Anda di halaman 1dari 11

DEPRESI AKIBAT GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Definisi
Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang
manifestasinya bisa berbeda pada masing - masing individu.1 Depresi yang diakibatkan
gangguan mental organik disebut sebagai depresi sekunder, termasuk depresi yang terjadi pada
pemulihan kesadaran yang terjadi akibat trauma kepala, encephalitis, pasca stroke, penyakit
alzheimer, penyakit parkinson atau penyakit neurodegeneratif lainnya. Gejala pada depresi
yang terjadi karena gangguan mental organik berupa mood depresi, kesedihan, berkurangnya
kemampuan berpikir, dan ketidaksabaran. Namun, depresi yang terkait dengan gangguan
mental organik kronis ditandai oleh gejala kapasitas intelektual yang berkurang, cenderung
menjadi apatis, adanya labilitas mood, kemampuan berpikir dan berbicara berkurang, dan
munculnya afek datar.

Anatomi3
Lobus Frontal
Lobus Frontal berfungsi dalam mengatur motorik, sensorik dan sebagai area otak yang
mengatur emosi, berbicara, personality, memori, konsentrasi, penilaian, pemikiran abstrak, dan
berbagai fungsi mental lain.
Disfungsi dari lobus frontal : sindrome lobus frontal : tanpa hambatan, perilaku yang
tidak tepat, labilitas dan mudah tersinggung, depresi dan afek datar, kurang motivasi, defisit
memori, kesulitan perhatian, defisit kognitif lainnya. Derajat kemauan afektif: sindrom apatis-
akinetik-abulic, Aphasia (dominan hemisphere), Rasa humor yang aneh (Witzelsucht)

Lobus Temporal
Fungsi utama korteks temporal meliputi bahasa, memori dan emosi. Karena lesi di
daerah ini menyebabkan gejala yang mirip dengan halusinasi, delusi, gangguan mood, area ini
telah mendapat perhatian khusus dalam penelitian psikiatri. Lesi pada lobus temporal dominan
menyebabkan euforia, halusinasi pendengaran, delusi, gangguan pikiran, penurunan

1
kemampuan untuk mempelajari materi baru dan komplemen verbal yang buruk. Lesi lobus
temporal nondominan menyebabkan disforia, iritabilitas dan defisit kognitif. Para ilmuwan juga
tertarik pada demensia frontotemporal, yang sulit dikenali karena gejala utamanya meniru
gangguan kejiwaan non-organik termasuk mania, gangguan obsesif-kompulsif, skizofrenia,
depresi atau gangguan kepribadian.

Lobus Parietal
Lobus ini berfungsi dalam menerima dan mengidentifikasi informasi sensorik dari
reseptor taktil, pada hemisphere kiri penting untuk memproses kemampuan verbal, dan pads
hemisphere kanan untuk memproses visual-spatial
Disfungsi pada lobus parietal pada hemisphere dominan akan terjadi aleksia, agraphia,
ideokinetic atau kinestetik apraksia, diskalkulia, disorientasi astereognosis kanan-kiri. Pada
hemisphere yang tidak dominan akan terjadi kerusakan visual spatial, anosognosia,
ketidakmampuan dalam mengenali bagian tubuh, apraksia, astereognosis, left spatial neglect

Lobus Oksipital
Lobus ini berfungsi dalam visual memori dan menginterpretasi gambaran penglihatan,
sedangkan bila terjadi disfungsi pada lobus ini akan terjadi metamorphosis, ilusinasi visual,
halusinasi visual, kebutaan, dan gejala yang mungkin mensimulasikan histeria.

Sistem Limbik
Sistem limbik dikaitkan dengan emosi, dorongan seks, perilaku makan, kekerasan,
ingatan dan motivasi. Hippocampus dianggap terlibat dalam ingatan dan motivasi. Sistem
limbik dan amygdala sebagian besar terhubung dengan emosi. Eksperimen ini menunjukkan,
bahwa stimulasi amigdala memprovokasi rasa takut. Lesi amigdala dan lobus temporal anterior
telah secara klinis berkorelasi dengan gejala yang mirip dengan skizofrenia, depresi dan mania.

