Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN CA COLON

MATRIKULASI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM ALIH JENJANG

PERTEMUAN TANGGAL 21 JULI 2017

RIZQA FADLILAH

175070209111060

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017


CA COLON

A. Definisi
Karsinoma kolorektal (CRC) adanya terdapatnya lesi keganasan pada mukosa
kolon atau rectum. (Grace & Borley, 2006)

Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa abnormal


/neoplasma yang muncul dari jaringan ephitel dari kolon (Haryono, 2010). Kanker
kolorektal ditunjukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum.
Kolon dan rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang
disebut traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal
usus besar dan rektum dibagian distal sekitar 5- 7 cm diatas anus. Kolon dan
rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointestinal
di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang
zat-zat yang tidak berguna (Penzzoli dkk, 2007).

B. Etiologi
Faktor-faktor predisposisi dalam urutan kepentingan yang semakin menurun:
1. Riwayat karsinoma kolorektal sebelumnya atau polip adenomatosa
2. Sindrom polyposis herediter
3. Riwayat keluarga menderita karsinoma kolorektal, atau colitis ulseratif kronis
4. Diet (rendah serat yang dapat dicerna, tinggi lemak hewan)
5. Meningkatnya garam empedu dalam feses , difisiensi selenium
(Grace & Borley, 2006)

Adapun beberapa faktor yang menpengaruhi kejadian kanker kolorektal menurut


(Soebachman, 2011) yaitu :
a. Usia
Risiko terkena kanker kolon meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan
kasus terjadi pada orang yang berusia 60 - 70 tahun. Jarang sekali ada penderita
kanker kolon yang usianya dibawah 50. Kalaupun ada, bisa dipastikan dalam
sejarah keluarganya ada yang terkena kanker kolon juga
b. Polip
Adanya polip pada kolon, khususnya polip jenis adenomatosa. Jika polip ini
langsung dihilangkan pada saat ditemukan, tindakan penghilangan tersebut akan
bisa mengurangi risiko terjadinya kanker kolon di kemudian hari.
c. Riwayat kanker
Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap kanker kolon ( bahkan pernah
dirawat untuk kanker kolon ) berisiko tinggi terkena kanker kolon lagi dikemudian
hari. Wanita yang pernah mengidap kanker ovarium ( indung telur), kanker uterus,
dan kanker payudara juga memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena kanker
kolon.
d. Faktor keturunan / genetika
Sejarah adanya kanker kolon dalam keluarga, khususnya pada keluarga
dekat. Orang yang keluarganya punya riwayat penyakit FAP ( Familial
Adenomatous Polyposis ) atau polip adenomatosa familial memiliki risiko 100%
untuk terkena kanker kolon sebelum usia 40 tahun bila FPA-nya tidak diobati.
Penyakit lain dalam keluarga adalah HNPCC (Hereditary Non Polyposis
Colorectal Cancer), yaitu penyakit kanker kolorektal nonpolip yang menurun
dalam keluarga, atau sindrom Lynch.
e. Penyakit kolitis ( radang kolon ) ulseratif yang tidak diobati.
f. Kebiasaan merokok.
Perokok memiliki risiko jauh lebih besar untuk terkena kanker dibandingkan
yang bukan.
g. Kebiasan makan
Pernah diteliti bahwa kebiasaan makan banyak daging merah ( dan sebaliknya
sedikit makan buah, sayuran serta ikan ) turut meningkatkan risiko terjadinya
kanker kolon. Mengapa? Sebab daging merah ( sapi dan kambing ) banyak
mengandung zat besi. Jika sering mengonsumsi daging merah berarti akan
kelebihan zat besi.
h. Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna, apalagi jika
pewarnanya adalah pewarna nonmakanan.
i. Terlalu banyak mengonsumsi makanan makanan yang mengandung bahan
pengawet.
j. Kurangnya aktivitas fisik, Orang yang beraktivitas lebih banyak memiliki risiko
lebih rendah untuk terkena kanker kolon.
k. Berat badan yang berlebihan ( obesitas ).
l. Infeksi virus tertentu seperti HPV (Human Papiloma Virus) turut andil dalam
terjadinya kanker kolon.
m. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu. Misalnya logam berat, toksin, dan ototoksin
serta gelombang elektromagnetik.
n. Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah
alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko terkena kanker kolon.
o. Bekerja sambil duduk seharian. Misalnya para eksekutif.

