Anda di halaman 1dari 43

Rumah Sakit Dr.

Pirngadi Kota Medan


Ruang XXI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Akhir-akhir ini Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau PPOK
semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitas
yang terus meningkat. Di amerika kasus kunjungan pasien PPOK dinstalasi gawat
darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit,
119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyabab kematian, PPOK
menduduki peringkat keempat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit
serebrovaskular. Biayayang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 dolar
miliar pertahunnya. World health organization (WHO) memperkirakan bahwa
menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai
penyebab penyakit tersering peningkatannya akan meningkat dari kedua belas
menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari keenam jadi
ketiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga department. Kesehatan. Dep.
Kes. RI tahun 1992 PPOK dan asma bronchial menduduki peringkat keenam.
Merokok merupakan faktro resiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor
resiko lainnya seperti polusi udara, faktor penduduk, faktor genetic dan lain-lain.

1.2 TUJUAN
Penulisan laporan kasus ini memiliki beberapa tujuan dengan perincian
sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi dari COPD
2. Mengetahui epidemiologi dari COPD
3. Mengetahui etiologi dari COPD
4. Mengetahui Patofisiologi dari COPD
5. Mengetahui Manifestasi klinis dari COPD
6. Mengetahui diagnosis dari COPD
7. Mengetahui komplikasi dari COPD
Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 1
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

8. Mengetahui penatalaksanaan dari COPD


9. Mengetahui prognosis dari COPD

1.3 MANFAAT
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca
dan bagi penulis sendiri tentunya. Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan
mampu membangun pola fikir yang terarah dan sistematis, menambah
pengetahuan tentang COPD. Sehingga dapat membantu mahasiswa dalam
melakukan anamnesa terhadap suatu penyakit dan mahasiswa dapat menegakkan
diagnosis yang tepat serta penanganan terhadap penyakit.

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 2
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Chronic obstruksi pulmonary disease (COPD) merupakan penyakit yang
dapat di cegah dan diobati dengan karakteristik hambatan aliran udara menetap
dan progresif yang disertai dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada
saluran nafas dan paru terhadap partikel berbahaya .2

2.3. Epidemiologi
Insidensi PPOK pada penduduk negeri belanda ialah 10-15% pria dewasa, 5%
wanita dewasa dan 5% anak-anak. Faktor resiko yang utama adalah rokok. Perokok
mempunyai resiko 4 kali lebih besar daripada bukan perokok, dimana faal paru cepat
menurun.
Penderita pria banding wanita = 3-10 : 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan
erat dengan alergi dan hiperaktivitas bronkus. Didaerah perkotaan, insiden PPOK 1,5
x lebih banyak daripada di pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-anak sering
batuk, berdahak, Sering sesak, kelak pada masa tua sering timbul emfisema.

2.4. Etiologi
Faktor resiko
1. Pajanan asap rokok
Merokok merupakan temuan yang paling umum berhubungan dengan
bronchitis kronis selama kehidupan dan luasnya empisema pada
pemeriksaan pasca mati. Penelitian menunjukkan bahwa merokok yang
lama mengganggu pergerakan silia,menghambat fungsi magrofag
alveolar dan akhirnya menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia kelenjar

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 3
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

pengsekresi mucus, pajanan yang massif menimbulkan emfisematus.


Mrerokok juga menghambat antiprotase yang menyebabkan leukosit
polimorfonukleus melepaskan enzim proteolitik secara tiba-
tiba.Menghirup asap rokok dapamenghasilkan peingkatkan resistensi
jalan napas secara tiba-tiba akibat konstrksi otot polos melalui saraf
vagus,diduga melalui perangsangan reseptor iritan submukosa.
2. Polusi udara di dalam ruangan, seperti bahan biomass untuk memasak
dan memanaskan.Insidensi dan angka kematian untuk bronchitis kronis
jelas berhubungan dengan periode polusiberat dengan sulfur dioksida
(SO2)dan unsure yang sangat kecil. Semetara nitrogen dioksida (NO2)
dapat menimbulkan obstruksi jalan napas kecil (bronchitis).
3. Pekerjaan yang berkaitan dengan paparan bahan kimia dan partikel
yang lama dan terus menerus. Bronkitis kronis lebih sering ditemukan
pada pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan yang
memanjakannya dengan debu anorganik atau organic terhadap gas
beracun.
4. Polusi udara diluar ruangan.
5. Genetik diketahui berperan dalam terjadinya PPOK yaitu defesiensi
antitripsin alfa-1.
6. Masalah pada paru yang terjadi pada saat masa gestasi atau saat kanak-
kanak (berat badan lahir rendah,infeksi pernafasan)juga berpotensial
meningkatkan resiko terjadinya PPOK.1,2

2.5. Klasifikasi

Derajat Klinis Faal paru


Gejala klinis batuk,
produksi sputum
Derajat I : PPOK Gejala batuk kronik, dan VEP1 / KVP < 70%

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 4
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

ringan produksi sputum ada tapi 50% < VEP1 < 80%
tidak sering. Pada derajat Prediksi
ini pasien sering tidak
menyadari bahwa faal
paru mulai menurun
Derajat II : PPOK Gejala sesak mulai VEP1 / KVP < 70%
sedang dirasakan saat aktivitas 50% < VEP1 < 80%
dan kadang juga Prediksi
ditemukan gejala batuk
dan produksi sputum.
Pada derajat ini pasien
mulai memeriksakan
kesehatannya
Derajat III : PPOK Gejala sesak lebih berat,
berat penurunan aktivitas, rasa
lelah dan serangan
eksaserbasi semakin
sering dan berdampak
pada kualitas hidup
pasien
Derajat IV : PPOK Gejala diatas ditambah
sangat Berat tanda-tanda gagal jantung
kanan dan
ketergantungan oksigen.
Pada derajat ini kualitas
hidup pasien memburuk
dan jika eksaserbasi dapat
mengancam jiwa

I. Pink Puffer atau disebut juga tipe A atau tipe emfisema

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 5
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Secara klinis ditandai dengan dyspnoe dimana pada permulaan terjadi


bersamaan dengan adanya gerak badan (exertional dyspnoe). Pada keadaan
yang lebih dyspnoe akan semakin progresif dimana terjadi juga pada saat
istirahat, teruma pada pasien yang berusia tua. Pada keadaan ini
prognosisnya biasanya buruk. Bila terjadi infeksi sputum biasanya menjadi
kental dan banyak, serta sulit dikeluarkan. Pada tipe A ini biasanya sesak
napas berlangsung secara progresif dan terdapat gangguan difusi gas serta
kegagalan ventricular. Pada umumnya tipe ini prognosisnya buruk.

