lama bekerja sebanyak terjadinya plebitis pada pasien hanya
68 orang atau 94 % bekerja 10 tahun. berdasarkan usia, keterbatasan mobilisasi
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh dan terpasangnya infus/iv ataupun kateter.

penelitian yang dilakukan oleh Mada (2012) Kepatuhan merupakan ketaatan seseorang
9

pada tujuan yang telah ditetapkan. terhadap semua aspek asuhan yang
Kepatuhan merupakan masalah utama berkualitas tinggi (Simamora, 2012).
kedisiplinan dalam pelayanan perawatan di Hasil penelitian ini juga sejalan
rumah sakit. dengan penelitian yang dilakukan oleh
Menurut Setyarini, dkk (2013), bahwa Pamuji, dkk (2014) yang meneliti tentang
perawat yang sudah mendapatkan sosialisasi kepatuhan perawat melaksanakan standar
atau memahami terkait dengan pengkajian prosedur operasional pelayanan
pemasangan infus dan dampaknya terhadap keperawatan, hasil penelitian menyebutkan
plebitis cenderung lebih baik dalam bahwa sebagian besar tingkat kepatuhan
melakukan pengkajian resiko jatuh perawat dalam pelaksanaan SPO profesi
dibandingkan dengan perawat yang belum pelayanan tergolong patuh yaitu 24 orang
memahami dan mendapat sosialisasi SPO (92,3%) namun demikian masih adanya
pemasangan infus, selain itu umur juga responden yang mempunyai tingkat
mempengaruhi kepatuhan perawat dalam kepatuhannya rendah, hal ini disebabkan
SPO pemasangan infus. Seseorang yang oleh kurangnya pengetahuan karena kurang
dikatakan senior lebih cenderung memiliki adanya penyegaran maupun pelatihan.
sikap yang kurang dalam pengkajian SPO Selain itu juga akibat kurangnya perawat
pemasangan infus. Mereka lebih sering mengikuti berbagai seminar. Pelatihan dan
menggunakan penilaian berdasarkan seminar pada program pengembangan staf
ketergantungan pasien (Setyarini, dkk, keperawatan sebagian besar pelatihan
2013). bersifat untuk peningkatan spiritual dan
Sebagaimana dijelaskan dalam suatu kepribadian. Sedangkan untuk pelatihan dan
penelitian yang dilakukan Triwidyawati penyegaran tentang standar prosedur
(2013) bahwa kepatuhan perawat dalam operasional pelayanan keperawatan belum
menjalan SOP pemasangan infus sebagian pernah dilakukan.
besar termasuk dalam kategori patuh Namun demikian, penelitan ini kurang
(70,3%). Dijelaskan pula bahwa dalam didukung oleh penelitian yang dilakukan
pelayanan keperawatan, kepatuhan terhadap oleh Muspita (2014) yang meneliti tentang
standar sangat membantu perawat untuk kepatuhan perawat dalam melaksanakan
mencapai asuhan yang berkualitas, sehingga standar operasional prosedur pemasangan
perawat dan bidan harus berpikir realitis infus, hasil penelitian menjelaskan bahwa
tentang pentingnya evaluasi sistematis kepatuhan perawat terhadap SPO
10

pemasangan infus diperoleh 42 orang Hasil analisis Chi-square (2)


kategori tidak patuh (100%). diketahui bahwa nilai chi-square hitung
Berdasarkan SPO Pemasangan Infus sebesar 5,294 dengan nilai probabilitas
di rumah sakit, terdapat beberapa poin yang 0,021 (p value < 0,05), artinya ada hubungan
tidak sesuai dengan Peripheral Intravenous antara pengetahuan perawat tentang plebitis
Catheter Guideline (2013), poin-poin yang dengan kepatuhan melaksanakan standar
terdapat pada Guideline namun tidak prosedur operasional pemasangan infus pada
terdapat pada SPO pemasangan infus di BBLR di Ruang Perinatologi RSUD dr.
rumah sakit yaitu diantaranya Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
pendokumentasian yang lebih terperinci Hal ini dapat dikatakan bahwa
mengenai tanggal dan jam pemasangan semakin tinggi dan meningkat pengetahuan
infus, termasuk tipe kateter intravena, lokasi yang dimiliki perawat maka semakin patuh
anatomi penusukan, cairan desinfektan/ dan meningkat pula kepatuhan perawat
antiseptik yang digunakan dan nama dalam melaksanakan standar prosedur
operator. operasional pemasangan infus pada BBLR
di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran
Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan
Kepatuhan Perawat Mangun Sumarso Wonogiri, adapun
Penelitian ini menggunakan uji Chi- kekuatan hubungan tergolong hubungan

Square (2) untuk mengetahui hubungan yang sedang, karena nilai coeficient

antara pengetahuan perawat tentang plebitis contingency (CC) = 0,477 yang berada

dengan kepatuhan melaksanakan standar diantara 0,26 - 0,50.

