BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga
intrakranial dan tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput
otak dan 3 berasal dari lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat
tumor dan 13(33%) adalah akibat infeksi, terutama tuberculosis. Dari data tersebut
terdapat 6 kasus astrocytoma dan 3 kasus meningioma. Dalam kasus tersebut
masing-masing terdapat 2 kasus lagi yakni, pilocytic astrocytoma and
medulloblastoma. Selain itu juga terdapat kasus pineal tumour,
craniopharyngioma, pituitary adenoma, vestibular schwannoma dan
oligodendroglioma dan 6 kasus indeterminate . ada 3 kasus SOL yang mengenai
spinal yakni arachnoiditis, subdural abscess dan tuberculoma.2
2.1.3. Etiologi
1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf
pusat belum diketahui gejala klinis.
2. Faktor genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari
beberapa gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan
termasuk sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
4
2.1.4. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi:
1. Jinak
a. Acoustic Neuroma
b. Meningioma
c. Pituitary adenoma
d. Astrocytoma (grade1)
2. Malignan
a. Astrocytoma (grade 2)
b.Oligodendroglioma
c. Apendymoma
2.1.5. Patofisiologi
Peningkatan tekanan intrakranial adalah suatu mekanisme yang
diakibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari kranial adalah jaringan otak,
pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi
kranial mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, sebab ruang kranial
keras, tertutup tidak bisa berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi kranial biasanya disertai dengan
pertukaran timbale balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan
otak tidak dapat berkembang, tanpa berepengaruh serius pada aliran dan jumlah
cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL)
menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal
ini tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere akan
dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intrakranial dalam ruang kranial pada pertama kali
dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal.
Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun
dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan pCO2 dan
menurunkan pO2 dan pH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema
serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan intrakranial yang lebih
berat dan akan meyebabkan kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi,
maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau
herniasi kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada
berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri
serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal, dan serabut-serabut
saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu
mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan
temperature.4
6
lesi primer. Suatu tumor intrakranial dpat menimbulkan manifestasi yang tidak
sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:
a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik
atau tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak.
Saraf yang sering terkena tidak langsung adalah saraf III dan IV.
b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada
tumor yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.
c. Gangguan mental.
d. Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise.
2.1.7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada
tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan
pandang.8
Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:8
1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan
TIK, terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang
mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini
dikontrol oleh tekanan pada mekanisme refleks vagal yang terdapat di
medulla.
2. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan
daripada batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini
9
adanya lesi lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan
otak dan perdarahan subarakhnoid.8
Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk
dilakukannya biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan
diagnostik maupun terapi.
2. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi
tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang
otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi
perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial. 7
3. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk
menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi,
walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit.9
4. Foto Thoraks
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain,
terutama paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis
primer paru. Pada hematoma, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan /edema), dan fragmen tulang.9
5. USG Abdomen
Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada
orang dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering
daripada tumor primer otak.9
6. Biopsi
Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor
tersebut, sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan
12
stadium tumor dan menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan
dilakukan pengangkatan seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi.7
7. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu.
Dengan mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari
tumor otak tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini
kontraindikasi untuk dilakukan.7
9. Angiography
Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan
untuk beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk
mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama
apabila terlibat embuluh darah besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama
untuk tumor yang tumbuh ke bagian sangat dalam dari otak.7
2.1.9. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan.
Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus
abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik
yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural
hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural
hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada
subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm.7
13
2. Radioterapi
Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low
grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari
pembedahan parsial.7
3. Kemoterapi
Terapi utama jenis limfoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk
oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya
digunakan sebagai terapi tambahan.7
4. Antikolvusan
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien
dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan
intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang.7
Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain
itu dapat juga digunakan carbamazepin (600-1000mg/hari), fenobarbital (90-
150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).7
5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik
merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,
sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6
minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran
abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam
memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan
dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah
toksisitas.9
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana
intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Deksametason
adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal.
Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari, tetapi dosisnya dapat
14
7. Head up 30-45
Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga
akan membantu mengurangi TIK.7
9. Diuretika Osmosis
Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat dalam 30-60
menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah
edema serebri.7
2.1.10. Komplikasi
1. Gangguan fungsi neurologis
2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood
4. Gangguan disfungsi seksual.8
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA : Penurunan kesadaran
TELAAH :
- Hal ini dialami OS sejak 1,5 bulan yang lalu secara perlahan-lahan. 2
bulan sebelum penurunan kesadaran OS mengeluhkan nyeri kepala
(+), tetapi tidak turun dengan obat penghilang rasa sakit.