II. Blue Bloater atau disebut juga tipe B atau tipe bronchitis
Pada tipe B yang disebabkan oleh bronchitis kronik gambaran penyakitnya
berbeda dengan tipe A. keadaan ini terjadi pada pasien merokok, secara
klinis ditandai dengan gejala batuk, produksi sputum yang banyak, dan
sesak napas yang terjadi secara periodic terutama pada saat batuk. Keluhan
ini akan menjadi lebih jelas bila terjadi infeksi. Berbeda dengan tipe A
pasien tidak kurus, bahkan kemungkinan gemuk. Bila tidak terdapat
serangan, pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Pada pasien
ini dapat ditemukan adanya sianosis dan edema yang disebabkan karena
adanya kegagalan pada ventricular kanan, oleh itu disebut blue bloater.
Pada pemeriksaan radiologis ditemukan tambahan adanya gambaran
pemubuluh darah ventricular kanan yang membesar dan juga terdapat
pelebaran dari arteri pulmonalis. Pada ekg didapatkan gambaran p
pulmonal. Tanda yang karakteristik pada tipe b ini adanya sesak napas
yang terjadi secara episodic yang disertai dengan kegagalan jantung kanan
yang dapat membahayakan.

III. Gabungan tipe A dan tipe B


Gabungan dari tipe A dan tipe B ini sebenarnya merupakan bagian dari
COPD yang disebabkan oleh asma. Pada keadaan ini dapat ditemukan
bronkospasme dan emfisema.

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 6
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Blue Bloater (Bronkitis) Pink Puffer (emfisema)


Kulit : Sianosis Kulit : kemerah-merahan
Batuk menonjol Batuk tidak menonjol
Dahak banyak Dahak sedikit
Sesak intermitten Sesak progresif
Gemuk Kurus
Perkusi normal Perkusi hipersonor
Diameter AP normal Diameter AP bertambah
Radiologi : normal atau corakan Radiologi : hiperlusen, sela iga
paru meningkat melebar, diafragma letak
rendah/datar

Patofisiologi
Berdasarkan penggunaan nilai aliran yang diperoleh dari maneuver
kavasitas vital ekspirasi paksa dan pengukuran resistensi jalan napas yang jauh
lebih canggih dan sifat kelenturan elastik paru, sudah jelas bahwa bronchitis
kronik dan emfisema dapat terjadi tanpa disetrai dengan obstruksi. Akan
tetapi, sewaktu pasien mulai merasakan dipsnea sebagai akibat proses ini,
obstruksi selalu dapat ditemuakan. Karena bronchitis kronik dan emfisema
biasanya ditemukan bersamaan, kelihatannya sia-sia untuk menentukan peran
masing-masing dalam menyebabkan kecavatan seorang pasien.
Baik bronchitis kronis maupun emfisema dapat menimbulkan penyempitan
jalan napas,hilangnya recoil plastic pada emfisema menyebabkan penurunan
caliber jalan napas akibat traksi radikal pada jalan napas. Penyempitan saluran
napas sering berhubungan baik dengan peningkatan resistensi jalan napas dan
pengurangan nilai aliran ekspirasi maksimal. Ada kejadian ketika resistensi
jalan napas yang normal ataupun meningkat sedikit disertai dengan nilai aliran
ekspirasi maksimal yang rendah. Pada keadaan seperti ini, peningkatan

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 7
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

kemampuan kolaps intra thoraks selama ekshalasi paksa merupakan penjelasan


yang memungkinkan. Juga dalam konteks ini,tekanan recoil elastic paru harus
dipikirkan dalam cara yang sedikit berbeda. Selain ikut membantu jalan napas
selama pernafasan tenang, sifat recoil elastic paru bekerja sebagai penentu
utama rata-rata aliran ekspirasi paksa maksimal.Tekanan rekoil static paru
adalah perbedaan antara tekanan alveolar dan intrapleura.Selama ekshalasi
paksa, bila tekanan alveolar dan intrapleura tinggi, ada tempat di dalam jalan
napas dengan tekanan bronchial sama dengantekanan pleura.Aliran tidak akan
meningkat dengan tekanan pleura lebih tinggi setelah tempat ini terfiksasi
sehingga tekanan efektif antara alveolus dan titik-titik tersebut adalah tekanan
recoil elastic paru. Oleh karena itu nilai aliran ekspirasi maksimal merupakan
kompleks dan dinamika yang saling mempengaruhi antara kaliber jalan napas,
tekanan rekoil elastik dan kemampuan koalps jalan napas. Sebagai akibat
langsung perubahan hubungan tekanan dan aliran udara, kerja prnafasan
meningkat pada bronchitis dan emfisema. Karena kerja aliran dan resistensi
bergantung pada nilai aliran, ditemukan peningkatan yang tidak sebanding
pada kerja pernapasan dengan peningkatan ventilasi.
Subsidi volume paru yang bersifat abnormal pada berbagai tingkatan
bronchitis dan emfisema. Volume residual dan kapasitas residual fungsional
hampir selalu lebih tinggi dari normal. Karena kapasitas residual fungsional
hampir selalu lebih tinggi dari niali normal. Karena kapasitas residual
fuangsional yang normal adalah volume dengan rekoil ke dalam paru
diimbangi oleh rekoil keluar dinding dada, hilangnya recoil elastic paru dengan
jelas akan menyebabkan kapasitas residual fungsional static yang lebih tinggi.
Selain itu, pemanjangan ekspirasi dalam hubungannya dengan obstruksi akan
mengarah pada peningkatan dianmik kapasitas residual fungsional bila
inspirasi dimulai sbelum system respirasi mencapai titik keseimbangan statik.
Peningkatan kapasitas total paru sering ditemukan berhubungan dengan elastic
recoil paru. Kapasitas vital sering kali menurun, namun obstruksi jalan napas