prosedur operasional pemasangan infus pada Adanya hubungan antara tingkat

BBLR. Berikut hasil analisis yang telah diuji pengetahuan dengan kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan Standar Prosedur
yang tersajikan dalam tabel 7.
Operasional dalam melaksanakan
Tabel 7. Hasil Crostab dan analisis Uji Chi-
Square (2) pemasangan infus dapat diasumsikan bahwa
Kepatuhan seseorang yang memiliki tingkat
Tingkat Krng Patuh Total 2hit p
Pengetahuan Patuh pengetahuan yang tinggi cenderung lebih
f 1 2 3
Sedang
% 33.3 66.7 100 baik dalam melakukan pengkajian
f 0 15 15 5,29 0,021 pemasangan infus dan kejadian plebitis lebih
Tinggi
% 0.0 100 100
f 1 17 18 baik dibandingkan dengan perawat yang
Total
% 5.6 94.4 100
memiliki tingkat pengetahuan rendah.
11

Pengetahuan yang baik sebagian besar hasil penelitian ini adalah penelitian yang
dimiliki oleh perawat berpendidikan sarjana dilakukan oleh Mada, dkk (2012), yang
dibandingkan D3. Tingkat pendidikan yang menjelaskan bahwa ada hubungan yang
tinggi akan lebih mempermudah seseorang bermakna antara pengetahuan perawat
dalam melakukan sesuatu (Pamuji I, dkk, tentang infeksi nosokomial dengan
2008). penerapan prinsip steril pada pemasangan
Depkes RI (2008) menjelaskan bahwa infus di RS Kristen Lende Moripa, Sumba
kepatuhan dalam melaksanakan SPO Barat.
pengkajian pemasangan infus dan kejadian Penelitian lain yang dilakukan oleh
plebitis. Pengetahuan perawat yang baik Wayunah (2012) yang menjelaskan bahwa
akan mempengaruhi tingkat kepatuhan ada hubungan yang signifikan antara
perawat sehingga mengurangi resiko pengetahuan perawat tentang terapi infus
komplikasi pada pasien. Pengkajian dengan kejadian plebitis (p<0.01), dan ada
pemasangan infus dan kejadian plebitis ini hubungan yang signifikan antara
telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai pengetahuan perawat tentang terapi infus
mendaftar, yaitu dengan menggunakan skala dengan kenyamanan (p<0.01).
jatuh. Pengalaman, pengetahuan dan sumber
informasi merupakan hal yang SIMPULAN
mempengaruhi kejelian perawat dalam 1. Karakteristik responden diketahui
melakukan pengkajian pemasangan infus sebagian besar rerata umur 33 tahun,
kejadian plebitis. Sumber informasi di sini berjenis kelamin perempuan (100%),
didapat dalam pelatihanpelatihan, seminar berpendidikan D-3 Keperawatan (88,9%),
ataupun workshop tentang resiko jatuh dan rerata lama bekerja 9 tahun.
pasien. Dalam pelatihan-pelatihan perawat 2. Sebagian besar perawat mempunyai
dibekali ilmu, skill dan pengalaman terkait tingkat pengetahuan tentang plebitis
pasien safety (Anwar, 2012). tergolong tinggi yaitu sebanyak 15 orang
Hasil penelitian ini didukung oleh (83,3%).
penelitian yang dilakukan oleh 3. Sebagian besar perawat mempunyai

Triwidyawati (2013) yang menyimpulkan kepatuhan dalam pelaksanaan SPO


pemasangan infus tergolong patuh yaitu
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
sebanyak 17 orang (94,4%).
kepatuhan perawat dalam menjalankan SPO
4. Terdapat hubungan yang positif dan
pemasangan infus dengan kejadian plebitis.
signifikan antara hubungan antara
Hasil penelitian lain yang juga memperkuat
pengetahuan perawat tentang plebitis
12

dengan kepatuhan melaksanakan standar serta meneliti cakupan sampel yang


prosedur operasional pemasangan infus lebih luas.
pada BBLR di Ruang Perinatologi RSUD 4. Bagi Peneliti
dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri
Bagi peneliti dapat menerapkan teori ke
(p-value = 0,021), adapun tingkat
dalam kegiatan nyata di lapangan
hubungan tergolong sedang (C = 0,447).
terutama penerapan metode penelitian
SARAN berkaitan dengan tingkat pengetahuan
1. Bagi Rumah Sakit perawat tentang plebitis hubungannya
Diharapkan untuk dilakukannya sosiali- dengan kepatuhan perawat dalam
sasi kepada seluruh perawat yang pelaksanaan SPO pemasangan infus
berkaitan dengan pengkajian pemasang- pada pasien di rumah sakit.
an infus dan plebitis dan bagaimana cara
pengisian menggunakan form SPO DAFTAR PUSTAKA
pemasangan infus serta menentukan Alphatino, (2009). Nutrisi Parenteral Total
Pada Bayi Prematur. Jurnal Neonatal.
intepretasi secara benar.
Jakarta: UI.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Andares, (2009), Analisa hubungan
Diharapkan dapat mempergunakan karakteristik perawat dan tingkat
sebagai bahan acuan dalam menentukan kepatuhan perawat dalam
pelaksanaan protap pemasangan infus
kebijakan dalam menyusun panduan di Rumah Sakit Badrul Aini Medan,
perkuliahan terutama yang berkaitan Tesis Program Pasca Sarjana, Minat
Magister Kesehatan, Universitas
dengan tingkat pengetahuan hubungan- Sumatera Utara, Medan.
nya dengan kepatuhan perawat dalam Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan
Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta :
pelaksanaan SPO pemasangan infus EGC.
pada pasien di rumah sakit. Dinkes Kabupaten Wonogiri. (2013). Profil
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Kesehatan Kabupaten Wonogiri.
Wonogiri: Dinkes Kab. Wonogiri.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat meneliti faktor yang mempenga- Hinlay. (2006). Terapi Intravena pada Pasien
di Rumah Sakit. Yogyakarta : Nuha
ruhi kepatuhan perawat dalam pelaksa- Medika.
naan Standar Prosedur Operasional
IDAI, (2014). Buku Ajar Neonatologi. Edisi
(SPO) pemasangan infus pada pasien pertama. Jakarta: IDAI.
misalnya sikap dan lingkungan kerja,
13