- Riwayat demam (+), hal ini dialami OS 1,5 bulan ini secara hilang
timbul, namun tidak turun dengan obat penurun panas.
- Riwayat batuk (+) 1,5 bulan yang lalu. Batuk berdahak (-) tidak
dijumpai. Batuk berdarah (-) tidak dijumpai.
- Muntah menyembur (-) tidak dijumpai.
- Riwayat kejang (+) dijumpai.
- Riwayat Stroke, Penyakit Jantung, Hipertensi dan DM disangkal.
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Digestivus : BAB (+) Normal
Traktus Urogenitaslis : BAK (+) Normal
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak ada
Intoksikasi dan obat-obatan : Ceftriaxone, Dexamethasone, Ranitidin,
Paracetamol
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain-lain : (-)
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal dan baik
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Perkawinan dan Anak : Sudah Menikah
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umun
Tekanan Darah : 150/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : 37.4
Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal
17
Genitalia
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
STATUS NEUROLOGI
Sensorium : Apatis, GCS 10 (E = 4, V=4, M=5)
Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulsasi A. Temporalis & Carotis (+)
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Transluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan
18
Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi Kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : Sulit Dinilai
Tinnitus : Sulit Dinilai
Nervus IX, X
Pallatum Mole : Dalam batas normal
Uvula : Dalam batas normal
Disfagia : Sulit Dinilai
21
Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Sulit Dinilai
SISTEM MOTORIK
Trofi : Sulit Dinilai
Tonus otot : Sulit Dinilai
Kekuatan otot : Sulit Dinilai ; Kesan lateralisasi ke kiri
Tic : (-)
Dan lain-lain : (-)
TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Sulit Dinilai
Propriosepttif : Sulit Dinilai
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : Sulit Dinilai
Pengenalan 2 titik : Sulit Dinilai
Grafestesia : Sulit Dinilai
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (++) (++)
Triceps : (++) (++)
Radioperiost : (+) (+)
APR : (++) (++)
KPR : (++) (++)
Strumple : (+) (+)
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hofman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
23
KOORDINASI
Lenggang : Sulit dinilai
Bicara : Sulit dinilai
Menulis : Sulit dinilai
Percobaan Apraksia : Sulit dinilai
Test telunjuk-telunjuk : Sulit dinilai
Test telunjuk-hidung : Sulit dinilai
Diadokokinesia : Sulit dinilai
Test tumit-lutut : Sulit dinilai
Test Romberg : Sulit dinilai
VEGETATIF
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-erektor : Dalam batas normal
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : (-)
Potens dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
VERTEBRA
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Sulit Dinilai
Pinggang : Sulit Dinilai
GEJALA-GEJALA SEREBELAR
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)
GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
FUNGSI LUHUR
Kesadaran kualitatif : Apatis
Ingatan baru : Sulit dinilai
Ingatan lama : Sulit dinilai
Orientasi
Diri : Sulit dinilai
Tempat : Sulit dinilai
Waktu : Sulit dinilai
Situasi : Sulit dinilai
Intelegensia : Sulit dinilai
Daya pertimbangan : Sulit dinilai
Reaksi emosi : Sulit dinilai
Afasia
25
Status Neurologis
Tanda Peningkatan TIK
- Nyeri kepala (+)
- Muntah (-)
- Kejang (+)
Tanda Perangsangan Meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Tanda Kernig (-)
- Tanda Brudzinski I/II (-)
Refleks Fisiologis ka ki
B/T ++/++ ++/++
APR/KPR ++/++ ++/++
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hofman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
Nervus Kranialis
N. I : Sulit Dinilai
