Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

Informasi mengenai insiden brachial plexus injuries cukup sulit untuk


ditemukan.Sampai saat ini tidak ada data epidemiologi yang mencatat
insiden brachial plexus injury per setiap negara di seluruh dunia.Tetapi,
menurut Office of Rare Disease of National Institutes of Health, brachial plexus
injury termasuk dalam penyakit yang jarang terjadi.Kejadiannya kurang dari
200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di Amerika Serikat.Sebagian besar
korbannya adalah pria muda yang berusia 15-25 tahun. Narakas menuliskan
mengenai rule of seven seventies.1,2
Penelitian oleh Foad SL, et al mencatat insiden obstetrical brachial plexus
injury di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000 kelahiran. Terdapat 3
macam obstetrical brachial plexus injury: Erbs palsy adalah yang paling sering
terjadi, insidennya sekitar 90% kasus, total plexus injury sebesar 9% kasus,
dan Klumpkes palsy sebesar 1% kasus. Insiden ini semakin menurun setiap
tahunnya. Dari berbagai analisis, didapati bahwa kejadian shoulder
dystocia memiliki resiko 100 kali lebih besar terjadinya obstetrical brachial
plexus injury, sedangkan forceps delivery memiliki resiko 9 kali lebih besar, dan
bayi besar dengan berat >4,5 kg memiliki resiko 4 kali lebih besar untuk
terjadinya cedera. Setidaknya 46% kejadian obstetrical brachial plexus
injury memiliki satu atau lebih faktor resiko, sedangkan 54%-nya tidak ditemukan
adanya faktor resiko.3
Pengobatan cedera plexus brachialisada yang memerlukan operasi dan ada
yang tidak, disesuaikan dengan kasusnya.Terdapat berbagai macam tindakan
operasi pada cederaplexus brachialis, tergantung jenis cedera saraf yang
terjadi.Saat ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang pembedahan,
tetapi trauma plexus brachialis seringkali masih menjadi masalah karena
membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama.3
Secara keseluruhan, kecelakaan motor merupakan penyebab tersering.
Menurut Narakas, dari seluruh kecelakaan motor, 2%-nya menyebabkan
cedera plexus brachialis. Sekalipun jarang terjadi, high injury pada plexus

1
brachialis seringkali menibulkan kecatatan bagi penderitanya.Referat ini
membahas sebagian kecil dari trauma ini mulai dari anatomi hingga pengobatan
dan macam-macam operasinya.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Cedera plexus brachialisadalah cedera jaringan saraf yang berasal dari C5-
T1.Plexus brachialis adalah persarafan yang berjalan dari leher ke
arah axilla yang dibentuk oleh ramus ventral saraf vertebra C5-T1. Cedera
pada plexus brachialis dapat mempengaruhi fungsi saraf motorik dan sensorik
pada membrum superium.8
2.2 Epidemiologi
Penelitian oleh Foad SL, et al mencatat insiden obstetrical brachial plexus
injury di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000 kelahiran.Terdapat 3
macam obstetrical brachial plexus injury: Erbs palsy adalah yang paling sering
terjadi, insidennya sekitar 90% kasus, total plexus injury sebesar 9% kasus,
dan Klumpkes palsy sebesar 1% kasus. Insiden ini semakin menurun setiap
tahunnya. Dari berbagai analisis, didapati bahwa kejadian shoulder
dystocia memiliki resiko 100 kali lebih besar terjadinya obstetrical brachial
plexus injury, sedangkan forceps delivery memiliki resiko 9 kali lebih besar, dan
bayi besar dengan berat >4,5 kg memiliki resiko 4 kali lebih besar untuk
terjadinya cedera. Setidaknya 46% kejadian obstetrical brachial plexus
injury memiliki satu atau lebih faktor resiko, sedangkan 54%-nya tidak ditemukan
adanya faktor resiko.1,2
Informasi mengenai insiden cedera brachial plexuscukup sulit untuk
ditemukan.Sampai saat ini tidak ada data epidemiologi yang mencatat insiden
cederabrachial plexus per setiap negara di seluruh dunia.Tetapi, menurut Office of
Rare Disease of National Institutes of Health, brachial plexus injury termasuk
dalam penyakit yang jarang terjadi.Kejadiannya kurang dari 200.000 jiwa per
tahun dihitung pada populasi di Amerika Serikat.Sebagian besar korbannya adalah
pria muda yang berusia 15-25 tahun. Narakas menuliskan mengenai rule of seven
seventies:3
a. Kira-kira 70% disebabkan oleh kecelakan kendaraan bermotor.

3
b. Darikecelakaan kendaraan bermotor tersebut, 70%-nya disebabkan oleh
sepeda motor.
c. Dari pengendara-pengendara tersebut, 70%-nya disertai dengan multiple
injuries.
d. Dari kejadian multiple injuries tersebut, 70%-nya termasuk
dalam supraclavicular injuries.
e. Dari kejadian supraclavicular injuries tersebut, 70%-nya didapati root
avulsed.
f. Dari kejadian avulsed roots tersebut, 70%-nya termasuk lower C7, C8, T1.
g. Dari kejadian avulsed roots tersebut, 70%-nya berhubungan dengan nyeri
kronik.3

2.3 Etiologi
Ditemukan lebih dari 30 penyebab terjadinya cedera plexus brachialis.
Tetapi etiologi yang lebih sering, antara lain:9,10,11
1. Trauma
Secara keseluruhan, kecelakaan motor merupakan penyebab tersering.
Menurut Narakas, dari seluruh kecelakaan motor, 2%-nya menyebabkan
cederaplexus brachialis.Trauma olahraga juga merupakan salah satu penyebab
cedera plexus brachialis yang sering terjadi.
2. Trauma persalinan
Menurut Ruchelsman DE, et al, setidaknya terdapat 8 faktor resiko yang
menjadi penyebab terjadinya obstetrical brachial plexus injury:
a. Shoulder dystocia
b. Vacuum atau forceps delivery
c. Macrosomia atau bayi besar dengan berat >4,5 kg
d. Kelahiran sunsang
e. Prolonged second stage of labor
f. Riwayat kelahiran anak dengan obstetrical brachial plexus injury
g. Multiparitas
h. Maternal diabetes

4
3. Compression syndrome
Sindrom kompresi di daerah bahu seringkali menyebabkan cedera plexus
brachialis, seperti: scalene syndrome, kompresi oleh sabuk pengaman, kompresi
akibat membawa beban berat di bahu, costoclavicular syndrome, hyperabduction
syndrome).

Gambar 1. Kompresi akibat hiperekstensi pada scalene syndrome.

4. Tumor
Salah satu tumor yang sering menyebabkan cedera plexus brachialis adalah
tumor apikal paru.

2.4 Klasifikasi
Terdapat berbagai macam versi sistem klasifikasi brachial plexus
injury, tetapi yang paling banyak digunakan adalah Lefferts classification system,
yang digolongkan berdasarkan etiologi dan level injuri. Cedera plexus
brachialis dapat mengenai lebih dari 1 lesi.12

5
Classific Level of the
ation Etiology Injury Characteristics
Open (usually from
I stabbing, gunshot)

Closed (usually from


MVA, traction,
II compression)

Supraclavicul
ar

- avulsion of nerve roots, usually


-
from high speed injuries with
Preganglionic
other injuries and LOC
(nerve root
- no proximal stump, no neuroma
avulsion)
formation (Tinel's sign negatif)

- pseudomeningocele, denervation
of neck muscles are common

- Horner's sign positif (ptosis,


miosis, anhydrosis)

- - roots remain intact


Postganglioni
- usually from traction injuries
c

- there are proximal stump and


(traction
neuroma formation (Tinel's sign
injuries)
positif)
A
- deep dorsal neck muscles are

6
intact, and pseudomeningoceles
will not develop

Infraclavicula
B r

C Combined

III Radiotherapy induced

IV Obstetric

Upper root
A (Erb's palsy)

Lower root
(Klumpke's
B palsy)

C Mixed

MVA = Motor Vehicle Accident; LOC = Lost of Consciousness.


Tabel 1. Lefferts classification system of brachial plexus injury.
Sumber: Leffert RD. Brachial-Plexus Injuries. The New England Journal of
Medicine.1974; 291:1059-1067.

2.5 Jenis Nerve Injuries


Spinal nerves terdiri dari 3 layer jaringan penyambung yang membungkus
axon: (1) Endoneurium yang mengelilingiindividual axon; (2) Perineurium yang
mengelilingi fascicles(bundles of axons); (3) Epineurium yang mengelilingi
seluruh nervus.13

7
Gambar 2. Spinal nerve pada potongan transversus.
Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Unites
States of America: Wiley; 2009.

Terdapat 2 klasifikasi nerve injuries. Klasifikasi pertama dipublikasikan


oleh Seddon pada tahun 1943, kemudian yang kedua dipublikasikan oleh
Sunderland tahun 1951. Klasifikasi Seddon digunakan untuk memahami dasar
anatomi dari cedera. Klasifikasi Sunderland baik untuk menentukan prognosis dan
strategi pengobatan. Kombinasi klasifikasi ini membagi nerve injury menjadi
5.4,5,6,7
a. Tingkat 1 (neuropraxia)
Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi.Lokasi
kerusakan pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa
terjadinya degenerasi wallerian.Karakteristiknya, defisit motorik > sensorik.Saraf
akan sembuh dalam hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan 4 bulan.
Penyembuhan akan sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.
b. Tingkat 2 (axonotmesis)
Pada axonotmesis (axon cutting) erjadi diskotinuitas myelin dan aksonal,
tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium, dan perineurium, juga akan
sembuh sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat
daripada cedera tingkat pertama.

8
c. Tingkat 3

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera


juga akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya
sebagian.penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor, sepertisemakin
rusak saraf, semakin lama pula penyembuhan terjadi.

d. Tingkat 4

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan


perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf, yang
menghalangi penyembuhan.

e. Tingkat 5 (neurotmesis)
Cedera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan sempurna
dari saraf, seperti nerve avulsion. Cedera saraf tingkat 4 dan 5 memerlukan
tindakan operasi untuk sembuh.

Derajat cedera saraf Myelin Akson Endoneurium Perineurium Epineurium


I (Neuropraksia) +/- Tidak Tidak Tidak Tidak

II (Axonotmesis) Ya Ya Tidak Tidak Tidak

III Ya Ya Ya Tidak Tidak

IV Ya Ya Ya Ya Tidak

V (Neurotmesis) Ya Ya Ya Ya Ya

Tabel 2. Klasifikasi cedera saraf.


Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apleys System of Orthopaedics
and Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

9
Sembuh
Derajat spontan Waktu penyembuhan Pembedahan
Dalam hitungan hari sampai 4
I (Neuropraxia) Penuh bulan setelah cedera Tidak

II Regenerasi kira-kira 1 inci per


(Axonotmesis) Penuh bulan Tidak

Regenerasi kira-kira 1 inci per


III Parsial bulan Ya

Setelah tindakan bedah,


regenerasi terjadi kira-kira 1 inci
IV Tidak ada per bulan Ya

Setelah tindakan bedah,


regenerasi terjadi kira-kira 1 inci
V (Neurotmesis) Tidak ada per bulan. Ya

Tabel 3. Perbedaan cedera saraf.


Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apleys System of Orthopaedics
and Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

Untuk menentukan derajat cedera, diperlukan:5,6

a. Anamnesis
Low energy injury seringkali menyebabkan neuropraxia; pasien sebaiknya
diobservasi.High energy injury lebih sering menyebabkanaxonal dan endoneurial
disruption (derajat 3 dan 4 klasifikasi Sunderland), sedangkan very high energy
closed injury dapat menyebabkan nerve avulsion.
b. Pemeriksaan fisik
Tinels Sign
Tinels sign positif ditandai oleh munculnya peripheral
tingling atau dysaesthesia yang diprovokasi oleh perkusi saraf. Pada neuropraxia,

10
Tinel sign negatif. Pada axonotmesis, Tinels sign postitif pada lokasi cedera
karena sensitivitas regenerasi axon. Rata-rata regenerasi axon sekitar 1 mm setiap
hari sepanjang Schwann-cell.
c. Pemeriksaan penunjang
EMG (Electromyography)
Apabila otot kehilangan suplai sarafnya, EMG akan menunjukkan loss of
nerve supply pada minggu ke-3. Dari pemeriksaan EMG,
cedera neuropraxia dapat dieksklusi, tetapi axonotmesis dan neurotmesis tidak
dapat dibedakan.

2.6 Lesi Pre-ganglionik dan Post-Ganglionik


Plexus brachialis dibentuk oleh pertemuan nerve roots dari C5 sampai
T1. Plexus berasal dari vertebra yang melewati otot-otot leher dan di
bawah clavicle yang berjalan ke arah lengan.Karena letak anatomisnya, maka
daerah ini rentan terhadap cedera. Cedera plexus brachialis dibagi
menjadi supraclavicular (65%), infraclavicular (25%), dan kombinasi (10%).
Lesi supraclavicularumumnya terjadi akibat kecelakaan motor.Pada kasus berat,
terjadi avulsi dari trunkus dengan rupture pada a. subclavia.
Lesiinfraclavicular biasanya berhubungan dengan fracture atau dislokasi bahu,
pada seperempat kasus, a. axillaris ikut robek.3,4

11
Gambar 3. Persarafan plexus brachialis.
Sumber:Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Unites
States of America: Wiley; 2009.

Cedera dapat mempengaruhi setiap tingkat plexus, bahkan seringkali


melibatkan cedera roots, trunks, dan nervussecara bersamaan. Penting untuk

12
membedakan antara lesi yang berasal dari pre-ganglion atau post-ganglion untuk
mengetahui seberapa dekat jarak lesi dengan spinal cord.Nerve root
avulsion dari spinal cord termasuk dalam lesi pre-ganglion, misalnya gangguan
proksimal hingga dorsal root ganglion; ini tidak dapat disembuhkan sekalipun
dengan operasi. Rupture of nerve root distal ke arah ganglion,
atau rupturetrunkus, atau rupture saraf perifer, termasuk dalam lesi post-ganglion
yang masih dapat disembuhkan dan diperbaiki dengan operasi. Ciri-ciri root
avulsion adalah: 3,4
(1) crushing atau burningpain pada anaesthetic hand;
(2) paralisis m. scapularis atau diafragma;
(3) adanya Horners syndrome, yang terdiri dari: ptosis, miosis,
enoftalmos, dan anhidrosis;
(4) cedera vaskular berat;
(5) berhubungan dengan fracture tulang servikal; dan
(6) disfungsi spinal cord (hiperefleks pada lower limbs).
Lesi derajat 1-4 umumnya mempunyai prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan lesi derajat 5 (complete ruptures).[18]
Untuk membedakan lesi pre-ganglion atau post-ganglion dapat dilakukan
pemeriksaan:3

a. Histamine test

Injeksi histamine intradermal biasanya menyebabkan 3 reaksi di sekitar


kulit: (1) dilatasi central capillary; (2) wheal (munculnya reaksi alergi);
(3) surrounding flare. Jika flare reaction pada anaesthetic area, lokasi lesi pasti
berada di bagian proksimal dari posterior root ganglion, dengan kata lain,
kemungkinannya adalah root avulsion.Pada lesi post-ganglion, histamine
test negatif karena saraf antara kulit dan dorsal root ganglion mengalami
gangguan.2,3
b. CT myelography atau MRI
Hasil yang mungkin ditemukan adalah pseudomeningoceles yang diproduksi
oleh root avulsion, tetapi hasil yang positif tidak selalu dapat diandalkan karena
dura dapat robek tanpa adanya root avulsion.

13
c. Electrophysiology
Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS) sangat
berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis, melokalisasi letak lesi, dan menentukan
derajat axonal loss.Pemeriksaan ini dilakukan 3-4 minggu setelah cedera.
Perubahan denervasi dapat terjadi 10-14 hari setelah trauma, ketika wallerian
degeneration pada lesi post-ganglionik akan memblok konduksi saraf. Respon
motorik terganggu lebih dulu dibanding respon sensorik; karena itu, tanda awal
kerusakan dapat terlihat sebagai reduksi pada aksi potensial otot. Jika terdapat
konduksi sensorik dari anaesthetic dermatome, berarti lokasi lesi pre-ganglionik.

2.7 Manifestasi Klinis


2.7.1 Total Plexus Injury
General brachial plexus injury umumnya bersifat unilateral, tetapi
kadang-kadang bersifat bilateral, seperti cedera akibat diffuse polyneuropathy,
inflammatory demyelinating neuropathy, danmultifocal motor neuropathy.Banyak
hal yang menjadi penyebab, tetapi inflitrasi tumor, radiation
plexitis, dan idiopathic plexitis adalah yang paling sering.MRI dengan kontras
dapat mengkonfirmasi ada atau tidaknya lesi ini.Penyebab lain adalah cedera
selama persalinan.8
Jika seluruh plexus cedera, maka keseluruhan anggota gerak atas paralisis
dan mati rasa, terkadang ditemukan unilateral Horners syndrome, yaitu tanda
ptosis, miosis, dan anhidrosisyang timbul akibat kerusakan saraf di bagian
servikal spinalis.8
2.7.2 Root and Trunk Injury
2.7.2.1 Upper Radicular Syndrome (Erb-Duchenne Palsy)
Upper radicular syndrome (Erb-Duchenne palsy) adalah akibat dari cedera
pada upper roots (C4, C5, atau C6) atau upper trunk.Lesi ini paling sering
disebabkan oleh cedera selama persalinan akibat sulitnya bayi keluar dari birth
canalketika bahu bayi tertinggal pada birthcanal yang disebut denganshoulder
dystocia. Penyebab lain adalah penggunaan forceps dan bayi besar dengan berat
>4,5 kg.8

14
Kelainan ini mengakibatkan paralisis m. deltoid, m. biceps brachii, m.
brachioradialis, m. pectoralis mayor, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m.
subscapularis, dan m. teres major.Jika lesi berada di dekat akar (roots), m.
serratus, m. rhomboideus, dan m. levator scapulae juga dapat mengalami
paralisis.8

Gambar 4.Cedera plexus brachialis saat persalinan.


Sumber: http://www.erbspalsyonline.com/shoudlerdystocia2.jpg
Secara klinis, akan ditemukan kelemahan fleksi pada cubiti, kelemahan
abduksi, kelemahan endorotasi dan eksorotasibrachii. Selain itu, juga ditemukan
paralisis aposisi gerakan skapula dan paralisis abduksi dan
adduksi brachii.Sensory loss inkomplit yang terdiri dari hipestesia di superficialis
brachii dan antebrachii.Refleks bisep tidak ada. Jika tidak dilatih dengan latihan
gerakan pasif, gejala dapat berkembang menjadi kontraktur kronik dengan lengan
menyamping, posisi adduksi, tangan pronasi sampai dengan munculnya waiters
tip position.8

Gambar 5. Cedera persalinan yang menyebabkanErbs palsy.


Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apleys System of Orthopaedics
and Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

15
2.7.2.2 Middle Radicular Syndrome
Middle radicular syndrome timbul akibat cedera cervical root
C7 atau middle trunk.Lesi tersebut menyebabkan paralisis terutama otot yang
disuplai oleh n. radialis, kecuali brachioradialis.Sensory loss dapat bervariasi.
Jika ada, akan terbatas pada hipestesi di antebrachii dorsal
superficialis dan manus dorsal superficialis externa.8
2.7.2.3 Lower Radicular Syndrome (Klumpkes Palsy)
Lower radicular syndrome (Klumpke palsy) timbul akibat cedera lower
roots (C7-T1) atau lower trunk, yang menyebabkan paralisis m. flexor carpi
ulnaris, m. flexor digitorum, m. interossei, m. thenar, dan m. hypothenar. Sindrom
ini merupakan lesi kombinasi n. medianusdan n. ulnaris.Secara klinis, akan
terlihat clawlike deformity of the hand, kelemahan distal fleksicubiti,
ekstensicarpi, hiperekstensi pada articulatio metacarpophalangeal.
Refleks triseps hilang. Sensory loss di bagian brachii medialis,brachii inferior,
dan manus ulnaris. Jika cabang ganglion servikal inferior ikut cedera, maka
terjadi paralisis nervus simpatetik yang menyebabkan Horners syndrome, yaitu
tanda yang timbul akibat kerusakan saraf di bagian servikal spinalis dengan
karakteristik ptosis, miosis, dan anhidrosis.8

Gambar 6.Clawlike hand deformity pada Klumpke palsy.


Sumber: http://www.glowm.com/resources/glowm/graphics/figures/v3/0630/006f.
jpg

16
2.7.2.4 Nervus Thoracicus Longus Injury
N. thoracicus longus berasal dari C5, C6, dan C7 yang mensuplai m.
serratus anterior.Cedera nervus ini paling sering disebabkan oleh tekanan yang
kuat pada bahu sehingga terjadi kompresi nervus (biasanya axonotmesis).
Biasanya tekanan tersebut disebabkan membawa beban terlalu berat di bahu,
misalnya karung beras, ransel pada satu bahu, dsb.8
Cedera pada nervus menyebabkan instabilitas skapula dan kesulitan
gerakan abduksi lengan 90-180 ke arah atas, kelemahan pergerakan elevasi
lengan di atas garis horizontal.Gambaran utamanya adalah winging scapula, yaitu
penonjolan sisi medial scapuladilihat dari punggung akibat paralisis m. serratus
anterior.Tes klasik untuk winging scapula dengan mengarahkan pasien ke dinding
kemudian pasine mengangkat kedua telapak tangannya menempel pada dinding.8
Kecuali setelah cedera secara langsung, saraf biasanya membaik secara
spontan, sekalipun membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih.Persisten winging of
the scapula biasanya membutuhkan operasi stabilisasi dengan cara mentransfer m.
pectoralis mayor atauminor di bagian bawah dari scapula.8

Gambar 7. Winging scapula.