INS. (2006). Setting the Standard for Infusion Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan
Care. Diperoleh tanggal 2 Juli 2015, dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
dari http://www.ins1.org. Rineka Cipta.

Jayant D, Phalke DB, Bangal BV, Peeyuusha Pamuji I, Asrin, Kamaludin A. 2008.
D, Sushen B. (2011). Maternal risk Hubungan Pengetahuan Perawat
factor for low birth weight neonates: a tentang SPO dengan Kepatuhan
hospital based case-control study in Perawat terhadap Pelaksanaan SPO
rural area of Western Maharshtra, Profesi Pelayanan Keperawatan.
India. Natl J Community Med. Jurnal Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing),
Kemenkes RI. (2013). Hasil Riskesdas 2013. Volume 3 No.1 Maret 2008.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Pasaribu. 2008. Analisis Pelaksanaan Standar
Mada MD, Susilo CB, Nekada CY. (2013). Operasional Prosedur Pemasangan
Hubungan Pengetahuan Perawat Infus terhadap Kejadian Phlebitis di
tentang Infeksi Nosokomial dengan Ruang Rawat Inap RS Haji Medan.
Penerapan Prinsip Steril pada Jurnal Keperawatan. Medan: USU.
Pemasangan Infus di RS Kristen
Lende Moripa, Sumba Barat. Perry dan Potter. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan Konsep,
Mayunah, (2012). Hubungan Pengetahuan Proses dan Praktek. Edisi 4. Alih
Perawat tentang Terapi Infus dengan bahasa Renata Komalasari. Jakarta :
Kejadian Plebitis dan Kenyamanan EGC.
Pasien di Ruang Rawat Inap di RSUD
Indramayu. Jurnal Kebidanan dan Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S.
Keperawatan, Vol. 8 No. 1, Juni 2012: (2010). BBLR : Berat Badan Lahir
90-99. Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mulyani. 2011. Tinjauan Pelaksanaan Standar Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk.
Operasional Prosedur (SOP) (2010). Pedoman Pelayanan Medis
Pemasangan Infus Pada Pasien Di Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS IDAI.
PKU Muhammadiyah Gombong. Pujasari, Hening. (2007). Angka kejadian
Jurnal Keperawatan. Gombong. phlebitis dan tingkat keparahanya di
ruang penyakit dalam RSCM Jakarta,
Muspita, M J. 2014. Gambaran Kepatuhan diakses dari http:/Pujasari pada tanggal
Perawat dalam Melaksanakan Standar 20 Juni 2015.
Operasional Prosedur Pemasangan
Infus di RS PKU Muhammadiyah Purwanto. (2006). Pengantar Perilaku
Gombong. Naskah Publikasi. Manusia Untuk Keperawatan, Jakarta:
Yogyakarta: PPS UNY. Buku Kedokteran.

Nassaji, M dan Ghorbani R. (2007). Peripheral Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G,
Intravenous Catheter Re;ated Phlebitis (2005), Buku Ajar Keperawatan
and Related Risk Factors. Singapore Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
Medicine Journal 48 (8): 733. (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo(dkk), Jakarta: EGC.
14

Smeth, Bart. (2005). Psikologi Kesehatan.


Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Surasmi A., Handayani S., Kusuma H. (2007).


Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta: EGC.

Trianiza, Efi. (2013). Faktor-faktor Penyebab


Kejadian Phlebitis di Ruang Rawat
Inap RSUD Cengkareng. Tesis (tidak
dipublikasikan). Jakarta: Universitas
Esa Unggul.

Triwidyawati, Kristiyawati dan Purnomo.


(2013). Hubungan Kepatuhan Perawat
dalam Menjalankan SOP Pemasangan
Infus dengan Kejadian Plebitis. Jurnal
Keperawatan. Semarang: STIKES
Telogorejo Semarang.

Anda mungkin juga menyukai