2
Ganglia Basal
Ganglia basal terlibat dalam sejumlah gangguan serebral, termasuk psikosis, depresi dan
demensia. Kelainan klinis utama yang diamati pada ganglia basal adalah pergerakan, gangguan
proses berpikir, gangguan afek dan kognisi. Gangguan ganglia basal paling banyak dikaitkan
dengan gejala psikosis. Pasien skizofrenia yang tidak diobati menunjukkan banyak gangguan
gerakan halus yang menyiratkan keterlibatan ganglia basal. Para ilmuwan mengatakan bahwa
konsekuensi fungsional penyakit serebrovaskular dapat menjadi jalur kausal dimana lesi
ganglia basal dikaitkan dengan gejala simtomatologi depresif.

Etiologi
Gangguan depresi dapat diakibatkan karena adanya kelainan yang terjadi pada otak,
beberapa penyakit yang dapat menyebabkan depresi antara lain :

Stroke
Depresi poststroke terkadang menjadi persistent. Retardasi dalam berpikir dan
berperilaku tetap ada. Telah dilaporkan bahwa lesi di lobus frontal kiri atau ganglia basal
cenderung menyebabkan depresi, dengan kecenderungan bahwa semakin banyak lesi frontal,
semakin buruk gejala. Di sisi lain, beberapa peneliti menganggap lesi pada sisi kanan lebih
penting. Dengan demikian, hubungan antara manifestasi gejala afektif dan lokasi lesi tetap
kontroversial. Selain itu, disana ada pandangan bahwa infark serebral asimtomatik berfungsi
sebagai penyebab depresi.2

Penyakit Alzheimer
Hal ini sering terjadi pada gejala afektif seperti mood depresi, penurunan spontanitas,
labilitas yang efektif, kesedihan, perataan afektif, dan kegelisahan / ketidaksabaran terjadi
sebagai gejala prodromal demensia pada tahap awal penyakit Alzheimer. Dalam kasus ini,
kegelisahan, mood depresi, keterbelakangan perilaku, dan ketidakaktifan sering terjadi,
sedangkan perasaan bersalah, ide bunuh diri, dan khayalan sekunder jarang terjadi.2

3
Penyakit degeneratif4
Gangguan degenarif yang sering mengenai ganglia basalis sering disertai dengan tidak
saja gangguan pergerakan tetapi juga depresi, demensia, dan psikosis. Beberapa contoh dari
gangguan degneratif adalah Penyakit Parkinson melibatkan suatu degenerasi terutama pada
substansia nigra, dan biasanya tidak mempunyai sebab yang diketahui. Penyakti Huntington,
melibatkan suatu degenerasi terutama di nucleus kaudatus, dan merupakan penyakit autosomal
dominan.
Penyakit neurodegeneratif seperti Huntingtons disease, progressive supranuclear
palsy, fronto-temporal lobe dementia, neurosyphilis, toxic diseases, pellagra, folic acid
deficiency, and Wernickes encephalopathy mungkin akan terjadi komplikasi depresi.2

Penyakit Parkinson
Pasien dengan penyakit Parkinson kadang salah didiagnosis mengalami depresi karena
ekspresi wajah dan retardasi motor yang tidak normal. Namun, di luar ciri-ciri ini, keadaan
depresi dengan kesadaran diri akan pengalaman depresi sering terlihat. Jenis depresi ini
disebabkan oleh gangguan sistem proyeksi dopaminergik di daerah frontal, dan dianggap
berhubungan langsung dengan penyakit Parkinson itu sendiri.
Depresi adalah kelainan psikiatris umum pada penyakit Parkinson. Frekuensi rata-rata dari
penelitian yang baru-baru ini dilaporkan adalah 40% dan kisarannya adalah 25-70% . Meskipun
gejala depresi terjadi pada saat timbulnya penyakit pada kebanyakan kasus, suasana hati depresi
dapat terjadi pada beberapa kasus sebagai gejala prodromal sebelum gejala neurologis- tom.
Depresi kadang-kadang lebih menjanjikan pada tahap awal penyakit (tahap Yahr I dan II).
Gejala serupa dengan depresi endogen. Lebih khusus lagi, suasana hati yang tidak pasti,
kehilangan minat, perasaan tidak percaya diri, kehilangan energi, retardasi psikomotor, dan
kemampuan berpikir atau konsentrasinya berkurang. Pasien juga mungkin menunjukkan
iritabilitas, pandangan pesimis tentang masa depan, ketidaksadaran, kesedihan, dan ide bunuh
diri.
Gambaran yang mencolok dari gejala pasien dianggap mengurangi perasaan bersalah,
mencemarkan diri, dan merasakan kehilangan, serta rendahnya tingkat khayalan dan