Sumber: http://www.wheelessonline.com/userfiles/2010-07-19%2015_44_46.jpg

17
2.7.2.5 Nervus Suprascapularis Injury
N. suprascapularis merupakan cabang dari upper trunk yang berasal dari
C5-C6.Fungsi utamanya untuk pergerakan motorik dan
menginervasi supraspinatus dan infraspinatus plexus.Saraf ini biasanya cedera
pada fracturescapula, dislokasi bahu, trauma bahu akibat membawa beban berat
pada bahu dan diffuse injury pada plexus brachialis.6,7
Dari anamnesis akan ditemukan riwayat cedera, tetapi terkadang pasien
datang dengan keluhan nyeri di bagian suprascapularis dan kesulitan pergerakan
abduksi lengan 15-30 dan kesulitan eksorotasi pada bahu.Jika tidak ada riwayat
trauma, mungkin terjadi nerve entrapment syndrome.Gejala ini terkadang sulit
dibedakan dengan rotator cuff syndrome.Pemeriksaan EMG dapat membantu
penegakkan diagnosis.6,7
Cedera ini biasanya berupa axonotmesis yang akan sembuh spontan
setelah 3 bulan. Pada persistent n. scapularis injury, dilakukan operasi melalui
insisi posterior atas dan paralel dari spine of the scapula.6,7

2.7.3 Cord Injury


Lesi pada kord menyebabkan hilangnya aktivitas motorik dan sensorik
yang terlihat setelah cedera pada dua atau lebih nervus perifer.Lateral cord
injury menyebabkan kelemahan pada distribusi n. musculocutaneouss dan n.
medianus, termasuk kelemahan padam. pronator teres, m. flexor carpi radialis, m.
flexor pollicis dan m. opponens. Posterior cord injury menyebabkan kelemahan
paralel yang mengakibatkan cedera kombinasi pada n. radialis dan n. axillaris.
Medial cord injury mengakibatkan cedera kombinasi pada n. ulnaris dan n.
medianus (finger-flexion weakness).6,7
2.7.3.1 Brachial Cutaneous dan Antebrachial Cutaneous Nerve Injury
Brachial dan antebrachial cutaneous nervusyang merupakan cabang
dari plexus C8-T1 memperlengkapi sensasi pada barchii medialisdan 2/3
bagian anterior antebrachii.Nervus ini biasanya cedera bersamaan dengan medial
cord dari plexus brachialis dan jarang cedera pada satu nervus saja. Ketika cedera,
akan terjadi loss sensation pada antebrachii medialis dan posterior.6

18
2.7.4 Terminal Branches Injury
2.7.4.1 Nervus Musculocutaneous Injury
N. musculocutaneous berasal dari C5 dan C6 yang merupakan cabang
utama dari upper trunk plexus brachialis.Nervus ini memperlengkapi inervasi m.
coracobrachialis, m. biceps brachii,m. brachialis, dan sensorik pada ventrolateral
foream dan antebrachii dorsolateral superficialis. Cedera nervus ini jarang
terjadi.6,7
Jika cedera, gejala klinis yang muncul adalah kelemahan fleksi dan
supinasi antebrachii akibat paralisis biceps brachii dan m. brachialis.Sensory
loss pada musculocutaneous myotomes (antebrachii lateral superficialis)dan
hilangnya refleks bisep.Pergerakan fleksi antebrachii mungkin saja masih dapat
dilakukan oleh m. brachioradialis, yang diinervasi oleh n. radialis. Tetapi, untuk
refleksbiceps dapat dipastikan paralisis karena m. biceps brachii tidak diinervasi
oleh nervus lain.5,6,7
2.7.4.2 Nervus Axillaris Injury
Nervus axillaris adalah cabang terakhir dari kord posterior plexus
brachialis sebelum menjadi n. radialis.Nervus axillaris berasal dari C5 dan C6
yang mensuplai m. deltoideus dan mentransmisikan sensasi kutaneus pada area
kecil di permukaan lateral bahu. Lesi n. axillaris biasanya disebabkan oleh
trauma, fracture leher humerus, dislokasi pada kepala humerus, maupun brachial
plexitis.6,7
Lesi pada n. axillaris memiliki karakteristik utama kelemahan abduksi
pada lengan bahu setelah 15-30 pergerakan tangan yang menjauhi
pinggul.Pergerakan adduksi, fleksi, dan ekstensi juga terjadi kelemahan.Sensory
loss sangat terbatas dan biasanya hanya terjadi pada brachii lateralis.6,7
N. axillary injury biasanya berhubungan dengan fracture atau dislokasi
yang sembuh spontan pada 80% kasus. Jika deltoid tidak menunjukkan tanda-
tanda perbaikan setelah 8 minggu, dilakukan pemeriksaan EMG. Jika tes
menunjukkan tanda denervasi, biasanya dibutuhkan eksisi nerve
ends dan grafting yang pada umumnya hasil dapat terlihat dalam 3 bulan
setelahnya. Jika operasi gagal dan bahu masih nyeri, dilakukan arthrodesis untuk
stabilitas dan memperbaiki fungsi abduksi.6

19
2.7.4.3 Nervus Medianus Injury
N. medianus injury biasanya disebabkan oleh cedera di bagian carpi (low
lesions) dan di bagian antebrachii superior (high lesions).4
1. Low lesions
Sindrom yang paling sering terjadi adalah carpal tunnel syndrome akibat
terjepitnya n. medianus saat melewati celah antara os.carpalis dan ligamentum
transversus.4

Gambar 8.Carpal tunnel syndrome.


Sumber: Baehr M, Frotscher M. DUUS Topical Diagnosis in Neurology.
Germany: Thieme; 2005.

Akibatnya, timbul nyeri dan sensory loss pada distribusi n.


medianus (manus palmaris superficialis, digiti I, II, III, dan setengah digiti
IV),kelemahan pada median myotomes di tangan dan bagian thenar. Hal ini dapat
disebabkan karena cedera akibat gerakan fleksi pergelangan tangan yang terlalu
lama, seperti mengetik dan merajut.4

Dari pemeriksaan khusus, Tinels sign positif pada carpal tunnel


syndrome. Diagnosisnya didapatkan melalui gejala klinis, tetapi tes
elektrofisiologis, seperti segmental nerve conductions dapat mengkonfirmasi lesi
dan melokalisasi letak kompresi. Pengobatan konservatif menggunakan wrist
splint, tetapi pada kasus berat, dilakukan tindakan operatif. 4

20
2. High lesions
High lesions dapat disebabkan oleh fracture di
bagian antebrachii, dislokasi bagian cubiti, luka tusukan, luka tembakan, trauma,
iskemik, maupun kompresi anatomi, seperti terjepitnya m. pronator
teres, sehingga menyebabkan kelemahan dan sensory loss.4
Lesi pada n. medianus menyebabkan kelemahan dan sensory loss, tetapi
hanya pada beberapa pergerakan yang benar-benar paralisis karena adanya
kontribusi sinergik otot yang masih diinervasi oleh nervus lain.4
Gejala yang timbul sama dengan low lesions, dengan
tambahan ketidakmampuan pergerakan fleksi articulatio interphalangeal
proximalis 1-3 dan articulatio interphalangeal distalis 2-3 disebabkan oleh
paralisis m. flexor digitorum superficialis dan m. flexor digitorum
profundus. Tambahan lain, ditemukan paralisis pergerakan radial wrist
flexion dan m. pronator teres, pergerakan fleksiarticulatio metacarpophalangeal
2-3 juga tidak dapat dilakukan karena paralsis dari m. lumcbricalis 1-2. Oleh
karena itu, pasien dengann. medianus injury tidak dapat mengepalkan tangan
karena digiti II dan III yang mengalami ekstensi parsial. Tanda ini disebut
dengansign of benediction.4
Cedera pada n. interosseous anterior yang disebut dengan anterior
interosseous syndromejarang terjadi.Gejala motorik yang timbul mirip
dengan high lesions dari n. medianus injury, tetapi tanpa adanya defisit
sensorik.Kelemahan tersebut adalah kelemahan pada m. flexor pollicis
longus (kelemahan motorik digiti I), m. flexor digitorum profundus I dan II,
dan m. pronator quadratus. Penyebab yang paling sering adalah brachial neuritis
(Parsonage-Turner syndrome) yang berhubungan dengan shoulder girdle
pain setelah imunisasi atau penyakit virus.4
Jika terjadi avulsi saraf, sebaiknya dilakukan nerve grafting. Post operasi,
dilakukan splint pada pergelangan tangan. Jika fungsi sensorik membaik, tetapi
fungsi motorik oposisi pada digiti I tidak membaik, dilakukan transfer m. extensor
indicis proprius atau m. abductor digiti minimi ke m. abductor pollicis brevis.M.
extensor carpi radialis longus dapat ditransfer ke m. flexor digitorum profundus,

21
m. brachioradialis ke m. flexor pollicis longus, dan m. extensor indicis ke m.
abductor pollicis brevis.4

2.7.4.4 Nervus Radialis Injury


Radial neuropati adalah kondisi yang disebabkan oleh kompresi saraf
radial pada posterior humerus.Temuan klinis trauma padan. radialis tergantung
pada tingkat lesi.Nervus radialis injury biasanya terjadi di bagian cubiti (low
lesions), upper arm (high lesions), danaxilla (very high lesions).4,5,6
1. Low lesions
Gejala klinis low lesions biasanya disebabkan oleh fracture atau
dislokasi cubiti atau karena luka yang sifatnya lokal. Pasien tidak dapat
melakukan pergerakan ekstensi pada articulatio metacarpophalengeal, kelemahan
pergerakan ekstensi dan retroposisi pada digiti V.4
2. High lesions
High lesions biasanya terjadi akibat fracturehumerus dan kompresi
intrinsik. Cedera pada spiral groove yang disebabkan oleh fracturehumerus dan
kompresi ekstrinsik (contohnya, kebiasaan tidur dengan kepala yang menekan
lengan posterior) menyebabkan kelemahan pada radial myotome di
bawah cubiti, dengan wrist drop akibat dari paralisis radial
ekstensor cubiti, kelemahan pada gerakan ekstensi articulatio
metacarpophalangeal jari-jari, dan sensory loss pada distribusi n.
radialis superfisial (permukaan manus dorsalis dan digiti I, II, III dan
setengah digiti IV), tetapi gerakan ekstensi cubiti masih baik. Kelemahan gerakan
fleksi cubiti dapat ditemukan sebagai akibat dari keterlibatan brachioradialis.4

Gambar 9. Cedera n. radialis akibat fracturehumerus pada spiral groove.


Sumber: http://www.e-radiography.net/articles/ortho/Image11.jpg

22
3. Very high lesions
Very high lesions disebabkan oleh trauma atau operasi di sekitar bahu.
Trauma yang paling sering adalah kompresi kronik axilla akibat penggunaan kruk
terlalu lama (crutch pasly)atau Saturday night palsy pada pecandu alkohol dan
obat-obat yang tidak sadar dan tidur dalam keadaan lengan menggelantung di
bagian belakang kursi. Hal ini menyebabkan
kelemahan carpi dan manus,kelemahan m. triceps, kelemahan radial
myotome, kelamahan radial dermatomes, dan hilangnya refleks triceps.4

Gambar 10.Saturday night palsy.