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 8
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

yang bermakna dapat ditemukan pada kapasitas vital yang normal atau
mendekati normal.
Kerusakan yang ditimbulkan akibat proses pada jalan napas dan parenkim
sesungguhnya jauh labih luas daripada perubahan mekanis. Maldistribusi gas
yang dihirup dan aliran darah selalu dapat ditemukan bila ketidaksesuaian
tersebut berat, gangguan pertukaran gas dilukiskan pada abnormalitas gas
darah arteri. Beberapa daerah di paru, ventilasinya melebihi perfusi sehingga
peningkatan rasio ventilasi pembuangan. Pada pembentukan CO2 istirahat
normal, ventilasi alveolar berakhir efektif, seperti yang dilukiskan oleh PCO2
arteri dapat berlebih, normal, atau insufisiensi bergantung pada hubungan pada
volume semenit keseluruhan dengan rasio ventilasi buangan. Menifestasi klinis
sebagian besar bergantung pada respon ventilasi terhadap gangguan fungsi
paru. Faktor yang berkaitan dengan respon ventilasi yang jelas
mempertahankan kadar PCO2 arteri yang relative normal atau rendah dengan
peningkatan dorongan ventilasi yang relative terhadap nilai gas darah.
Dorongan ventilasi yang hilang berkaitan dengan perubahan nilai gas darah
yang leibih berat. Malfungsi sirkulasi paru tidak saja akibat distribusi aliran
darah setempat tetapi akibat gangguan seluruh hubungan kekanan dan aliran.
Sering ditemukan hipertensi paru derajat ringan sampai berat. Pada saat
istirahat dengan semakin bertambahnya penyimpangan peningkatan curah
jantung selama latihan jasmani. Pengurangan seluruh daerah potongan
melintang jaringan vaskuler paru mungkin berperan dalam perubahan anatomic
dan konstriksi otot polos pembuluh darah di dalam arteri dan arteri pulmonal.
Dyspnoe dan gangguan kerja fisis hanya merupakan tanda khas pada
obstruksi jalan napas berat sampai sedang. Ditemukan variasi diantara pasien
dengan predominan emfisema menderita dyspnoe lebih berat dan hambatan
terhadap aktivitas fisik disertai dengan derajat obstruksi yang lebih sedikit
dibandingkan dengan pasien yang didominasi dengan bronchitis kronik.
Sebagian besar pasien secara fungsional mengalami penyakit gabungan dan
biasanya mengalami dyspnoe sewaktu bekerja bilamana volume ekspirasi

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 9
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

paksa semenit (FEP1) turun dibawah 50% nilai yang diperkirakan. Selain
dyspnoe yang ditemukan pada saat istirahat, hambatan karbondioksida dan cor
pulmonal sering terjadi bilamana FEP1 turun dibawah 25% dari nilai yang
diperkirakan. Akan tetapi, pasien dengan predominan bronchitis sering
mengalami hambatan karbondioksida dan cor pulmonal dengan nilai FEP1
diatas 25% dari nilai normal, sebaliknya pada pasien dengan predominan
emfisema, yang FEP1 biasanya turun dibawah nilai sebelum awitan hambatan
karbondioksida dan cor pulmonal terjadi. Pada infeksi paru, perubahan kecil
dalam derajat obstruksi dapat menyebabkan perbedaan besar gejala dan
pertukaran gas. Pada umumnya bila obstruksi memberat prognosis akan
semakin memburuk.

2.6. Manifestasi Klinis


1. Sesak napas yang progresif
2. Batuk kronik
3. Produksi sputum kronik (GOLD)
Menilai derajat sesak napas penderita PPOK
Sesak napas pada PPOK dapat diukur derajatnya dengan :
1. MRC Dyspnoe Scale (skala dyspnoe menurut medical research council)
a. Gradasi I : sesak napas baru timbul jika melakukan kegiatan berat
b. Gradasi II : sesak napas timbul jika berjalan cepat pada lantai yang
datar, atau jika berjalan di tempat yang sedikit landai.
c. Gradasi III : jika berjalan dengan teman seusia di jalan yang datar,
selalu lebih lambat, atau jika berjalan sendirian di jalan yang datar
sering beristirahat untuk mengambil napas.
d. Gradasi IV : perlu istirahat untuk menarik napas setiap berjalan sejauh
30 meter pada jalan yang datar, atau setelah berjalan beberapa menit.
e. Gradasi V : timbul sesak napas berat ketika bergerak untuk
mengenakan, atau melepaskan baju.
2. Baseline dyspnoe indeks (BDI)

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 10
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

a. Gradasi IV : tidak ada halangan, mampu melakukan aktivitas sehari-


hari dan bekerja tanpa timbul keluhan sesak napas.
Halangan ringan : didapati adanya halangan dalam melakukan suatu
jenis aktivitas, tetapi tidak tuntas. Terdapat sedikit pengurangan
aktivitas kerja yang biasa di lakukan sehari-hari karena berkurangnya
kemampuan, masih belum jelas apakah pengurangan kemampuan ini
disebabkan oleh sesak napas.
b. Gradasi III
Halangan ringan : didapati adanya halangan dalam melakukan suatu
jenis aktivitas, tetapi tidak tuntas. Terdapat sedikit pengurangan
aktivitas kerja yang biasa di lakukan sehari-hari karena berkurangnya
kemampuan, masih belum jelas apakah pengurangan kemampuan ini
disebabkan oleh sesak napas.
c. Gradasi II
Halangan sedang : penderita tidak mampu lagi melakukan satu jenis
aktivitas yang biasa dilakukannya karena sesak napas.
d. Gradasi I
Halangan berat : penderita tidak mampu lagi bekerja atau
menghentikan semua aktivitas yang biasa dilakukannya karena sesak
napas.
3. Transitition dyspnoe indeks
Gradasi -3 : kemunduran berat : penderita yang biasanya bekerja, terpaksa
tidak bekerja, dan kehilangan kemampuan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari karena sesak napas.
Gradasi -2 : kemunduran sedang : penderita yang biasanya bekerja,
terpaksa tidak bekerja, atau kehilangan kemampuan untuk melakukan
beberapa jenis kegiatan sehari-hari karena sesak napas.
Gradasi -1 : kemunduran ringan : terpaksa pindah kerja yang lebih ringan
dan /atau mengurangi jumlah aktivitas ataupun lama kerja karena sesak
napas

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 11
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Gradasi 0 : tidak ada perubahan : tidak ada perubahan status fungsi karena
tidak ada keluhan sesak napas.
Gradasi +1 : ada sedikit perbaikan : mampu bekerja kembali dengan cara
mengurangi kecepatan, atau dapat memulai beberapa aktivitas yang biasa
dengan sedikit lebih giat daripada sebelumnya karena ada perbaikan pada
pernapasannya.
Gradasi +2 : ada perbaikan sedang : mampu bekerja kembali dengan
kecepatan mendekati biasanya dan /atau dapat kembali kepada aktivitas
sedang dengan hanya mengalami hambatan sedang.
Gradasi +3 : ada perbaikan besar : mampu bekerja kembali dengan
kecepatan semula dan dapat kembali bekerja seperti biasanya dengan
hanya mengalami sedikit hambatan ringan karena perbaikan pada
pernafasannya.

Gejala eksaserbasi
Gejala eksaserbasi akut bila :
- Sesak napas bertambah berat
- Sputum bertambah banyak, berubah warna
- Leukositosis
- Demam
Penyebab :
i. Infeksi
ii. Gagal pengobatan
iii. Terpapar dengan polutan
iv. Perubahan diet

2.7. Diagnosis
Diagnosis PPOK didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan faal
paru, laboratorium patologi klinik. Menurut American thoracic society atau ATS
diagnosis PPOK adalah sebagai berikut :

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 12
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

2.7.1 Anamnesis
Umumnya penderita adalah usia pertengahan keatas. Pada anamnesa didapatkan
keluhan sesak yang bertambah berat dengan aktivitas dan menetap, batuk kronik
yang hilang timbul. Segala bentuk dari dahak tetap dapat mengarahkan diagnose
kepada PPOK. Riwayat terpapar dengan faktor resiko juga perlu diketahui dalam
penegakan diagnosa seperti rokok, polutan yang ada di diluar dan di dalam
rumah, debu dan asap kimia serta riwayat PPOK dalam keluarga.

2.7.2 Pemeriksaan fisik


Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
- Barrel Chest (diameter antero posterior sebanding dengan tranversal)
- pengguanan otot bantu napas
- Hipertrofi otot bantu napas

Palpasi
- Stem fremitus melemah

Perkusi
- hipersonor dan batas jantung mengecil.
- Letak diafragma rendah
- Hepar terdorong kebawah

Aukultasi
- Suara napas vesikuler normal atau melemah, atau ekspirasi memanjang
- terdapat suara tambahan ronki atau wheezing pada waktu bernapasl
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 13
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Gambaran radiologi pada paru tergantung pada penyebab dari PPOK. Pada
emfisema gambaran yang paling dominan adalah radiologi lusen paru yang
bertambah, gambaran pembuluh darah paru mengalami penipisan atau
menghilang, dapat juga ditemukan diafragma mendatar dan pembesaran rongga
retrosternal. Pada bronchitis kronik tampak adanya penambahan bronkovaskular
dan pelebaran arteri pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami
pembesaran. Infeksi pada bronkiolus ditandai dengan adanya bercak-bercak pada
bagian tengah paru. Bila terdapat emfisema sentrioblubar maka dapat ditemukan
adanya gambaran yang disebut dengan leaves on a winter tree sebagai tanda
adanya bronkiektasis dan gambaran ini akan semakin jelas bila dilakukan
pemeriksaan bronkografi.
Tes faal paru
FEP1 dan FEP mengalami penurunan. Penyempitan dari lumen bronkus dapat dari
penurunan FEP1 dan FEP ini. Pemberian beta2agonis dapat meningkatkan
perbandingan FEP1 dan VEV. kriteria yang lazim digunakan pada PPOK FEV1
<60% dari nilai ramal atau rasio FEP1/VEC yang lebih kecil dari 60%.
Pemeriksaan laboratorium
Analisa gas darah :
- PAO2 < 8,0 kpa (60mmHg)/SAO2<90% dengan atau tanpa PACO2
>6,7kpa (50 mmHg), saat bernapas dalam udara ruangan, mengindikasikan
adanya gagal napas.
- PAO2 < 6,7 kpa (50 mmHg), PACO2 > 9,3kpa (70mmHg) dan PH < 7,30
memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan
monitor ketat serta penangan intensif.
Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotic yang
tepat. Infeksi saluran pernafasan yang berulang merupakan penyebab utama
eksaserbasi akut pada pasien PPOK di Indonesia.

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 14
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Penilaian PPOK
Tujuan dari assessment pasien PPOK adalah menentukan derajat
keparahan penyakit sehingga mempengaruhi status kesehatan pasien dan beresiko
terjadinya kejadian kedepannya (eksaserbasi, rawat inap hingga kematian). Dalam
rangka penilaian terapi dapat diniali memalaui aspek :
1. Penilaian gejala
Dengan menggunakan kuessioner tervalidasi (CAT / COPD
Assessment Test)
2. Penilaian spirometri
Pemeriksaan dilakukan ketika tidakdalam eksaserbasi akut
3. Pemilihan resiko eksaserbasi
Eksaserbasi pada PPOK diartikan sebagai kejadian akut akibat
gejala pernafasan yang memburuk dibandingkan biasanya sehingga
menyebabkan perubahan tatalaksana. Eksaserbasi dikatakan jiak
terjadi 2x pertahun.

Pasien karakteristik Klasifikasi Eksaserbasi CAT mMRC


Spirometri per tahun
A Resiko GOLD 1-2 1 10 0-1
rendah, gejala
sedikit
B Risiko GOLD 1-2 1 10 2
rendah, gejala
banyak
C Resiko tinggi, GOLD 3-4 2 10 0-1
gejala sedikit
D Resiko tinggi, GOLD 3-4 2 10 2
gejala banyak

4. Komorbiditas

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 15
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Penyakit komorbid, seperti penyakit kardiovaskular, osteoporosis, depresi dan


cemas, sindrom metabolic, kanker paru, dan disfungsi otot skeletal.

2.8. Diagnosis banding


Berbagai penyakit dapat memiliki gejala dan tanda menyerupai PPOK oleh sebab
itu, diagnosis PPOK harus didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pada table ini dapat dilihat berbagai penyakit yang merupakan
diagnosis banding perbedaan masing-masing penyakit tersebut dengan PPOK.
Diagnosis Gejala
PPOK - Onset pada usia pertengahan
- Gejala progresif melambat
- Lamanya riwayat merokok
- Sesak saat beraktifitas
- Sebagian besar hambatan aliran
udara ireversibel
Asma - Onset awal sering pada anak
- Gejala bervariasi dari hari-ke
hari
- Gejala pada malam atau
menjelang pagi, disertai athopy,
rhinitis, atau eksem
- Riwayat keluarga dengan asma
- Sebagian besar keterbatasan
udara reversiberl
Gagal jantung kongestif - Aukultasi terdengar ronki halus
di bagian basal
- Foto thorak tampak jantung
membesar, edema paru
- Uji faal paru menunjukkan

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 16
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

retriksi bukan obstruksi


Bronkiektasis - Sputum produktif dan purulen
- Umumnya terkait dengan
infeksi bakteri
- Auskultasi terdengar ronki kasar
- Foto thorak atau CT scan thorak
menunjukkan pelebaran atau
penebalan bronkus
Tuberkulosis - Onset segala usia
- Foto thorak menunjukkan
infiltrate
- Konfirmasi mikrobiologi atau
sputum BTA
- Prevalensi TB tinggi di daerah
endemis
Bronkiolitis obliterans - Onset pada usia muda, bukan
perokok
- CT scan pada ekspirasi
menunjukkan daerah hipodens
Panbronkiolitis difus - Lebih banyak pada lelaki bukan
perokok
- Hampir semua penderita
sinusitis kronik
- Foto thoraks menunjukkan
nodul opak menyebar kecil
disentrilobular dengan
gambaran hiperinflasi.

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 17
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu :
-
Mengurangi gejala
-
Mencegah progresifitas penyakit
-
Meningkatkan toleransi latihan
-
Meningkatkan status kesehatan
-
Mencegah dan menangani komplikasi
-
Mencegah dan menangani eksaserbasi
-
Menurunkan kematian
Secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang PPOK stabil.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan yaitu :
- Pengetahuan dasar PPOK
- Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
- Cara pencegahan perburukan penyakit
- Menghindari pencetus
- Penyesuaian aktivitas
2. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas
penyakit.
3. Obat-obatan
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat. Disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi mucus. (maksimal 4x sehari)
- Golongan agonis B2
- Kombinasi antikolinergik dan agonis B2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi
- Xantin

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 18
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,


terutama pada derajat sedang dan berat.

Grup pasien Rekomendasi pilihan Pilihan alternative Terapi lainnya yang


pertama memungkinkan
A - Antikolinergik - Antikolinergik Teofilin
kerja cepat kerja lama
- Atau B2 agonis - Atau B2 agonis
kerja cepat kerja lama
- Atau B2 agonis
kerja cepat +
antikolinergik
kerja cepat
B - Antikolinergik Antikolinergik kerja lama B2 agonis kerja cepat
kerja lama + B2 agonis kerja lama dan /atau antikolinergik
- Atau B2 agonis kerja cepat
kerja lama Teofilin

C - Kortikosteroid - Antikolinergik B2 agonis kerja cepat


inhalasi + B2 kerja lama + B2 dan /atau antikolinergik
agonis kerja lama agonis kerja lama kerja cepat
- Atau - Atau
antikolinergik antikolinergik
kerja lama kerja lama +
inhibitor
fosfodiesterase -
4(PDE-4)
- Atau B2 agonis
kerja lama +
inhibitor PDE-4

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 19
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

D - Kortikosteroid - Kortikosteroid Karbosistein


inhalasi + B2 inhalasi + B2 B2 agonis kerja cepat
agonis kerja lama agonis kerja lama dan /atau antikolinergik
- Dan/atau + antikolinergik kerja cepat
antikolinergik kerja lama teofilin
kerja lama - Atau steroid
inhalasi + B2
agonis kerja lama
+ inhibitor PED-4
- Atau
antikolinergik
kerja lama + B2
agonis kerja lama
- Atau
antikolinergik
kerja lama +
inhibitor PED-4

4. Rehabilitasi
Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen :
- latihan fisik
- Psikososial
- Latihan pernafasan

5. Terapi oksigen
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigen selulerl dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ lain. Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktivitas

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 20
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

- Mengurangi hipertensi pulmoner


- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatrik
- Meningkatkan kualitas hidup
6. Ventilasi mekanis
Pada eksaserbasi dengan gagal napas akut dan gagal napas kronik digunakan
ventilasi mekanis
7. Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dari PPOK, baik
kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah. Mal nutrisi dapat
dievaluasi dengan :
- Penurunan berat badan
- Penurunan kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)

2.8. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
- Gagal napas
- CPC
- Pneumothoraks
- Emfisema
- Bullae
2.9. Prognosis
pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien bronchitis kronik
dan emfisema dengan FEP1 <1 liter survival rate 5-10 tahun mencapai 40%.

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 21
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

BAB III
KESIMPULAN
PPOK adalah penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan
hambatan aliran udara yang bersifat reversibel/ireversibel. PPOK terdiri dari
bronchitis kronik dan emfisema. Penyebab tersering pada PPOK akibat
kebiasaan yang berlangsung lama dan akibat terpapar polutan berbahaya
seperti asap rokok, debu atau asap kendaraan, asap kompor. PPOK lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1, biasanya
PPOK terjadi pada usia di atas 40 tahun ditandai dengan gejala sesak napas
yang progresif, batuk kronik, produksi sputum.

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 22
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

BAB IV

STATUS ORANG SAKIT

No. Reg. RS : 00.97.36.37


Tanggal Masuk : 05 Oktober 2015
Jam : 17.00 wib
Bed : Ruang XXI Bed 07

ANAMNESA PRIBADI

ANAMNESIS PRIBADI
Nama Amsar Nasution
Umur 67 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Status Perkawinan Menikah
Pekerjaan Tamat SLTA
Suku Batak
Agama Islam
Alamat Jl.

ANAMNESIS

Autoanamnesis Alloanamnesis

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 23
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama: Sesak napas

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 4 bulan ini, sesak dirasakan terus
menerus, sesak semakin memberat dalam 1 hari terakhir. Sesak awalnya
berkurang sedikit dengan istirahat namun saat ini sesak tidak berkurang dengan
istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Batuk (+) dialami pasien
sejak 2 bulan ini, dahak (+) berwarna keputihan, konsistensi kental. Demam (+)
dialami pasien dalam 4 hari ini.

Riwayat napas berbunyi tidak dijumnpai, riwayat minum OAT tidak


dijumpai, riwayat penyakit asma tidak dijumpai, riwayat hipertensi tidak
dijumpai, riwayat penyakit gula tidak dijumpai, riwayat keringat malam tidak
dijumpai, riwayat penurunan berat badan (+) 5 kg dalam 2 bulan ini, riwayat
merokok (+) 2 bungkus perhari jenis filter.

BAK (+) normal,

BAB (+) normal.

ANAMNESIS UMUM ORGAN


Jantung Sesak napas - Edema -
Angina pektoris - Palpitasi -
Lain-lain -
Saluran Batuk-batuk + Asma, bronkitis -
pernafasan Dahak + Lain-lain -
Saluran Nafsu makan - Penurunan BB +
pencernaan Keluhan menelan - Keluhan defekasi -
Keluhan perut - Lain-lain -
Saluran Sakit buang air - Buang air kecil -
urogenital kecil tersendat
Mengandung batu - Keadaan urin Kuning

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 24
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Haid - Lain-lain -
Sendi dan Sakit pinggang - Keterbatasan -
Tulang gerak
Keluhan - Lain-lain -
persendian
Endokrin Haus/polidipsi - Gugup -
Poliuri - Perubahan suara -
Polifagi - Lain-lain -
Saraf pusat Sakit kepala + Hoyong -
Lain-lain -
Darah Pucat - Perdarahan +
dan pembuluh Petechiae + Purpura -
darah Lain-lain -
Sirkulasi Claudicatio -
perifer intermitten

ANAMNESIS FAMILI : -

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS :
Keadaan Umum Keadaaan Penyakit
Sensorium : compos mentis Pancaran wajah : biasa
Tekanan darah : 120/70 mmHg Sikap Paksa :-
Nadi : 98 x/i, reguler, t/v : cukup Refleks fisiologis :+
Pernapasan : 32 x/i Refleks patologis :-
Temperatur : 37,8oC (aksila)
Anemia (-) Ikterus (-) Dispnea (+)
Sianosis (-) Edema (-) Purpura (-)
Turgor Kulit : Sedang

TB : 165 cm
Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 25
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Keadaan Gizi : lebih BB : 60 kg


BW = BB (kg)
TB (m2)
IMT = 26,6 kg/m

KULIT : turgor kulit kembali cepat


KEPALA :
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik(-/-), pupil isokor
ka=ki, refleks cahaya direk (+/+), indirek (+/+), kesan = dalam
batas normal
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut :
Lidah : dalam batas normal
Gusi : dalam batas normal
Gigi geligi : dalam batas normal
Tonsil/faring : dalam batas normal

LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R+2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: dalam batas normal

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : simetris fusifomis
Pergerakan : tidak dijumpai ketinggalan bernapas

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 26
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada
Fremitus suara : Stem fremitus melemah pada paru kanan dan paru kiri.
Iktus : (+) teraba di ICS VI sinistra

Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A : R: ICS V / A: ICS VI
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS IV sinistra
Batas kiri jantung : 1 cm lateral LMCS
Batas kanan jantung : 2 cm linea parasternalis dextra
Auskultasi
Paru
Suara pernapasan : Vesikuler melemah di seluruh lapangan paru
Suara tambahan : ronki kering pada lapangan tengah kedua paru
Jantung
HR: 94 x/i, regular, gallop (-), murmur (-),

Suara Katup M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1.

THORAX BELAKANG
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus melemah paru kanan dan paru kiri
Perkusi : sonor memendek dikedua lapangan paru
Auskultasi : SP: Vesikuler melemah
ST: ronki kering pada lapangan tengah kedua paru

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 27
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis
Gerakan lambung/usus :-
Vena kolateral :-
Caput medusae :-
Palpasi
Dinding Abdomen : soepel; Hepar/Lien/Ren: tidak teraba
Hati:
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
Nyeri tekan :-
Limfa:
Pembesaran : (-) Schuffner : - Haecket : -
Ginjal:
Ballotement :-
Uterus/ Ovarium : tidak dilakukan pemeriksaan
Tumor : (-)
Perkusi
Pekak hati : (+)
Pekak beralih : (-)
Auskultasi
Peristaltik usus : normoperistaltik (+)
Lain-lain :

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-)
INGUINAL : tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : tidak dilakukan pemeriksaan

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 28
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ANGGOTA GERAK


ATAS BAWAH
Kiri Kanan
Deformitas sendi - Edema - -
Lokasi - Arteri femoralis + +
Jari tabuh - Arteri tibialis posterior + +
Tremor ujung jari - Arteri dorsalis pedis + +
Telapak tangan sembab - Refleks KPR + +
Sianosis - Refleks APR + +
Eritema palmaris - Refleks fisiologis + +
Pteechie - Pteechie - -
Lain-lain - Refleks patologis - -
Lain-lain - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah
Eritrosit 5,51 x 106/mm3
Leukosit 9.700/mm3
Trombosit 278.000/mm3
Hb 13,50 g/dL
Ht 39,80%
MCV 72,20 fL
MCH 24,50 pg
MCHC 33,90 g/dL

Neutrofil 84,10%
Limfosit 12,20%

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 29
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

SGOT 108,00U/L
SGPT 81,00U/L
Alkalin 58,00 U/L
Phospatase
Total 0,68mg/dl
Bilirurubbin
Direct 0,31mg/dl
bilirubin
Ureum 84,00mg/dl
Creatinin 1,83mg/dl
Uric Acid 9,30 mg/dl
Natrium 128,00mmol/L
Kalium 4,10mmol/L
Chlorida 103,00mmol
KGD adr 63,00 mg/dl
PH 7,613
PCO2 14,80
HCO3 14,40
BE -7,10
SaO2 97,90 %

RESUME
Keluhan Utama: Dyspnoe

Telaah : Dyspnoe dialami pasien 4 bulan ini


dan memberat dalam 1 hari ini. Dyspnoe dirasakan
ANAMNESIS terus menerus, tidak menghilang dengan istirahat,
disypnoe tidak dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas.
Batuk (+) dalam 2 bulan ini, sputum (+) warna
putih, konsistensi kental. Febris (+) 4 hari ini.

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 30
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Riwayat napas berbunyi (-), riwayat merokok (+) 2


bungkus perhari, riwayat penurunan berat badan (+)
5 kg dalam 2 bulan ini.

BAK (+) normal

BAB (+) normal

RPT : -

RPO : -

Keadaan Umum: sedang


STATUS PRESENS Keadaan Penyakit: sedang
Keadaan Gizi: sedang
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Trakea medial, TVJ R+2 cmH2O, costa
cervicalis medial
Toraks
Palpasi : Stem fremitus melemah pada paru kanan
dan paru kiri
PEMERIKSAAN FISIK Perkusi :sonor memendek di kedualapangan paru
Batas jantung atas : ICS IV sinistra
Batas jantung kanan : 2 cm linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : 1 cm lateral LMCS
Auskultasi : SP: Vesikuler melemah, ST: ronki
kering pada lapangan tengah kedua paru
Ekstremitas : dbn
Darah : Leukosit : 9.780
LABORATORIUM
Eritrosit : 5,51 x 106
RUTIN
HB : 13,5 MG/DL

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 31
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

HT : 39,8
PLT : 278.000
PH : 7,613
PCO2 : 14,80
HCO3 : 14,40
BE : -7,10
SAO2 : 97,90%

Rontgen thorax : corak bronkoalveolar meningkat.

1.PPOK eksaserbasi akut

2.PPOK et causa bronchitis kronis


DIAGNOSIS
BANDING 3.PPOK et causa emfisema

4. Asma bronkiale

DIAGNOSIS
PPOK eksaserbasi akut
SEMENTARA
Aktivitas: Tirah baring
Diet: Diet MB
Tindakan suportif :
NaCl 0,9 % 10 gtt macro/menit
Medikamentosa:
PENATALAKSANAAN
Inj Ceftriaxon 2g/24 jam/IV
Nebul ventolin/8 jam
Seretide inhaeler/8 jam/IV
Ambroxol syr 3 x C1
Paracetamol tab 3 x 500 mg(k/p)

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 32
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN


Spirometri
AGDA
Cek DR
Foto toraks PA
Kultur sputum
BTA 3DS
EKG
Konsul PAI

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 33
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN

P
Tanggal S O A
Terapi Diagnostik
6 Oktober Sesak(+) Status Presens: 1. DHF Grade Tirah baring Darah
2015 Batuk (+) Sens: Compos
II Diet MB rutin,RFT
Dahak smentis IVFD RL 30 gtt ,LFT,
(+) TD: 110/70 mmHg 2. Demam macro/menit KGD AD,
Demam Pols: 90 x/menit,
Dengue Inj Transamin Elektrolit,
(+) reguler, t/v: cukup 500mg/8jam Waktu
RR: 20x/mnt 3.Demam Inj Ranitidine protrombi
Temp: 38C 50 mg/12 n,APTT,F
thypoit
jam/IV ibrinogen,
Pemeriksaan Fisik: Paracetamol tab D-Dimer
Kepala: konjungtiva 3 x 500 Foto
palpebra pucat (-/-), mg(k/p) toraks PA
sklera ikterik(-/-), IgM anti
pupil isokor ka=ki, dengue
refleks cahaya direk dan IgG
(+/+), indirek (+/+), anti
kesan dalam batas dengue
normal Konsul
Leher: TVJ R+2 PAI
cmH2O, trakea
medial, pembesaran
KGB (-)
kesan dalam batas
normal
Toraks:
Perkusi : Sonor
dikedua lapangan
paru
SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen: soepel,
peristaltik (+) N,
H/L/R tidak teraba
Ekstremitas: edema
pretibial (-/-)

Hasil
Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 34
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Laboratorium
Darah Rutin:
WBC: 5.100 /mm3
RBC: 4,38, x
103/mm3
HGB: 13,70g/dl
MCV: 90,40 m3
MCH: 3130pg
MCHC: 34,60g/dl
PLT: 7000/mm3
glukosa ad:
97mg/dl.
LFT:
SGOT 108 U/L,
SGPT 81 U/L,
ALP 58U/L,
Bilirubin total 0,68
mg/dL,
Bilirubin direk 0,31
mg/dL
RFT:
Ureum 18 mg/dL,
Creatinine
0,93mg/dl
Urid Acid 5,90
mg/dL
ELEKTROLIT:
Natrium 139
mmol/L,
Kalium 3,80
mmol/L,
Chlorida 115
mmol/L
Waktu Protrombin
Waktu Protrombin
rasio 0,92
APTT rasio 1,38
Hemostatis
Fibrinogen
256,00mg/dl
D-Dimer>4000
mg/ml

07 Sesak(+) Status Presens: 1. DHF Grade Tirah baring -DR/24jam


Batuk (+) Sens: Compos Diet MB

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 35
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

Oktober Dahak mentis II IVFD RL 30gtt


(+) TD: 110/70 mmHg macro/menit
2015 2. Demam
Demam (- Pols: 88 x/mnt, IVFD HEES 20
) reguler, t/v: cukup Dengue gtt macro/menit
RR: 20x/mnt
3.Demam Inj Transamin
Temp: 36,9C 500mg/8jam
thypoit Inj Ranitidine
Pemeriksaan Fisik 50 mg/12
Kepala: jam/IV
Mata: conjunctiva Paracetamol tab
palpebra inferior 3 x 500
anemis (-/-), sclera mg(k/p)
ikterik (-/-)
Leher: TVJ R+2
cmH2O, trakea
medial, pembesaran
KGB (-)
Toraks:
Perkusi: Sonor
dikedua lapangan
paru
SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen: soepel,
peristaltik (+) N,
H/L/R tidak teraba
Ekstremitas: edema
pretibial (-/-)