C. Epidemiologi
Insidensi kanker kolorektal meningkat sejalan dengan meningkatnya usia dan
secara keseluruhan telah meningkat dalam 50 tahun terakhir. Kanker kolorektal ini
menyebabkan 20.000 kematian per tahun di Inggris, ditambah dengan 6000
reseksi yang berhasil. (Davey, 2006)
Perbandingan isisdensi pria/ wanita 1,3: 1, isnisdensi puncak di atas usia 50 tahun.
Insidensi meningkat di Negara-negara barat selama lebih dari 50 tahun terkhir.
(Grace & Borley, 2006)

Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai


urutanke-4 di dunia dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak dari pada
perempuan dengan perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk (Abdullah,2006).
Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh pasien
kanker di Amerika Serikat. Kanker usus besar dan rektum adalah penyebab paling
umum ketiga kematian kanker pada wanita (setelah kanker paru-paru dan
payudara) dan penyebab yang paling umum ketiga kematian kanker pada laki-laki
(setelah kanker paru-paru dan prostat). Lebih dari 150.000 kasus baru
terdiagnosis setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan angka kematian per tahun
mendekati angka 60.000 (www. Medicineworld, 2010)
Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara,
Australia,Selandia Baru dan sebagian Eropa. Kejadiannya beragam di antara
berbagai populasi etnik, ras atau populasi multietnik/multi rasial. Secara umum
didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam setelah usia 50 tahun,
fenomena ini dikaitkan dengan pajanan terhadap berbagai karsinogen dan gaya
hidup. D iAmerika Serikat rata-rata pasien kolorektal adalah berusia 67 tahun dan
lebih dari50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas 55 tahun
(Abdullah,2006). Di Indonesia, menurut laporan registrasi kanker nasional,
didapatkan angka yang berbeda. Didapatkan kecenderungan untuk umur yang
lebih muda dibandingkan dengan laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah
40 tahun data dari Bagian Patologi Anatomi FKUI didapatkan angka 35,36%
(Abdullah,2006).

D. Klasifikasi
Klasifikasi pentahapan kanker digunakan untuk menentukan luas atau ekstensi
kanker dan nilai prognostik pasien. Sistem yang paling banyak digunakan adalah
sistem TNM. Sistem ini dibuat oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC)
dan International Union for Cancer Control (UICC). TNM mengklasifikasi ekstensi
tumor primer (T), kelenjar getah bening regional (N) dan metastasis jauh (M),
sehingga staging akan dinilai berdasarkan T, N dan M. Klasifikasi TNM yang
terbaru adalah TNM edisi ke 7 dan mulai digunakan pada 1 Januari 2010

Tabel Tumor Primer


TX Primary tumor cannot be assessed.
T0 No evidence of primary tumor.
Tis Carcinoma in situ: intraepithelial or invasion of lamina propria
T1 Tumor invades submucosa.
T2 Tumor invades muscularis propria.
T3 Tumor invades through the muscularis propria into pericolorectal tissues.
T4a Tumor penetrates to the surface of the visceral peritoneum.
T4b Tumor directly invades or is adherent to other organs or structures.
Tabel Kelenjar Getah Bening
NX Regional lymph nodes cannot be assessed.
N0 No regional lymph node metastasis.
N1 Metastases in 13 regional lymph nodes.
N1a Metastasis in 1 regional lymph node.
N1b Metastases in 23 regional lymph nodes.
N1c Tumor deposit(s) in the subserosa, mesentery, or nonperitonealized
pericolic or perirectal tissues without regional nodal metastases.
N2 Metastases in 4 regional lymph nodes.
N2a Metastases in 46 regional lymph nodes.
N2b Metastases in 7 regional lymph nodes.

Tabel Metastase
M0 No distant metastasis.
M1 Distant metastasis.
M1a Metastasis confined to 1organ or site (e.g., liver, lung, ovary,
nonregional node).
M1b Metastases in >1 organ/site or the peritoneum.

Stadium Kankes Kororektal


Yang termasuk dalam modifikasi dari edisi ke 6 adalah: (1) Subdivisi tumor T4
menjadi T4a: tumor penetrasi ke permukaan peritoneum viseral dan T4b: invasi
tumor langsung ke organ atau struktur penyokong; (2) Subdivisi N1 menjadi N1a:
metastasis pada 1 kelenjar, N1b: metastasi pada 2-3 kelenjar, N1c: tanpa
metastasis pada kelenjar regional namun terdapat deposit tumor pada mesenteri
sub-serosa, atau pada jaringan non-peritoneal, perikolik dan perirektal; (3)
Pembagian N2 menjadi N2a: terdapat metastasis pada 4-6 kelenjar dan N2b:
metastasis pada 7 atau lebih kelenjar.Subkategori ini menunjukan bahwa jumlah
kelenjar yang terkena mempengaruhi prognosis pasien. Perubahan juga terdapat
pada klasifikasi staging, dimana stadium II kanker dibagi menjadi IIA: T3,N0,M0;
IIB: T4a,N0,M0; dan IIC: T4b,N0,M0. Stadium III dibagi sampai IIIC dan stadium
IV menjadi stadium IVA (M1a): any T, any N, dengan metastasis jauh terdapat
hanya pada 1 organ atau 1 bagian dan stadium IVB (M1b), any T, any N, disertai
metastasis pada lebih dari 1 organ atau 1 bagian atau peritoneum

E. Patogenesa dan Patofisiologi


Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan
epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sek
kanker dapat terlepas dar tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh lain (paling
sering hati). ( Smeltzer & Suzanne, 2006)

Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan


lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan.
Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya
metastase pada jaringan lain. Prognosis relativ baik bila lesi terbatas pada mukosa
dan submukosa pada saat reseks dilakukan, dan jauh lebih jelek telah terjadi
mestatase ke kelenjr limfe (Japaries, 2013)
F. Manifestasi Klinis
1. Anemia, kanker sekum seringkali muncul dengan anemia
2. Nyeri kolik abdomen, tumor yang menyebabkan obstruksi parsial, misalnya lesi
pada kolon transversal dan desenden
3. Perubahan pola defekasi, baik konstipasi maupun diare
4. Perdarahan atau keluarnya mukus per rektal
5. Tenesmus (keinginan defekasi yang sering dan terus-menerus) berhubungan
dengan lesi pada sekum (Grace & Borley, 2006)

G. Tatalaksana
1. Pembedahan: pemebedahan perlu dilakukan pada sebagian besar kasus
kanker kolorektal. Luasnya reaksi usus tergantung pada lokasi tumor. Upaya
reseksi harus dibuat setidaknya 5 cm dari usus normal di tiap sisi tumor, dan
kelenjar getah bening regional juga harus direseksi. Prognosis setelah
pembedahan tergantung pada stadium histologis tumor dan stadium Duke.
Stadium Angka harapan hidup 5-
Duke tahun (%)
A Terbatas pada dinding usus 95-100
B Menembus dinding usus tanpa 65-75
metastasis
C Metastasis ke KGB 30-40
Metastasis jauh <1

2. Kemoterapi: kemoterapi dengan 5-fluorourasil (5FU) memperbaiki angka


harapan hidup pada kanker stadium Duke B dan C.
3. Radioterapi: radioterapi pre operatif untuk menurunkan stadium tumor rektal
kini semakin popular.
4. Follow up/ pencegahan sekunder: pasien dengan riwayat kanker kolorektal
atau adenoma tubuvilosa kolon sebelumnya harus menjalani kolonoskopi
pemantauan.
5. Terapi paliatif: walaupun pembedahan telah dipertimbangkan sebagai terapi
tepat bagi pasien dengan kemungkinan obstruksi kolon, pemasangan sent
logam yang bisa mengembang sendiri pada tumor merupakan pendekatan
alternative bagi penyembuhan obstruksi paliatif. (Davey, 2006)

Menurut Grace & Borley: 2005 pentalaksanaan penting kanker kolorektal sebagai
berikut:

1. Pembedahan (berpotensi kuratif)


Reseksi tumor dengan tepi adekuat untuk mencakup kelenjar getah bening
Prosedur:
Hemikolektomi kanan (dengan atau tanpa persiapan usus) untuk
lesi-lesi yang berasal dari sekum sampai fleksura hepatika
Hemikolektomi kanan yang diperluas untuk lesi-lesi pada kolon
transversum
Hemikolektomi kiri (dengan persiapan usus) untuk lesi-lesi pada
kolon desenden
Reseksi anterior untuk tumor sigmoid dan rectum
Reseksi abdomino-perineal dan kolostomi untuk lesi-lesi rectum
yang sangat rendah
Prosedur Hartmann atau reseksi dengan anastomosis primer untuk
pembedahan darurat pada tumor kolon kiri
Reseksi mungkin dilakukan untuk metastasis hati atau paru yang
secara anatomis dapat direseksi tanpa bukti penyebaran penyakit
yang lain
2. Pembedahan/ intervensi (paliatif)
Reseksi terbuka pada tumor (dengan anastomosis atau stoma)
untuk kanker simtomatik atau yang menyebabkan obstruksi
walaupun terdapat metastasis
Pembedahan bypass atau pembuatan stoma untuk kanker
inoperable yang menyebabkan obstruksi
Reseksi transanal untuk kanker rectum inoperable
Stent intraluminal untuk kanker yang menyebabkan obstruksiadio
3. Terapi lain
Kemoradioterapi mungkin dapat digunakan untuk menegcilkan
kanker rectum sebelum operasi atau terapi paliasi pada kanker
rectum inperabel
Kemoterapi adjuvant (5-FU levamisol) untuk mengurangi resiko
kekambuhan sistemik (kelenjar getah bening positif atau adanya
invasi limfovaskuler)
Radioterapi adjuvant pada pelvis kadang-kadang digunakan untuk
mngurangi resiko kekambuhan stelah eksisi kanker rectum dengan
batas kanker yang positif
Kemoterapi paliatif (misalnya 5-FU) dapat dugunakan untuk
mengobati metastasis hati atau penyakit sistemik.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Barium enema: seringkali merupakan cara pemeriksaan saat pertama kali
tumor ditemukan. Jika tampak tidak ekuivokal dan terdapat tanda-tanda
obstruksi usus yang akan terjadi, tidak perlu menegakkan diagnosis jaringan
sebelum laparatomi.
2. Kolonoskopi: jika ditemukan tumor pada kolonoskopi, pemeriksaan fisik harus
dilakukan selengkap mungkin untuk menyingkirkan adanya tumor atau polip
lain yang sinkron. Jika pemeriksaan ini tidak dilakukan sebelum reseksi, maka
haru dilakukan kemudian.
3. Hitung darah lengkap: anemia defisiensi Fe
4. Cari metastasis: tes fungsi hati, ultrasonografi, foto thorax. Walaupun
diperlukan pembedahan disebagian besar kasus, penting untuk mnenetukan
apakah penyakit sudah bermetastasis sebelum dilakukan laparatomi.
5. Antigen karsinoembrionik (Carsinoembrionic antigen [CEA]): penanda tumor ini
tidak bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, namun bermanfaat dalam
memantau respon pasien terhadap terapi dan identifikasi relaps. (Davey, 2006)
Menurut Grace & Borley: 2006 pemeriksaan penunjang kanker kolorektal antara
lain:

1. Pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan samar pada feses


2. DPL: anemia
3. Ureum + elektrolit: hypokalemia, tes fungsi hati: metastasis ke hati
4. Sigmoidoskopi (kaku sampai kedalaman 30 cm/ fleksibel sampai kedalaman
60 cm) dan kolonoskopi (seluruh kolon) untuk melihat lesi, mdan mengambil
biopsy
5. Enema barium kontras ganda: lesi apple core, polip
6. CEA sering meningkat pada penyakit lanjut
REFRENSI

Davey, P. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga


Grace, P.A., Borley, N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga
Kemenkes.2015.infodatin kanker. Kementerian Kesehatan RI

Pezzoli A, Matarese V, Rubini M, 2007. Colorectal cancer screening: Result of


5-year program in asymptomatic subjects at increased risk. Digestive and Liver
Disease

Price, S.A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC
Smeltzer, S.c., Bare, B.G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart. Jakarta: EGC

Soebachman, Agustina. (2011). Awas, 7 Kanker Paling Mematikan !.


Yogjakarta: Syura Media Utama

Anda mungkin juga menyukai