Sumber:http://saturdaynightpalsy.com/wp-content/uploads/2011/05/Saturday-
Night-Palsy-300x188.jpg
Jika terjadi persistent injury, sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG.Jika
hasil menunjukkan denervasi saraf, maka neuropraxia telah tereksklusi. Fungsi
motorik n. radialis dapat dikembalikan dengan quite long grafts. Jika kesembuhan
tidak terjadi, dapat dilakukantendon transfers, yaitu pronator teres ke short radial
extensor of the wrist, flexor carpi radialis ke long finger extensors, dan palmaris
longus ke long thumb abductor.4

2.7.4.5 Nervus Ulnaris Injury


Lesi komplit pada n. ulnaris menimbulkan gejala kelemahan pada gerakan
fleksi dan adduksi carpi dan kelemahan gerakan fleksi pada jari kelingking,
paralisis gerakan abduksi dan oposisi digiti I, paralisis gerakan adduksi digiti I,

23
dan paralisis gerakan adduksi dan abduksi digiti, bersamaan dengan
atrofi hypothenar dan interossei.Atrofi interossous terutama terlihat jelas di
bagian manus dorsum, antara digiti I dan digiti II.Sensory loss terutama pada
bagian permukaan palmar dan dorsal digiti V dan setengah digiti IV. Lesi kronis
akan menyebabkan claw hand. Cedera n. ulnaris dapat disebabkan oleh trauma,
iskemik, dan kompresi anatomis.4,8
Lesi n. ulnaris dapat terjadi pada 2 lokasi utama, yaitu lesi dekat cubiti(high
lesions) dan lesi dekat carpi (low lesions):8
1. High lesions
Lesi terjepitnya nervus yang paling sering adalah di bagianCubital
tunnelyang disebut dengan Cubital tunnel syndrome. Kompresi atau nerve
entrapment di bagian epicondylaris medialis (cubital tunnel) sering
menyebabkan ulnar neuritis. Hal ini berbeda dengan penyebab cedera akibat
fracture ataupun dislokasi.8
Gejala yang timbul adalah kelemahan ulnar myotomes di bagian manus,
termasuk m. flexor carpi ulnaris dan m. flexor digitorum profundus
III dan IVsehingga terjadi less clawed (the high ulnar paradox). Fungsi motorik
dan sensorik juga hilang sesuai dengan distribusi ulnar.8

Gambar 11.Kompresi n. ulnaris pada cubital tunnel.


Sumber:http://www.handsurgery.com.sg/wordpress/wp-
content/uploads/2011/03/Cubital-Tunnel-Syndrome_ds.jpg
2. Low lesions
Lesi terjepitnya nervus juga dapat terjadi di bagian Guyon canal yang
disebut dengan Guyon cannal syndrome. Guyon canal adalah celah yang dibentuk
oleh ossapisiforme-hamatum dan ligamen yang menghubungkan keduanya.8

24
Gambar 12.Kompresi n. ulnaris pada guyon tunnel.
Sumber:http://www.bedfordsackvillephysio.com/media/img/424/hand_guyon_can
al_anat03.jpg
Lesi ini seringkali disebabkan oleh perlukaan pergelangan tangan oleh
benda tajam yang biasanya dilakukan saat usaha bunuh diri. Penyebab lain
adalah deep carpal ganglion dan a. ulnaris aneurysm. Gejala yang timbul
adalah numbness pada distribusiulnaris dan ditemukan karakteristik khas,
yaitu claw hand akibat kelemahan dan atrofi otot intrinsik. M. flexor carpi
ulnaris dan m. flexor digitorum profundus normal pada pemeriksaan
elektrofisiologik.8

Gambar 13. Tipikal sensory loss area pada Guyon canal syndrome.
Sumber: Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. Apleys System of Orthopaedics
and Fractures. United of Kingdom: Hodder Arnold; 2010.

25
2.8 Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik untuk menentukan tipe dan lokasi brachial plexus
injury. Pemeriksaan fisik tersebut, meliputi:3,4
1. Pemeriksaan fungsi motorik sesuai dengan distribusinya, yang dinilai dari
skala 0 hingga 5 disesuaikan dengan Medical Research Council Scale for
Assessment of Muscle Power.
Grade Assessment
0 no movement

1 flicker is perceptible in the muscle

2 movement only if gravity eliminated

3 can move limb against gravity

4 can move against gravity & some resistance exerted by examiner

5 normal power

Tabel 4.Medical Research Council scale for assessment of muscle power.


Sumber: Brazis PW, Masdeu JC, Biller J. Localization in Clinical
Neurology. United States of America: Lipincott Williams and Wilkins;
2011.

Gambar 14. Brachial plexus sensibility assessment chart.

26
Sumber: Gilbert A. Brachial Plexus Injuries. United of Kingdom: Martin Dunitz
Ltd; 2001.

Gambar 15. Brachial plexus muscle test chart.


Sumber: Gilbert A. Brachial Plexus Injuries. United of Kingdom: Martin Dunitz
Ltd; 2001

27
Pemeriksaan untuk otot dan inervasi brachial plexus.

28
29
30
31
32
33
34
35
Tabel 5. Pemeriksaan motorik muskulus padaplexus brachialis.
Sumber: Gilbert A. Brachial Plexus Injuries. United of Kingdom: Martin Dunitz
Ltd; 2001.

2. Pemeriksaan fungsi sensorik


Pemeriksaan sensorik dilakukan pada setiap
dermatom, propioceptive, temperatur, taktil, perabaan, vibrasi dengan turning
fork 30 dan 256 cycles per second, dan ninhydrin test.
3. Pemeriksaan khusus lain:
a. Tinels sign
Tinels sign positif jika muncul peripheral
tingling atau dysaesthesia perkusi saraf.Proksimal Tinels sign yang positif pada

36
leher saat tes disto-proksimal nerves perifer biasanya mengindikasikan adanya
proksimal neuroma dan tanda prognosis yang baik. Jika Tinels signpada leher
negatif, mengindikasikan adanya total plexus avulsion.2

Gambar 16. Tinels sign.


Sumber: Baehr M, Frotscher M. DUUS Topical Diagnosis in Neurology.
Germany: Thieme; 2005.

2. Horners syndrome
Horners syndrome, yaitu tanda yang timbul akibat kerusakan saraf di
bagian servikal spinalis dengan karakteristik ptosis, miosis, dan
anhidrosis.Horners syndrome terjadi akibat avulsi C8-T1 atau lesi dekat vertebral
column pada saraf spinal sehingga membahayakan fiber preganglion simpatetik
pada sisi yang sama dengan lesi, yang kemudian timbul tanda-tanda vasodilatasi,
enoftalmos, anhidrosis, miosis, dan ptosis. Horners syndromeyang negatif
merupakan tanda prognosis yang baik.2

Gambar 17. Horners syndrome positif pada mata kiri.


Sumber: http://www.frca.co.uk/images/horners.jpg

37
2.9 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada pasien dengan brachial plexus
injury, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk dilakukan:8
A. Anamnesis

Anamnesis yang penting untuk ditanyakan adalah riwayat trauma


sebelumnya, kronologi kejadian, dan gejala klinis yang dirasakan oleh pasien.
Pada pasien dengan lesi plexus brakhialis akibat trauma lahir, perlu diketahui
riwayat kehamilan, kelahiran, usia kehamilan, berat badan lahir, presentasi bayi,
riwayat penggunaan forcep, distosia bahu, apgar skor dan kebutuhan akan
resusitasi saat kelahiran.8

B. Pemeriksaan fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik, akan ditemukan adanya perubahan anatomi


dan fisiologis di bagian ekstremitas atas, kelemahan pergerakan motorik,
parestesia atau anestesia pada daerah tertentu.8

Pemeriksaan fisik untuk lesi plexus brachialis dilakukan dengan inspeksi,


yaitu melihat posisi lengan terutama saat istirahat.Avulsi pada radiks saraf dapat
diketahui dengan adanya sindroma Horner dan kelemahan pada otot-otot
paraspinal.Sisi kontralateral dan ekstremitas bawah perlu juga dinilai untuk
menyingkirkan adanya lesi di medula.8
Pada pasien trauma, palpasi clavicula, costae dan humerus disertai foto
sendi bahu jika dicurugai adanya fracture atau dislokasi.Mengevaluasi otot-otot
pada punggung termasuk m. trapezius, m. rhomboideus, m. supraspinatus, m.
infraspinatus, m. latissimus dorsi, m. teres mayor, dan m. teres minor.Lebih
lanjut, nilai fungsi motorik m. deltoideus, m. biceps, m. triceps, juga pergelangan
tangan, muskulus fleksor, dan ekstensor.Nilai pergerakan sendi, seperti abduksi
pada sendi bahu, adduksi, rotasi interna dan eksterna, juga fleksi dan ekstensi
pada sendi siku, pergelangan tangan dan sendi pada jari-jari.Adanya kontraktur
pada m. pectoralis mayor dapat dinilai dengan palpasi pada regio axillaris anterior

38
pada saat rotasi eksterna.Demikian pula kontraktur pada m. subscapularis dinilai
pada palpasi regio aksillaris posterior saat abduksi bahu.8
C. Pemeriksaan penunjang

Beratnya lesi saraf yang ditemukan dapat berupa neuropraxia, axonotmesis


ataupun neurotmesis. Beberapa pemeriksaan tersebut juga akan membantu
menentukan penanganan selanjutnya dan perlu tidaknya prosedur bedah
dilakukan:8

X-Ray

a. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fracture pada vertebra
cervical.
b. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fracturescapula,
clavicula, atau humerus.
c. Foto thorak untuk melihat
disosiasi scapulothoracic (depresi scapula dengan lateral displacement),
fracturecostae, massa tumor pulmonari, dan untuk
kepentingan extraplexus (n. intercostalis) nerve transfer.8
MRI atau CT Scan
MRI atau CT Scan (sesuai dengan kebutuhan) untuk melihat detail struktur
anatomi dan jaringan lunak saraf perifer, deformitas sendi, kapsul yang robek,
atrofi otot, dan untuk melihat adanya avulsi saraf, juga mendiagnosa
adanya pseudomeningocele. MRI merupakan pemeriksaan utama untuk menilai
adanya rootlet avulsion pada lesi plexus brachiali. 8
CT Myelography
Hasil yang mungkin ditemukan adalah pseudomeningoceles yang
diproduksi oleh root avulsion, tetapi hasil yang positif tidak selalu dapat
diandalkan karena dura dapat robek tanpa adanya root avulsion. CT
myelography lebih sering dikerjakan pada pasien yang akan melakukan operasi.
Kesimpulan hasil CT myelography:8
a. Dorsal dan ventral rootlets yang intak tanpa
adanya meningocele mengeksklusi kemungkinan avulsi.

39
b. Adanya meningocele tidak selalu menyatakan adanya avulsi.
c. Jika meningocele meluas hingga keluar foramen, kemungkinan adanya
avulsi sangat besar.
Angiography
Angiography seringkali sudah digantikan oleh MRA (Magnetic Resonance
Angiography).Pada beberapa kasus dapat dilakukan pemeriksaan angiografi untuk
menilai kerusakan pada pembuluh darah akibat trauma yang juga menyebabkan
lesi pada plexus brachialis. Angiografi dapat membantu menentukan tingkat lesi
pada saraf oleh karena arteri dan plexus sering mengalami trauma pada tingkat
yang sama. Angiography juga sering dikerjakan setelah vaskular rekonstruksi.8
Electrophysiology
EMG (Electromyography)
Pemeriksaan EMG dapat membantu menentukan letak lesi dan fungsi
inervasi saraf.8

NCV (Nerve-Conduction Velocity)


Pemeriksaan NCV untuk mengetahui sistem motorik dan sensorik,
kecepatan hantar saraf, serta latensi distal.8

SNAPs (Sensory Nerve Action Potentials)

SNAPs berguna untuk membedakan lesi preganglionik atau lesi


postganglionik.Pada lesi postganglionik, SNAPs tidak didapatkan tetapi positif
pada lesi preganglionik.8

SSEP (Somato-Sensory Evoked Potensials)


SSEP berguna untuk membedakan lesi proksimal misalnya pada root
avulsion.8
2.10 Penatalaksanaan
Obstetrical Brachial Plexus Injury

Kriteria untuk neurosurgical treatment


a. Fungsi biceps M0 setelah 3 bulan

40
b. Bukti adanya severe lesion: Horners syndrome, persisting hypotonic
paralysis, persisting phrenic paralysis, gangguan sensorik berat.
c. Hasil EMG menunjukkan persisting denervation
d. Hasil CT-myelography menunjukkan adanya meningocele di luar foramen
vertebralis.3,4,5
Waktu yang tepat dilakukannya neurosurgical intervention umumnya, saat
usia 3-4 bulan. Pada kasus berat, seperti total avulsions,dilakukan operasi
sesegera mungkin.3

Gambar 18. Guideline penanganan obstetric brachial plexus injury.