N. II : RC +/+, pupil bulat isokor, OD=OS: 3mm
N. III,IV,VI : Dolls Eye Fenomena (+)
N. V : Refleks kornea (+)
N. VII : Sudut mulut simetris
N. VIII : Sulit Dinilai
27
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorax PA 25-1-2017
28
Monosit : 7,70 %
Eosinofil : 0,10 %
Basofil : 0,30 %
o Elektrolit :
Natrium : 135 mEq/L
Kalium : 3,7 mEq/L
Chlorida : 100 mEq/L
o Fungsi Ginjal :
BUN : 12 mg/dL
Ureum : 26 mg/dL
Kreatinin : 0,65 mg/dL
o KGD Sewaktu : 106 mg/dL
o Hati
SGOT : 48 U/L
SGPT : 165 U/L
Albumin : 2,9 g/dL
o Analisis Gas Darah
pH : 7, 460
pCO2 : 29 mmHg
pO2 : 182 mmHg
HCO3 : 20,6 U/L
Total CO2 : 21, 5 U/L
BE : -2,2 U/L
Sat. O2 : 100%
o Test Lain
Procalcitonin : 0,11 ng/dL
DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Apatis + Hemiparese Sinistra
Diagnosa Anatomis : Sub- kortex
Diagnosa Etiologi : SOL intrakranial
30
TATALAKSANA:
Tirah baring + Head up 300
IVFD R-Sol 20 gtt/mnt
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam/IV
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam/IV
Paracetamol 3 x tab 1
25-1-17 S: Penurunan kesadaran, Kejang (-) Apatis + Obs. - Bedrest + Head up 300
O: Sens: Apatis Konvulsi + - NGT terpasang
TD: 130/70 mmHg Hemiparese - IVFD R-Sol 20 gtt/mnt
HR: 84x/menit Sinistra ec SOL - Inj. Ceftriaxone 1gr/12
RR: 20x/menit intrakranial jam/IV
Temp: 37.4 - Inj. Dexamethasone 1
Peningkatan TIK : - amp/6 jam/IV
Perangsangan Meningeal : - - Inj. Ranitidin 1 amp/12
N. Kranialis jam/IV
N. II,III: RC +/+, pupil bulat isokor, - Paracetamol tab 3 x tab
3/3mm 1
N. III,IV,VI: Gerak bola mata (+)
N. IV,VI: Kiri parese
N. V : Refleks kornea (+)
N. VII : Sudut mulut simetris
Refleks Fisiologis
B/T : ++/++
APR/KPR : ++/++
Refleks Patologis
H/T : -/-
Babinski :-/-
Kekuatan Motorik : sulit dinilai,
kesan lateralisasi ke kiri
26-1-17 S: Nyeri kepala berkurang Sec. Headache - Bedrest + Head up 300
O: Sens: CM ec. SOL - NGT terpasang
TD: 130/70 mmHg intrakranial - IVFD R-Sol 20 gtt/mnt
HR: 72 x/i - Inj. Ceftriaxone 1gr/12
32
(+/+)
N. VII : Sudut mulut simetris
Refleks Fisiologis
B/T : ++/++
APR/KPR : ++/++
Refleks Patologis
H/T : -/-
Babinski :-/-
Kekuatan Motorik : sulit dinilai,
Lateralisasi tidak ada
30-1-2017 S: Nyeri kepala berkurang Secondary - Bedrest + Head up 300
O: Sens: CM Headache ec. - NGT terpasang
TD: 130/70 mmHg SOL - IVFD R-Sol 20 gtt/mnt
HR: 78 x/i Intrakranial - Inj. Ceftriaxone 1gr/12
RR: 20 x/I jam/IV
temp: 36.6 0C - Inj. Dexamethasone 1
Peningkatan TIK : - amp/6 jam/IV (H2)
Perangsangan Meningeal : - - Inj. Ranitidin 1 amp/12
N. Kranialis jam/IV
N. II,III: RC +/+, pupil bulat isokor, - Paracetamol tab 3 x 1
3mm ka = ki
N.III,IV,VI: Gerak bola mata (+/+)
N. VII : Sudut mulut simetris
Refleks Fisiologis
B/T : ++/++
APR/KPR : ++/++
Refleks Patologis
H/T : -/-
Babinski :-/-
Kekuatan Motorik :
34
BAB 4
DISKUSI KASUS
Definisi
Etiologi
2. Faktor genetik
neurofibromatosis.
Diagnosis
Penatalaksanaan
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi
edema peritumoral dan mengurangu
tekana intrakranial. Efeknya
mengurangi sakit kepala dengan
cepat. Dexamethasone adalah
kortikosteroid yang dipilh karena
aktivitas mineralkortikoid yang
minimal. Dosisnya dapat diberikan
mulai dari 16mg/hari, tetapi
dosisnya dapat ditambahkan
maupun dikurangi untuk mencapai
dosis yang dibutuhkan untuk
mengontrol gejala neurologik.6
7. Head up 30-45
Berfungsi untuk
mengoptimalkan venous return dari
kepala, sehingga akan membantu
mengurangi TIK.7
8. Menghindari Terjadinya
Hiperkapnia
PaCO2 harus dipertahankan
dibawah 40 mmHg, karena
hiperkapnia dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan aliran darah
ke otak sehingga terjadi
peningkatan TIK, dengan cara
hiperventilasi ringan disertai dengan
analisa gas darah untuk
menghindari global iskemia pada
otak.7
43
9. Diuretika Osmosis
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA