Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mangrove (Bakau) adalah jenis pohon yang tumbuh di daerah perairan dangkal
dan daerah intertidal yaitu daerah batas antara darat dan laut dimana pengaruh pasang
surut masih terjadi. Hutan mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang
tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi
oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi
pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari
gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
mengendapkan lumpur yang dibawa dari hulu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau).
Mangrove berkembang di habitat dengan ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh
Bengen (2001), sebagai berikut : 1. Tumbuh pada daerah intertidal yang tanahnya
berlumpur atau berpasir. 2. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai,
mata air, atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan
unsur hara, dan lumpur. 3. Terkena gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air
payau dengan salinitas 2-22 ppm atau asin dengan salinitas mencapai 33 ppm.
Lingkungan salin terutama menyebabkan dua bentuk cekaman (stress) pada
tumbuhan, yaitu cekaman osmotik (osmotic stress) dan cekaman keracunan
(toxicity stress), (Jacoby, 1999). Poljakoff-Mayber dan Lerner (1999) menyatakan bahwa
selain menyebabkan kedua hal di atas, juga akan mengalami cekaman sedikit oksigen (low
oxygen pressure strees). Cekaman oksigen yang dialami akar tumbuhan mangrove terjadi
karena tanahnya secara periodik digenangi oleh pasang air laut.
Selain kondisi lingkungan tersebut, sebagian besar hutan mangrove tumbuh baik di
daerah tropis yang memiliki radiasi sinar matahari dan suhu yang umumnya tinggi.
Sehingga tumbuhan mangrove juga mengalami cekaman radiasi sinar matahari dan suhu
yang tinggi.
Pada dasarnya berbagai kondisi lingkungan ekstrim yang meliputi lingkungan salin,
tanah jenuh air, kurangnya oksigen, dan radiasi sinar matahari serta suhu yang tinggi akan
menyebabkan terganggunya metabolisme tumbuhan, sehingga pada akhirnya akan
menyebabkan rendahnya produktivitas atau laju pertumbuhan tumbuhan mangrove.
Namun, hutan mangrove dapat tumbuh baik pada kondisi tersebut karena mampu
beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove
menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar
garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis seperti mekanisme
vivipary (Kalesaran, 2011).

1
Dalam tulisan ini akan mengkaji tentang kondisi fisik hutan mangrove, cara
beradaptasi mangrove terhadap lingkungan yang ekstrim, strategi reproduksi yang juga
merupakan mekanisme adaptasi, zonasi pada mangrove, dan manfaat mangrove.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diambil adalah :
1. Bagaimanakah kondisi fisik hutan mangrove?
2. Bagaimanakah cara adaptasi anatomi, morfologi dan fisiologis tumbuhan mangrove
pada lingkungan yang ekstrim?
3. Bagaimanakah strategi unik tumbuhan mangrove dalam bereproduksi?
4. Bagaimanakah zonasi mangrove berdasarkan tempat tumbuhnya?
5. Apakah manfaat mangrove secara fisik dan secara biologis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi fisik hutan mangrove.
2. Untuk mengetahui cara adaptasi anatomi, morfologi dan fisiologis tumbuhan mangrove
pada lingkungan yang ekstrim.
3. Untuk mengetahui strategi unik tumbuhan mangrove dalam bereproduksi.
4. Untuk mengetahui zonasi mangrove berdasarkan tempat tumbuhnya
5. Untuk mengetahui manfaat mangrove

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Hutan Mangrove


Menurut Kusmono (1997) kondisi fisik yang jelas nampak di daerah mangrove
adalah gerakan air yang minim. Adanya gerakan air yang minim mengakibatkan partikel-
partikel sedimen yang halus sampai di daerah mangrove cenderung mengendap dan
mengumpul di dasar. Hasilnya berupa lapisan lumpur halus yang menjadi dasar (substrat)
hutan. Sirkulasi air dalam dasar (substrat) yang sangat minimal, ditambah dengan
banyaknya bahan organik dan bakteri menyebabkan kandungan oksigen di dalam dasar
juga sangat minim, bahkan mungkin tidak terdapat oksigen sama sekali di dalam substrat.
Gerakan yang minim dalam hutan mangrove bertambah lebih kecil lagi oleh
pohon-pohon mangrove. Hal ini dikarenakan terdapat jenis-jenis mangrove yang
mempunyai sistem perakaran yang khas berupa akar-akar penyangga yang memanjang ke
bawah dari batang pohon. Jumlah akar yang demikian banyak dan padat di dalam hutan
mangrove sangat menghambat gerakan air. Kondisi ini mengakibatkan partikel-partikel
akan mengendap di sekeliling akar mangrove. Sekali mengendap, sedimen biasanya tidak
dialirkan lagi oleh gerakan air dalam hutan mangrove. Dengan cara inilah terjadi tanah
timbul di pinggir laut yang berbatasan dengan hutan mangrove. Selanjutnya tanah timbul
tersebut dikolonisasi oleh hutan mangrove. Jadi pada kondisi alam tertentu, hutan
mangrove dapat menciptakan tanah baru dipinggir laut.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah pasang surut air laut. Pada waktu air
pasang, melalui arus pasang masuklah air laut dan menyebabkan meningkatnya salinitas
air hutan mangrove. Pada waktu air surut melalui arus surut, air dalam hutan mangrove
mengalir keluar dan mengalirnya air tawar melalui air permukaan dan menurunkan
salinitas air dalam hutan mangrove. Dengan perkataan lain pasang surutnya air di hutan
mangrove, juga mengakibatkan berfluktuasinya salinitas air di dalam hutan mangrove.
Pada keadaan demikian, fluktuasi alami ini jelas dapat ditoleransi oleh pohon-pohon
mangrove asal salinitasnya tidak melebihi ambang batas yang diperlukan untuk
pertumbuhan pohon-pohon mangrove.
Perlu diperhatikan juga bahwa sebagian besar hutan mangrove tumbuh baik di
daerah tropis yang memiliki radiasi sinar matahari dan suhu yang umumnya tinggi.
Sehingga tumbuhan mangrove juga mengalami cekaman radiasi sinar matahari dan suhu
yang tinggi, (Onrizal, 2005).

3
B. Adaptasi Mangrove
Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan
sekitarnya untuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi akan bertahan
hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi kepunahan atau
kelangkaan jenis. Spesies mangrove berhasil tumbuh di lingkungan air laut karena memiliki beberapa
bentuk adaptasi khas. Adaptasi ini umumnya terkait dengan upaya untuk bertahan dalam
kondisi salin, bertahan dalam tanah lumpur anaerob dan tidak stabil, radiasi matahari, suhu yang tinggi
serta untuk perkembangbiakan.

B.1. Adaptasi Terhadap Salinitas


Ada tiga mekanisme yang dilakukan oleh tumbuhan mangrove untuk bertahan
terhadap kelebihan garam dari lingkungannya yaitu :
a. Mensekresi garam (salt-secretors).
Jenis mangrove ini menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian
mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon. Secara
khusus pohon mangrove yang dapat mensekresikan garam memiliki salt glands di
daun yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl-. Beberapa contoh
mangrove yang dapat mensekresikan garam adalah : Aegiceras, Aegialitis,
Avicennia, Sonneratia, Acanthus, dan Laguncularia.

Gambar 1. Salt Gland/Kelenjar pengeluaran garam pada daun mangrove


(http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=16)

4
Berikut ini adalah beberapa gambar struktur anatomi daun tumbuhan
mangrove yang memiliki kelenjar garam :

Gambar 2. Kelenjar Garam


(A) Penampang Melintang Kelenjar Garam pada Daun Limonium Gmelini . Secara relatif
kelenjar terdiri dari 16 sel kelenjar, di mana pada simplas kontak via 4 sel pengumpul
dengan sel mesofil mengandung kloroplas. Sel-sel kelenjar di permukaan daun tertutup oleh
lapisan lilin (terlihat berwarna hitam) dan hanya terbuka pada tempat khusus, yaitu pori (P).
(B) Diagram melintang dari rambut kandung kemih (bladder hair) pada daun Atriplex
spongiosa. (C, D) Aegiceras corniculatum, (E, F) Acanthus Ilicifolius, dan (G, H) Avicennia
marina (Tomlinson, 1986) dalam
(http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove)

5
b. Tidak dapat mensekresi garam (salt-excluders).
Jenis mangrove ini menyerap air dengan menggunakan akarnya tetapi tidak
mengikutsertakan garam dalam penyerapan tersebut. Mekanisme ini dapat terjadi
karena mangrove jenis ini memiliki ultra filter di akarnya sehingga air dapat diserap
dan garam dapat dicegah masuk ke dalam jaringan. Beberapa contoh mangrove
yang dapat melakukan mekanisme ini adalah: Rhizophora, Ceriops, Sonneratia,
Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum,
Lumnitzera, Hibiscus, Eugenia.
(http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=16)

c. Mengakumulasi garam (accumulators)


Mangrove memiliki mekanisme untuk mengakumulasi garam di dalam
jaringannya. Jaringan yang dapat mengakumulasi cairan garam terdapat di akar,
kulit pohon, dan daun yang tua. Daun yang dapat mengakumulasi garam adalah
daun yang sukulen yaitu memiliki jaringan yang banyak mengandung air dan
kelebihan garam dikeluarkan melalui jaringan metabolik. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa daun yang jatuh dari pohon diduga merupakan suatu
mekanisme untuk mengeluarkan kelebihan garam dari pohon yang dapat
menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Garam yang terdapat di dalam
pohon mangrove dapat mempengaruhi enzim metabolik dan proses fotosintesis,
respirasi, dan sintesa protein.
Konsentrasi garam yang tinggi tersebut dapat menghambat ribulose difosfat
karboksilase suatu enzim dalam proses karboksilase. Beberapa jenis mangrove
yang memiliki mekanisme dapat mengakumulasi garam adalah : Xylocarpus,
Excoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera.
(http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=16)

B.2. Adaptasi Terhadap Kondisi Anaerob


Tumbuhan mangrove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di tanah yang
lembut, asin dan kekurangan oksigen. Karena tanah mangrove seringkali anaerob,
maka beberapa tumbuhan mangrove membentuk struktur khusus yaitu pneumatofora
(akar napas). Akar di atas tanah ini dipenuhi dengan jaringan parenkim spons
(aerenkim) dan memiliki banyak lubang-lubang kecil di kulit kayu sehingga oksigen
dapat masuk dan diangkut ke sistem akar di bawah tanah. Akar ini juga berfungsi
sebagai struktur penyokong pohon di tanah lumpur yang lembut.
Pneumatofora (akar napas) adalah akar tegak yang dapat merupakan alat
tambahan dari atas batang atau pemanjangan sistem akar di bawah tanah. Akar ini,

6
sebagian atau seluruhnya, tergenang dan terpapar setiap hari, sesuai dengan pola
aliran pasang surut. Pada saat terpapar, akar dapat menyerap oksigen. Lumpur
mangrove bersifat anaerob (miskin oksigen) dan tidak stabil. Tumbuhan mangrove
dapat memiliki bentuk akar yang berbeda untuk beradaptasi dengan kondisi ini. Akar
horizontal yang menyebar luas, dimana pneumatofora tumbuh vertikal ke atas
merupakan jangkar untuk mengait pada lumpur yang labil. Sistem perakaran di bawah
tanah dapat lebih besar dibandingkan sistem perakaran di atas tanah.
Terdapat 4 (empat) tipe pneumatofora, yaitu (1) akar penyangga (stilt or prop),
(2) akar pasak (snorkel, peg or pencil), (3) akar lutut (knee or knop), dan (4) akar
papan (ribbon or plank). Tipe akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat
berkombinasi dengan akar tunjang (buttres) pada pangkal pohon. Sedangkan akar
penyangga akan mengangkat pangkal batang keatas tanah.

1). Akar penyangga


Pada Rhizophora akar panjang dan bercabang-cabang muncul dari pangkal batang
untuk menyangga batang. Akar ini dikenal sebagai prop root dan pada akhirnya
akan menjadi stilt root apabila batang yang disangganya terangkat ke atas hingga
tidak lagi menyentuh tanah. Akar penyangga membantu tegaknya pohon karena
memiliki pangkal yang luas untuk mendukung di lumpur yang lembut dan tidak
stabil. Juga membantu aerasi pada saat laut surut.

Gambar 3. Akar penyangga pada Rhizophora


(http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove)

2). Akar pasak


Pada Avicennia dan Sonneratia, pneumatofora merupakan cabang tegak dari akar
horizontal yang tumbuh di bawah tanah. Pada Avicennia bentuknya seperti pensil
atau pasak dan umumnya hanya tumbuh setinggi 30 cm, sedangkan pada
Sonneratia tumbuh lebih lambat namun dapat membentuk massa kayu setinggi

7
3 m, kebanyakan setinggi 50 cm. Pada ekosistem alami mangrove di teluk Botany,
Sidney masih dapat dijumpai pohon Avicennia marina yang memiliki pneumatofora
setinggi lebih dari 28 m, meskipun kebanyakan tingginya hanya sekitar 4 m.