Sumber: Gilbert A. Brachial Plexus Injuries. United of Kingdom: Martin Dunitz
Ltd; 2001.

41
Adult brachial plexus injury
Pembedahan adalah pilihan untuk adult brachial plexus injury, baik
pada closed maupun open injury. Setidaknya ada 4 hal yang mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan pembedahan:4,7
1. Donor saraf yang digunakan (supraclavicular, infraclavicular
dissection, dan donor nerve dissection)
2. Strategi rekonstruktif (fungsi pergerakan yang menjadi prioritas
rekonstruktif)
3. Teknik pembedahan

Waktu pembedahan yang tepat (primary atau secondary repair)


1. Immediate atau early surgery
Pada kasus open injury di bagian leher oleh pisau atau benda tajam lainnya
menyebabkan defisit motorik maupun sensorik dan kecurigaan adanya avulsi
saraf. Eksplorasi dan immediately nerve repair beberapa hari setelah trauma
sangat diindikasikan. Golden time untuk supraclavicular penetrating
lesions adalah 1 minggu, sedangkan infraclavicular penetrating lesions selama 2
minggu. Setelah golden time, biasanya dibutuhkan nerve grafts setelah neuroma
resection.9
2. Secondary nerve repair: delayed repair
Terdapat 3 tipe secondary repair:
a. Early delayed repair (nerve repair dalam waktu 1 bulan untuk
diagnosis open injury atau 5 bulan untuk closed injury).
Untuk kasus closed brachial plexus injury, tujuan
utama delayed repair untuk menegakkan diagnosis, termasuk mencari
derajat, letak, dan luas lesi. Managemen untuk kasus ini terdiri dari 3
tahap:
Stage 1 : stabilization stage selama 1 bulan pertama, temasuk
stabilisasi tanda-tanda vital, fracture tulang, dan dislokasi sendi.
Stage 2 : diagnostic stage pada bulan ke-2, termasuk pemeriksaan
klinis dan investigasi untuk menegakkan diagnosis, mulainya fisioterapi
dengan stimulasi elektrik untuk mencegah soft tissue swelling, kekuan

42
sendi, dan atrofi otot. Selain itu, pada tahap ini juga
dilakukan psychological education sebelum operasi.
Stage 3 : pada bulan ke-3 hingga ke-5 perawatan. Jika tidak ada
tanda-tanda perbaikan fungsi saraf pada 3 bulan pertama, maka
diindikasikan operasi.
3. Late delayed repair (nerve repair lebih dari 6 bulan setelah trauma)
Dalam waktu 6 bulan setelah trauma, telah terjadi denervasi saraf sehingga
disarankan nerve repair yang diikuti oleh local muscle transfer atau functioning
free muscle transplantation.9
4. Late repair (nerve repair lebih dari 1 tahun setelah trauma)
Pada kasus kronik, 1 tahun setelah trauma, otot telah sangat lama
mengalami denervasi sehingga atrofi dan telah digantikan oleh jaringan konektif
dan lemak.Sekalipun dilakukan operasi, hasilnya tetap buruk dan sia-
sia.Fisioterapi hanya mencegah terjadinya atrofi otot lebih jauh tetapi tidak
memperbaiki otot yang telah rusak. Operasi pilihan untuk kasus kronik seperti ini
adalah functioning free muscle transplantation atau banked nerve
grafts dari ipsilateral atau contralateral nerve transfer, yang diikuti
oleh secondary functioning free muscle transplantation.9
Perbedaan derajat dan perbedaan level cedera membutuhkan strategi
rekonstruksi yang berbeda. Hampir 70% cederaplexus brachialistermasuk
dalamclosed injury yang menyebabkan avulsi saraf spinal. Ini adalah lesi yang
tidak dapat diperbaiki.Nerve transfer danfunctioning free muscle
transplantation menjadi satu-satunya pilihan jika terjadi avulsi pada cederaplexus
brachialis.8,9

Pilihan rekonstruktif untuk cedera level 1 adalah nerve


transfer dan functioning free muscle transplantation. Palliative surgerydikerjakan
untuk lesi level 1 sampai dengan 4.Functioning free muscle
transplantation termasuk dalam palliative surgery dan dapat dikerjakan pada lesi
selain lesi level 1.Neurolysis, nerve repair, nerve graft (free nerve
graft atau vascularized ulnar nerve graft), nerve transfer dikerjakan pada lesi
level 2. Clavicle osteotomy seringkali dibutuhkan pada lesi level 3. Nerve
grafts juga sering dikerjakan pada lesi level 4.8,9

43
Strategi rekonstruktif

David Chuang membagi lesi plexus brachialis menjadi 4 level cedera:11

1. Level 1: pre-ganglionic root injury, termasuk: spinal cord, rootlets, dan root
injuries.
2. Level 2: post-ganglionic spinal nerve injury yang terbatas pada
lesi interscalene space/interscalene groove (celah antaraanterior dan m.
scaleneus medius) ke arah proksimal dari n. suprascapularis.
3. Level3: preclavicular dan retroclavicularcederaplexus
brachialis termasuk trunks dan divisions.
4. Level4: infraclavicular cederaplexusbrachialis termasuk cords dan terminal
branches proximal sampai ke axillary fossa.

Gabar 19. Level BPI menurut pembagian Chuang. (BPI = Brachial Plexus
Injury)
Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 57-66.

David Chuang juga membagi 2 tipe lesi pada cederaplexus brachialis yang
dibedakan untuk tujuan perbedaan pengobatannya.11

44
1. Avulsion : mengacu pada saraf yang robek dari perlekatannya (disebut
avulsi proksimal jika perlekatannya terlepas dari spinal cord, disebut avulsi
distal jika perlekatannya terlepas dari otot).
2. Rupture : adalah cedera saraf yang diakibatkan oleh trauma traksi yang
terbelah secara inkomplit sehingga menyebabkan bentuk akhir iregular
proksimal dan distal.

Gambar 20.Perbedaan preganglionic avulsion dan postganglionic rupture.


Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 57-66.

Cedera level 1 pada konteks ini adalah avulsion injury, sedangkan level 2,
3, dan 4 adalah rupture injury.

2.10.1 Level1 Injury (Preganglionic Injury: Spinal Cord, Rootlets, and


Roots)
Strategi rekonstruktif yang dapat dikerjakan, antara lain: nerve transfer,
functioning free muscle transplantation, dan palliative surgery.13
1. Nerve Transfer
Prosedur ini baik dikerjakan dalam rentang waktu golden periodyang tidak
lebih dari 5 bulan sejak trauma.Tujuan operasi ini setidaknya dapat memperbaiki
kekuatan otot hingga power4disesuaikan dengan Medical Research Council Scale
for Assessment of Muscle Power.Nerve transfer diklasifikasikan menjadi:13
Extraplexus nerve transfer

45
Extraplexus nerve transfer melibatkan transfer dari saraf tetangga (dari
saraf leher ipsilateral atau kontralateral) untuk neurotisasi saraf yang paralisis
pada avulsi plexus brachialis. Saraf tersebut termasuk n. phrenicus, n. accesorius
spinalis (XI), n. hypoglossus(XII), dan saraf C7 kontralateral.Extraplexus sensory
nerve transfer, seperti n. supraclavicularis sensoryuntuk transfer n.
medianus,terkadang digunakan untuk memperbaiki paralitik sensorik.13
Intraplexus nerve transfer
Intraplexus nerve transfer dapat dikerjakan pada kasus non-global root
avulsion dimana sekurangnya satu dari saraf spinal terjadirupture injury dan
masih dapat di-transfer. Contohnya, pada kasus C5 rupture dan C6 avulsion,
dimana ujung C5 lebih sehat dibanding ujung C6.Fiber C5 ditransfer secara
sengaja pada C6 (atau anterior division of the upper trunk) untuk memperbaiki
pergerakan fleksicubiti.C5 distal (atau posterior division of the upper trunk dan n.
suprascapularis) kemudian diinervasi oleh partially injured C6. Strategi ini
menyatakan bahwa pergerakan fleksi cubiti memiliki prioritas lebih dibanding
rekonstruksi bahu.Intraplexus nerve transfer bersifat individual, tergantung dari
penemuan intraoperative, kondisi pasien, dan
persyaratan. Extraplexus dan intraplexus nerve transfersdikerjakan untuk
neurotisasi saraf proksimal.13
Close-target nerve transfer
Close-target nerve transfer adalah prosedur transfer untuk saraf bagian
distal, lebih dekat pada neuromuscular junction, sehingga dapat dicapai perbaikan
motorik yang lebih cepat. Saraf donor yang diambil untuk close-target nerve
transfer adalah saraf yang letaknya di dekat target atau saraf yang berada di
luar fossa supraclavicularis dan infraclavicularis, seperti:13
- n. accessorius spinalis ditransfer ke n. suprascapularis
- partial n. ulnaris ditransfer ke n. biceps brachii
- part of n. medianus ditransfer ke n. brachialis
- caput longus dari n. triceps brachii ditransfer ke n. axillaris
- n. intercostalis ditransfer ke n. biceps brachii atau ke n.
musculocutaneous, atau ke caput longus dari n. triceps brachii

46
- n. interosseus anterior ditransfer ke n. interosseus
radialis atau posterior
- cabang n. interosseus anterior ditransfer ke deep motor
branch dari n. ulnaris pada antebrachii.13

Gambar 21. Nerve transfer: cabang brachialis dari n.


musculocutaneous ditransfer ke posterior fascicle dari n. medianus.
Sumber: Brown JM, Mackinnon SE. Nerve Transfers in the Forearm and Hand.
2008. The Journal of Hand Surgery. 2008; 24:319-40.

47
Tabel 6.Perbedaan proksimal dan distal nerve transfer.
Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 57-66.

Induction or motivation exercise adalah latihan otot yang sangat penting


untuk pasien yang menjalani nerve transfer. Latihan ini adalah latihan otot yang
diinervasi oleh transferred nerve, diindikasikan untuk semua kasus nerve transfer.
Induction exercise dimulai ketika gerakan otot inervasi sudah dapat teraba (M1).
Aksi ini sebanding dengan internal electric stimulator. Nerve transfer yang
berbeda maka induction exercises yang diperlukan juga berbeda.13

Tabel 7. Induction excersice pada nerve transfer.