Dara rutin
WBC:7.000/mm3,
RBC:3.9 x 103/mm3
HGB:12,4g/dl
HCT:37,5%
PLT:175.000/mm3

Imunologi
IgM anti
Dengue:Negative
IgG anti
Dengue:Positive

Hasil Foto Thorax


Sinus
Costophrenicus

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 36
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

kanan/kiri
lancip,Diaphragma
kanan/kiri baik
jantung bentuk dan
ukuran baik,
CRT<50%,corakan
bronkovaskular
kedua paru
baik,tidaktampak
infiltral dan aktif
spesifik,tidak
tampak
infiltral,konsolidasi
dan nodul opaque di
paru-paru
kana/kiri,tulang-
tulang costa
kanan/kiri intact
Kesan : Tidak
tampak kelainan
radiologis pada
cord an pulmo

08 Sesak(+) Status Presens: 1. DHF Grade Tirah baring


Oktober
menurun Sens: Compos
II Diet MB
Batuk (+) mentis IVFD RL 30 gtt
2015 Dahak TD: 120/70 mmHg 2.Demam macro/menit
(+) Pols: 72 x/mnt,
Dengue IVFD HEES 1
Demam (- reguler, t/v: cukup 20 gtt
RR: 20x/mnt 3.Demam macro/menit
)
Temp:36,7C thypoit Inj Transamin
500mg/8jam
Pemeriksaan Fisik Inj Ranitidine
Kepala: konjungtiva 50 mg/12
palpebra pucat (-/-), jam/IV
skleraikterik(-/-),
Paracetamole
pupil isokor ka=ki, tab 3 x 500
refleks cahaya direk mg(k/p)
(+/+), indirek (+/+),
kesan dalam batas
normal
Leher: TVJ R+2
cmH2O, trakea
medial, pembesaran
KGB (-)

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 37
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

kesan dalam batas


normal
Toraks:
Perkusi: Sonor
dikedua lapangan
paru
SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen: soepel,
peristaltik (+) N,
H/L/R tidak teraba
Ekstremitas: edema
pretibial (-/-)

Pada tanggal 09September 2015 pasien PBJ

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 38
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

BAB IV

DISKUSI

NO TEORI KASUS
1. Epidemiologi Lingkungan Os di tempat yang
Peningkatan kasus setiap padat penduduknya.
tahunnya berkaitan dengan curah
hujan,suhu,sanitasi,kepadatan
penduduk.
2 Manisfestasi Klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa Demam mendadak tinggi tinggi
sebab yang jelas, berlangsung 5 hari sebelum os masuk rumah
terus-menerus selama 2-7 hari sakit
Manifestasi perdarahan, Manifestasi perdarahan pada os
termasuk uji bendung positif, terdapat petechie dan perdarahan
petekie, purpura, ekimosis, pada gusi
epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, dan/melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan
lemah serta penurunan tekanan

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 39
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

nadi (20 mmHg), hipotensi,


kaki dan tangan dingin, kulit
lembab, dan pasien tampak
gelisah

3 Diagnosis Tanda dan gejala pada OS


Diagnosis DBD/DSS ditegakkan Demam mendadak tinggi 5 hari
berdasarkan kriteria klinis dan sebelum os masuk rumah sakit
laboratorium (WHO, 2011). Manisfestasi perdarahan pada os
Kriteria klinis terdapat petechie dan perdarahan
Demam tinggi mendadak, tanpa pada gusi
sebab yang jelas, berlangsung Kriteria laboratorium
terus-menerus selama 2-7 hari Hb : 13,70 g/dl
Manifestasi perdarahan, Ht : 39,60%
termasuk uji bendung positif, PLT : 7000/mm3
petekie, purpura, ekimosis, IgG anti dengue Positive
epistaksis, perdarahan gusi, Rontgen Thorakl : Tidak tampak
hematemesis, dan/melena kelainan pada cor dan pulmo
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan
lemah serta penurunan tekanan
nadi (20 mmHg), hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit
lembab, dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria laboratorium
Trombositopenia
(100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari
peningkatan hematokrit 20%

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 40
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

dari nilai dasar / menurut standar


umur dan jenis kelamin
Dua kriteria klinis pertama
ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi/ peningkatan
hematokrit 20%.
Dijumpai hepatomegali sebelum
terjadi perembesan plasma
Dijumpai tanda perembesan
plasma
Efusi pleura (foto
toraks/ultrasonografi)
Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
Antibodi IgM anti dengue dapat
dideteksi pada hari sakit ke-5
sakit, mencapai puncaknya pada
hari sakit ke 10-14, dan akan
menurun/ menghilang pada akhir
minggu keempat sakit.
Antibodi IgG anti dengue pada
infeksi primer dapat terdeteksi
pada hari sakit ke-14. dan
menghilang setelah 6 bulan
sampai 4 tahun. Sedangkan pada
infeksi sekunder IgG anti dengue
akan terdeteksi pada hari sakit
ke-2.

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 41
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

4. Terapi Tirah baring


Tirah baring Diet MB
IVFD kristaloid,koloid,darah
IVFD RL 30 gtt macro/menit
segar,plasma
IVFD HEES 20 gtt macro/menit
Simtomatik Inj Transamin 500mg/8jam
Inj Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Paracetamole tab 3 x 500 mg(k/p)

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 42
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan
Ruang XXI

BAB V

KESIMPULAN

Nn. Yanti Lestari berusia 31 tahun datang dengan keluhan Demam mendadak
tinggi 5 hari ini disertai gusi berdarah, Muncul bintik-bintik kemerahan dikulit,
mual , sakit kepala, lemas pada seluruh tubuh. dari hasil pemeriksaan darah rutin,
waktu protrombin, Appt, Fibrinogen, D-Dimer, Rft, Lft, Elektrolit, dan IgM dan
IgG anti dengue, pasien didiagnosa dengan DHF Grade II. Rencana terapi untuk
Os adalah :

Tirah baring
Diet MB
IVFD RL 30 gtt macro/menit
IVFD HEES 20 gtt macro/menit
Inj Transamin 500mg/8jam
Inj Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
Paracetamole tab 3 x 500 mg(k/p)

Laporan Kasus
COPD eksaserbvasi akut
Page 43

Anda mungkin juga menyukai