Gambar 4. Akar pasak pada Avicennia


(http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove)

3). Akar lutut


Pada Bruguiera dan Ceriops akar horizontal tumbuh sedikit di bawah permukaan
tanah, dan secara teratur tumbuh vertikal ke atas kemudian kembali tumbuh ke
bawah, sehingga berbentuk seperti lutut yang ditekuk.Setiap akar horizontal dapat
membentuk rangkaian lutut dengan jarak teratur secara berulang-ulang. Bagian di
atas tanah (lutut) membantu aerasi dan karena tersebar sangat luas dapat menjadi
tempat bertahan di lumpur yang tidak stabil. Lumnitzera membentuk akar lutut kecil
yang bentuknya merupakan kombinasi antar akar lutut dan akar pasak.

Gambar 5. Akar lutut pada Bruguiera


(http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove)

4). Akar papan


Pada Xylocarpus granatum akar horizontal tumbuh melebar secara vertikal ke atas,
sehingga akar berbentuk pipih menyerupai papan. Struktur ini terbentuk mulai dari
pangkal batang. Akar ini juga melekuk-lekuk seperti ular yang sedang bergerak dan

8
bergelombang. Terpaparnya bagian vertikal memudahkan aerasi dan tersebarnya
akar secara luas membantu berpijak di lumpur yang tidak stabil.

Gambar 6. Akar papan pada Xylocarpus granatum


(http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove)

Struktur Anatomi Pneumatophora

Menurut Purnobasuki (2013), pada penampang lintang pneumatophora secara


jelas menunjukkan bahwa struktur dari ruang udara tersusun dari sel-sel yang
berdiferensiasi membentuk struktur memanjang dan berlekuk (sel lengan) dan sel-
sel membulat (sel silinder). Secara terintegrasi sel lengan dan sel silinder
membentuk semua ruang-ruang udara yang terbentuk dalam korteks
pneumatophore. Intensitas warna pada sel lengan tampak lebih gelap
dibandingkan sel silinder. Secara umum dari gambar terlihat kumpulan ruang
udara pada pneumatophore Sonneratia alba menyerupai bentuk jaringan spons atau
broad lacunose cortex.

Gambar 7. Jaringan korteks dewasa pneumatophore Sonneratia alba yang telah dipenuhi
ruang udara (aerenchyma). Penyusun masing-masing ruang udara terdiri dari sel lengan
(bentuk memanjang dan berlekuk, intensitas warna lebih gelap) dan sel silinder (bentuk bulat
dan tidak terwarnai)

9
B.3. Adaptasi Terhadap Sinar Matahari dan Suhu Udara Tinggi
Hampir semua jenis mangrove, daun-daunnya mempunyai sejumlah
kenampakan anatomi yang membatasi hilangnya uap air. Hal ini mencakup kutikula
yang tebal, lapisan lilin, dan stomata yang tersembunyi, yang semuanya terdapat pada
permukaan abaksial pada beberapa jenis mangrove, seperti Sonneratia sp., Osbornia
sp., Lumnitzera sp., dan laguncularia sp. (Macnae, 1986 dalam Sukardjo, 1996).
Anatomi daun mangrove tersebut merupakan adaptasi terhadap kondisi lingkungan
mangrove yang memiliki radiasi sinar matahari dan suhu udara tinggi,
Keunikan daun mangrove sebagai adaptasi terhadap lingkungan yang
biasanya mempunyai radiasi sinar matahari yang tinggi terlihat pada daun-daun yang
posisinya terbuka pada tajuk teratas secara tajam condong, kadang-kadang posisinya
mendekati vertikal, sedangkan daun yang ternaungi yang berada jauh di antara tajuk,
cenderung posisinya horizontal. Akibatnya radiasi sinar matahari terseleksi sepanjang
permukaan fotosintetik luas, sementara pemasukan panas per unit luas daun dan
suhu menjadi berkurang (Onrizal, 2005)
Lingkungan tempat tumbuh mangrove yang memiliki radiasi sinar matahari
dan suhu udara yang umumnya tinggi mendorong laju transpirasi yang tinggi pula,
namun pada kenyataannya mangrove memiliki laju traspirasi yang rendah yang
disebabkan oleh adaptasi anatomi daunnya. Berdasarkan hasil pengukuran
Scholander et al. (1962) dalam Tomlinson (1986) diketahui bahwa laju transpirasi
vegetasi mangrove, yakni sebesar 1,5 7,5 mg/dm2/mnt secara nyata lebih rendah
dibandingkan laju transpitasivegetasi daratan, yakni sebesar 10 55 mm/dm 2/mnt
(Onrizal, 2005)