Sumber: Chuang DC. Brachial Plexus Injury: Nerve Reconstruction and
Functioning Muscle Transplantation. Seminars in Plastic Surgery.2010; 24: 57-66.

48
Shoulder
Rekonstruksi untuk pergerakan abduksi bahu pada lesi level 1 harus
diprioritaskan dibanding pergerakan adduksi bahu.Jika m. supraspinatus, m.
infraspinatus, dan m. deltoideus diinervasi secara bersamaan, tentu saja hasilnya
lebih baik.Nervus phrenicus dan n. XI adalah donor utama untuk abduksi
bahu.Nervus XII,cervical motor branches, part of C5 atau C6, n. thoracicus
longus, cabang daricaput longus triceps, n. pectoralis medialis, n.
intercostalis, dan contralateral C7 juga dilaporkan sebagai saraf donor untuk
abduksi bahu. Saraf resipien untuk abduksi bahu dalam urutan prioritas
adalah distal C5, n. suprascapularis, divisioner dorsalis dari trunkus
superior, kemudian n. axillaris.10
Cubiti
Pada cedera level 1, prioritas rekonstruksi adalah pergerakan fleksi cubiti.
Donor saraf untuk fleksi cubiti termasuk n. intercostalis, nervus XI dengan nerve
graft, n. phrenicus dengan atau tanpa nerve graft, partial n. ulnaris, partial n.
medialis, n. pectoralis, n. thoracodorsal, dan contralateral C7. Saraf resipien
termasuk n. musculocutaneous, cabang dari n. biceps, atau cabang n. brachialis.
Rekonstruksi pergerakan ekstensi cubiti bukanlah prioritas utama.Transfer n.
phrenicus ke distal C5 atau posterior division of the upper trunk atau n.
radialis dengan nerve graft seringkali baru dapat menghasilkan pergerakan
ekstensi pada tahun ke-3 rehabilitasi. Beberapa ahli menggunakan 2 atau 3 n.
intercostalis untuk ditransferkan ke caput longus triceps dengan tujuan
rekonstruksi pergerakan ekstensi cubiti.10
Digiti
Pada cedera global (C5-T1) level 1, prioritas rekonstruksi untuk fungsi jari
tergantung dari prosedur yang digunakan, yaitunerve transfer atau functioning
free muscle transplantation.Secara tradisional, prioritas rekonstruktif adalah
pergerakan fleksi jari.Padarupture C5 dengan C6-T1 four-root avulsion, seringkali
dilakukantransfer C5 ke n. medianus, sedangkan padatotal root (C5-T1)
avulsionseringkali dilakukan transfer contralateral C7 ke n. medianus untuk
perbaikan pergerakan fleksi jari dan cubiti. Salah satu prosedur
membutuhkan vascularized ulnar nerve graft untuk mencapai one-stafe full

49
reconstruction jika kerusakan disertai dengannerve transfer untuk fungsi bahu
dan cubiti. Pada total root avulsion fase akut, one-stage full reconstruction dapat
dicapai denganmultiple nerve transfer termasuk contralateral C7.10
Functioning free muscle transplantation diutamakan sebagai terapi
rekonstruktif paliatif untuk mencapai hasil yang lebih baik pada fase lanjut.
Pendekatan alternatif untuk functioning free muscle transplantation, antara
lain: a longfunctioning free muscle transplantationfrom the clavicle down to the
extensor digitorumcommunis, innervated by the XI nerve,dilakukan pada fase
awal, diikuti dengan second long functioning free muscle transplantation from the
second rib to the flexor digitorum profundus, inervasi oleh n. intercostalis pada
fase kedua.10
Arthrodesis cubiti dan digiti I biasanya dibutuhkan untuk stabilitas.
Untuk proximal to distal reconstructive strategy (nerve reconstruction pada fase
awal, selanjutnya free functioning muscle transplantion) dibandingkan
dengan distal to proximal (free functioning muscle transplantation pada fase awal,
selanjutnya nerve reconstruction)10

2. Functioning Free Muscle Transplantation


Penggunaan functioning free muscle transplantation pada
rekonstruksi plexus brachialis adalah salah satu contoh aplikasi nerve
transfer (termasuk extraplexus, intraplexus, dan close target nerve transfer).[42]
Gracilis myocutaneous functioning free muscle transplantation adalah pilihan
terbaik yang paling sering dilakukan padadonor muscle pada brachial plexus
reconstruction.Extraplexus donor nervusyang paling sering digunakan
adalah nervus IX, n. intracostalis, n. phrenicus, dan n. contralateral C7.
Intraplexus donor nervusyang paling sering digunakan adalahpart of the n.
ulnaris, part of the n. medianus, n. infraclavicularis atau n.
supraclavicularis yang membutuhkan perpanjangan saraf (dengan nerve graft)
danfunctioning free muscle transplantation pada prosedur selanjutnya.10

50
Gambar 22. Gracilis functional free muscle transfer surgery.
Sumber:http://4.bp.blogspot.com/_Xa2VrB26aXU/TJ0HYYZX2JI/AAAAAAAA
ALk/VmNXQlo8odE/s1600/Gracilis.jpg
Hasil functioning free muscle transplantation lebih memuaskan
dibanding local muscle transfer.Functioning free muscle transplantationterutama
digunakan untuk cubiti dan perbaikan fungsi manus pada kasus global plexopathy.
Indikasi functioning free muscle transplantation pada cederaplexus
brachialis termasuk akut dan kronik root avulsion, root injury with failed nerve
transfer (muscle strength <M3) atau cederaplexus brachialis dengan Volkmanns
contracture pada antebrachii.10

3.10.2 Level 2 Injury (Postganglionic Spinal Nerve Injury Limiting the


Lesion in the Interscalene Space and Proximal to the Nervus Suprascapularis)
Diagnosis banding antara preganglionic root (level 1) dan postganglionic
spinal nerve injury (level 2) sangat penting dibedakan karena berkaitan dengan
pendekatan bedah dan prognosisnya.10
Cedera level 2 didefinisikan sebagai cedera distal ke dorsal root
ganglion (atau di luar intervertebral foramen) di antara m. scaleneusdan
proksimal ke n. suprascapularis.Insidennya sekitar 8% kasus.10

51
Jika n. suprascapularis intak, lesi dapat berasal dari level 3-4 dan tidak
berada di level 2.Adanya neuroma pada spinal nerve(khususnya m. scleneus
medius) adalah penyebab tersering cedera tipe ini.Rupture dapat terjadi pada satu
atau lebih spinal nerve.10
Rekonstruksi untuk cedera level ini meliputi neurolysis, nerve repair,
nerve grafts (free nerve graft atau vascularized ulnar nerve graft).10
1. Neurolysis
Lesi saraf yang masih tersambung, biasanya menunjukkan neuroma-in
continuity, menyatakan bahwa beberapa fungsi saraf masih tersisa.Neurolysis
kadang membantu.10
Teknik operasi sebaiknya epifascicular epineurotomy/epineurotommy
(external neurolysis) atau interfascicular epineurectomy (internal
neurolysis).Pada lesi plexus brachialis, biasanya dilakukan external neurolysis.10

Gambar 23. Prosedur neurolysis yang dilanjutkan dengan nerve graft.


Sumber:http://www.highimpact.com/uploads/exhibits/images/legal-
exhibits/medical-illustrations/large/MDI00400.jpg

52
2. Nerve Repair
Direct nerve repair biasanya dilakukan pada cedera penetrasi.10

Gambar 24. Nerve repair under microscope.


Sumber: http://www.pncl.co.uk/~belcher/information/Nerve%20repair.pdf

3. Nerve Graft
Nerve grafting adalah teknik yang paling sering dilakukan pada
perbaikan plexus brachialis level 2, 3, atau 4. Ada 2 teknik nerve graftsyang
popular yang biasa dikerjakan pada rekonstruksi plexus brachialis: (1) free nerve
graft; dan (2) vascularized ulnar nerve graft. Nervus suralis adalah nervus yang
paling sering digunakan pada free nerve grafts. Nervus cutaneous
medialis padabrachii atauantebrachii dan n. saphenus kadang-kadang juga
digunakan. Hasil pengerjaan dipengaruhi oleh panjangnya nerve graft,ada
tidaknya jaringan parut (neuroma) pada daerah luka, jumlah nerve graft yang
digunakan, dan ada tidaknya proximal stump untukgrafting.10

Gambar 25. Suralis free nerve graft.


Sumber:http://eso-cdn.bestpractice.bmj.com/best-practice/images/bp/en-gb/581-3-
iline_default.gif

53
Pada kasus total root avulsion atau lower plexus root avulsion (C8-
T1C7), seluruh n. ulnaris dari axilla ke cubiti dapat digunakan
sebagai vascularized nerve graft, baik untuk kepentingan pedicle atau sebagai free
tissue transfer. Nerve grafting penting untuk dilakukan pada cedera level 2. Hal
ini seringkali berkaitan dengan cedera level 3 pada spinal nerve yang samaatau
seringkali berkaitan dengan cedera level 1 pada spinal nerve yang berbeda. Jika
kombinasi cedera level 1 dan level 2 pada spinal nerve yang berbeda
dipersatukan, nerve grafts dan nerve transfers adalah prosedur utama untuk
rekonstruksi cedera ini.10
Contohnya, rupture C5 dan C6 dengan root avulsion C7-T1 adalah yang
paling sering terjadi.C5 nerve grafting pada n. suprascapularisdan divisi posterior
dari upper trunk untuk shoulder elevation, C6 nerve grafts ke bagian distal C8
spinal nerve atau n. medianus sering digunakan untuk vascularized ulnar nerve
graft untuk fungsi manus, dan n. intercostalis transfer hingga n.
musculocutaneous untuk fungsi cubiti adalah pilihan yang baik untuk full one-
stage reconstruction.10
Jika dikombinasikan dengan cedera level 2 dan 3 pada spinal nerve yang
sama, long nerve grafts (dengan panjang >10 cm) biasanya digunakan untuk
menutup jarak dari spinal nerve ke cabang terminal pada fossa infraclavicularis.
Clavicle dapat ditinggikan melalui pendekatan Chuangs triangle tanpa
memerlukan osteotomi.10
2.10.3 Level 3
Cedera level 3 melibatkan trunk dan divisions.Insidennya sekitar 5% dari
1600 kasus dengan penyebab tersering adalah neuroma.Bypass nerve
grafting diperlukan untuk membangun kembali koneksi
antara supraclavicular dan infraclavicular brachial plexus. Clavicle
osteotomy diperlukan khususnya untuk cedera yang melibatkan lower trunk, untuk
memenuhi grafting atau direct neurolysis. Multiple nerve grafts seringkali
dibutuhkan dan seringkali diambil dari lokasi lain. C-loop vascularized ulnar
nerve graftkadang-kadang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah nerve
grafts, khususnya pada kasus cedera yang luas.10
2.10.4 Level 4