3
halusinasi, tingkat bunuh diri yang rendah, dan kurangnya variasi diurnal. Itu terjadinya
kecemasan/fretfulness, ide bunuh diri, dan kecenderungan hypochondriacal tidak berlangsung
lama. Meskipun gejala depresi pasien dapat dikurangi dengan terapi obat antiparkinson saja,
inhibitor MAO atau inhibitor reuptake serotonin juga dapat digunakan.2

Epilepsi4
Epilepsy adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum. Msalah utama adalah
pertimbangan suatu diagnostic epilepsi pada pasien psikiatrik, pembedaan psikosocial dari
suatu diagnosis epilepsi untuk seorang pasien, dan efek psikologis dan efek kognitif dari obat
antiepileptic yang sering digunakan. Gejala perilaku yang paling umum dari epilepsy adalah
perubahan kepribadian; psikosis, kekersan, dan depresi adalah gejala yang lebih jarang dari
gangguan epileptic.

Tumor otak
Faktor yang mempengaruhi munculnya depresi pada pasien dengan tumor otak antara
lain adalah lokasi tumor, riwayat keluarga yang mempunyai gangguan psikiatrik dan kesedihan
serta kurangnya motivasi merupakan faktor prediktor utama yang menyebabkan gangguan
depresi pada pasien dengan tumor otak.6
Selain itu, menurut penelitan, keterbatasan fisik juga ditemukan mempunyai hubungan
yang erat dengan terjadinya gangguan depresi. Tingkat depresi pada wanita lebih tinggi
daripada pria meskipun belum ada penelitian yang signifikan mengenai hubungan antara
gangguan mood dengan jenis kelamin.5,6

4
Diagnosis Depresi terkait dengan Gangguan Mental Organic2

Anamnesis

Depresi akibat gangguan mental organik terjadi karena adanya kelainan pada otak, bisa
terjadi karena disebabkan pada penyakit pasca stroke, penyakit degeneratif, penyakit alzheimer,
penyakit parkinson, epilepsi, tumor otak dan lain-lain. Pada anamnesis harus di dapatkan
adanya riwayat dari penyakit tersebut.

Stroke : depresi pasca stroke dapat ditandai dengan gejala kurang nafsu makan, turunnya berat
badan secara signifikan, gangguan tidur, agitasi, psikomotor lambat, hilang minat atau rasa
senang dalam semua kegiatan yang biasa dilakukan, hilangnya energi, mudah lelah. gejala
tersebut dirasakan terus menerus selama 2 minggu, dapat di diagnosis sebagai depresi.

Penyakit degeneratif : pada penyakit parkinson pada anamnesis didapatkan adanya kelainan
pada mimik wajah, cara berjalan dan bergerak yang lambast (bradikinesia), adanya rigiditas,
dan resting tremor.

Penyakit alzheimer : kelainan yang ditandai dengan penurunan daya ingat, penurunan
kemampuan berpikir dan berbicara, serta perubahan perilaku pada penderita akibat gangguan
di dalam otak yang sifatnya progresif atau perlahan-lahan.

Epilepsy : pada anamnesis didapatkan adanya bangkitan kejang berulang, yang timbul tanpa
provokasi. Perhatikan gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca bangkitan. Apakah ada
tanda perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, dan Selma bangkitan apakah
bagaimana pola bangkitannya mulai dari mata, gerakan kepala dan gerakan tubuh. Pada pasca
bangkitan apakah bingung, langsung sadar atau ada nyeri kepala.

Tumor otak : pada anamnesis terdapat nyari kepala kronik progresif biasanya terjadi pada pagi
hari, adanya muntah tanpa penyebab gastrointestinal, adanya penurunan kesadaran atau
kesadaran yang berubah, dan gejala lainnya tergantung dari letak tumor tersebut.

5
Pemeriksaan Fisik

Gambaran klinis karakteristik gangguan depresi sekunder. Dalam kasus depresi sebagai
gangguan depresi sekunder, dilaporkan bahwa mood depresi, insomnia, anoreksia, harga diri
rendah, gejala obsesif-kompulsif, dan ide bunuh diri lebih ringan, sedangkan gangguan
intelektual, gangguan sensorium, pengabaian diri, labilitas suasana hati, mengurung diri,
perilaku kekerasan, pembicaraan dan pemikiran yang melambat, kurangnya wawasan,
eksentrisitas, disorganisasi pemikiran, berkurangnya perkembangan intelektual, dan afek datar
yang menonjol.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
klinis neurologis dan alat bantu diagnostik neuroradiologik. Diagnosis pasti dengan
pemeriksaan CT scan kepala dan MRI untuk menentukan dengan tepat letak dan luas lesi, ada
tidaknya perluasan ke ventrikel, edema perifokal, deviasi midline serta untuk membedakan
perdarahan dan iskemik.

Pada Penyakit Parkinson dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan biasanya akan


ditemukan atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalus eks vakuo, selain itu pemeriksaan
EEG biasanya terjadi perlambatan yang progresif. Pada epilepsi pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah CT scan, MRI untuk melihat kelainan pada struktur otaknya, serta
pemeriksaan EEG, pada EEG akan terlihat gambaran epileptiform discharge atau epileptiform
activity.

Penatalaksanaan Depresi pada Gangguan Mental Organik1


Pada depresi akibat gangguan mental organik, penanganan yang tepat adalah
memberiksaan terapi yang sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, misalnya pada stroke
diberikan terapi untuk mencegah serangan strokenya kembali lagi, dan pads penyakit lainnya
harms diberikan terapi yang adekuat.

6
Psikofarmaka

Sinonim antidepresan adalah thimoleptika atau psikik energizer. Umumnya yang


digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin, amitriptilin,

dothiepin dan lofepramin)

7
7
Cara Penggunaan

Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan mengalami
proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang timbul dalam waktu kurang
dari 2-6 minggu

Untuk sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:

Langkah 1: golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)

Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)

reversibel.

Indikasi : Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna juga pada
penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.

Prognosis3

Indikator prognosis :
Identifikasi indikator prognosis baik dan buruk pada depresi berat.

Kemungkinan prognosis baik :


Pada depresi akibat gangguan mental organic, prognosis yang munchkin terjadi
akan back tergantung dari berat atau ringannya penyakit yang mendasari depresi tersebut.
Pada episode ringan, tidak ada gejala psikotik, waktu rawat inap singkat, indikator
psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama masa remaja, fungsi keluarga stabil,
lima tahun sebelum sakit secara umum fungsi sosial baik. Sebagai tambahan, tidak ada
komorbiditas dengan gangguan psikiatri lain, tidak lebih dari sekali rawat inap dengan
depresi berat, onset awal pada usia lanjut.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismail I R, Siste K. Gangguan Depresi. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2013.h. 117.

2. Miyashi K. Depression Associated with Pshycal Illness. Journal of Japan Medical


Association;h.279-282, 2012

3. Device G, Burba B. Mental disorders and their relation to brain lesion location: diagnostical
problems. Medicina vol 39, No.2. 2012

4. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri Klinis,
edisi ketujuh, jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2015.

5. Wellisch DK, Kaleita TA, Freeman D, Cloughesy T, Goldman J. Predicting major


depression in brain tumor patients. Psycho-oncology 2002;11:h.23035.

6. Pelletier G, Verhoef MJ, Khatri N, Hagen N. Quality of life in brain tumor patients: the
relative contributions of depression, fatigue, emotional distress, and existential issues. J
Neuro-oncology 2002;57:h.416.

Anda mungkin juga menyukai