C. Strategi Unik Reproduksi Tumbuhan Mangrove Melalui Vivipari dan Kriptovivipari


Vivipari adalah kondisi dimana embryo pertama kali tumbuh, memecah kulit biji
dan keluar dari buah pada saat masih melekat pada tumbuhan induk,misalnya pada
Bruguiera, Ceriops, Kandelia dan Rhizophora. Kriptovivipari (Yunani: kryptos, tersembunyi)
adalah kondisi dimana embryo tumbuh dan memecah kulit biji, namun tidak keluar dari kulit
buah hingga lepas dari tumbuhan induk, misalnya pada Aegiceras, Avicennia dan Nypa.
Vivipari disebabkan karena mangrove tumbuh pada kondisi yang relatif tidak
stabil, sehingga memerlukan propagul yang tahan lama dan dapat tumbuh dengan cepat,
misalnya seedling Rhizophora yang berbentuk runcing seperti anak panah sering tumbuh
langsung di bawah induknya karena tarikan gravitasi, meskipun hal ini dapat menyebabkan
kekalahan dalam berkompetisi dengan tumbuhan induk untuk mendapatkan cahaya, hara
dan lain-lain. Melalui vivipari perkecambahan embryo dimulai sejak biji masih menempel

10
pada pohon induk. Ketika buah jatuh sudah berupa seedling yang dapat membentuk akar
pada tanah di bawahnya.
Vivipari merupakan mekanisme adaptasi untuk mempersiapkan seedling
tersebar jauh, dapat bertahan dan tumbuh dalam lingkungan salin. Selama terjadi vivipari,
propagul diberi makan oleh pohon induk, sehingga propagul dapat menyimpan dan
mengakumulasi karbohidrat atau senyawa lain yang nantinya diperlukan untuk
pertumbuhan mandiri. Struktur kompleks seedling pada awal pertumbuhan ini akan
membantu aklimatisasi terhadap kondisi fisik lingkungan yang ekstrim. Kebanyakan
seedling tidak tumbuh di sekitar induk, namun mengapung selama berminggu-minggu
hingga jauh dari induknya. Pada kondisi tanah yang sesuai seedling ini dapat berakar dan
tumbuh dengan cepat dalam beberapa hari. Propagul yang berumur panjang,
menyebabkan mangrove dapat tersebar pada area yang luas.

(b)

(a)

Gambar 8. Propagul (a) pada Bruguiera cylindrica dan (b) pada Aegiceras comiculata
(http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove)

Berikut ini adalah gambar daur hidup Mangrove :

Gambar 9. Daur Hidup Mangrove


(http://konservasi-laut.blogspot.com/2011/09/daur-hidup-mangrove.html

11
D. Zonasi Mangrove Berdasarkan Tempat Tumbuhnya
Kemampuan adaptasi mangrove menimbulkan adanya vegetasi dominan pada
tempat tumbuh yang berbeda. Berdasarkan tempat tumbuhnya mangrove dikelompokkan
menjadi beberapa zonasi, yaitu :
1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan zona paling luar dari hutan mangrove.
Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia
banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia sp. Karena tumbuh dibibir laut, jenis ini
memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasaan air laut.
Zona ini juga merupakan zona perintis atau pionir karena terjadinya penimbunan
sedimen tanah akibat cengkraman perakaran dari jenis tumbuhan ini.
2. Zona Rhizophora, yang terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia.
Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran
tanaman terendam selama terjadinya pasang air laut.
3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora.
Pada zona ini tanah berlumpur agak keras dan perakaran hanya terendam pasang dua
kali sebulan.
4. Zona Nipah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan.
Zona ini sebenarnya tidak harus ada kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir dari
sungai kelaut. Zona Nipah merupakan zonasi yang masih lengkap karena semua jenis
tumbuhan masih terdapat di dalam kawasan ini, Di beberapa kawasan serta kepulauan
Indonesia tidak seluruh zonasi ada. Ketidak sempurnaan zonasi ini disebabkan oleh
beberapa faktor, misalnya ketidaksempurnaan penggenangan atau pasang surut air
laut.