54
Level 4 cederaplexus brachialis melibatkan cords dan terminal
branches. Insidennya cukup tinggi, yaitu sekitar 17%. Cedera ini berhubungan
dengan nerve ruptures, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan oleh nerve
avulsion. Pada beberapa kasus, distal avulsion terjadi pada bone margin (seperti
avulsi n. musculocutaneous dari permukaan m. biceps brachii).10
Pada lesi level 4 tertutup, nerve damage bervariasi, berkisar dari simple
isolated nerve injury hingga lesi pada seluruh cords atau seluruh cabang terminal.
Pada cedera level 4 seringkali dilakukan nerve graft dengan prognosis yang pada
umumnya baik.Angka kejadian tertinggi disebabkan oleh vascular injury,
rupture, dan oklusi segmental pada a. subclavia atau a. axillaris. Pada
kasuspenetrating injuries, vascular dan nerve repairs biasanya dilakukan secara
bersamaan. Golden time untuk primary direct repair pada pembuluh darah level 4
yang terbelah pada kasus penetrating injury tanpa nerve grafts berkisar 2 minggu,
berbeda dengan cedera level 2 atau 3 yang hanya berkisar 1 minggu. Traction
injury level 4 biasanya berhubungan dengan fracture pada proximal humerusatau
pada scapula glenoideus.Biasanya dibutuhkan long nerve grafts dengan panjang
lebih dari 8 cm. Kadang-kadangC-loop vascularized ulnar nerve grafts diambil
dari paralytic antebrachii dan digunakan untuk rekonstruksi n. medianus dan n.
radialis. Pada umumnya, hasilnya baik. Pada avulsi saraf dari otot seringkali
dilakukan nerve grafting dari proximal nerve stump dan direct implantation ke
dalam otot (nerve to muscle neurotization) dengan hasil kekuatan otot rata-rata
berkisar M3. Pilihan rekonstruksi yang lain adalah functioning muscle
transplantation.10
2.10.5 Strategi Rekonstruksi untuk Perbedaan Tipe Lesi
2.10.5.1 Single-Root Avulsion
Pada kasus isolated C5 root injury, dilakukan mass nerve
transfer, termasuk spinal accessorius, phrenicus, dan cabang
motorikcervicalis yang ditransfer secara langsung ke C5 spinal nerve untuk
memperbaiki kekuatan m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. deltoideus dan
untuk mendapatkan kekuatan pegerakan abduksi bahu lebih dari 90.9,10
Single C6 root avulsion biasanya berhubungan dengan C5 rupture. Nerve
grafts dari ujung proksimal C5 ke divisi anterior upper trunkbiasanya

55
menghasilkan pergerakan fleksi cubiti yang lebih baik dibanding transfer n.
intercostalis ke n. musculocutaneous. Pergerakan abduksi dapat diperbaiki
melalui transfer n. accesorius ke n. suprascapularis dan transfer n. phrenicus ke
divisi posterior upper trunk.9,10
Single C7 root avulsion biasanya berhubungan dengan rupture of the upper
trunk.Hanya dibutuhkan perbaikan upper trunk saja. Reinervasi C7 spinal
nerve tidak dibutuhkan.9,10
2.10.5.2 Two-Root Avulsion
Pada kombinasi C5 dan C6 two-root avulsion, dilakukan nerve
transfers. Untuk pergerakan elevasi bahu, direkomendasikan transfer n. XI ke n.
suprascapularis, dikombinasikan dengan n. phrenicus transfer ke divisi
posterior upper trunk. Untuk restorasi pergerakan fleksicubiti, dilakukan n.
intercostalis transfers ke n. musculocutaneous.9
Pada kasus C6 dan C7 two-root avulsions, biasanya C5
ikut ruptured. Ujung proksimal C5 yang masih sehat ditransferkan pada divisi
anterior upper trunk untuk pergerakan fleksi cubiti.Fungsi bahu didapat dari n.
XI dan n. phrenicus transfer seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika
transfer proksimal C5 tidak dapat dilakukan, direkomendasikan untuk ditransfer
ke divisi posterior upper trunk sebagai tambahan transfer n. XI dan n.
suprascapularis untuk mendapatkan fungsi bahu yang maksimal. Pergerakan
fleksi cubitidapat diperoleh dari transfer n. intercostalis ke n. musculocutaneous.9
Kombinasi C8 dan T1 root avulsions biasanya disertai dengan C5 dan
C7 ruptures. Pergerakan elevasi bahu didapat melalui nerve graftsdari C5 ke n.
suprascapularis dan divisi posterior upper trunk. C6 nerve fibers ditransfer ke n.
medianus untuk memperbaiki fungsi motorik dan sensorik manus.Pergerakan
fleksi cubiti diperbaiki dengan transfer n. intercostalis.9
Kasus C8 dan T1 root injury tanpa ruptures C5 hingga C7 sangat jarang
terjadi. Pada fase lanjut, dilakukan tendon transfer dengan 2 prosedur yang
terpisah.9
2.10.5.3 Three-Root Avulsion
Kombinasi C5-C7 root avulsion tanpa cedera C8-T1 adalah trauma yang
sering terjadi. Direkomendasikan transfer n. phrenicus dan n. XI untuk perbaikan

56
fungsi abduksi bahu dan transfer n. intercostalis untuk fleksi cubiti. Nervus
phrenicus ditransfer ke divisi posteriorupper trunk untuk muscle
neurotization dari deltoid, triceps, dan ekstensi carpi (m. extensor carpi radialis
longus).Jika n. phrenicusjuga mengalami avulsi, dapat dilakukan transfer n.
XII ke n. axillaris dengan nerve graft.10
Kombinasi C7-T1 three-root aculsion biasanya disertai
dengan rupture dari upper trunk. Direkomendasikan nerve grafts, transfer C5
fibers ke n. suprascapularis dan divisi posterior upper trunk untuk pergerakan
elevasi bahu. Ujung proksimal C6 ditransfer ke distal C8 n. spinalis atau n.
medianus untuk fungsi manus.Untuk pergerakan fleksi cubiti, dilakukan
transfer n. intercostalis ke n. musculocutaneous.10
2.10.5.4 Four-Root Avulsion
C6-T1 four root avulsion biasanya berhubungan dengan rupture
C5. Cedera ini termasuk trauma yang jarang terjadi.Jika proksimal C5
fibers masih sehat, dilakukan transfer ke divisi anterior upper trunk untuk
memperbaiki pergerakan fleksi cubiti. Jika transfer C5 fiberstidak dapat
dikerjakan, dilakukan transfer divisi posterior upper trunk dan transfer n. XI ke n.
suprascapularis untuk perbaikan fungsi bahu. Transfer contralateral C7 ke n.
medianus dengan pedicle atau free vascularized ulnar nerve graft untuk perbaikan
fungsi manus(fleksi digiti dan sensorik) dapat dilakukan secara bersamaan untuk
kepentingan total rekonstruksi dengan sekali prosedur.10
2.10.5.5 Five-Root Avulsion or Total Avulsion
Total root avulsion adalah brachial plexus injury yang paling sering
terjadi. Transfer contralateral C7 ke n. medianus menggunakan free vascularized
ulnar nerve graft untuk perbaikan fungsi manus dapat dilakukan untuk
kepentingan total rekonstruksi dengan sekali prosedur. Sebagai tambahan,
transfer n. intercostalis ke n. musculocutaneous untuk pergerakan fleksi cubiti dan
transfer n. phrenicusatau n. XI untuk pergerakan elevasi bahu dapat dilakukan
secara bersamaan.10

57
2.11 Rehabilitasi Paska Trauma Plexus brachialis(Palliative Surgery)
Palliative reconstruction procedures termasuk muscle transfer, tendon
transfer, functioning muscle transplantation, tenodesis, danarthrodesis. Alternatif
lain adalah orthotics dan prosthetics. Local pedicled muscle transfer, sekalipun
merupakan pilihan alternatif untuk restorasi, tetapi seringkali bukan pilihan yang
terpercaya karena adanya partial nerve injury.13
Contohnya, menggunakan lokal m. latissimus dorsi transfer untuk
fleksi cubiti C5 dan C6 C7 avulsion injury biasanya menghasilkan kekuatan otot
M3, dibandingkan dengan m. latissimus dorsi transfer untuk traumatic loss of
biceps and brachialis yang selalu menghasilkan kekuatan otot M4.Alasan
perbedaan tersebut karena n. thoracodorsalis berasal dari C6-C8.Pada kasus
pertama, terjadinerve injury, sedangkan pada kasus yang terakhir, bukanlah suatu
kasus cedera.Palliative reconstruction dapat dipertimbangkan ketika cedera
melibatkan level C8 dan T1, yang disebut dengan Klumpkes palsy pada orang
dewasa, atau ketika deformitas tetap ada setelah penyebuhan maksimal, dengan
atau tanpa nerve reconstruction.13
Post-Operasi Nerve Repair dan Nerve Grafting
Setelah pembedahan immobilisasi bahu dilakukan selama 3-4
minggu.Terapi rehabilitasi dilakukan setelah 4 minggu paska operasi dengan
gerakan pasif pada semua sendi anggota gerak atas untuk mempertahankan luas
gerak sendi.Stimulasi elektrik diberikan pada minggu ketiga sampai ada perbaikan
motorik.Pasien secara terus menerus diobservasi dan apabila terdapat tanda-tanda
perbaikan motorik, latihan aktif bisa segera dimulai.
Latihan biofeedback bermanfaat bagi pasien agar otot-otot yang mengalami
reinnervasi bisa mempunyai kontrol yang lebih baik.13
Post-Operasi Free Functioning Muscle Transplantation
Setelah transfer otot, ekstremitas atas diimobilisasi dengan bahu abduksi
30, fleksi 60 dan rotasi internal, siku fleksi 100. Pergelangan tangan posisi
neutral, jari-jari dalam posisi fleksi atau ekstensi tergantung jenis
rekonstruksinya.Ekstremitas dibantu dengan arm brace dan cast selama 8 minggu,
selanjutnya dengan sling untuk mencegah subluksasi sendi glenohumeral sampai
pulihnya otot gelang bahu.

58
Statik splint pada pergelangan tangan dengan posisi netral dan ketiga sendi-sendi
dalam posisi intrinsik plus untuk mencegah deformitas intrinsik minus selama
rehabilitasi. Dilakukan juga latihan gerak sendi gentle pasif pada sendi bahu, siku
dan semua jari-jari, kecuali pada pergelangan tangan.13
Pemberian elektro stimulasi pada transfer otot dan saraf yang di repair
dilakukan pada target otot yg paralisa seperti pada otot gracilis, tricep brachii,
supraspinatus dan infraspinatus. Elektro stimulasi intensitas rendah diberikan
mulai pada minggu ke-3 paska operasi dan tetap dilanjutkan sampai EMG
menunjukkan adanya reinervasi. Enam minggu paska operasi selama menjaga
regangan berlebihan dari jahitan otot dan tendon, dilakukan ekstensi pergelangan
tangan dan mulai dilatih pasif ekstensi siku. Sendi metacarpal juga digerakkan
pasif untuk mencegah deformitas claw hand. Ortesa fungsional digunakan untuk
mengimobilisasi ekstremitas atas.Dapat digunakan tipe airbag (nakamura
brace) untuk imobilisasi sendi bahu dan siku.Sembilan minggu paska
operasi, ortesa airbag dilepas dan ortesa elbow sling dipakai untuk mencegah
subluksasi bahu.13

Setelah Reinervasi
Setelah EMG menunjukkan reinervasi pada transfer otot, biasanya 3-8
bulan paska operasi, EMG biofeedback dimulai untuk melatih transfer otot
menggerakkan siku dan jari.
Teknik elektromiografi feedback di mulai untuk melatih otot yang ditransfer untuk
menggerakkan siku dan jari dimana pasien biasanya kesulitan mengkontraksikan
ototnya secara efektif.13
Pada alat biofeedback terdapat level nilai ambang yang dapat diatur oleh
terapis atau pasien sendiri. Saat otot berkontraksi pada level ini, suatu nada
berbunyi, layar osciloskop akan merekam respons ini. Level ini dapat diatur
sesuai tujuan yang akan dicapai.
Lempeng elektroda ditempelkan pada otot, kemudian pasien diminta untuk
mengkontraksikan ototnya. Pada saat permulaan biasanya EMG discharge sulit
didapatkan, tetapi dengan latihan yang kontinyu, EMG discharge otot akan mulai
tampak.13

59
Latihan EMG biofeedback dilakukan 4 kali seminggu dan tiap sesi selama
10-70 menit, dan latihan segera dihentikan bila ada tanda-tanda
kelelahan.Efektivitas latihan biofeedback tidak dapat dicapai bila pasien tidak
mempunyai motivasi dan konsentrasi yang cukup.13
Reedukasi otot diindikasikan saat pasien menunjukkan kontraksi aktif
minimal yang tampak pada otot dan group otot.Tujuan reedukasi otot untuk pasien
adalah mengaktifkan kembali kontrol volunter otot. Ketika pasien bekerja dengan
otot yang lemah, intensitas aktivitas motor unit dan frekuensi kontraksi otot akan
meningkat. Waktu sesi terapi seharusnya pendek dan dihentikan saat terjadi
kelelahan dengan ditandai penurunan kemampuan pasien mencapai tingkat yang
diinginkan.13

Pemanasan, ultrasound diatermi, TENS(Transcutaneous Electrical Nerve


Stimulation), interferensial stimulasi, elektro stimulasi dapat dipergunakan sesuai
indikasi. Dilakukan juga penguatan otot-otot leher dan koreksi imbalance otot-
otot ekstremitas atas.13
Terapi Okupasi
Terapi okupasi terutama diperlukan untuk:

Memelihara luas gerak sendi bahu, membuat ortesa yg tepat untuk


membantu fungsi tangan, siku dan lengan, mengontrol edema defisit
sensoris.
Melatih kemampuan untuk menulis, mengetik, komunikasi.
Menggunakan teknik-teknik untuk aktivitas sehari-hari, termasuk teknik
menggunakan satu lengan, menggunakan peralatan bantu serta latihan
penguatan dengan mandiri.13

Terapi Rekreasi
Terapi ini sebagai strategi dan aktivitas kompensasi sehingga dapat
menggantikan berkurang dan hilangnya fungsi ekstremitas.13

60
Orthosis pada Post Trauma Plexus brachialis
Pada umumnya penderita dengan cedera plexus brachialisakan
menggunakan lengan disisi kontralateral untuk beraktivitas. Pada beberapa kasus,
penderita memerlukan kedua tangan untuk melakukan aktivitas yang lebih
kompleks.Untuk itu orthosis didesain sesuai kebutuhan penderita.Orthosis untuk
penderita cederaplexus brachialis dibuat terutama untuk menyokong bagian bahu
dan siku.13

Gambar 26. Orthosis


Sumber:http://ucare.com.au/yahoo_site_admin/assets/images/85691_Fmsmall.116
181507_std.jpg
Sedangkan untuk prehension tangan, umumnya terbatas pada metode
kontrolnya sehingga tidak banyak didesain. Beberapa orthosis digerakkan
menggunakan sistem muielektrik, sehingga penderita mampu melakukan gerakan
pada pergelangan tangan dan jari-jarinya.Orthosis ini dapat membantu penderita
paska trauma untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan minum dari
gelas atau botol, menyisir rambut, menggosok gigi, menulis menggambar,
membuka dan menutup pintu, membawa barang-barang.13

2.12 Prognosis
Lebih dari 70% kasus obstetric brachial plexus injury sembuh secara
spontan. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar nervus injury pada kasus

61
obstetrikal termasuk dalam cedera neuropraxia yang dapat pulih secara
spontan.4,6,7
Sembuh spontan pada kasus brachial plexus injury jarang terjadi, tetapi
masih mungkin pada beberapa lower plexus root injuries. Padabrachial plexus
injury, setelah nerve reconstruction atau free functioning muscle
transplantation, fungsi motorik dinilai kekuatannya sesuai dengan
pemeriksaan British Medical Research Council grading system.4,7
Pada cedera plexus brachialis level 4 setelah nerve grafting, keberhasilan
operasi ditandai dengan pergerakan elevasi bahu M4 180, pergerakan fleksi dan
ekstensi cubiti M4 atau lebih, pergerakan fleksi dan ekstensi digiti M3 atau lebih.
Pada post-opertive total root avulsion dengan multiple nerve
transfer, keberhasilan operasi ditandai dengan pergerakan abduksi 60, pergerakan
fleksi cubiti M4, dan pergerakan digiti M2 atau lebih. Keberhasilan operasi
tambahan, yaitu functioning free muscle transplantation ditandai dengan
pergerakan carpi M2-3 dan pergerakan ekstensi digiti.4,7
Rorabeck CH, et al meneliti 112 kasus cedera plexus brachialis dan
menyimpulkan bahwa trauma upper trunk memiliki prognosis yang paling baik,
trauma pada cords, upper roots, dan lower trunk umumnya memiliki prognosis
yang kurang baik. Complete plexus injuriesmemiliki prognosis yang paling
buruk. Nyeri persisten yang lebih dari 6 bulan mengindikasikan tanda prognosis
neurologikal yang buruk.Adanya pseudomeningocele yang terdeteksi biasanya
berhubungan dengan prognosis yang buruk.4,7

62
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Cedera plexus brachialis adalah cedera jaringan saraf yang berasal dari
C5-T1.Plexus brachialis adalah persarafan yang berjalan dari leher ke
arah axilla yang dibentuk oleh ramus ventral saraf vertebra C5-T1.
Insiden obstetrical brachial plexus injury di Amerika Serikat sebesar 1-2
kasus per 1000 kelahiran. Insiden Erbs palsy sekitar 90%,total plexus
injury sebesar 9%, dan Klumpkes palsy sebesar 1%.[1][2] Menurut Office of Rare
Disease of National Institutes of Health,angka kejadian brachial plexus
injury kurang dari 200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di Amerika
Serikat. Sebagian besar korbannya adalah pria muda yang berusia 15-25 tahun.
Ditemukan lebih dari 30 penyebab terjadinya cedera plexus brachialis.
Tetapi etiologi yang lebih sering, antara lain: trauma, cedera
persalinan, compression syndrome, dan tumor.
Terdapat berbagai macam versi sistem klasifikasi brachial plexus
injury, tetapi yang paling banyak digunakan adalah Lefferts classification system.
1. Tipe 1 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh open trauma.
2. Tipe 2 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh closed
trauma, dibagi menjadi:
A: Supraclavicular, dibagi menjadi: preganglionik dan postganglionik.
B. Infraclavicular
C: Kombinasi

3. Tipe 3 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh radiotherapy


induced.
4. Tipe 4 termasuk brachial plexus injury yang disebabkan oleh cedera
selama persalinan.
A: Erbs palsy
B: Klumpkes palsy
C: Kombinasi

63
Manifestasi klinis cedera plexus brachialis tergantung dari tingkat lesi
yang terjadi (roots, trunks, divisions, cords, terminal branches,atau total plexus).
Manifestasi klinis yang timbul adalah gangguan motorik dan sensorik sesuai
dengan distribusi nervus.
Pemeriksaan fisik yang diperlukan, meliputi: (1) pemeriksaan motorik
sesuai dengan distribusinya yang dinilai dari skala 0 hingga 5 disesuaikan
dengan Medical Research Council Scale for Assessment of Muscle Power. (2)
pemeriksaan sensorik pada setiap dermatom,propioceptive, temperatur, taktil,
perabaan, vibrasi dengan turning fork 30 dan 256 cycles per
second, dan ninhydrin test. (3) Pemeriksaan khusus, meliputi Tinels
sign dan Horners syndrome.
Diagnosis cedera plexus brachialis, meliputi: anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan kebutuhan (x-ray, CT
Scan, MRI, CT myelography, angiography, electrophysiology).
Penanganan untuk cedera plexus brachialis tergantung level cedera yang
terjadi menurut pembagian David Chuang. Pilihan rekonstruktif untuk cedera
level 1 adalah nerve transfer dan functioning free muscle transplantation.
Palliative surgery dikerjakan untuk lesi level 1 sampai dengan 4.Functioning free
muscle transplantation termasuk dalam palliative surgery dan dapat dikerjakan
pada lesi selain lesi level 1. Neurolysis, nerve repair, nerve graft (free nerve
graft atau vascularized ulnar nerve graft), nerve transfer dikerjakan pada lesi
level 2. Clavicle osteotomy seringkali dibutuhkan pada lesi level 3. Nerve
grafts juga sering dikerjakan pada lesi level 4.
Prognosis obstetric brachial plexus injury umumnya baik, karena lebih
dari 70% kasus sembuh secara spontan karenakan hampir sebagian besar nervus
injury pada kasus obstetrikal termasuk dalam cedera neuropraxia yang dapat pulih
secara spontan.

64
DAFTAR PUSTAKA

1. Foster, M., Traumatic Brachial Plexus Injuries. 2011, emedicine. p. 1-4.


2. Brachial Plexus Birth Palsy: A 10-Year Report on the Incidence and
Prognosis. Journal of Pediatrics Orthopaedics, 1984. 4(6).
3. Tachdjian,M.O. Clinical Pediatric Orthopedics. The art of diagnosis and
principles of management. Stamford: Appleton & Lange;1997
4. Dorsi, M., W. Hsu, and A. Belzberg, Epidemiology of brachial plexus
injury in the pediatric multitrauma population in the United States.
Journal of Neurosurgery, 2010. 5.
5. Snell, R., Ekstremitas superior, in Anatomi Klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran, J. Oswari, Editor. 1998, Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta. p. 132-253.
6. Moore, K. and A. Agur, Essential Clinical Anatomy ed. 3. 2007,
Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.
7. Wood, M. and P. Murray, Current Concepts in the Surgical Management
of Brachial Plexus Injuries. 2006, www. DCMSonline.org. p. 31-4.
8. Foster, M., Brachial Plexus Injury Traumatic. 2009, emedicine.
9. Grant, G., R. Goodkin, and M. Kliot, Evaluation and treatment of
traumatic peripheral nerve injuries, in Neurosurgical Operative Atlas
Spine and Peripheral Nerves, B. Brandenburg, Editor. 2007, Thieme
Medical Publisher: New York. p. 888-94.
10. Yoshikawa, T., et al., Brachial Plexus Injury: Clinical Manifestations,
Conventional Imaging Findings, and the Latest Imaging Techniques.
Radiographics, 2006. 26: p. 133-44.
11. Van, H., et al. MRI of the brachial plexus. Volume, 84-90
12. Bhandari, P., et al., Current trends in the management of brachial plexus
injuries. Indian Journal of Neurotrauma, 2008. 5(1): p. 21-5.
13. Aulina, S. and A. Pratiwi, Rehabilitasi pada nyeri dalam nyeri neuropatik
2001: Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI.

65

Anda mungkin juga menyukai