Gambar 10. Zonasi Mangrove Alami Yang Masih Lengkap


Keterangan :
1. Avicennia sp. 5. Rhizophora apiculata
2. Sonneratia sp. 6. Bruguiera sp.
3. Rhizophora stylosa 7. Nypha sp.
4. Rhizophora mucronata
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31262/4/Chapter%20II.pdf

12
E. Manfaat Mangrove
Manfaat / Fungsi Fisik :
1. Menjaga agar garis pantai tetap stabil
2. Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi.
3. Menahan badai/angin kencang dari laut
4. Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya
lahan baru.
5. Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang
tawar
6. Penghasil O2 dan penyerap CO2

Manfaat / Fungsi Biologik :


1. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton,
sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.
2. Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang.
3. Tempat berlindung, bersarang dan berkembang.biak dari burung dan satwa lain.
4. Sumber plasma nutfah dan sumber genetik.
5. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
http://peri-laut.blogspot.com/2011/05/ekosistem-mangrove.html

13
BAB III
KESIMPULAN

1. Kondisi fisik hutan mangrove yang ada yaitu gerakan air atau sirkulasi air yang minim,
substrat berlumpur, rendahnya atau tidak adanya oksigen, adanya salinitas tinggi,
gerakan pasang surut yang mempengaruhi salinitas, radiasi cahaya matahari dan suhu
yang tinggi.
2. Beberapa tumbuhan mangrove memiliki kelenjar garam sebagai bentuk adaptasi anatomi
terhadap salinitas tinggi. Tumbuhan mngrove juga memiliki struktur khusus yaitu
pneumatophora (akar napas), seperti akar penyangga, akar pasak, akar lutut, dan akar
papan sebagai bentuk adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap kondisi anaerob hutan
mangrove.
3. Terdapat mekanisme vivipary dan kriptovivipary sebagai bentuk adaptasi reproduksi
tumbuhan mangrove terhadap substrat berlumpur.
4. Kemampuan adaptasi mangrove menimbulkan adanya vegetasi dominan pada tempat
tumbuh yang berbeda, dan berdasarkan tempat tumbuhnya mangrove dikelompokkan
menjadi beberapa zonasi, yaitu : zona Avicennia, zona Rhizophora, zona Bruguiera,
zona Nipah.
5. Manfaat mangrove secara fisik adalah menjaga agar garis pantai tetap stabil, melindungi
pantai dari bahaya erosi dan abrasi, menahan badai/angin kencang dari laut, menahan
hasil proses penimbunan lumpur sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru,
menjadi wilayah penyangga dimana berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan
yang tawar, sebagai penghasil O2 dan penyerap CO2. Sedangkan manfaat mangrove
secara biologis adalah menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan
penting bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan, tempat
memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang, tempat
berlindung, bersarang dan berkembang.biak burung dan satwa lain, sumber plasma
nutfah dan sumber genetik, merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G., 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jacoby, B. 1999. Mechanism Involved in Salt Tolerance of Plants dalam Pessarakli, M.


(Ed.). Handbook of Plant and Crop Stress. 2nd edition. Marcel Dekker Inc. New
York. pp. 97-124.

Kalesaran, P. 2011. Mangrove. Universitas Negeri Manado. Manado

Kusmono, C., 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove, Makalah Pelatihan
Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari Angkatan I PKSPL. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove Pada Lingkungan Salin dan Jenuh Air, Skripsi.
Jurusan Kehutanan Fak. Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Poljakoff-Mayber, A. Dan H.R.Lerner.1999. Plants in Salin Environment dalam Pessarakli,


M. (Ed.). Handbook of Plant and Crop Stress. 2nd edition. Marcel Dekker Inc.
New York. pp. 125-151

Purnobasuki, H. 2013. Struktur Internal Transport Oksigen Pada Pnematophore Akar


Mangrove Sonneratia alba J.Smith. Jurnal BIOSCIENTIAE Volume 10, Nomor
2, Juli 2013, Halaman 80-85

Tomlinson, P. B., 1986. The Botany of Mangroves, Cambridge UniversityPress.

Sukardjo, S. 1996. Fisiologi MangroveSuatu Catatan Pengetahuan. Pelatihan Pelestarian


dan Pengembangan Ekosistem Mangrove Secara Terpadu dan Berkelanjutan.
PSL-PPLH Unibraw, Malang.

http://konservasi-laut.blogspot.com/2011/09/daur-hidup-mangrove.html

http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31262/4/Chapter%20II.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai